Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia

(1)

i

Hak Cipta ©

Pada

: Lembaga Administrasi Negara

Edisi Tahun 2008

Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia Jl. Veteran No. 10, Jakarta, 10110

Telp. (62 21) 3868201, Fax. (62 21) 3800187

Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia

Jakarta - LAN - 2008

xxx hlm : 15 x 21 cm

ISBN : xxx-xxxx-xx-x

MODUL DIKLATPIM TINGKAT IV

Lembaga Administrasi Negara - Republik Indonesia Jakarta, 2008


(2)

iii

LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KATA PENGANTAR

undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian menegaskan bahwa dalam rangka usaha mencapai tujuan nasional, diperlukan Pegawai Negeri Sipil yang berkemampuan melaksanakan tugas secara profesional. Untuk mewujudkan profesionalisme PNS ini, mutlak diperlukan peningkatan kompetensi, khususnya kompetensi

kepemimpinan bagi para pejabat dan calon pejabat Struktural Eselon

IV baik di lingkungan pemerintah pusat maupun daerah. Sebagai pejabat struktural yang berada pada posisi paling depan atau ujung tombak, pejabat struktural eselon IV memainkan peran yang sangat penting karena bertanggung jawab dalam mensukseskan pelaksanaan kegiatan-kegiatan secara langsung, sehingga buah karyanya dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat.

Untuk mempercepat upaya peningkatan kompetensi tersebut, Lembaga Administrasi Negara (LAN) telah menetapkan kebijakan desentralisasi dalam penyelenggaraan Diklat Kepemimpinan Tingkat IV. Dengan kebijakan ini, jumlah penyelenggaraan Diklat dapat lebih ditingkatkan sehingga kebutuhan akan pejabat struktural eselon IV yang profesional dapat terpenuhi. Agar penyelenggaraan dan alumni tersebut menghasilkan kualitas yang sama, walaupun diselenggarakan dan diproses oleh Lembaga Diklat yang berbeda, maka LAN menerapkan kebijakan standarisasi program Diklat Kepemimpinan Tingkat IV. Proses standarisasi meliputi

keseluruhan aspek penyelenggaraan Diklat, mulai dari aspek kurikulum yang meliputi rumusan kompetensi, mata Diklat dan strukturnya, metode dan skenario pembelajaran sampai pada pengadministrasian penyelenggaranya. Dengan proses standarisasi ini, maka kualitas penyelenggaraan dan alumni dapat lebih terjamin.

Salah satu unsur penyelenggaraan Diklat Kepemimpinan Tingkat IV yang mengalami proses standarisasi adalah modul atau bahan ajar untuk para peserta (participants’ book). Disadari sejak modul-modul tersebut diterbitkan, lingkungan strategis khususnya kebijakan-kebijakan nasional pemerintah juga terus berkembang secara dinamis. Di samping itu, konsep dan teori yang mendasari substansi modul juga mengalami perkembangan. Kedua hal inilah yang menuntut diperlukannya penyempurnaan secara menyeluruh terhadap modul-modul Diklat Kepemimpinan Tingkat IV ini. Oleh karena itu, saya menyambut baik penerbitan modul-modul yang telah mengalami penyempurnaan ini, dan mengaharapkan agar peserta Diklat Kepemimpinan Tingkat IV dapat memanfaatkannya secara optimal, bahkan dapat menggali kedalaman substansinya di antara sesama peserta dan para Widyaiswara dalam berbagai kegiatan pembelajaran selama Diklat berlangsung.

Kepada penulis dan seluruh anggota Tim yang telah berpartisipasi, kami haturkan terima kasih. Semoga modul hasil perbaikan ini dapat dipergunakan sebaik-baiknya.

Jakarta, 14 Maret 2008 KEPALA

LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SUNARNO iv


(3)

v vi DAFTAR ISI

Lembar Judul. ...

Lembar Pengesahan ISBN. ...

Kata Pengantar. ... Daftar Isi. ...

i

i i

iii


(4)

(5)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Administrasi negara sebagai Sistem (Sistem Administrasi Negara) pada dasarnya adalah sistem penyelenggaraan kebijakan negara yang meliputi pengelolaan proses kebijakan mulai dari perumusan, penetapan, pelaksanaan sampai dengan tahap evaluasi kinerja satuan kebijakan dalam rangka pencapaian tujuan bangsa.

Dalam kaitan ini lembaga-lembaga negara yang ada merupakan institusi penyelenggaraan sistem kebijakan tersebut. Lembaga-lembaga Negara tersebut terlibat dalam proses perumusan suatu kebijakan sesuai dengan peran dan fungsi manajemen lembaga tersebut. Dengan perkataan lain bahwa administrasi negara sebagai suatu sistem yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan negara melalui lembaga-lembaga negara yang berbentuk peran dan fungsinya sesuai dengan ketentuan Administrasi negara yaitu UUD 1945.

Sistem administrasi negara pada dasarnya mengandung unsur-unsur tertentu seperti lazimnya suatu sistem, yaitu:

a. Nilai, yang mencakup landasan, falsafah, cita-cita dan tujuan negara;

b. Struktur, yang menggambarkan keberhasilan lembaga-lembaga negara dan lembaga-lembaga pemerintah dengan kewenangan masing-masing;

c. Proses, yang berupa kegiatan dan saling hubungan antara lembaga-lembaga yang ada dalam negara dalam mewujudkan tujuan berbangsa yang telah ditetapkan berdasarkan ketentuan organisasi dan tuntutan seluruh rakyat sebagai pemilik keseluruhan negara.

Sistem dan proses administrasi negara yang dikembangkan dalam menghadapi dinamika dan kompleksitas kehidupan suatu negara atau bangsa memerlukan penyelesaian misalnya dengan pandangan hidup, cita-cita dan tujuan bangsa dalam bernegara sistem dengan konstitusi negara yang bersangkutan. Hal ini disebabkan tidak ada satu negara pun yang memiliki landasan falsafah dan pandangan hidup, ataupun konstitusi dan kondisi lingkungan yang sama persis dengan negara lain. Oleh karena itu sistem administrasi negara dari suatu negara memiliki keunikan tersendiri seperti halnya dengan sistem administrasi negara Republik Indonesia.

B. Deskripsi Singkat

Mata Diklat ini menjelaskan tentang Sistem Administrasi Negara RI yang meliputi aspek kelembagaan, kepegawaian, susunan kewenangan, hubungan antar lembaga Tertinggi/Tinggi Negara beserta penjabaran dan mekanisme hubungan kerjanya, sehingga dipahami posisi dan peran instansinya dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan Negara.

C. Hasil Belajar

Setelah membaca modul SANRI ini peserta mampu memahami, menjelaskan peran dan hubungan antar lembaga serta menjelaskan posisi dan peran instansinya dalam kerangka sistem administrasi Negara Republik Indonesia.


(6)

4

D. Indikator Hasil Belajar

Indikator-indikator hasil belajar adalah:

1. Peserta mampu memahami dan menjelaskan Administrasi Negara Indonesia sebagai suatu sistem;

2. Peserta mampu memahami dan menjelaskan kedudukan dan susunan lembaga-lembaga negara;

3. Peserta mampu memahami dan menjelaskan Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara;

4. Peserta mampu memahami dan menjelaskan tentang pentingnya koordinasi dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara.

E. Materi Pokok

Materi pokok yang dibahas dalam modul SANRI ini adalah: 1. Administrasi Negara Indonesia Sebagai Suatu Sistem; 2. Kedudukan dan Susunan Lembaga-lembaga Negara; 3. Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara; 4. Koordinasi dan Hubungan Kerja.

F. Manfaat

Berbekal hasil belajar pada modul SANRI ini peserta diharapkan mampu memahami dan menerapkan ketentuan-ketentuan dalam penyelenggaraan Negara tersebut guna peningkatan kinerja instansinya.

BAB II

ADMINISTRASI NEGARA INDONESIA

SEBAGAI SUATU SISTEM

Setelah membaca Bab ini, peserta Diklat diharapkan mampu menjelaskan Administrasi Negara sebagai suatu sistem

A. Administrasi

Administrasi oleh Leornard D. White dikatakan sebagai proses yang umum terdapat dalam semua usaha kelompok, negara ataupun swasta, sipil ataupun militer, berskala kecil maupun besar. “Administration is a process common to all group effort, public

or private, civil or military, large or small scale” (1958:1).

Sedangkan Dimock & Dimock mengemukakan : “In its broadest

sense, administration (or management, a word used inter-changeably with in common parlance) is involed in almost every individual or group activity”. Dalam pengertiannya yang sangat

luas, administrasi (atau manajemen, satu kata yang dalam percakapan umum saling dipertukarkan penggunaannya dengan administrasi) bersangkutan dengan setiap aktivitas individu atau kelompok. Selanjutnya Dimock & Dimock menegaskan bahwa pada dasarnya administrasi merupakan aktivitas kerja sama kelompok”basically


(7)

Dari pengertiannya yang hakiki itu, dapatlah dikenali unsur-unsur atau sub-sub sistem yang mengakibatkan terjadinya sistem administrasi tersebut, yaitu : manusia, tujuan, tugas, kerjasama dan sarana.

1. Manusia

Karena administrasi adalah aktivitas kerjasama kelompok, maka jumlah manusia adalah dua atau lebih. Manusia dalam administrasi mencakup mereka yang menentukan dan melaksanakan tugas pencapaian tujuan. Disatu pihak manusia menentukan tujuan, sebaliknya rekrutmen manusia-manusianya kemudian dipengaruhi oleh tujuan yang akan dicapai dan tugas-tugas yang harus dilaksanakan.

2. Tujuan

Disamping dipengaruhi dan mempengaruhi manusianya, tujuan juga menentukan tugas-tugas apa yang dilaksanakan dan bagaimana kerjasama serta apa sarananya. Sebaliknya pencapaian tujuan akan dipengaruhi bagaimana pelaksanaan tugas, kerjasama dan sarananya.

3. Tugas

Tugas mempengaruhi dan dipengaruhi oleh tujuan, manusia, kerjasama dan sarana.

4. Kerjasama

Kerjasama mempengaruhi dan dipengaruhi oleh tujuan, manusia, tugas dan juga sarana-sarananya.

5. Sarana

Sarana mempengaruhi dan dipengaruhi oleh tujuan, manusia, tujuan dan kerjasama. Sarana meliputi dana, alat dan perabot kerja, tempat kerja dan lain-lain.

Sistem administrasi dengan sub-sistemnya yang hakiki tersebut dapat divisualisasikan seperti dalam gambar 1.

Gambar : 1. Sistem Administrasi

B. Administrasi Negara

Administrasi negara merupakan salah satu kekhususan (spesies) dari administrasi yang bersifat umum (genus), disamping Administrasi privat (bisnis) dan administrasi internasional. Karena Administrasi adalah suatu sistem, maka administrasi Negara juga adalah suatu sistem seperti halnya sistem administrasi.

