Hakikat Kepemerintahan yang Baik

Marita_ahdiyanauny.ac.id

BAB VIII KEPEMERINTAHAN YANG BAIK

A. Hakikat Kepemerintahan yang Baik

Menurut Economic Social Commision for Asia Pasific ESCAP, governance adalah proses pengambilan keputusan dan proses dilaksanaan atau tidak dilaksanakannya keputusan. Istilah tersebut dapat digunakan dalam beberapa konteks, seperti corporate governance, international governance, national governance dan local governance . Selain itu ada juga yang mendefinisikannya sebagai proses pemecahan masalah bersama dan memenuhi kebutuhan masyarakat, juga ada yang mendefinisikan sebagai pengelolaan sumber-sumber daya ekonomi dan sosial yang melibatkan negara dan sektor non pemerintah dalam suatu usaha kolektif Departemen Pendidikan Nasional, 2009: 88. Dalam bahasa Indonesia, governance diterjemahkan menjadi kepemerintahan, serta ada pula yang menerjemahkan sebagai penatakelolaan. Kepemerintahan melibatkan berbagai pihak sebagai pelaku yang berkepentingan stakeholder . Para pelaku ini pada dasarnya terdiri atas negara atau pemerintah dan bukan pemerintah tergantung dari permasalahan dan peringkat pemerintahannya. Pihak non pemerintah dapat meliputi kalangan yang sangat luas dan beragam seperti organisasi politik, LSM, organisasi profesi, dunia usahaswasta, koperasi, individu, dan bahkan lembaga internasional. Sehingga UNDP menyatakan kepemerintahan yang baik good governance sebagai hubungan yang sinergis dan konstruktif di antara negara, sektor swasta, dan masyarakat. Sekitar tahun 1996, menjelang berlangsungnya reformasi politik di Indonesia, beberapa lembaga internasional seperti UNDP dan World Bank memperkenalkan terminologi baru yang disebut sebagai good public governance atau good governance . Bank Dunia mengindikasikan bahwa banyak bantuan asing ‘bocor’ akibat praktik bad governance. Sehingga pada Konsensus Washington diadakan kesepakatan bahwa negara penerima bantuan harus diberi persyaratan untuk menerapkan praktik good governance. Menurut Landell-Mills Marita_ahdiyanauny.ac.id dan Seregeldin Santosa, 2008, good governance dipahami sebagai penggunaan otoritas politik dan kekuasaan untuk mengelola sumber daya demi pembangunan sosial ekonomi. Sedangkan menurut Charlick, good governance merupakan pengelolaan segala macam urusan publik secara efektif melalui pembuatan kebijakan yang sah untuk mempromosikan nilai-nilai kemasyarakatan. Munculnya perubahan paradigma governance merupakan paradigma baru dalam tatanan pengelolaan kepemerintahan menggantikan paradigma government. Paradigma governance menekankan kolaborasi dalam kesetaraan dan keseimbangan antara negara, masyarakat sipil dan sektor swasta. Hal ini berpengaruh terhadap administrasi publik yaitu berkembangnya paradigma kepemerintahan yang baik good governance . Apapun terjemahannya, governance menunjuk pada pengertian bahwa kekuasaan tidak lagi semata-mata dimiliki atau menjadi urusan pemerintah. Governance menekankan pada pelaksanaan fungsi governing secara bersama-sama oleh pemerintah dan institusi- institusi lain, yakni LSM, perusahaan swasta, maupun warga negara. Walaupun perspektif governance mengimplikasikan terjadinya pengurangan peran pemerintah, namun pemerintah sebagai institusi tidak dapat ditinggalkan begitu saja. Wibawa dalam Dwiyanto Ed 2005: 81, mengemukakan enam prinsip peran pemerintah dalam pengelolaan negara: a. Pemerintah tetap bermain sebagai figur kunci namun tidak mendominasi, yang memiliki kapasita untuk mengkoordinasi bukan memobilisasi aktor-aktor pada institusi-institusi semi dan non pemerintah untuk mencpai tujuan publik. b. Kekuasaan yang dimiliki negara harus ditransformasikan, dari yang semula dipahami sebagai ‘kekuasaan atas’ menjadi ‘kekuasaan untuk’ menyelenggarakan kepentingan, memenuhi kebutuhan, dan menyelesaikan masalah publik. c. Negara, NGO, swasta, dan masyarakat local merupakan aktor-aktor yang memiliki posisi dan peran saling menyeimbangkan - untuk tidak menyebut setara. Marita_ahdiyanauny.ac.id d. Negara harus mampu mendesain ulang struktur dan kultur organisasinya agar siap dan mampu menjadi katalisator bagi institusi lainnya untuk menjalin sebuah kemitraan yang kokoh, otonom dan dinamis. e. Negara harus melibatkan semua pilar masyarakat dalam proses kebijakan mulai dari formulasi, implementasi, dan evaluasi kebijakan, serta pemberian layanan publik. f. Negara harus mampu meningkatkan kualitas responsivitas, adaptasi, dan akuntabilitas publik dalam penyelenggaraan kepentingan, pemenuhan kebutuhan, dan penyelesaian masalah publik.

B. Ciri- Ciri