menghubungi keluarga dan ifaf yakni menahan diri dari perbuatan buruk “. Bukhari II, 1993 : 320
Dari uraian nash di atas dapat dipahami mengenai kewajiban mengeluarkan zakat. Pemahaman ini berdasarkan pada penjelasan shigat berupa
redaksi dalam bentuk fi’il amar yang berarti kewajiban perintah dan Dilalah berupa petunjuk dalil yang bersifat qoth’i.
Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib
fardhu atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk dalam kategori ibadah seperti shalat, haji, dan puasa yang telah diatur
secara rinci dan paten berdasarkan Al-Quran dan As Sunnah, sekaligus merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai
dengan perkembangan umat manusia.9
2. Sumber Dana Zakat
Di zaman Rasulullah, dana zakat salah satunya diperuntukkan bagi pengembangan ekonomi sahabat-sahabatnya. Dalam Hadis riwayat Imam Muslim
dari Salim bin Abdillah bin Umar dari ayahnya, bahwa Rasulullah telah memberikan kepadanya zakat, lalu menyuruhnya untuk dikembangkan atau
disedekahkan lagi. Salim pun mengelolanya sampai ia benar-benar mampu bersedekah dari usahanya tersebut.
11
11
http:padangmedia.comnews122ARTICLE17242007-10-10.html :
17-4-2008
Kenyataan itu seharusnya bisa meneguhkan umat Islam bahwa dana zakat yang dikelola dengan baik dan profesional akan mampu membawa masyarakat
mustahik menjadi bagian dari muzaki orang yang membayar zakat yang siap berbagi dengan mustahik yang lainnya. Lalu bagaimana caranya? Zakat produktif
Landasan awal pengelolaan zakat produktif ini adalah bagaimana dana zakat tidak habis dikonsumsi untuk kebutuhan sehari-hari, tetapi lebih bermakna
karena digunakan untuk melancarkan usahanya. Pepatah mengatakan, Berikanlah kail, bukan ikannya. Modal usaha yang digulirkan dari dana zakat diharapkan
menjadi kail yang mampu menangkap ikan-ikan yang tersedia di alam. Kalau di zaman Rasulullah, bantuan usaha dari dana zakat diberikan
langsung dari pengelola kepada mustahiknya melalui Baitul Mal, maka di Indonesia di mana zakat dikelola lembaga nonpemerintah, optimalisasi dari
pengelolaan zakat tersebut menjadi tanggung jawabnya. Tantangan inilah yang harus diwujudkan lembaga pengelola zakat.
Fakta yang berkembang di lapangan menunjukkan, pengentasan kemiskinan seakan-akan menjadi tanggung jawab negara sepenuhnya. Berkaca
pada sejarah, melalui instrumen zakat, kita melihat alternatif lain yang teruji dalam menyejahterakan masyarakat. Tentu saja butuh kapasitas lebih dari
pengelola zakat untuk mengimplementasikan konsep pemberdayaan ini, baik dari segi sumber daya manusia SDM maupun sistem yang dimilikinya.
Guna mengoptimalkan pengelolaan zakat, Lembaga Amil Zakat LAZ ataupun Badan Amil Zakat BAZ idealnya mempunyai lembaga keuangan khusus
yang memberikan kredit atau bantuan bagi masyarakat miskin Rumah Zakat Karawang misalnya. Untuk membantu memberikan kredit usaha kecil maka
dibangunlah Lembaga Keuangan Mikro Syariah LKMS Mozaik. Dengan lembaga tersebut diharapkan fokus pemberian kredit usaha dan pendampingan
bisa dilakukan dengan maksimal. Ada pendapat menarik yang dikemukakan Syekh Yusuf Qardhawi dalam
bukunya yang fenomenal, Fiqh Zakat. Pemerintah Islam diperbolehkan membangun pabrik-pabrik atau perusahaan-perusahaan dari uang zakat untuk
kemudian kepemilikan dan keuntungannya untuk kepentingan fakir miskin, sehingga akan terpenuhi kebutuhan hidup mereka sepanjang masa. Untuk saat ini,
peranan pemerintah dalam pengelolaan zakat ini digantikan oleh BAZ atau LAZ. Kewajiban lain yang harus dilakukan pengelola zakat adalah melakukan
pembinaan dan pendampingan kepada para mustahik agar kegiatan usahanya dapat berjalan dengan baik. Pembinaan dan pendampingan tidak hanya diberikan
untuk memperkuat sisi rohani mustahik, tetapi juga sisi manajerial dan kemampuan
wirausahanya. Harapannya,
dengan kemampuan
tersebut kehidupannya akan lebih sejahtera.
Dengan pola pengelolaan zakat produktif, diharapkan akan muncul lapangan usaha baru bagi kelompok masyarakat yang tidak mampu, yang
termasuk dalam kelompok yang berhak menerima zakat. Seluruh komponen
bangsa, termasuk pemerintah, diharapkan memiliki komitmen yang kuat akan hal ini, karena dampaknya akan dirasakan langsung oleh masyarakat. Dengan
demikian, tingkat pengangguran pun akan bisa diminimalkan. Apalagi kita menyadari bahwa angka pengangguran yang terjadi di Indonesia masih sangat
tinggi, yaitu sekitar 40 juta orang atau 18 dari keseluruhan penduduk. Kita perlu banyak belajar kepada Malaysia dalam mengelola zakat. Malaysia adalah contoh
negara yang berhasil dalam menjadikan zakat sebagai institusi yang mampu mereduksi tingkat kemiskinan, sehingga berdasarkan data Badan Zakat negara
tersebut, jumlah warga miskin di Malaysia kini tinggal 10.000 orang. ABU SYAUQI -Dewan Pembina RZI Pusat
3. Macam-Macam Zakat