Leonard D. White (1958:1) menyebutkan bahwa dalam pengertian yang luas, administrasi negara terdiri atas seluruh kegiatan pelaksanaan yang bertujuan untuk memenuhi atau mendukung kebijakan negara “in broadest terms, public administration

consists of all those operation having for their purpose the fulfillment or enforcement of public policy”. Dimock & Koenig

(dalam Drs. Soewarno Handayaningrat, 1986:3), menyatakan bahwa administrasi negara adalah kegiatan negara dalam melaksanakan

TUJUAN

TUGAS MANUSIA

KERJASAMA

SARANA

TUJUAN

TUGAS MANUSIA

KERJASAMA


(8)

kekuasaan politiknya; dalam arti sempit adalah kegiatan departemen dalam melaksanakan pemerintahan “Public administration is the

activity of the state in the exercise of its political powers; in a narrow sense, the activity of the executive departement in the conduct of the government”. Sedangkan Pfiffner dan Presthus

(1967:7) mendefinisikan administrasi negara sebagai koordinasi upaya-upaya individu dan kelompok untuk melaksanakan kebijakan negara. “Public administration may be defined as the

coordination of individual and group efforts to carry out public policy”. Dari berbagai kutipan tersebut di atas, dapat disimpulkan

bahwa sistem administrasi negara bisa diartikan secara luas ataupun sempit serta mempunyai tujuan untuk mewujudkan kebijakan negara, memecahkan problem dan memenuhi kebutuhan masyarakat, atau melayani masyarakat. Administrasi negara dalam arti luas mencakup keseluruhan kegiatan negara, yang berarti mencakup kegiatan keseluruhan lembaga negara dalam rangka mewujudkan tujuan dan cita-cita negara. Sedangkan dalam arti sempit merupakan keseluruhan kegiatan lembaga eksekutif dalam rangka mewujudkan tujuan dan kebijakan negara/pemerintah.

Mengenai sub sistem tugas, seperti disebutkan oleh White, administrasi negara meliputi keseluruhan kegiatan pelaksanaan dalam pencapaian tujuan tersebut, yang mencakup semua sektor atau bidang seperti kesehatan, pertanian, pendidikan dan lain-lain (loc.cit). Sub sistem manusia meliputi seluruh pejabat negara dan pejabat pemerintah, dan juga masyarakat yang dilibatkan dalam pencapaian tujuan pemerintah, dengan koordinasi yang baik dan penggunaan sarana kerja yang memadai. Sedangkan sarana mencakup dana, gedung kantor, kendaraan, perabotan, peralatan dan lainnya. Kerjasama dilakukan melalui berbagai mekanisme dan cara seperti penetapan kebijakan, rencana, program dan prosedur yang harus ditaati oleh semua pihak, pertemuan/rapat, briefing dan lain sebagainya.

Administrasi negara juga berinteraksi dengan berbagai sistem di luarnya, yang merupakan faktor-faktor ekologi atau lingkungan yang pada dasarnya terdiri dari lingkungan alami dan sosial dan sekaligus mempengaruhi dan dipengaruhi oleh suatu administrasi negara. Oleh karena itu administrasi negara berkembang terus.

C. Sistem Administrasi Negara Indonesia

1. Pengertian

Pada dasarnya sistem administrasi negara Indonesia tidaklah berbeda dengan sistem administrasi negara lain, memiliki unsur-unsur dan dipengaruhi faktor lingkungan yang gambarannya telah dikemukakan dalam Sub Bab di atas. Namun demikian, karena tidak ada dua negara yang situasi dan kondisinya sepenuhnya sama, maka dalam eksistensinya sistem administrasi negara Indonesia juga tidak sepenuhnya sama dengan sistem administrasi negara lain manapun. Administrasi Negara Indonesia juga dapat diartikan secara luas maupun sempit.

Sistem Penyelenggaraan Negara dan Sistem Penyeleng-garaan Pemerintahan Negara.

Dalam kehidupan bernegara berdasarkan UUD 1945 selama ini dikenal adanya istilah yang erat kaitannya dengan administrasi negara sebagai sistem yang dipraktekkan. Kedua istilah itu adalah Penyelenggaraan Negara dan Penyelenggaraan Pemerintahan Negara.

a. Sistem Penyelenggaraan Negara adalah Sistem Administrasi Negara Indonesia dalam arti luas.

Setelah reformasi istilah Penyelengaraan Negara digunakan dalam beberapa Ketetapan MPR (TAP MPR), seperti TAP


(9)

MPR No.XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas, Korupsi, Kolusi dan Nepotisme; TAP MPR No. VII/MPR/2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan.

Pengertian penyelenggaraan juga terdapat dalam Undang-Undang No.28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, di mana dalam Pasal 1 nya menyebutkan: “Pejabat Negara yang menjalankan fungsi eksekutif,

legislatif, atau yudikatif, dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Sedangkan dalam Pasal 2

Undang-Undang, dalam penyelenggara negara meliputi : 1) Pejabat Negara pada Lembaga Negara;

2) Menteri;

3) Gubernur, sebagai Wakil Pemerintah Pusat di Daerah; 4) Hakim, meliputi hakim disemua tingkatan Pengadilan; 5) Pejabat Negara yang lain sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku, misalnya: Kepala Perwakilan RI di Luar Negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh, Wakil Gubernur, dan Bupati/Walikota;

6) Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pejabat dimaksud adalah Pejabat yang tugas dan wewenangnya di dalam melakukan penyelenggaraan negara rawan terhadap praktek KKN, yang meliputi:

a) Direksi, Komisaris, dan pejabat struktural lainnya pada BUMN dan BUMD;

b) Pimpinan Bank Indonesia;

c) Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri;

d) Pejabat Eselon I dan Pejabat lain yang disamakan di lingkungan sipil, militer dan POLRI;

e) Jaksa; f) Penyelidik;

g) Panitera Pengadilan, dan

h) Pemimpin dan Bendaharawan Proyek.

Drs. Moerdiono (Iklum STIA, 1995 : 210-211) menyebutkan, bahwa istilah penyelenggaraan negara bisa dipahami dalam artian sempit maupun dalam artian luas. Dalam artian sempit, istilah ini berarti Lembaga Tertinggi serta Lembaga-lembaga Tinggi Negara yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 (Penulis: dalam UUD 1945 yang telah diamandemen tidak ada lagi istilah Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara, semuanya disebut lembaga negara). Dalam artian luas, istilah itu mengacu kepada tataran suprastruktur politik, maupun yang ada pada tataran infrastruktur politik. Secara pribadi Drs. Moerdiono cenderung kepada artian yang luas ini, mengingat bahwa Negara kita dirancang berdasar pada kekeluargaan, persatuan dan kesatuan antara negara dan rakyat.

Berkaitan dengan uraian tentang penyelenggaraan negara ini dalam TAP MPR No. IV/MPR/1999 menegaskan bahwa:

penyelenggaraan negara dilaksanakan melalui pem-bangunan nasional dalam segala aspek kehidupan bangsa, oleh penyelenggara negara, yaitu lembaga


(10)

tertinggi dan lembaga tinggi negara bersama-sama segenap rakyat Indonesia di seluruh wilayah negara Republik Indonesia.

Kebijakan sebagaimana ditegaskan dalam TAP MPR tersebut selain sesuai dengan rancangan UUD 1945 sebagaimana di-ungkapkan Drs. Moerdiono, juga sejalan dengan paradigma baru dalam administrasi negara, yakni Good Governance.

Governance yang menekankan perlu dilibatkannya semua stakeholder dalam pengelolaan negara, baik dari sektor

pemerintah/negara/publik maupun semi pemerintah, dunia usaha, LSM dan lain-lain. Osborne dan Gaebler (1992 : 2) menyatakan bahwa “Governance adalah proses kita

secara kolektif memecahkan masalah kita dan memenuhi kebutuhan masyarakat”.

Berkaitan dengan paradigma baru dalam sistem administrasi negara Indonesia, telah ditetapkan asas-asas umum penyelenggaraan negara yang harus menjadi acuan dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan negara oleh Aparatur Negara. Asas-asas Umum Penyelenggaraan Negara tersebut (sebagaimana tertera dalam UU No.28 Tahun 1999) adalah:

1) Asas Kepastian Hukum, yaitu asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kapatuhan, dan keadilan dalam setiap kebijakan Penyelenggaraan Negara;

2) Asas Kepentingan Umum, yaitu asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif dan selektif;

3) Asas Keterbukaan, yaitu asas yang membuka diri ter-hadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang penyelenggara-an negara dengpenyelenggara-an tetap memperhatikpenyelenggara-an perlindungpenyelenggara-an atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara;

4) Asas Proporsionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban Penyelenggara Negara;

5) Asas Profesionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

6) Asas Akuntabilitas, yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyeleng-garaan negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Selanjutnya baik pula dikemukakan tentang istilah Aparatur

Negara. Aparatur Negara adalah keseluruhan lembaga dan pejabat negara serta pemerintahan negara yang meliputi aparatur kenegaraan dan aparatur pemerintahan.

Batasan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1) Aparatur negara terdiri atas aparatur kenegaraan dan aparatur pemerintahan;

2) Pengertian aparatur mencakup lembaga dan manusia/ pejabatnya;

3) Aparatur kenegaraan adalah lembaga-lembaga negara berdasarkan UUD 1945 dan perubahannya (MPR,


(11)

Presiden, DPR, DPD, BPK, MA dan MK) beserta pejabat/anggotanya;

4) Aparatur pemerintahan adalah instansi-instansi pemerintah baik di pusat maupun di daerah beserta pejabat/pegawai negerinya.

Sebelumnya, disebutkan pula bahwa aparatur pemerintah termasuk badan-badan usaha milik negara dan daerah selaku aparatur perekonomian negara. Pernyataan ini dapat ditafsirkan bahwa aparatur pemerintah meliputi:

1) Aparatur pemerintahan, yaitu Departemen, LPND, Dinas, Kanwil dan sebagainya yang menjalankan fungsi pelayanan dan pengaturan/pengayoman dan tidak mempunyai motif mencari keuntungan;

2) Aparatur perekonomian negara, yaitu perusahaan/badan usaha milik negara dan perusahaan/badan usaha milik daerah, yang terutama harus menjalankan fungsi bisnis walaupun tidak semata-mata mencari keuntungan. Dari uraian di atas, dengan demikian dapat dikemukakan bahwa aparatur negara meliputi :

1) Aparatur kenegaraan; 2) Aparatur pemerintahan;

3) Aparatur perekonomian negara. Atau aparatur negara terdiri atas: 1) Aparatur kenegaraan;

2) Aparatur pemerintah, yang meliputi: a) Aparatur pemerintahan;

b) Aparatur perekonomian negara.

Berhubung dengan itu, dapatlah diketahui bahwa aparatur negara tidak lain adalah penyelenggara negara dalam tatanan supra struktur.

Dengan demikian dapat pula dikatakan bahwa penyeleng-garaan negara itu dilaksanakan oleh keseluruhan aparatur negara beserta seluruh rakyat.

