c. Sulit mengartikan ungkapan-ungkapan bahasa yang mengandung irama dan gaya bahasa.
Ketidaktetapan emosi dan keterbatasan perkembangan pengetahuan dihubungkan dengan sikap lingkungan terhadapnya, akan mempengaruhi
perkembangan kepribadiannya. Seorang anak tunarungu berusaha mengadakan kontak dengan orang lain, tetapi sering ditertawakan sehingga menyebabkan anak
segan berlatih berbicara, segan berkomunikasi dan dapat memunculkan perasaan malu, merasa selalu bersalah takut menetap dan banyak hal-hal yang lain.
5. Kemampuan Inteligensi Anak Tunarungu
Menurut Jamila K.A Muhammad 2008: 69, “Perkembangan kognitif merujuk pada cara untuk memahami dan mengatur dunia mereka. Ini termasuk
kemampuan untuk menyerap, menyimpan dan mengingat informasi, mengklasifikasi benda, mendefinisikan, menilai, membandingkan dan
membedakan, mencipitakan sesuatu, menyelesaikan masalah dan sebagainya. Keterlambatan perkembangan bahasa anak yang memiliki masalah pendengaran
juga memperlambat perkembangan kognitif mereka”. Kemampuan kognisi anak tunarungu antara lain adalah sebagai berikut:
1. Kemampuan verbal verbal IQ anak tunarungu lebih rendah dibandingkan kemampuan verbal anak mendengar. Namun performance IQ anak
tunarungu sama dengan anak mendengar. 2. Daya ingat jangka pendek anak tunarungu lebih rendah daripada anak
mendengar terutama pada informasi yang bersifat suksesif berurutan.
Namun pada informasi serempak antara anak tunarungu dan anak mendengar tidak ada perbedaan.
3. Daya ingat jangka panjang hampir tak ada perbedaan, walaupun prestasi akhir biasanya tetap lebih rendah.
Menurut Permanarian Somad dan Tati Hernawati 1996:35, pada umumnya anak tunarungu memiliki inteligensi normal atau rata-rata, akan tetapi karena
perkembangan inteligensi sangat dipengaruhi oleh perkembangan bahasa, maka anak tunarungu akan menampakkan inteligensi yang rendah disebabkan oleh
kesulitan memahami bahasa. Anak tunarungu akan mempunyai prestasi lebih rendah jika dibandingkan dengan anak normal atau mendengar untuk materi
pelajaran yang diverbalisasikan. Kemampuan berbahasa erat kaitannya dengan kemampuan kognitif. Hal ini
selaras dengan Neisser Edja Sadjaah, 2005:5 “Kognisi dipengaruhi oleh masukan sensori dari lingkungan yang memberitahukan tentang sesuatu yang
terjadi, dan pentingnya informasi bahasa sebagai alat menstransformasi“. Bahasa secara khusus memegang peran dalam pembentukan intelektual. Ada hal timbal
balik antara bahasa dengan proses berfikir. Hal ini tampak pada perkembangan inteligensi anak tunarungu.
Kemampuan berbahasa selain mempengaruhi kemampuan kognitif juga mempengaruhi daya abstraksi pada anak tunarungu. Anak tunarungu sering
dikatakan kurang daya abstraksinya jika dibandingkan dengan anak mendengar. Hal ini sependapat dengan Myklebust dalam Permanarian Somad dan Tati
Hernawati 1996:13 yang mengemukakan bahwa, “daya abstraksi yang kurang pada beberapa tugas hanya akibat dari terbatasnya kemampuan berbahasa anak,
bukan merupakan suatu keadaan mental retardation terbelakang mental”. Dari beberapa pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa anak
tunarungu mempunyai inteligensi yang sama dengan anak normal. Anak tunarungu memiliki tingkat kecerdasan yang normal atau rata-rata, akan tetapi
karena perkembangan inteligensi sangat dipengaruhi oleh perkembangan bahasa, maka anak tunarungu akan menampakkan inteligensi yang rendah disebabkan
oleh kesulitan memahami bahasa. Gangguan bahasa yang disebabkan terganggunya pendengaran mereka juga mengakibatkan anak tunarungu memiliki
daya abstraksi yang rendah. Dengan demikian anak tunarungu akan mengalami kesulitan dalam menerima hal-hal yang abstrak, termasuk dalam menerima
pelajaran yang bersifat abstrak seperti matematika.
B. Perencanaan Pembelajaran