2.3 Natrium Benzoat
Menurut Ditjen POM 1995, sifat fisikokimia natrium benzoat adalah sebgai berikut:
Rumus struktur :
Rumus Molekul : C
7
H
5
NaO
2
Berat Molekul : 144,11
Nama Kimia : Natrium benzoat
Kandungan : Tidak kurang dari 99,0 dan tidak lebih dari
100,50 C
7
H
5
NaO
2,
dihitung terhadap zat anhidrat. Pemerian
: Granul atau serbuk hablur, putih; tidak berbau atau praktis tidak berbau; stabil di udara.
Kelarutan : Mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam
etanol dan lebih mudah larut dalam etanol 90. Aktivitas asam benzoat dan garamnya sebagai anti mikroorganisme
tergantung pada pH, karena pH sangat menentukan jumlah asam yang terdisosiasi. Pada pH 2,19 asam yang tidak terdisosiasi adalah 99, pada pH 4,2 asam yang
tidak terdisosiasi adalah 50. Natrium benzoat sebagai antimikroorganisme berperan dalam menganggu permeabilitas membran sel Afrianti, 2010, yaitu
dengan menganggu atau menghalangi jalannya nutrien masuk ke dalam sel dan menganggu keluarnya zat-zat penyusun sel dan metabolit dari dalam sel akibatnya
Universitas Sumatera Utara
kebutuhan sel tidak dapat terpenuhi dengan baik. Asam benzoat dan garamnya relatif kurang efektif sebagai bahan pengawet pada pH lebih besar, tetapi kerjanya
sebagai pengawet akan naik dengan turunnya pH sampai di bawah pH 5 Cahyadi, 2008.
2.4 Kafein
Menurut Ditjen POM 1995, sifat fisikokimia kafein adalah sebagai berikut:
Rumus struktur :
Rumus Molekul : C
8
H
10
N
4
O
2
Berat Molekul : 194,19
Nama Kimia : 1,3,7-Trimetil xantin
Kandungan : Tidak kurang dari 98,5 dan tidak lebih dari
101,0 C
8
H
10
N
4
O
2
, dihitung terhadap zat anhidrat. Pemerian
: Serbuk putih atau bentuk jarum mengkilat putih; biasanya menggumpal; tidak berbau; rasa pahit.
Kelarutan : Agak sukar larut dalam air, dalam etanol; mudah
larut dalam kloroform; sukar larut dalam eter. Kafein merupakan perangsang sistem saraf pusat yang kuat. Orang yang
minum kafein merasakan tidak begitu mengantuk, tidak begitu lelah, dan daya
Universitas Sumatera Utara
pikirnya lebih cepat dan lebih jernih Louisa dan Dewoto, 2009. Kafein merupakan antagonis kompetitif reseptor adenosin di otak. Telah diketahui bahwa
adenosin jika terikat ke reseptor sel saraf akan menurunkan aktivitas sel saraf. Akibat kemiripan struktur molekul kafein dengan struktur adenosin maka kafein
dapat terikat pada reseptor tersebut tetapi tidak memberi efek penurunan aktivitas sel saraf justru sebaliknya, aktivitas sel saraf ditingkatkan. Jika kondisi ini terus
berlangsung, akan terjadi beberapa efek, seperti denyut jantung, tekanan darah, dan aliran darah ke otot ningkat, sementara itu aliran darah kekulit dan organ
dalaman akan menurun, tetapi pelepasan glukosa oleh hati meningkat Dalimunthe, 2009.
2.5 Spektrofotometri Ultraviolet