Berdasarkan itu, dengan memperhatikan pengertian administrasi negara dalam arti luas seperti antara lain dikemukakan oleh Dimock dan Koenig di muka, dapat disimpulkan bahwa administrasi negara Indonesia dalam arti luas adalah penyelenggaraan negara sebagaimana dimaksud di atas yang selanjutnya dapat dirumuskan bahwa Sistem Administrasi Negara Indonesia dalam artian luas adalah sistem penyelenggaraan negara Indonesia, yang merupakan sistem penyelenggaraan kehidupan negara dan bangsa dalam segala aspeknya, dengan memanfaatkan dan mendayagunakan segala kemampuan keseluruhan aparatur negara beserta seluruh rakyat, di seluruh wilayah negara Indonesia, serta segenap dana dan daya yang tersedia secara nasional, demi tercapainya tujuan dan terlaksananya tugas nasional/negara sebagaimana tersebut dalam UUD 1945.

b. Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara adalah Sistem Administrasi Negara Indonesia dalam artian sempit.

Sebelum adanya perubahan (amandemen) UUD 1945, dalam Penjelasan Umum UUD 1945 memuat uraian tentang sistem pemerintahan negara dengan 7 asasnya, yaitu (I). Indonesia ialah Negara yang berdasar atas hukum (Rechtstaat), (II). Sistem Konstitusional, (III). Kekuasaan negara yang tertinggi


(12)

ditangan MPR, (IV). Presiden ialah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi di bawah Majelis, (V). Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR, (VI). Menteri-menteri Negara ialah pembantu Presiden. Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, dan (VII). Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas.

Dengan adanya perubahan (amandemen) UUD 1945, penjelasan UUD 1945 tidak ada lagi. Namun asas-asas sistem pemerintahan negara tercakup dalam pasal-pasal UUD 1945 dengan beberapa perubahan seperti:

1) Pasal 1 ayat (3) yang menyebutkan bahwa: Negara Republik Indonesia adalah negara hukum;

2) Pasal 1 ayat (2) yang menyebutkan bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD 1945. Pasal ini jelas menyatakan bahwa Negara Republik Indonesia menganut Sistem Konstitusional;

3) Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 ini juga berarti bahwa kekuasaan negara tertinggi ditangan rakyat, tidak lagi ditangan MPR. Hal ini dapat terlihat pula dalam Pasal 6A ayat (1) yang menyebutkan bahwa Presiden dan Wakil Presiden dipilih langsung oleh Rakyat. Sedangkan MPR dalam hal ini tugasnya hanya melantik Presiden dan Wakil Presiden terpilih;

4) Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa: Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD 1945;

5) Pasal 7B ayat (2) menyebutkan bahwa usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh DPR kepada MPR hanya dengan terlebih dahulu

mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. Pendapat DPR tersebut adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan DPR. Kemudian Pasal 7B ayat (6) menyebutkan bahwa MPR wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul DPR tersebut paling lambat tiga puluh hari sejak MPR meresmikan usul tersebut. Selanjutnya Pasal 7C menyebutkan bahwa Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan DPR;

Pasal-pasal tersebut menunjukkan bahwa Presiden tidak bertanggung jawab baik kepada DPR maupun kepada MPR;

6) Pasal 17 ayat (1) menyebutkan bahwa: Presiden dibantu oleh Menteri-Menteri Negara dan ayat (2) nya menyebutkan bahwa Menteri-Menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Hal ini berarti bahwa Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR; 7) Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 7 yang menyebutkan bahwa Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan. Hal ini menunjukkan bahwa kekuasaan Presiden tersebut adalah terbatas.


(13)

Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 tersebut di atas dapat dikatakan bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara adalah penyelenggara pemerintahan yang dilaksanakan oleh Presiden dengan kekuasaan pemerintahan dan termasuk hak legislatif yang dimilikinya berdasarkan UUD 1945. Drs Moerdiono (op cit : 211) menjelaskan : bahwa sesuai dengan sistem pemerintahan berdasar UUD 1945, maka yang disebut pemerintah itu adalah Presiden; menurut pasal 4 ayat 1 UUD 1945 ditangan Presidenlah seluruh kekuasaan pemerintahan; selain dari kekuasaan eksekutif, Presiden juga dibekali dengan hak legislatif, yaitu berhak mengajukan RUU kepada DPR.

Dalam hubungan ini A. Hamid S. Atamimi (1990 : 123-124) berpendapat pula sebagai berikut :

…Pengertian “Sistem Pemerintahan” dalam kata-kata Sistem Pemerintahan Negara ialah sistem bekerjanya Pemerintah sebagai fungsi yang ada pada Presiden yang memegang fungsi tersebut …

Dengan perkataan lain, membicarakan sistem pemerintahan negara pada hakikatnya membicarakan sistem kerja fungsi pemerintahan yang dilakukan oleh presiden dalam hubungannya dengan sistem kerja fungsi Lembaga Tertinggi Negara dan Lembaga-lembaga Tinggi Negara lainnya … Singkatnya, dalam membicarakan Sistem Pemerintahan Negara kita tidak membicarakan Sistem Penyelenggaraan Negara oleh Lembaga-lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara secara keseluruhan.

Mengenai sistem penyelenggaraan negara dan tentang sistem pemerintahan negara akan diuraikan lebih lanjut pada Bab III dan Bab IV.

Sudah barang tentu sistem penyelenggaraan pemerintahan negara juga dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan seluruh rakyat. Pertama karena penyelenggaraan pemerintahan negara merupakan bagian tak terpisahkan dari penyelenggaraan negara, yang seperti telah disebutkan di atas dilaksanakan oleh keseluruhan lembaga negara beserta seluruh rakyat. Kedua karena paradigma baru dalam administrasi negara Good

Governance, sebagaimana sudah disebutkan pula di atas.

Dengan memperhatikan batasan administrasi negara dalam arti sempit seperti diutarakan dimuka, maka sistem penyeleng-garaan pemerintahan negara sebenarnya merupakan sistem administrasi negara Indonesia dalam artian sempit.

Sistem administrasi negara Indonesia dalam artian sempit atau sistem penyelenggaraan pemerintahan negara Indonesia adalah keseluruhan penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan (pouvoir executif/executive power) dengan memanfaatkan dan mendayagunakan kemampuan pemerintah dan segenap aparatur pemerintah dari semua peringkat pemerintahan beserta seluruh rakyat dari seluruh wilayah negara Indonesia, dan dengan memanfaatkan pula segenap dana dan daya yang tersedia secara nasional demi tercapainya tujuan dan tugas nasional/negara sebagaimana tersebut dalam UUD 1945. Mengutip Drs. Moerdiono dimuka telah disinggung tentang istilah supra struktur politik dan infra struktur politik dalam penyelenggaraan negara. Adapun yang dimaksud dengan supra struktur sebenarnya tidak lain adalah keseluruhan aparatur negara (aparatur kenegaraan dan aparatur pemerintahan) tersebut di atas, yang sering pula disebut sektor pemerintah/ negara/publik. Sedangkan infra struktur adalah sektor non pemerintah/ negara/ publik yang meliputi organisasi politik,


(14)

organisasi sosial dan lembaga swadaya masyarakat, dunia usaha dan koperasi serta masyarakat madani.

Apabila pengertian sistem penyelenggaraan negara sebagai administrasi negara Indonesia dalam arti luas dan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara sebagai administrasi negara Indonesia dalam arti sempit dikaji secara kesisteman, maka sub-sub sistemnya dapat disebutkan sebagai berikut :

1) Tujuan

Baik sistem penyelenggaraan negara (sistem administrasi negara Indonesia dalam arti luas) maupun sistem penyelenggaraan pemerintahan negara (sistem administrasi negara Indonesia dalam arti sempit), tujuannya adalah mewujudkan tujuan dan melaksanakan tugas nasional/negara sebagaimana disebutkan dalam alinea keempat pembukaan UUD 1945, yaitu:

a) Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia;

b) Memajukan kesejahteraan umum; c) Mencerdaskan kehidupan bangsa;

d) Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Tujuan sekaligus tugas nasional/negara tersebut merupakan misi yang harus diemban oleh seluruh penyelenggara negara beserta seluruh rakyat Indonesia, dalam rangka mewujudkan visi bangsa tentang Negara Indonesia. Adapun Visi bangsa Indonesia tentang negara, gambaran tentang negara yang diidamkan, telah

dirumuskan oleh Bapak Bapak Pendiri Negara dalam alinea kedua Pembukaan UUD 1945, yaitu negara Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur.

2) Manusia

Dalam hal sistem penyelenggaraan negara, sub sistem manusia terdiri dari seluruh aparatur negara beserta seluruh rakyat. Adapun dalam hal sistem penyelenggaraan pemerintahan negara, sub sistem ini meliputi para pejabat dalam lembaga pemerintah/eksekutif beserta seluruh rakyat.

3) Tugas

Sub sistem tugas dalam suatu penyelenggaraan negara pada pokoknya adalah penyelenggaraan kehidupan negara dan bangsa dalam segala aspeknya. Dalam lingkungan supra struktur politik dengan sendirinya tugas tersebut terbagi kedalam tugas dari lembaga-lembaga negara sesuai dengan bidangnya masing-masing. Sub sistem tugas dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan negara pada pokoknya adalah penyeleng-garaan keseluruhan kekuasaan pemerintahan. Tugas dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan sering dibedakan antara tugas umum pemerintahan (bukan tugas pemerintahan umum, yang hanya merupakan sebagian dari tugas pokok Departemen Dalam Negeri saja) dan tugas pembangunan. Tugas umum pemerintahan atau sering pula disebut tugas rutin pemerintahan adalah tugas-tugas yang sejak dahulu telah dilaksanakan oleh pemerintah di mana saja seperti pemeliharaan ketertiban dan keamanan, pelayanan kesehatan, pendidikan dan lain-lain. Sedangkan tugas pembangunan ialah tugas yang


(15)

dilaksanakan dalam rangka program pembangunan. Dalam praktek administrasi negara di negara-negara berkembang, seperti halnya di Indonesia, sering sulit membedakan antara mana pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan mana tugas pembangunan, atau apakah seseorang sedang melaksanakan tugas umum pemerintahan ataukah tugas pembangunan. Hal ini disebabkan karena konsep pembangunan: Membangun manusia seutuhnya dan masyarakat seluruhnya disatu pihak. Di lain pihak tidak dapat dihindarkan, bahwa upaya pembangunan masih juga mencakup masalah-masalah atau kebutuhan-kebutuhan yang sangat elementer yang seharusnya merupakan tugas rutin. Misalnya seorang petugas di Puskesmas yang menyuntik pasien, seorang polisi lalu lintas yang menindak pelanggar lalu lintas, mereka itu apakah sedang melaksanakan tugas pem-bangunan (Bidang Kesehatan Masyarakat dan Pem-bangunan Hukum) ataukah sedang melaksanakan tugas umum/rutin pemerintahan?.

4) Kerjasama

Dengan terlibatnya keseluruhan aparatur negara atau pemerintah dan keseluruhan jajaran aparatur peme-rintahan dari semua peringkat pemepeme-rintahan, beserta seluruh rakyat dari seluruh wilayah negara, secara implisit jelas telah mengandung pengertian harus adanya kerjasama : kerjasama antara aparatur secara horisontal maupun vertikal, kerjasama antara komponen dalam masyarakat sendiri serta kerjasama antara aparatur negara dengan masyarakat.

