Puisi Jangan Takut Ibu

yang layak. Selain itu, puisi ini juga mengemukakan kritik sosial atas kesewenangan terhadap kaum lemah, dan kritik atas penyelewengan- penyelewengan. Dari segi tema, sajak tersebut di atas mengemukakan masalah kemanusiaan umum dengan jalas seperti tentang kesengsaraan hidup, perebutan kekuasaan, kekerasan, dan kematian.

4.2.5 Puisi Jangan Takut Ibu

Dalam puisi Jangan Takut Ibu kata matahari bukan lagi memiliki arti sebuah benda angkasa, pusat tata surya berupa bola berisi gas yang mendatangkan terang dan hangat pada bumi, matahari dalam puisi berubah makna menjadi sebuah harapan, mengungkapkan sebuah pengharapan yang akan mendatangkan kebaikan untuk tetap melewati setiap hal yang terjadi. Kata gubernur sarapan buruh pabrik memiliki makna adanya ketidak adilan yang dilakukan petinggi terhadap orang-orang kecil yang bekerja. Kata bupati mengunyah aspal pembangunan yang tidak dijalankan dengan baik, adanya tindakan yang dilakukan petinggi daerah yang berhubungan dengan dana yang dianjurkan untuk pembangunan. Kata anak-anak dijadikan bonsai memiliki makna adanya ketidak perdulian terhadap generasi muda, tidak adanya perhatian terhadap pendidikan juga . Kata ibu memiliki arti wanita yang telah melahirkan seseorang atau sebutan kepada wanita yang sudah bersuami atau belum, dalam puisi ini yang ingin disebut dengan kata ibu bukanlah ibu dengan pengertian di atas melainkan ibu pertiwi atau tanah air Indonesia. Kata manusia memiliki makna suatu kehiduapan atau suatu masa, pemikiran-pemikiran. Kata sungai waktu Universitas Sumatera Utara menghanyutkan keluh kesah ini menggambarkan tentang waktu yang akan terus berjalan dan menghapuskan setiap penderitaan. Kata mimpi yang meranggas harapan atau cita-cita yang mulai pudar. Kata keringat bumi yang menjadi peradaban insan menjadi uranium dan mercuri menggambarkan adanya perubahan di bumi, mata ait yang memberikan kehidupan sudah tercemar, mengandung racun, tidak lagi seperti semula. Kata bulan bagai alis mata terbit di ulu hati mengungkapkan tentang adanya harapan yang tetap hidup dalam diri. Kata rasi bima sakti berzikir di dahi adanya aliran doa yang terus dipanjatkan dengan menyebut nama Allah berkali-kali. Secara struktural puisi di atas saling berkaitan antara bait yang satu dengan yang lainnya. Bait pertama pada puisi ini mengungkapkan tentang keadaan adanya suatu keharusan untuk tetap melangkah meskipun banyak tantangan, banyak kesakitan yang harus dilalui, ini digambarkan dengan kata matahari musti terbit, matahari musti terbenam. Bait kedua menggambarkan tentang suasana adanya suatu keharusan untuk kuat meski kehidupan semakin memburuk meski hidup saling memanfaatkan untuk meraih kepentingannya sendiri, adanya penipuan-penipuan yang dilakukan oleh para petinggi yang semakin menyulitkan kehidupan yang diungkapkan dengan kata ada gubernur sarapan bangkai buruh pabrik, bupati mengunyah aspal, anak-anak sekolah dijadikan bonsai. Pada bait ini juga diungkapkan sebuah gerakan baru harus diciptakan. Harus adanya keberanian untuk menghadapi segala ancaman yang dating baik dari dalam maupun luar negri hal ini dikiaskan pengarang dengan menuliskan peristiwa- peristiwa perang yang terjadi di luar negri. Pada bait ketiga, dikemukakan, agar Universitas Sumatera Utara ibu tidak pernah gentar, ibu yang dimaksudkan adalah ibu pertiwi, tanah air Indonesia agar tidak takut pada setiap keadaan yang menjajah. Pada bait yang terakhir ditegaskan agar tetap tidak takut karena setiap hal akan terlewati seiring dengan berlalunya waktu. Puisi ini memiliki kaitan erat antara bait yang satu dengan yang lain. Bait yang selanjutnya merupakan penjelasan dari bait yang sebelumnya. Tak ada bait yang bias dihilangkan, setiap bait harus ada untuk menyampaikan makna secara lengkap. Semua ini menyatakan bahwa sajak dalam tiap bait tersebut hubungannya sangat erat. Puisi di atas juga memiliki keterikatan antara unsur yang satu dengan yang lainnya. Puisi tersebut menggunakan bunyi yang berulang yang menandakan penegasan seperti kata Jangan Takut Ibu. Dalam puisi juga terlihat adanya ragam bunyi yang menciptakan suasana ketertekanan, kesedihan, suram, dan pilu ragam bunyi ini ditandai dengan banyaknya penggunaan bunyi konsonan b, p, m, k, p, t, s, r, juga bunyi sengau ng,dan ny seperti yang terdapat pada kata: kanker, encok, uban, bangkai, penindasan, kematian,digertak, diancam, menghanyutkan. Dari diksinya, banyak menggunakan bahasa kiasan dan simbolik yang memiliki ambiguitas sehingga menimbulkan multi tafsir bagi para pembaca. Selain itu, ekstra estetiknya juga mengemukakan kritik sosial dan ajaran kepada kita semua khususnya generasi muda Indonesia yang merupakan penerus perjuangan para pahlawan bangsa untuk selalu tidak takut oleh berbagai ancaman yang datang, baik yang datang dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Dari segi tema, sajak Universitas Sumatera Utara tersebut di atas mengemukakan masalah lingkungan dan keadaan Indonesia yang semakin memburuk.

4.2.6 Tuhan Aku Cinta Pada-Mu