terusik oleh kedua nama Ujung dan Tepi. Melalui kutipan tersebut dapat diketahui bahwa Tepi dan Ujung mewakili bumi yang identik dengan perempuan Mother
Earth dan langit yang identik dengan laki-laki Father Sky. Perbedaan keduanya tidak bermuara pada keterpisahan, melainkan saling melengkapi, karena bumi
tidak akan disebut bumi jika tidak ada langit, begitu pula langit tidak akan disebut langit jika tidak ada bumi.
62
Apabila ditarik lebih jauh, nama Ujung dan Tepi tidak berbias gender dan bisa saja saling dipertukarkan. Lebih lanjut, meskipun
keduanya di dalam Cala Ibi mewakili laki-laki dan perempuan, Ujung dan Tepi bukanlah oposisi biner, karena antonim “ujung” adalah “pangkal,” sedangkan
antonim “tepi” adalah “pusat.” Dengan begitu, Ujung dan Tepi pun dapat dikatakan mewakili hal-hal yang bukan pangkal dan pusat, atau dengan kata lain,
bukan falogosentris. Di dalam Cala Ibi, penyatuan tersebut semakin tampak di dalam percintaan antara Ujung dan Tepi di dalam bab “Ujung dan Tepi,”
Tawamu lalu surut, tanganmu menyingkap rambut ke belakang telinga. Kau mendengar suara lain. Datang samar dari dalam kabut
dari balik pepohonan dan semak. Suara perempuan dan lelaki, Ujung dan Tepi. Di antara kesik dedaunan, angin berdesauan mengalirkan
sepasang suara. Suara yang purba, ketika manusia belum menemukan bahasa, ketika cinta belum sebuah kata yang terucap lidah, dan
setubuh belum dinamai hlm. 160.
yang kemudian melahirkan bayi, “Di hening malam terdengar tangis bayi pecah di udara” hlm. 172, pada bab “Ilalang.”
5. Model Lingkaran
Untuk melengkapi model-model di atas yang bermuara pada penyatuan, di dalam Cala Ibi hadir pula model lingkaran.
63
Pada bagian awal bab “Tuah Tanah,” Cala
62
Senada dengan konsep deferrance Derrida, sesuatu ada karena ada sesuatu yang lain, seperti “damai” ada karena “perang,” “siang” ada karena “malam,” dan sebagainya.
63
Lingkaran adalah simbol totalitas, kesempurnaan, kesatuan, dan keabadian, ketetapan sekaligus perubahan; selengkapnya dapat dilihat pada Jack Tresidder, Dictionary of Symbols: An
Strategi pembacaan..., Bramantio, FIB UI, 2008
Ibi membawa Maia terbang mengitari pulau, “Kau dibawa terbang berputar mengelilingi pulau. Dari pelabuhan memutar ke belakang gunung, tiga ratus enam
puluh derajat penuh, dan kembali ke titik itu. Entah berapa kali kau dibawa terbang melingkar-lingkar. Kalian berkitaran seperti bulan, dan setiap lingkar
perjalanan adalah pergantian pemandangan. Tampakan kesilaman” hlm. 50. Melalui kutipan tersebut dapat diketahui bahwa setiap gerak maju Cala Ibi dan
Maia, “setiap lingkar perjalanan,” memiliki konsekuensi “pergantian pemandangan” dan “tampakan kesilaman,” atau dengan kata lain, gerak mundur,
yaitu sejarah Maluku, Halmahera, dan Ternate. Hal yang demikian merupakan gambaran pembacaan Cala Ibi, setiap kali pembaca bergerak maju dari satu
halaman ke halaman berikutnya maka yang terjadi adalah sekaligus gerak mundur karena terus-menerus menemui kata, frasa, kalimat, dan peristiwa identik. Pada
dasarnya, pola gerak yang demikian adalah panduan pembacaan yang diberikan Cala Ibi, seperti dipertegas pada bab “Rumah Siput Berpaku,”
Kau berdiri, menatap isi sepetak dunia lama di balik kaca, relik- relik masa lalu berkomuni dengan kinimu, memancar dengan anehnya
[...] Menarikmu kau yang tak pernah benar-benar melihat isi lemari itu, bolak-balik tak peduli, begitu saja melewati. Hingga malam ini,
segala yang ada telah lewat mengalir seperti sungai, apa-apa yang lewat hanyut, bagai menemukan muara hlm. 83.