Untuk kerjasama antara sektor pemerintah/negara/ publik dengan masyarakat atau sektor non pemerintah/ negara/publik, istilah yang lebih baik adalah kemitraan. Kemitraan lebih mengandung pengertian kedudukan yang sejajar (partnership), bukan antara pengatur dengan yang diatur.

5) Sarana

Segenap dana dan daya yang tersedia secara nasional merupakan sub sistem sarana dalam sistem penyeleng-garaan negara maupun sistem penyelengpenyeleng-garaan pe-merintahan. Yang tersedia secara nasional, berarti bukan saja dana dan daya yang dimiliki oleh pemerintah, tetapi juga dana dan daya yang ada di masyarakat.

2. Fungsi Aparatur Negara

Penyelenggaraan negara dilaksanakan melalui pembangunan nasional dalam segala aspek kehidupan bangsa, oleh penyeleng-gara nepenyeleng-gara, yaitu lembaga-lembaga nepenyeleng-gara bersama-sama segenap rakyat Indonesia di seluruh wilayah negara Republik Indonesia. Oleh karena itu, salah satu misi pembangunan adalah pemberdayaan masyarakat dan peningkatan kekuatan ekonomi nasional. Misi lainnya antara lain adalah perwujudan aparatur negara yang berfungsi melayani.

Dalam rangka pemberdayaan masyarakat dan peningkatan kekuatan ekonomi tersebut, fungsi pelayanan dari aparatur negara tersebut haruslah diartikan secara luas termasuk pengayoman, sehingga prakarsa dan peran serta aktif masyarakat dapat tumbuh dengan baik. Pemberdayaan atau penumbuhkembangan prakarsa dan peran aktif masyarakat itulah sebenarnya yang merupakan


(16)

esensi dari fungsi pelayanan dan pengayoman aparatur negara. Jelasnya fungsi aparatur negara adalah melayani, mengayomi dan memberdayakan masyarakat. Fungsi-fungsi tersebut tidak hanya harus dilakukan oleh aparatur pemerintah, tetapi juga harus oleh aparatur kenegaraan. Pelayanan permintaan kasasi dan PK dari masyarakat oleh Mahkamah Agung misalnya, haruslah sekaligus dibarengi fungsi pengayomannya, sehingga keputusan-keputusan MA benar-benar mencerminkan rasa keadilan masyarakat. Keputusan yang demikian itu akan mendorong tumbuhnya prakarsa dan peran serta yang positif dan aktif. Hal yang sama juga agar produk-produk legislatif DPR, benar-benar dapat menjadi instrumen pemberdayaan masyarakat yang efektif.

3. Landasan

a. Landasan Idiil

Pancasila sebagaimana dirumuskan dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 merupakan landasan idiil bagi penyelenggaraan administrasi negara Indonesia, yaitu : 1) Ketuhanan Yang Maha Esa;

2) Kemanusiaan yang adil dan beradab; 3) Persatuan Indonesia;

4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan;

5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pancasila merupakan satu sistem, karena kelima sila harus diamalkan sebagai satu kesatuan. Tidak mungkin orang mengamalkan dengan baik satu sila tanpa mengamalkan dengan baik sila-sila yang lain.

b. Landasan Konstitusional

UUD 1945 telah mengalami perubahan pertama tahun 1999 dan perubahan kedua tahun 2000, perubahan ketiga tahun 2001, dan perubahan keempat tahun 2002. Karena UUD 1945 merupakan konstitusi yang berlaku, maka UUD 1945 dengan segenap perubahannya menjadi landasan konstitusional bagi sistem administrasi negara Republik Indonesia. Keseluruhan isi Pembukaan, dan pasal-pasalnya menjadi landasan penyelenggaraan administrasi negara Indonesia.

Pembukaan UUD 1945 antara lain memuat cita-cita

nasional, tujuan dan sekaligus tugas nasional/negara, serta Pancasila sebagaimana telah dikemukakan. Pasal-Pasal UUD

1945 yang antara lain menetapkan bentuk dan kedaulatan

negara, kedudukan dan fungsi lembaga-lembaga negara, kementerian negara, pemerintahan daerah, wilayah negara, warga negara dan penduduk, pertahanan dan keamanan negara dan lain-lain.

c. Landasan Operasional

Landasan operasional sistem administrasi negara Republik Indonesia terutama dalam kegiatan pembangunan adalah : 1) Undang-Undang No.25 Tahun 2004 tentang Sistem

Perencanaan Pembangunan Nasional. Dalam Undang-Undang ini tercakup landasan hukum di bidang perencanaan pembangunan baik oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Dalam Undang-Undang ini ditetapkan pada bahwa Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional salah satu kesatuan Tata Cara Perencanaan Pembangunan untuk menghasilkan rencana pembangunan


(17)

dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggaraan pemerintahan di Pusat dan Daerah dengan melibatkan masyarakat. 2) Peraturan Presiden RI No.7 Tahun 2005 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM) Tahun 2004-2009:

a) RPJM Nasional adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional untuk periode 5 (lima) tahun terhitung sejak tahun 2004 sampai dengan tahun 2009; b) RPJM Nasional merupakan penjabaran dari visi, misi dan program Presiden hasil Pemilihan Umum yang dilaksanakan secara langsung pada tahun 2004; c) RPJM Nasional menjadi pedoman bagi:

¾ Kementerian/Lembaga dalam menyusun Rencana Strategis Kementerian/Lembaga;

¾ Pemerintah Daerah dalam menyusun RPJM Daerah; dan

¾ Pemerintah dalam menyusun Rencana Kerja Pemerintah.

d. Landasan Kebijakan Lain

Landasan ini pada umumnya tertulis, tetapi ada pula yang tidak tertulis. Landasan kebijakan yang tertulis dapat berupa peraturan perundang-undangan dan yang tidak berbentuk peraturan perundang-undangan.

1) Peraturan Perundang-undangan;

Dapat dikatakan hampir seluruh aspek dalam administrasi negara diatur dengan dan berlandaskan peraturan perundang-undangan. Hal ini dimaksudkan untuk: a) Adanya kepastian hukum, karena Indonesia adalah

negara Hukum;

b) Melindungi masyarakat dari tindakan yang sewenang-wenang baik dari aparatur maupun dari pihak lain; c) Melindungi aparatur dari tindakan masyarakat yang

melawan hukum.

2) Kebijakan yang tidak berbentuk peraturan Perundang-undangan, sebagaimana termuat dalam pidato-pidato kenegaraan Presiden, program kabinet dan lain-lain.

e. Faktor-faktor Lingkungan

Sistem Administrasi Negara Indonesia berinteraksi dengan sistem-sistem lain yang merupakan faktor-faktor ekologi atau faktor-faktor lingkungan. Faktor-faktor ekologi/lingkungan adalah faktor-faktor yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh sistem administrasi negara.

Eksistensi Sistem Administrasi Negara Indonesia banyak dipengaruhi secara simultan oleh faktor-faktor ekologi/ lingkungan ini. Di lain pihak melalui kebijakan, program dan tindakan aparatur, administrasi negara juga secara simultan mempengaruhi faktor-faktor ekologi/lingkungan tersebut. Sistem Administrasi Negara Indonesia, seperti halnya sistem administrasi negara lain hanya dapat dipahami dengan baik, manakala orang mengetahui dan memahami faktor-faktor ekologi/lingkungan serta keterkaitannya dengan sistem administrasi negara.


(18)

Adapun faktor-faktor ekologi/lingkungan Administrasi Negara Indonesia antara lain adalah:

1) Faktor Fisik – Geografis

a) Negara kepulauan dengan lebih dari 13.000 buah pulau besar dan kecil, yang keseluruhannya seluas 5.193.250 Km2 termasuk 3.166.163 Km2 wilayah lautnya. b) Terletak di jalan silang antara 2 samudra (Samudra

Pasifik dan Samudra Indonesia) dan di antara 2 buah benua (Asia dan Australia).

c) Karena terletak di daerah garis khatulistiwa, Indonesia beriklim tropis yang hanya mengenal musim kemarau dan musin hujan.

Karena kondisi fisik geografis yang antara lain seperti itu, maka Indonesia memerlukan aparatur perhubungan laut, bea cukai dan imigrasi yang handal, demikian pula angkatan laut yang kuat untuk mengamankan Wilayah yang luas itu.

Berbeda dengan negara lain yang memiliki 4 musim (musim panas, gugur, dingin dan semi) dalam anggaran belanja Indonesia tidak perlu ada alokasi dana untuk alat pemanas. Sebaliknya program dan tindakan aparatur dapat pula mempengaruhi kondisi tersebut. Misalnya lembah menjadi waduk, terowongan dibuat menembus pegunungan, daratan bertambah luas karena reklamasi pantai, dan lain-lain.

2) Faktor Demografi

Jumlah penduduk yang besar, dengan antara lain kualitas, intelektualitas dan penyebarannya yang kurang baik, antara lain telah menimbulkan program transmigrasi dan keluarga berencana serta program pendidikan yang terpaksa masih

lebih mengutamakan kuantitas ketimbang kualitas, dan lain sebagainya. Pada gilirannya keberhasilan program-program tersebut telah merobah kondisi kependudukan yang kurang menguntungkan itu, walaupun belum dapat mengatasi sepenuhnya. Kepadatan pulau Jawa dan Bali relatif berkurang, jumlah orang yang buta aksara jauh berkurang, dan lain-lain karena kebijaksanaan program dan kegiatan administrasi negara.

3) Faktor Kekayaan Alam

Karena Indonesia kaya akan tambang perlu Aparatur Pertambangan untuk mengaturnya, sehingga dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat. Demikian pula Aparatur Kehutanan diperlukan untuk mengurus hutan, dan lain-lain. Di lain pihak karena kebijakan dan tindakan aparatur, hutan bakau di daerah DKI hampir musnah, dapat dieksploitasi sumber-sumber tambang baru, binatang dan tumbuh-tumbuhan langka dilindungi dan dicegah kemusnahannya, dan lain-lain sebagainya.

4) Faktor Idiologi

Idiologi Pancasila sudah jelas mempengaruhi Sistem Administrasi Negara Indonesia, karena Pancasila adalah Landasan Idiil sistem administrasi negara Indonesia. Komunisme yang telah dinyatakan sebagai idiologi terlarang, harus dicegah. Demikian juga masuknya idiologi lain yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa. Berbicara idiologi secara luas, pembangunan dan juga privatisasi sebagai suatu idiologi misalnya telah mempengaruhi pula eksistensi administrasi negara.


(19)

5) Faktor Politik

Instabilitas kehidupan politik misalnya jelas mempengaruhi stabilitas sistem administrasi negara. Indonesia sudah mempunyai pengalaman terpecah-pecahnya aparatur karena masuknya politik praktis kedalam aparatur yaitu baik pada zaman demokrasi liberal dan zaman Orde Lama maupun dalam zaman Orde Baru. Perilaku birokrasi berubah-ubah sesuai dengan aspirasi politik yang dominan. KORPRI dibentuk dengan tujuan mencegah pengkotak-kotakan aparatur akibat masuknya politik praktis kedalam aparatur.

