84
Diabing au diompa au
asa sonang modom au
dideng dideng didok tu au
o hasian Diabing au
diompa au asa sonang
modom au dideng dideng
didok muse o hasian
Diabing au diompa au asa
sonang modom au
dideng dideng didok muse
o hasian Diompa au
diabing au asa sonang
modom au dideng dideng
didok muse o hasian
2. Deskripsi Nyanyian Permainan Anak Pada Masyarakat Batak Toba
Deskripsi Nyanyian Permainan Kacang koring
Tradisi lisan nyanyian permainan Kacang koring direkam pada tanggal 5 Mei 2014 di desa Tapian Nauli dan tanggal 16 Juni 2014 di desa Nagasaribu. Nyanyian ini
dinyanyikan ketika hendak bermain petak umpat martabun tabuni. Nyanyian permainan kacang koring merupakan nyanyian permainan untuk menentukan giliran
dalam sebuah permainan yaitu siapa yang menang yang akan dicari dan yang kalah yang akan mencari. Jumlah pemain biasanya minimal empat orang anak.
Di desa Tapian Nauli nyanyian permainan ini dilakukan oleh delapan 8 orang anak, mereka adalah Nova, Lamtiur, Novita, Rotua, Sanni, Anna, Marito dan Lusi. Dalam
melakukan permainan ini mereka membentuk lingkaran kecil, mereka menurunkan tangan kanannya masing-masing dengan telapak tangan menghadap ke bawah Gambar
4.3, kemudian secara bersama-
sama mereka mengucapkan „kacang koring sibuat na otik’. Ketika mengucapkan suku kata terakhir yaitu „tik‟, masing-masing memperlihatkan
salah satu telapak tangan mereka dengan bagian telapak tangan menghadap ke bawah atau ke atas. Pemenang adalah jumlah minimal anak yang posisi telapak tangannya tidak
sama dengan telapak tangan temannya yang lain. Pemenang pertama adalah Rotua dan Sanni, telapak tangan mereka berdua menghadap ke bawah, sedangkan telapak tangan
enam 6 orang lainnya menghadap ke atas. Pemenang kedua adalah Novita dan Lamtiur, telapak tangan mereka berdua menghadap ke atas sedangkan yang empat
lainnya menghadap ke bawah. Pemenang selanjutnya adalah Marito, telapak tangannya menghadap ke atas sedangkan telapak tangan tiga orang lainnya menghadap ke bawah.
Kemudian Nova menyusul sebagai pemenang berikutnya, telapak tangannya mengahadap ke atas sedangkan telapak tangan dua orang lainnya menghadap ke bawah. Akhirnya
tinggal dua pemain yaitu Anna dan Lusi, untuk menentukan siapa yang menang dari antara mereka berdua maka mereka melakukan sut. Siapa yang yang kalah bermain sut
maka dia akan bertugas sebagai penjaga pos. Anna kalah dalam bermain sut, sehingga dia mendapat giliran sebagai penjaga pos. Anna menghadapkan wajahnya ke dinding sambil
menunggu temannya yang lain mencari tempat persembunyian. Sambil menunggu Anna
mengucapkan kata „nunga”? sudah?, jika masih ada temannya yang menjawab „daung’ belum, berarti mereka belum menemukan tempat persembunyian, tetapi jika tidak ada
lagi yang menjawab, menandakan bahwa mereka sudah berada di tempat persembunyiannya masing-masing dan sudah bisa untuk dicari. Pertama sekali Anna
menemukan Nova yang bersembunyi di balik bunga, setelah Nova ditemukan Anna
mengucapkan „tul si Nova‟ sambil memegang dinding tempat di mana wajahnya dihadapkan tadi. Selanjutnya Anna dan Nova bersama-sama mencari teman mereka
yang lain. Begitu seterusnya dilakukan hingga semua teman mereka temukan.
Demak Magdalena Perawati Silaban
85 Kajian Linguistik, Tahun Ke-12, No 1, Februari 2015
Gambar 4.3 Nyanyian permainan anak Kacang koring di desa Tapian Nauli Sumber: Dokumentasi penulis tanggal 5 Mei 2014
Di desa Nagasaribu nyanyian permainan ini dilakukan oleh enam 6 orang anak Gambar 4.4, mereka adalah Paskah, Daniel, Heppy, Dewi, Masta dan Lambok.