Melalui kutipan tersebut dapat diketahui bahwa Maia pada akhirnya memberikan
perhatian penuh pada isi lemarinya, “sepetak dunia lama,” setelah sekian lama tak peduli dan begitu saja melewati. Maia pun merasa bahwa segala yang telah lewat
bagaikan menemukan muara, ketika “relik masa lalu berkomuni dengan kinimu,” seperti kata Cala Ibi, “Karena tanpa reruntuhan itu, tanpa ini semua, kau takkan
pernah ada [...] Karena ini buku Dari Mana, sambungnya lagi hlm. 66. Dengan begitu, pemahaman atas kekinian setiap manusia, bagaimana pun, tidak bisa lepas
Illustrated Guide to Traditional Images, Icons and Emblems San Francisco: Chronicle Books, 1998, hlm. 108.
Strategi pembacaan..., Bramantio, FIB UI, 2008
dari kelampauannya, dan setiap pengulangan di dalam Cala Ibi bukanlah sekadar pengulangan, tetapi panduan pembacaan untuk menemukan gagasan-gagasan
utamanya yang kelak akan bermuara pada pemahaman terhadap Cala Ibi.
Model lingkaran di dalam Cala Ibi tidak hanya hadir dalam bentuk yang eksplisit seperti di atas, tetapi juga implisit, seperti yang muncul di dalam diskusi antara
Maya dan rekan-rekan kerjanya pada bab “Sekata Singgah,” Prometheus? [...] ia si pencuri api dewa-dewa untuk manusia. Lalu
kepala dewa, Zeus, menghukumnya. Ia digantung terikat rantai dengan kaki di atas kepala di bawah, setiap hari ada seekor elang
datang mematuki hatinya. Hati yang mengutuh lagi di malam hari, dan elang kembali datang mematuki hatinya, begitu seterusnya.
Berulang tanpa akhir, seperti nasib semesta, tragedi yang pernah diperingatkan Nietsche
64
hlm. 112. Mitologi Yunani tentang Prometheus juga memiliki model lingkaran. Siksaan
yang dialaminya terus berulang tanpa akhir, semacam “siksaan” yang mungkin juga dialami pembaca sepanjang pembacaan Cala Ibi. Hadirnya kisah Prometheus
tersebut apabila ditinjau lebih jauh tidak sekadar memperlihatkan model lingkaran di dalam Cala Ibi, tetapi sekaligus memberi penegasan bahwa “siksaan”
pembacaan adalah konsekuensi yang ditanggung pembaca untuk mendapatkan “api dewa-dewa,” yang dapat dipahami sebagai segala bentuk pengetahuan, yang
tentu saja bermuara pada pemahaman terhadap Cala Ibi. Model lingkaran dalam bentuknya yang implisit juga hadir di dalam bab “Mengibu-Anak,”
Dan hisapan keajaiban yang lain lagi. Kau rasa, kalimat-kalimat itu ditujukan padamu, ataukan kau yang menujukan kalimat-kalimat itu.
Kau rasakan ajaib itu: sekan mengalami menjadi keduanya, kau sang ibu, kau bayi perempuan itu. Kau ibumu, kau anak ibumu, kau ibu
anakmu, kau ibu ibumu, kau ibu dari ibu ibumu, kau para ibu
64
Bentuk-bentuk pengulangan tanpa akhir di dalam Cala Ibi pada dasarnya adalah sebuah eternal return, yang dikenal sebagai salah satu konsep Nietzche. Secara sederhana, konsep tersebut
menyatakan bahwa alam semesta terdiri atas materi yang terbatas, yang telah dan akan berulang terus-menerus dalam bentuk yang mirip; selengkapnya dapat dilihat pada
http:en.wikipedia.orgwikiEternal_return dan http:en.wikipedia.orgwikiNietzsche, diunduh 1 Juni 2008.
Strategi pembacaan..., Bramantio, FIB UI, 2008
perempuan pendahulu, kau telah ada sejak berabad-abad lalu. Kau anak dari dalam tubuhmu, kau anak yang sedang terlelap dalam
pangkuanmu, kau anak-anak yang belum lagi terlahir dari rahimmu, kau anak-anak yang belum lagi dari rahim anak-anakmu. Kau anak.
Kau ibu hlm. 177.
Melalui kutipan tersebut dapat diketahui bahwa Cala Ibi lagi-lagi menghadirkan
bentuk yang tidak memiliki awal-akhir atau ujung-pangkal, seperti yang tampak pada garis-waktu kisah berupa angka delapan. Meskipun di dalam kutipan
tersebut yang tampak adalah peristiwa antara dua perempuan, hal tersebut pada dasarnya berlaku secara umum pada manusia karena setiap anak tumbuh dewasa
untuk kemudian menjadi orangtua dan memiliki anak yang kelak juga akan tumbuh dewasa untuk memiliki anaknya sendiri dan seterusnya. Jadi, setiap
manusia adalah anak dan orangtua sekaligus.
6. Model Angka Empat dan Delapan