6) Faktor Ekonomi

Keadaan ekonomi yang kurang baik telah menyebabkan rendahnya kemampuan Pemerintah untuk menggaji dan menjamin kesejahteraan hidup Pegawai Negeri. Pada gilirannya hal itu telah menyebabkan rendahnya produktivitas kerja pegawai, maraknya korupsi dan kolusi dalam aparatur. Dan hal itu telah pula menjadi salah satu penyebab ekonomi biaya tinggi. Akan tetapi program dan tindakan aparatur di bidang ekonomi yang berhasil baik telah pula mengubah kondisi ekonomi menjadi lebih baik.

7) Faktor Sosial Budaya

Faktor sosial budaya sangat mempengaruhi perilaku aparatur yang pada gilirannya mempengaruhi sistem administrasi negara itu. Banyaknya upacara-upacara dengan pidato-pidato sambutan pimpinan, ditambah lagi dengan pemukulan gong, pengguntingan pita dan lain-lain adalah cerminan budaya. Diakui telah terdapat hambatan budaya dalam pelaksanaan pengawasan melekat. Komunikasi dalam administrasi

terutama komunikasi atasan-bawahan sangat dipengaruhi oleh budaya yang paternalistik. Sebaliknya program dan tindakan-tindakan aparatur sedikit banyak telah mengubah budaya; program transmigrasi telah mengubah falsafah “makan tidak makan asal kumpul” menjadi “kumpul tidak kumpul asal makan”; program KB telah pula berusaha mengubah paham “banyak anak banyak rejeki”. Keberhasilan program pendidikan tidak dapat diingkari telah merubah budaya pula.

8) Faktor Hankam

Bahwa kondisi keamanan mempengaruhi kinerja aparatur, kiranya sudah jelas, sebaliknya program dan tindakan yang baik dari aparat keamanan telah memperbaiki kondisi keamanan. Program transmigrasi, program di bidang ekonomi, misalnya telah mempengaruhi kondisi keamanan. Delapan faktor tersebut oleh Lemhanas disebut sebagai Asta Gatra (Asta = delapan, Gatra = ujud). 3 yang pertama disebut Tri Gatra adalah faktor alami, sedangkan 5 yang lain, Panca Gatra adalah faktor sosial (Lemhanas, 1989). Faktor-faktor tersebut tidak saja berdimensi nasional tetapi memiliki dimensi regional dan global pula. Delapan faktor itu secara simultan pengaruh mem-pengaruhi dengan sistem administrasi negara, disamping antar 8 faktor itu sendiri saling berinterakasi. Karena tidak satupun negara lain yang secara keseluruhan kondisinya benar-benar sama dengan Indonesia, maka tidak ada negara lain manapun yang sistem administrasinya benar-benar sama dengan sistem Administrasi Negara Indonesia. Yang mungkin hanyalah mirip saja. Dan sistem Administrasi Negara Indonesia bersama-sama dengan berbagai sistem yang merupakan faktor lingkungannya itu membentuk Sistem Kehidupan Nasional.


(20)

D. Latihan

1. Mengapa penyelenggaraan negara berdasarkan UUD 1945 dapat dikatakan sebagai administrasi negara Indonesia dalam arti luas? Dan mengapa penyelenggaraan pemerintahan negara Indonesia berdasarkan UUD 1945 merupakan administrasi negara Indonesia dalam arti sempit?

2. Samakah aparatur negara dengan penyelenggara negara? 3. Mengapa memberdayakan masyarakat merupakan esensi dari

keseluruhan fungsi aparatur negara?

4. Mengapa UUD 1945 dikatakan sebagai landasan konstitusional administrasi negara Indonesia?

5. Apakah yang dimaksud dengan Sistem Kehidupan Nasional Indonesia itu?

E. Rangkuman

Administrasi Negara Indonesia dapat diartikan secara luas dan sempit. Dalam arti luas, Sistem Administrasi Negara Indonesia adalah Sistem Penyelenggaraan Negara Indonesia menurut UUD 1945, yang merupakan sistem penyelenggaraan kehidupan negara dan bangsa dalam segala aspeknya, dengan memanfaatkan dan mendayagunakan segala kemampuan keseluruhan aparatur negara beserta seluruh rakyat, diseluruh wilayah negara Indonesia, serta segenap dana dan daya yang tersedia secara nasional, demi tercapainya tujuan dan terlaksananya tugas nasional/negara sebagaimana tersebut dalam UUD 1945. Adapun dalam artian sempit, Sistem Administrasi Negara Indonesia adalah Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara menurut UUD 1945, yang merupakan keseluruhan penyelenggaraan kekuasaan

pemerintahan (povoir executif/executive power) dengan memanfaatkan dan mendayagunakan kemampuan pemerintah dan segenap aparatur pemerintah beserta seluruh rakyat dari seluruh wilayah negara Indonesia, dan dengan memanfaatkan segenap dana dan daya yang tersedia secara nasional demi tercapainya tujuan dan tugas nasional/negara sebagaimana disebut dalam UUD 1945.

Adapun aparatur negara itu mencakup aparatur kenegaraan, aparatur pemerintah yang meliputi aparatur pemerintahan dan aparatur perekonomian negara. Fungsi aparatur negara adalah melayani masyarakat, mengayomi masyarakat dan member-dayakan masyarakat.

Landasan Sistem Administrasi Negara Indonesia adalah Idiil-Pancasila, konstitusional-UUD 1945, operasional RPJM Nasional serta kebijakan-kebijakan lainnya. Sistem Administrasi Negara Indonesia secara simultan berinteraksi dengan faktor-faktor fisik-geografis, demografi, kekayaan alam, ideologi, politik, ekonomi, sosial-budaya dan hankam. Bersama-sama berbagai sistem lain itu, sistem administrasi negara Indonesia membentuk sistem kehidupan nasional Indonesia.


(21)

34

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SANRI

BAB III

KEDUDUKAN DAN SUSUNAN

LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA

Setelah membaca Bab ini, peserta Diklat diharapkan mampu menjelaskan kedudukan dan susunan lembaga-lembaga negara

Dalam rangka pencapaian tujuan negara dan pelaksanaan tugas negara sebagaimana disebutkan di muka, diselenggarakanlah fungsi-fungsi negara yang masing-masing dilaksanakan oleh Lembaga Negara yang telah ditetapkan dalam UUD 1945 dengan amandemennya. Pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut, sesuai dengan tugas dan wewenangnya masing-masing harus mencerminkan pula fungsi pokok aparatur negara sebagaimana telah disebutkan dalam Bab II.

A. Fungsi-fungsi Negara

1. Fungsi Konstitutif

Fungsi ini adalah fungsi penyelenggaraan kedaulatan rakyat dan penetapan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 setelah perubahan, Pasal 1 ayat (2) menyebutkan bahwa kedaulatan berada di

tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Selanjutnya pasal 3 ayat (1) menyebutkan bahwa MPR berwenang mengubah dan menetapkan UUD. Pasal 37 ayat

(4) menyatakan bahwa putusan untuk mengubah pasal-pasal UUD dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya 50 %

Idiil Pancasila

Konstitusional UUD 1945 Operasionalisasi

RPJM Nasional

Kebijakan Lain

Tertulis

Tidak Tertulis

Peraturan Per-UU-an

Bukan Peraturan Per-UU-an

Geografis

Demografi

Kekayaan Alam

Idiologi

Politik

Ekonomi

Sosbud

Hankam

LANDASAN

FAK. LINGKUNGAN

S A N R I

Idiil Pancasila

Konstitusional UUD 1945 Operasionalisasi

RPJM Nasional

Kebijakan Lain

Tertulis

Tidak Tertulis

Peraturan Per-UU-an

Bukan Peraturan Per-UU-an

Geografis

Demografi

Kekayaan Alam

Idiologi

Politik

Ekonomi

Sosbud

Hankam

LANDASAN

FAK. LINGKUNGAN

S A N R I

FAKTOR LINGKUNGAN


(22)

ditambah satu anggota dan seluruh anggota MPR. Pasal 37 ayat (5) menyatakan bahwa khusus mengenai bentuk negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan. Undang-Undang Dasar 1945 dengan perubahannya terdiri dari Pembukaan dan Pasal-Pasal.

2. Fungsi Eksekutif

Fungsi eksekutif adalah fungsi penyelenggaraan pemerintahan negara. Fungsi ini dilaksanakan oleh Presiden. Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa Presiden RI memegang

kekuasaan pemerintahan menurut UUD. Dalam melakukan

kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden.

3. Fungsi Legislatif

Fungsi legislatif adalah fungsi pembentukan undang-undang. UUD 1945 setelah perubahan, pasal 20 ayat (1), menegaskan bahwa DPR memegang kekuasaan membentuk

undang-undang. Anggota DPR menurut pasal 21, berhak mengajukan usul rancangan undang-undang (RUU). Akan tetapi pasal 5

ayat (1) juga menentukan bahwa Presiden berhak mengajukan

RUU kepada DPR. Disamping itu, dalam perubahan ketiga

UUD 1945 pasal 22 C juga menetapkan adanya Dewan Perwakilan Daerah (DPD), yang berdasarkan pasal 22D; Dewan Perwakilan Daerah:

a. Dapat mengajukan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah (ayat (1));

b. Ikut membahas rancangan undang-undang yang materinya sebagaimana dimaksud pada huruf a di atas (ayat (2)); c. Memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan

undang-undang APBN dan yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama (ayat (2)).

Setiap RUU harus dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Berdasarkan pasal 20 ayat (3), RUU yang tidak mendapat persetujuan bersama, tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu. Presiden mengesahkan RUU menjadi Undang-Undang (Pasal 20 ayat (4)). Dalam hal ikhwal kegentingan memaksa, menurut pasal 22, Presi-den berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang (Perpu), yang kemudian harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan berikutnya. Apabila DPR tidak menyetujuinya, Perpu tersebut harus dicabut. Berdasarkan ketentuan-ketentuan di atas, jelas bahwa fungsi legislatif ini dilaksanakan oleh DPR bersama Presiden.

Selanjutnya berbagai tindakan Presiden harus ditetapkan dengan undang-undang atau harus dengan persetujuan, memperhatikan pertimbangan atau usul DPR.

Disamping itu, DPD berdasarkan pasal 22D ayat (3) dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai apa yang dimaksud dalam pasal 22D ayat (1 dan 2) di atas serta menyampaikan hasil pengawasannya kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindak lanjuti.

RAPBN diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD (pasal 23 a ayat (2)).


(23)

4. Fungsi Yudikatif

Fungsi ini adalah fungsi penyelenggaraan kekuasaan kehakiman berdasarkan pasal 24 ayat (2) fungsi ini dilakukan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.

5. Fungsi Auditif

Fungsi auditif ialah fungsi penyelenggaraan pemeriksaan atas tanggung jawab keuangan negara yang dikelola oleh Pemerintah. Berdasarkan pasal 23 E ayat (1) UUD 1945 fungsi ini dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Sebelum adanya perubahan (amandemen) UUD 1945, ada suatu lembaga negara yang melaksanakan fungsi konsultatif yaitu memberi saran dan pertimbangan kepada Presiden, Lembaga negara ini disebut Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Dengan adanya perubahan UUD 1945, DPA dihapus. Akan tetapi, pasal 16 UUD 1945 yang telah diamandemen menyebutkan bahwa

Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam Undang-Undang

(hingga modul ini ditulis, dewan dimaksud belum terbentuk).