Pemenang pertama adalah Daniel dan Dewi, pemenang kedua adalah Masta, pemenang ketiga adalah Paskah. Heppy dan Lambok melakukan sut dan Heppy adalah
pemenangnya, yang juga berarti bahwa Lambok adalah pemain yang kalah yang akan bertugas sebagai penjaga pos. Dia menghadapkan wajahnya ke dinding dan menghitung
satu sampai lima puluh 50 sedangkan teman-temannya yang lain sibuk mencari tempat persembunyian. Temannya yang pertama ditemukan adalah Daniel yang bersembunyi di
atas pohon, kemudian Masta ditemukan dibalik bunga pangkas. Ketika Lambok meninggalkan pos dan sibuk mencari temann-temannya, Paskah datang ke pos dan
langsung memegang dinding tadi sambil mengatakan „tul’ lalu dia kembali mencari tempat persembunyian. Hal itu berarti bahwa Lambok kembali menghadapkan wajahnya
ke dinding dan menghitung satu sampai lima puluh. Ketika Lambok menemukan Paskah, segera lambok datang ke pos dan memegang dinding sambil mengatakan tul si Paskah,
tetapi tanpa disadari dari belakangnya telah datang Daniel dan Masta meraka langsung memegang dinding sambil mengatakan tul. Hal itu berarti bahwa Lambok kembali
menjaga pos dan menghitung satu sampai lima puluh. Begitu terus dilakukan hingga dia berhasil mengamankan pos dan menemukan teman-temannya di tempat persembunyian
mereka.
Gambar 4.4 Nyanyian permainan anak Kacang koring di desa Nagasaribu Sumber: Dokumentasi penulis tanggal 16 Juni 2014
Berdasarkan pengamatan di lapangan lirik nyanyian permainan Kacang koring versi informan ibu S. Sihombing, versi anak-anak di desa Nagasaribu dan desa Tapian Nauli
memiliki lirik yang sama atau tidak memiliki varian. Hal tersebut disebabkan lirik nyanyian permainan ini yang pendekyang hanya dua baris sehingga mudah untuk diingat.
Liriknya adalah sebagai berikut:
86
Kacang koring kacang kering
sibuat na otik ambil sedikit
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bagian ini terdiri dari tiga bagian, bagian pertama yaitu deskripsi keberadaan nyanyian menidurkan anak dan nyanyian permainan anak pada MBT saat ini, analisis fungsi dan
makna, koteks, konteks, serta pembahasan refleksi kearifan lokal.
Keberadaan Tradisi Lisan Nyanyian Menidurkan Anak Pada Masyarakat Batak Toba Saat Ini
Keberadaan nyanyian menidurkan anak dideng pada MBT saat ini sudah mulai sulit ditemukan. Ini terlihat dengan adanya pergeseran dan perubahan budaya yang
dipengaruhi oleh mobilitas zaman yang cepat dan begitu sangat berpengaruh terhadap kehidupan sosial masyarakat. Kemajuan teknologi yang semakin merata baik di desa
maupun di kota turut mempengaruhi keberlangsungan dideng pada MBT. Sekarang, di zaman yang canggih dan modern ini para orangtua lebih suka memperdengarkan
nyanyian-nyanyian atau musik-musik melalui media elektronik seperti CD, DVD, VCD, radio, dan media elektronik lainnya. Mereka cenderung lebih suka memperdengarkan
musik-musik klasik yang diputar melalui audiovisual, atau media-media elektronik daripada dideng dideng dalam menidurkan anak. Hal itu dirasa lebih praktis, tidak
merepotkan dan lebih up to date sesuai dengan perkembangan zaman. Kebiasaan para orang tua Batak Toba yang sudah mulai terpengaruh oleh kemajuan teknologi perlahan-
lahan membuat mereka menjadi orang tua yang pasif yang berakibat pada kedekatan mereka dengan anak-anak mereka secara psikologis akan berkurang. Seperti yang telah
dijelaskan pada bab sebelumnya, dalam mendideng, selain menyanyi orang tua juga akan kreatif menciptakan gerakan yang bisa membuat anaknya cepat tidur seperti mengelus-
elus badan si anak, menepuk-nepuk bokongnya, dan lain-lain. Tetapi dengan hadirnya CD maupun DVD telah dapat menggantikan tradisi dideng tersebut yang dulunya biasa
dilakukan oleh nenek moyang mereka. Kondisi seperti ini perlahan-lahan akan membuat tradisi dideng tersebut akan benar-benar hilang di tengah-tengah kehidupan MBT itu
sendiri. Dan sebagai generasi penerus Batak Toba, nyanyian dideng dideng hendaknya dipelihara dan diwariskan kepada generasi selanjutnya karena nyanyian ini adalah salah
satu kekayaan budaya daerah dari Batak Toba yang sangat sayang untuk dilupakan begitu saja.
Keberadaan Nyanyian Permainan Anak Pada Masyarakat Batak Toba Saat Ini
Keberadaan nyanyian permainan anak pada MBT akhir-akhir ini juga sudah mulai mengalami kepunahan. Berdasarkan penelitian di lapangan hal tersebut disebabkan oleh
beberapa faktor.
1. Teknologi