GAMBAR PEMBAGIAN FUNGSI DI ANTARA

ALAT KELENGKAPAN NEGARA DALAM RANGKA

PENCAPAIAN TUJUAN/TUGAS NASIONAL/NEGARA

UNTUK MEWUJUDKAN CITA-CITA NASIONAL

Gambar 3.

CITA CITA NASIONAL

Negara Indonesia yang merdeka, bersatu,

berdaulat, adil dan makmur

TUJUAN / TUGAS NASIONAL

¾

¾

¾

¾

¾

Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

darah Indonesia;

¾

Memajukan kesejahteraan umum;

¾

Mencerdaskan kehidupan bangsa;

¾

Ikut serta melaksanakan ketertiban dunia.

MPR

PRE

SIDEN

DPR

DPD

BPK

MA

MK

Konstitutif Eksekutif Legislatif

Legislatif Legislatif Auditif Yudikatif Yudikatif

SEMANGAT :

¾

¾

¾

¾

¾

MELAYANI MASYARAKAT;

¾

MENGAYOMI MASYARAKAT;


(24)

B. Lembaga-Lembaga Negara

Dalam UUD 1945 dan perubahannya Lembaga Negara terdiri atas: 1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR);

2. Presiden;

3. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR); 4. Dewan Perwakilan Daerah (DPD); 5. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK); 6. Mahkamah Agung (MA);

7. Mahkamah Konstitusi (MK).

1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)

Keberadaan MPR diatur berdasarkan pasal 2, pasal 3, pasal 7A, pasal 7B, pasal 8, pasal 9 dan pasal 37 Undang-Undang Dasar 1945. Mengenai kelembagaan MPR secara rinci diatur dalam Undang-Undang No.22 Tahun 2003 tetap susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD.

a. Kedudukan

MPR merupakan lembaga permusyawaratan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara, dengan susunan dan keanggotaannya sebagai berikut:

1) MPR terdiri atas Anggota DPR dan Anggota DPD yang dipilih melalui Pemilihan Umum;

2) Keanggotaan MPR diresmikan dengan Keputusan Presiden; 3) Masa jabatan Anggota MPR adalah lima tahun dan berakhir bersamaan pada saat Anggota MPR yang baru mengucapkan sumpah/janji;

4) MPR bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibukota negara.

b. Tugas dan Wewenang

Sesuai dengan UUD 1945 dan UU No.22 Tahun 2003, tugas dan wewenang MPR adalah:

1) Mengubah dan menetapkan UUD;

2) Melantik Presiden dan atau Wakil Presiden berdasarkan hasil pemilihan umum dalam sidang paripurna MPR; 3) Memutus usul DPR berdasarkan putusan Mahkamah

Konstitusi untuk memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden dalam masa jabatannya setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan untuk menyampaikan penjelasan didalam sidang paripurna MPR;

4) Melantik Wakil Presiden menjadi Presiden, apabila Presiden berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya; 5) Memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diajukan

Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatannya selambat-lambatnya dalam waktu 60 hari;

6) Memilih Presiden dan Wakil Presiden, apabila keduanya berhenti secara bersamaan dalam masa jabatannya, dari dua paket Calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan partai politik atau gabungan partai politik yang paket Calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam Pemilihan sebelumnya, sampai habis masa jabatannya selambat-lambatnya dalam waktu 30 hari;


(25)

c. Sidang dan Putusan

Selain sidang yang sedikitnya dilakukan sekali dalam lima tahun di ibukota negara, MPR juga melakukan sidang untuk melaksanakan tugas dan wewenangnya sebagaimana disebutkan dalam butir b di atas.

Sidang MPR sah apabila dihadiri :

1) Sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah Anggota MPR untuk memutus usul DPR untuk memberhentikan Presiden dan/ atau Wakil Presiden;

2) Sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Anggota MPR untuk mengubah dan menetapkan UUD;

3) Sekurang-kurangnya 50% ditambah satu dari jumlah Anggota MPR untuk selain sidang-sidang sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan 2.

d. Alat Kelengkapan MPR terdiri atas :

1. Pimpinan;

2. Panitia Ad Hoc, dan 3. Badan Kehormatan.

Pembentukan, susunan, tugas dan wewenang atas kelengkapan MPR diatur dalam Peraturan Tata Tertib MPR. Alat kelengkapan MPR ini disusun menurut pengelompokkan kegiatan dalam rangka pelaksanaan tugas MPR.

e . Pimpinan MPR

Dalam Undang-Undang No.22 Tahun 2003 disebutkan bahwa Pimpinan MPR terdiri atas seorang Ketua dan Tiga orang Wakil

Ketua yang mencerminkan unsur DPR dan DPD yang dipilih dari dan oleh Anggota MPR dalam Sidang Paripurna MPR.

f. Sekretariat Jenderal MPR

Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas MPR dibentuk Sekretariat Jenderal yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden dan personalnya terdiri pegawai negeri sipil. Organisasi Sekretariat Jenderal MPR harus disusun sesuai dengan perkembangan ketatanegaraan untuk meningkatkan kualitas, produktivitas, dan kinerja pelaksanaan fungsi dan tugas MPR.

Sekretariat Jenderal MPR dipimpin oleh seorang Sekretaris Jenderal dan seorang Wakil Sekretaris Jenderal yang diangkat dan diberhentikan dengan Keputusan Presiden atas usul Pimpinan MPR.

2. Presiden

Pasal-pasal di dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang berkaitan dengan Presiden adalah pasal 3, 4, 5, 6, 6A, 7, 7A, 7B, 7C, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 20, 22, 22E, 23, 23F, 24A, 24B dan 24C.

a. Kedudukan

Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa Presiden sebagai salah satu lembaga negara menjalankan fungsi eksekutif dengan kedudukannya selaku Kepala Pemerintahan dan Kepala Negara.

1) Presiden selaku Kepala Pemerintahan

Selaku Kepala Pemerintahan, Presiden menjalankan dua fungsi yaitu fungsi eksekutif dan fungsi legislatif.


(26)

Dalam hal menjalankan fungsi eksekutif, Presiden : a) Memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD

(Pasal 4 ayat (1) UUD 1945);

b) Menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan UU sebagaimana mestinya (Pasal 5 ayat (2) UUD 1945).

Dalam hal menjalankan fungsi legislatif, Presiden : a) Berhak mengajukan Rancangan Undang-Undang

kepada DPR (Pasal 5 ayat (1)) dan mengajukan Rancangan Undang-Undang APBN untuk dibahas bersama DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD (Pasal 23 ayat (2) UUD 1945);

b) Setiap Rancangan Undang-Undang dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama (Pasal 20 ayat (2) UUD 1945);

c) Mengesahkan Rancangan Undang-Undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi Undang-Undang (Pasal 20 ayat (4) UUD 1945);

d) Dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai pengganti Undang-Undang (Pasal 22 ayat (1) UUD 1945).

2) Presiden selaku Kepala Negara

Kewenangan dan tugas Presiden selaku Kepala Negara adalah :

a) Memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Udara dan Angkatan Laut (Pasal 10 UUD 1945);

b) Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain, dengan persetujuan DPR (Pasal 11 ayat (1) UUD 1945);

c) Dalam membuat Perjanjian Internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan DPR (Pasal 11 ayat (2) UUD 1945);

d) Menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang (Pasal 12);

e) Mengangkat duta dan konsul (Pasal 13 ayat (1)); dan dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 13 ayat (2) UUD 1945); f) Menerima penempatan duta negara lain dengan

memperhatikan pertimbangan DPR (pasal 13 ayat (3) UUD 1945);

g) Memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung (Pasal 14 ayat (1) UUD 1945);

h) Memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 14 ayat (2) UUD 1945); i) Memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan

yang diatur dengan Undang-Undang (Pasal 15); j) Meresmikan keanggotaan MPR, DPR dan DPD

(Pasal 3, 17 dan 33 UU No.22 Tahun 2003);

k) Menetapkan Hakim Konstitusi pada Mahkamah Konstitusi (Pasal 24 UU No. 24 Tahun 2003).


(27)

l) Menetapkan Hakim Agung, yang calonnya diusulkan oleh Komisi Yudisial kepada dan telah disetujui DPR (Pasal 24 A ayat (3) UUD 1945);

m) Mengangkat dan memberhentikan Anggota Komisi Yudisial dengan persetujuan DPR (Pasal 24 B ayat (3) UUD 1945);

n) Meresmikan Anggota BPK yang telah dipilih oleh DPR atas dasar pertimbangan DPD (Pasal 23 F ayat (1) UUD 1945).

b. Pembantu Presiden

1) Dalam Pasal 4 ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa dalam melakukan kewajibannya, Presiden dibantu oleh

satu orang Wakil Presiden;

2) Dalam Pasal 17 ayat (1) UUD 1945, disebutkan bahwa

Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara.

Menteri-menteri Negara, dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan dibedakan:

a) Menteri Negara Koordinator ialah pembantu Presiden dengan tugas pokok mengkoordinasikan, mensinkroni-sasikan penyiapan dan penyusunan kebijaksanaan serta pelaksanaannya di bidang tertentu dalam kegiatan pemerintah negara;

b) Menteri Negara yang memimpin departemen (Keppres No. 102 tahun 2001) dan biasa disebut Menteri saja; c) Menteri Negara yang tidak memimpin departemen

dengan tugas pokok merumuskan kebijakan dan koordinasi bidang tugas tertentu dalam kegiatan pemerintahan negara dan biasa disebut Menteri Negara;

d) Menteri Muda, adalah Menteri Negara yang tidak memimpin departemen dan diperbantukan oleh Presiden kepada Menteri Negara lain. Dalam Kabinet Indonesia Bersatu (Presiden Susilo Bambang Yudhoyono) tidak ada Menteri Muda.

Dalam sejarah penyelenggaraan pemerintahan negara, Menmud telah berganti peran sebagai berikut : (1) menangani bagian tertentu dari tugas Menteri yang

dibantu, pada Kabinet Pembangunan III dan IV Menmud Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri, Menmud Perumahan Rakyat; juga Menmud Sekretaris Kabinet dalam Sekretariat Negara; (2) “Wakil” Menteri dalam Kabinet Pembangunan V,

seperti Menmud Keuangan, Menmud PPN/Wakil Ketua Bappenas. Jabatan Menmud sebagai wakil menteri terdapat pula dalam Kabinet parlementer Pemerintah RI Yogya;

(3) Memimpin departemen pada Kabinet Kerja I zaman Orde Lama.

Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara diatur dalam undang-undang (Pasal 17 ayat (4) UUD 1945).

c. Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden

Dalam UUD 1945 yang telah diamandemen ditentukan bahwa: 1) Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya


(28)

sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden (Pasal 6 ayat (1));

2) Calon Presiden dan calon Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik, peserta Pemilihan Umum dan dipilih secara langsung oleh rakyat (Pasal 6 A ayat (4) dan (2));

3) Pasangan calon Presiden dan calon Wakil Presiden yang mendapat suara lebih dari 50 persen dari jumlah suara dalam pemilu dengan sedikitnya 20 persen suara di setiap propinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah Propinsi di Indonesia dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden (Pasal 6A ayat (3));

4) Syarat-syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden dan tata cara pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjut diatur dalam undang-undang (Pasal 6 ayat (2)).

d. Masa Jabatan dan pemberhentian dalam masa jabatan

1) Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama 5 tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan (Pasal 7 UUD 1945);

2) Presiden dan Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh MPR atas usul DPR baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden (Pasal 7 A UUD 1945);

3) Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh DPR kepada MPR hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili dan memutus pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela, dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden (pasal 7 B ayat (1) UUD 1945);

4) Pendapat DPR tersebut adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan DPR (Pasal 7 B ayat (2) UUD 1945); 5) Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili dan memutus seadil-adilnya dalam waktu 90 hari setelah permohonan DPR diterima (Pasal 7 B ayat (4) UUD 1945); 6) Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum termaksud dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, DPR mengadakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada MPR (Pasal 7 B ayat (5) UUD 1945); 7) MPR wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan

usul DPR tersebut paling lambat 30 hari sejak MPR menerima usul dimaksud (Pasal 7 B ayat (6) UUD 1945); 8) Keputusan MPR tersebut harus diambil dalam rapat paripurna yang dihadiri sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil


(29)

Presiden diberi kesempatan untuk menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna MPR (Pasal 7 B ayat (7) UUD 1945);

9) Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai habis masa jabatannya (Pasal 8 ayat (1) UUD 1945);

10) Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, selambat-lambatnya dalam waktu 60 hari, MPR menyelenggarakan sidang untuk memilih Wakil Presiden dari 2 calon yang diusulkan oleh Presiden (Pasal 8 ayat (2) UUD 1945); 11) Jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti,

di-berhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, pelaksanaan

tugas ke-Presiden-an adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama. Selambat-lambatnya 30 hari setelah itu,

MPR menyelenggarakan sidang untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden-nya meraih suara terbanyak pertama dan keluar dalam pemilu sebelum nya, sampai berakhir masa jabatannya (Pasal 8 ayat (3) UUD 1945).

Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjut diatur dalam Undang-Undang No.23 Tahun 2003.

e . Kesekretariatan Yang Membantu Presiden Sekretariat Negara

Berdasarkan Perpres No. 31 Tahun 2005, Sekretariat negara adalah lembaga pemerintah yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden dan mempunyai tugas untuk memberikan dukungan teknis dan administrasi kepada Presiden selaku Kepala Negara dan Wakil Presiden dalam menyelenggarakan kekuasan negara. Sekretariat Negara dipimpin oleh Sekretaris Negara.

Sekretariat Kabinet

Berdasarkan Perpres No. 31 Tahun 2005, Sekretariat Kabinet adalah lembaga pemerintah yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden dan mempunyai tugas memberikan dukungan teknis dan administrasi, serta analisis kepada Presiden dan Wakil Presiden dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan, pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan dan program pemerintah,

penyiapan rancangan Peraturan Presiden, Keputusan Presiden, dan Instruksi Presiden, penyiapan penyelenggaraan sidang kabinet serta pengangkatan dan pemberhentian dalam jabatan pemerintahan dan kepangkatan pegawai negeri sipil yang kewenangannya berada di tangan Presiden dan Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Sekretariat Kabinet. Sekretariat Kabinet dipimpin oleh Sekretaris Kabinet.

3. Dewan Perwakilan Rakyat ( DPR )

Dalam UUD 1945 yang telah diamandemen, pada Bab VII diatur tentang DPR sebagaimana tersebut pada pasal-pasal 19; 20; 20


(30)

A; 21; 22; dan 22 B. Selain itu dalam UUD 1945 dan perubahannya, terdapat pula pasal-pasal lain yang berkaitan dengan DPR seperti dalam ketentuan pasal-pasal 2; 5; 7A; 7B; 7C; 9; 11; 13; 14; 22D; 22E; 23; 23E; 23F; 24B dan 24C. Mengenai kelembagaan DPR secara rinci diatur dalam Undang-Undang No.22 Tahun 2003.

a. Kedudukan

DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara. (Pasal 24 UU No.22 Tahun 2003).

b. Tugas dan Wewenang

Sebagaimana diatur dalam Pasal 26 UU No.22 Tahun 2003, tugas dan wewenang DPR adalah:

1) Membentuk UU yang dibahas dengan Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama;

2) Membahas dan memberikan persetujuan, Peraturan Pemerintah Pengganti UU;

3) Menerima dan membahas usulan RUU yang diajukan DPD yang berkaitan dengan bidang tertentu dan mengikutsertakannya dalam pembahasan;

4) Memperhatikan pertimbangan DPD atas rancangan Undang-Undang APBN dan Rancangan Undang-Undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama; 5) Menetapkan APBN bersama Presiden dengan

memper-hatikan pertimbangan DPD;

6) Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-Undang, APBN, serta Kebijakan Pemerintah;

7) Membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang diajukan oleh DPD terhadap pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan dan agama;

8) Memilih anggota BPK dengan memperhatikan pertimbangan DPD;

9) Membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksanaan atas pertanggung jawaban keuangan negara yang disampaikan oleh BPK;

10) Memberikan persetujuan kepada Presiden atas pengangkatan dan pemberhentian anggota Komisi Yudisial; 11) Memberikan persetujuan calon Hakim Agung yang diusulkan Komisi Yudisial untuk ditetapkan sebagai Hakim Agung oleh Presiden;

12) Memilih tiga orang calon anggota hakim konstitusi dan mengajukannya kepada Presiden untuk ditetapkan; 13) Memberikan pertimbangan kepada Presiden untuk

mengangkat duta, menerima penempatan duta negara lain, dan memberikan pertimbangan dalam pemberian amnesti dan abolisi;

14) Memberikan persetujuan kepada Presiden untuk menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain, serta membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara dan/atau pembentukan Undang-Undang;


(1)

5. Surat Keputusan Bersama/Surat Edaran Bersama Untuk memperlancar penyelesaian sesuatu kegiatan yang tidak dapat dilaksanakan hanya oleh satu instansi, dapat diterbitkan Surat Keputusan Bersama atau Surat Edaran Bersama. Sarana koordinasi ini sangat efektif dalam mewujudkan kesepakatan dan kesatuan gerak dalam pelaksanaan tugas antara dua atau lebih instansi yang terkait. Namun demikian SKB/SEB perlu ditindak lanjuti dengan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang disusun oleh masing-masing instansi secara serasi dan saling menunjang.

6. Tim, Panitia, Kelompok Kerja, Satuan Tugas.

Apabila sesuatu kegiatan yang dilakukan bersifat kompleks, mendesak, multisektor, multi disiplin, multi fungsi sehingga asas fungsionalisasi secara teknis operasional sulit dilaksanakan, maka untuk lebih memantapkan koordinasi dapat dibentuk Tim, Panitia, Kelompok Kerja, Satuan Tugas (Satgas) yang bersifat sementara dengan anggota-anggota dari berbagai instansi terkait.

7. Dewan atau Badan

Dewan atau Badan sebagai wadah koordinasi dibentuk untuk menangani masalah yang sifatnya kompleks, sulit dan terus menerus, serta belum ada suatu instansi yang secara fungsional menangani atau tidak mungkin dilaksanakan oleh sesuatu instansi fungsional yang sudah ada. Misalnya: Bakornas PBP, Badan Koordinasi Penempatan TKI, Dewan Riset Nasional.

8. Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT atau

One Roof System) dan Sistem Pelayanan Satu Pintu (One Door Service).

a. SAMSAT dibentuk untuk memperlancar dan mempercepat pelayanan kepentingan masyarakat yang kegiatannya diselenggarakan dalam satu gedung (satu atap). Misalnya:

Pelayanan pembayaran pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama diberikan oleh Dinas Pendapatan Daerah, asuransi kecelakaan lalu lintas oleh Perum Asuransi Jasa Raharja, sedangkan pengurusan surat-surat kendaraan bermotor seperti BPKB dan plat nomor serta STNK diberikan Kepolisian, yang semuanya dilakukan pada satu tempat. b. Sistem pelayanan satu pintu diselenggarakan untuk

memperlancar dan mempercepat pelayanan kepentingan masyarakat oleh satu instansi yang mewakili berbagai instansi lain yang masing-masing mempunyai kewenangan tertentu atas sebagian urusan yang harus diselesaikan.

Misalnya dalam proses penanaman modal yang dilakukan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal.

Baik pelayanan satu atap maupun satu pintu dimaksudkan juga untuk mempermudah masyarakat dalam mengurus kepentingannya yang melibatkan berbagai instansi.

D. Pelaksanaan Koordinasi

dalam Sistem Pemerintahan Indonesia

1. Sidang Kabinet

Sidang Kabinet adalah suatu forum koordinasi tertinggi yang dipimpin langsung oleh Presiden. Sidang Kabinet itu ada dua macam:

a. Sidang Kabinet Paripurna yaitu Sidang Kabinet lengkap yang dihadiri oleh seluruh anggota Kabinet dan pejabat-pejabat lain yang dianggap perlu oleh Presiden.

b. Sidang Kabinet Terbatas yaitu Sidang Kabinet yang dihadiri oleh Menteri-menteri tertentu sesuai dengan bidang yang akan


(2)

dibahas. Sidang Kabinet ini dihadiri pula oleh pejabat lainnya yang bukan Menteri yang ditunjuk oleh Presiden.

2. Rapat di Lingkungan Menteri Koordinator

Oleh karena Menteri-menteri yang harus dikoordinasikan oleh Presiden jumlahnya banyak, dengan beranekaragam per-masalahan, maka Presiden mengangkat Menteri Koordinator, seperti dalam Kabinet Indonesia bersatu sekarang ini ada Menteri Koordinasi Politik Hukum dan Keamanan, Menko Perekonomian, dan Menko Kesejahteraan Rakyat. Rapat-rapat Menteri Koordinator sesuai dengan bidangnya dipimpin oleh Menko yang bersangkutan dengan dihadiri oleh Menteri dan pejabat-pejabat lain bukan Menteri yang tugasnya berkaitan erat dengan bidang permasalahan yang sedang dibahas. Hasil rapat-rapat Menteri Koordinator yang dipimpin oleh Menteri Koordinator ini dilaporkan kepada Presiden.

3. Koordinasi antara Departemen/Instansi Pemerintah

Tingkat Pusat

Dilaksanakan antara Departemen/Instansi Pemerintah Tingkat Pusat yang satu dengan Departemen/Instansi Pemerintah Tingkat Pusat lainnya, yang dalam pelaksanaannya dapat terjadi baik tanpa wadah tertentu, maupun dengan menggunakan suatu wadah seperti Rapat Koordinasi Sektor-sektor, Panitia-panitia Antar-Departemen dan lain-lain.

Pola koordinasi tersebut berlaku pula untuk koordinasi antara suatu satuan organisasi dalam suatu Departemen/Instansi Pemerintah Tingkat Pusat dengan satuan organisasi Departemen/ Instansi Pemerintah Tingkat Pusat lainnya.

Peningkatan koordinasi tersebut merupakan suatu keharusan dalam pelaksanaan pembangunan nasional.

4. Koordinasi Pemerintah Pusat dengan Perwakilan RI Luar Negeri Untuk melaksanakan kebijakan hubungan Luar Negeri antara lain dibentuk perwakilan Pemerintah Republik Indonesia di Luar Negeri yang pembinaannya dilakukan oleh Departemen Luar Negeri. Sebagai wakil dari Pemerintah Republik Indonesia, perwakilan-perwakilan di luar negeri itu mempunyai hubungan fungsional dengan instansi-instansi Pemerintah Tingkat Pusat. Jika dipandang perlu instansi-instansi tersebut dapat mempunyai Atase didalam Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri di Negara-negara tertentu sesuai dengan kebutuhan, seperti Atase Kebudayaan, Atase Pertahanan, setelah berkonsultasi dengan Departemen Luar Negeri. Dalam pelaksanaan tugasnya di Luar Negeri, para Atase tersebut dikoordinasikan oleh Kepala Perwakilan RI setempat.

5. Koordinasi Tingkat Pusat mengenai Pemerintahan Daerah a. Selaku aparatur pusat yang secara fungsional membantu Presiden dalam urusan-urusan daerah pada umumnya, Menteri Dalam Negeri:

b. Secara fungsional horizontal mengkoordinasikan departemen dan instansi tingkat pusat lainnya sepanjang mengenai masalah-masalah umum di daerah.

c. Secara fungsional diagonal mengkoordinasikan propinsi, kabupaten dan kota.

d. Menteri/departemen dan instansi teknis melakukan koordinasi baik terhadap instansi pusat lainnya (koordinasi fungsional horizontal) maupun terhadap provinsi, kabupaten dan kota (koordinasi fungsional diagonal) sepanjang mengenai bidang tugas pokoknya.


(3)

6. Koordinasi di Tingkat Daerah

a. Gubernur selaku Wakil Pemerintah Pusat melakukan koordinasi fungsional teritorial disamping terhadap instansi vertikal, juga terhadap Bupati dan Walikota.

b. Kepala Daerah, disamping mengkoordinasikan aparatur daerahnya sendiri (koordinasi hierarkis), berwenang pula secara operasional mengkoordinasikan instansi-instansi lain yang berada di daerahnya (koordinasi fungsional teritorial). 7. Koordinasi dan Hubungan Kerja

Koordinasi dan hubungan kerja merupakan dua hal yang tidak identik, namun sulit untuk dibedakan secara tegas, apalagi dipisahkan. Untuk mengefektifkan koordinasi mutlak diperlukan adanya hubungan kerja, baik formal maupun informal.

Koordinasi selalu bersifat hubungan kerja, namun demikian, hubungan kerja tidak selalu bersifat koordinatif, karena hubungan kerja dapat pula bersifat konsultatif dan informatif saja.

E. Latihan/Diskusi

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan hakikat koordinasi? 2. Dalam kegiatan pemerintahan dan pembangunan koordinasi dapat

dibedakan atas koordinasi hierarkis (vertikal) dan koordinasi fungsional. Jelaskan tentang kedua koordinasi tersebut?

3. Jelaskan dengan ringkas apa saja yang tercakup dalam sarana dan mekanisme koordinasi?

4. Jelaskan keterkaitan antara koordinasi dan hubungan kerja? 5. Bagaimana pendapat Saudara tentang pelaksanaan koordinasi

antar instansi selama ini?

F. Rangkuman

Dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan maupun dalam rangka menggerakkan dan memperlancar pelaksanaan pembangunan, kegiatan aparatur pemerintah perlu dipadukan, diserasikan dan diselaraskan untuk mencegah timbulnya tumpang tindih, perbenturan, kesimpang siuran dan atau kekacauan. Oleh karena itu koordinasi antar kegiatan aparatur pemerintah harus dilakukan.

Koordinasi dalam pemerintahan pada hakikatnya merupakan upaya memadukan (mengintegrasikan), menyerasikan dan menyelaraskan berbagai kepentingan dan kegiatan yang saling berkaitan beserta segenap gerak, langkah dan waktunya dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran bersama.

Koordinasi perlu dilaksanakan mulai dari proses perumusan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan sampai kepada pengawasan dan pengendaliannya.


(4)

BAB VI

P E N U T U P

A. Simpulan

Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia (SANRI) secara luas memiliki arti Sistem Penyelenggaraan Negara Indonesia menurut UUD 1945, yang merupakan sistem penyelenggaraan kehidupan negara dan bangsa dalam segala aspeknya, sedangkan dalam arti sempit, SANRI adalah idiil Pancasila, Konstitusional - UUD 1945, Operasional RPJM Nasional serta kebijakan-kebijakan lainnya. Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia secara simultan berinteraksi dengan faktor-faktor fisik, geografis, demografi, kekayaan alam, ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan hankam. Dalam rangka pencapaian tujuan negara dan pelaksanaan tugas negara diselenggarakan fungsi-fungsi negara yang masing-masing dilaksanakan oleh Lembaga Negara yang telah ditetapkan dalam UUD 1945 dengan amandemennya.

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara merupakan bagian integral dari sistem Penyelenggaraan negara. Operasionalisasi dari semua ketentuan-ketentuan dalam UUD 1945 merupakan bagian yang sangat dominan dalam penyelenggaraan pemerintahan negara. Agar pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan maupun dalam rangka menggerakkan dan memperlancar pelaksanaan pembangunan, kegiatan aparatur pemerintah perlu dipadukan, diserasikan dan diselaraskan untuk mencegah timbulnya tumpang tindih, pembenturan, kesimpangsiuran dan atau kekacauan, oleh karena itu koordinasi antar kegiatan aparatur pemerintah harus dilakukan mulai dari proses perumusan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan sampai kepada pengawasan, dan pengendaliannya.

B. Tindak Lanjut

Sistem Administrasi Negara RI mencakup bahasan yang sangat luas. Apa yang telah diuraikan dalam Bab II sampai dengan Bab V di muka baru merupakan beberapa aspek tentang sistem administrasi negara Indonesia yang penting. Masih banyak lagi cakupannya. Ada bagian-bagian yang akan diberikan dalam Diklat lain. Tetapi ada pula bagian lain yang sudah disajikan dalam mata pelajaran lain dalam Diklat ini. Oleh karena itu, untuk lebih mendalami apa yang telah diuraikan dalam Bab II sampai dengan Bab V serta untuk mengetahui lebih banyak lagi tentang Sistem Administrasi Negara RI, peserta dianjurkan untuk mempelajari antara lain:

¾ ¾ ¾ ¾

¾ Bahan pustaka yang telah digunakan untuk menulis modul ini, seperti tersebut dalam daftar pustaka pada bagian terakhir tulisan ini, khususnya yang bersangkutan dengan sistem administrasi negara RI.

¾ ¾ ¾ ¾

¾ Bahan mata pelajaran lain yang bersangkutan dengan sistem administrasi negara RI seperti mata pelajaran : Administrasi Kepegawaian, Administrasi Keuangan dan lain-lain.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Attamimi, A Hamid S. (1990). Peranan Keputusan Presiden Republik

Indonesia dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara, Urusan Dalam. Urusan Indonesia. Jakarta.

Lembaga Administrasi Negara RI. (2004). Sistem Administrasi Negara

Kesatuan Republik Indonesia, Buku III LAN. Jakarta.

Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.

Moerdiono, Menteri/Sekretaris Negara. (1995). “Administrasi Negara

dan Pelayanan Masyarakat”, Pengurus Pusat Ikatan

Alumni STIA-LAN RI. Pilar Pembangunan Nasional Menuju Modernisasi. Jakarta.

Soeharyo, Salamoen. (2000). “Menteri di bawah UUD 1945 selama

ini : suatu tinjauan administratif”. Manajemen

Pembangunan, No. 31 tahun IX September 2000.

Sistem Administrasi Negara RI, (2001). Modul Prajabatan Golongan III, Lembaga Administrasi Negara RI. Jakarta.

Frederickson, W George. (1997). The Spirit of Public Administration, Joosey- Boss Publishers, San Fransisco.

Osborne, David & Ted Gaebler. Reinventing Government. Wesle Publishing Company. Inc,. Reading Massachusetts. Tjokroamidjojo, Bintoro Prof. (2000). Good Governance (Paradigma

Baru Manajemen Pembangunan, UI Press.

Supriatna, Tjaya, Drs. SU. (1996). Administrasi Birokrasi Pelayanan

Publik. PT. Nimas Multima.

PT. Wahana Berkah Surya Bakti. (1999/2000). Analisis Isu-Isu Kebijaksanaan Publik (Studi tentang Good Governance), Jakarta.

Modul Akuntabilitas.

DAFTAR DOKUMEN

Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Undang-undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Undang-undang No.28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara

yang Bersih dan Bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme. Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.

Undang-Undang No.44 Tahun 1999 tentang Daerah Istimewa Yogyakarta.

undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

Undang-undang No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD.

Undang-undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. Undang-undang No. 3 Tahun 2004 tentang Perubahan UU No.23 Tahun

1999 Bank Indonesia.

Undang-undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Undang-undang No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan UU No.14 Tahun

1985 tentang Mahkamah Agung.

Undang-undang No. 10 Tahun 2004 tentang Tata Cara Penyusunan Perundang-Undangan Negara Republik Indonesia

Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.

Undang-undang No.18 Tahun 2004 tentang Otonomi Luas Bagi Propinsi Daerah Istimewa Aceh.


(6)

Undang-undang No.24 Tahun 2004 tentang Mahkamah Konstitusi. Undang-undang No.34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Undang-undang No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik

Indonesia.

Undang-undang No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Nasional.

Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

antara Pusat dan Daerah.

Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2000 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah.

Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom.

Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

Peraturan Presiden No.7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional.

Peraturan Presiden No. 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara. Peraturan Presiden No. 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia. Peraturan Presiden No. 11 Tahun 2005 tentang Perubahan Kelima Atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 Tentang Susunan Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen.

Peraturan Presiden No.12 Tahun 2005 tentang Perubahan Keenam Atas Keputusan Presiden Nomor 110 Tahun 2001 Tentang Unit Organisasi Dan Tugas Esselon I Lembaga Pemerintah Non Departemen.

Paraturan Presiden No. 31 Tahun 2005 tentang Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet.

Peraturan Presiden No. 62 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia.

Peraturan Presiden No. 64 Tahun 2005 tentang Perubahan Keenam Atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Oraganisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen.

Peraturan Presiden No. 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional.

Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2006 tentang Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia.

Keputusan Presiden No. 103 tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen.

Instruksi Presiden No. 15 tahun 1983 tentang Pengawasan.

Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1989 tentang Pengawasan Melekat. Instruksi Presiden No. 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi

Pemerintah.

Departemen Dalam Negeri, Instruksi Menteri Dalam negeri No. 5 Tahun 1990 tentang Perubahan Bentuk Badan Usaha Milik Daerah.