BAB II LANDASAN TEORI
Pada dasarnya, ilmu pengukuran psikologis memiliki dua pendekatan, yaitu pendekatan classical test theory selanjutnya akan disebut CTT dan item
response theory selanjutnya akan disebut IRT. Pendekatan CTT adalah metode pertama yang dikembangkan untuk pengukuran. Teori-teori CTT mendominasi
pengembangan rumus reliabilitas dan validitas yang dikenal dewasa ini Suryabrata, 2005.
A. Classical Test Theory CTT
1. Pengertian CTT
Model dari pendekatan teori tes klasik ini disebut juga sebagai model skor murni true score model. Pendekatan ini telah berhasil meletakkan dasar-dasar
konsep dalam analisis karakteristik psikometri perangkat ukur psikologi Crocker Algina, 2005. Pendekatan CTT ini juga telah berkontribusi dalam
pengembangan pengukuran psikometri dan pendekatan ini dianggap sebagai model yang sederhana dan kuat. Fokus utama dari pendekatan ini adalah
informasi pada level tes dan juga menyediakan informasi mengenai aitem-aitem yang digunakan Coaley, 2009. Selain itu, teori tes klasik ini juga praktis dan
tidak memerlukan perhitungan yang rumit Kaplan Saccuzo, 2005. Oleh karena itu, peneliti mempertimbangkan menggunakan pendekatan CTT dalam
proses analisis yang akan dilakukan pada penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara
2. Asumsi-asumsi dalam CTT
Asumsi-asumsi CTT pada dasarnya merupakan hubungan matematis antara skor tampak yang disimbolkan dengan huruf X, skor murni yang
dilambangkan dengan huruf T, dan eror pengukuran yang diberi simbol huruf E. Skor tampak merupakan nilai performansi subjek yang diungkap melalui
pengukuran yang dinyatakan dalam bentuk angka yang merupakan nilai total dari jawaban subjek terhadap aitem atau pernyataan dalam tes tersebut. Skor murni
menjelaskan bahwa performansi subjek sesungguhnya yang tidak mungkin dapat diungkap secara langsung oleh tes. Eror pengukuran merupakan besaran eror
subjek dalam setiap tes yang angkanya juga tidak dapat diketahui dengan pasti Azwar, 2005.
Pendekatan CTT terdiri dari asumsi-asumsi yang berkaitan dengan skor tampak, skor murni dan komponen eror pengukuran. Allen Yen dalam Azwar,
2005 menjabarkan asumsi-asumsi hubungan antara skor tampak, eror pengukuran dan skor murni sebagai berikut:
Asumsi 1: X = T + E 1
Asumsi ini didasarkan pada model Spearman yang menyatakan bahwa setiap skor tes menggambarkan gabungan dari skor murni dan komponen eror
Crocker Algina, 2005. X merupakan jumlah T dan E, sehingga besar X akan tergantung oleh besarnya E pengukuran, sedangkan besarnya T subjek pada setiap
pengukuran yang sama diasumsikan selalu tetap. Jadi dapat disimpulkan bahwa skor yang diperoleh dari suatu pengukuran umumnya tidak menunjukkan keadaan
sebenarnya Suryabrata, 2005.
Universitas Sumatera Utara
Asumsi 2: εX = T
2 Asumsi ini menyatakan bahwa T sama dengan nilai harapan dari X-nya
yang dilambangkan dengan εX. Jadi, T merupakan harga rata-rata dari distribusi
teoretik X apabila orang yang sama dikenai tes yang sama berulangkali dengan asumsi pengulangan tes itu dilakukan tidak terbatas banyaknya dan setiap
pengulangan tes adalah independen satu sama lain. Asumsi 3:
= 0 3
Asumsi ini menyatakan bahwa bagi populasi subjek yang dikenai tes, distribusi E pengukuran dan distribusi T tidak berkorelasi satu sama lain.
Implikasinya, skor murni yang tinggi tidak selalu berarti mengandung eror yang selalu positif ataupun selalu negatif atau mempunyai E lebih tinggi dibanding
subjek yang T-nya rendah. Asumsi 4:
= 0 4
Asumsi ini menyatakan bahwa eror pada dua tes yang dimaksud untuk mengukur hal yang sama tidak saling berkorelasi. Artinya besarnya E pada suatu
tes tidak tergantung pada E tes lainnya. Asumsi ini akan tidak terpenuhi sekiranya skor tampak dipengaruhi kondisi testing, seperti misalnya kelelahan, efek latihan,
suasana hati, atau faktor-faktor dari lingkungan Suryabrata, 2005. Asumsi 5 :
= 0 5
Asumsi ini menyatakan bahwa E pada suatu tes tidak berkorelasi dengan T pada tes lain. E yang dimaksud dalam CTT adalah penyimpangan X dari skor
harapan teoritik yang terjadi secara random atau tidak terjadi secara sistematik. Jika penyimpangan terjadi secara sistematik maka itu tidaklah dianggap sebagai
sumber eror.
Universitas Sumatera Utara
Selain lima asumsi yang telah diuraikan, terdapat dua asumsi lagi yang dijelaskan oleh Suryabrata 2005, yaitu:
Asumsi 6 Jika ada dua tes yang dimaksudkan untuk mengukur atribut yang sama
mempunyai skor tampak X dan X’ yang memenuhi asumsi 1 sampai 5, dan untuk setiap populasi subjek T = T’ serta varians eror kedua tes tersebut sama, maka
kedua tes tersebut disebut sebagai tes yang paralel. Asumsi 7
Jika ada dua tes yang dimaksudkan untuk mengukur atribut yang sama mempunyai skor tampak X dan X’ yang memenuhi asumsi 1 sampai 5, dan
apabila untuk setiap populasi subjek T1 = T2 + C, dengan C sebagai suatu bilangan konstan, maka kedua tes tersebut dapat disebut sebagai tes yang setara
equivalent test.Dua tes yang setara dapat memiliki varians eror yang berbeda karena keduanya belum tentu merupakan tes yang paralel, namun dua tes yang
paralel tentu memenuhi syarat sebagai tes yang setara Azwar, 2005. B. Analisis Karakteristik Psikometri
Analisis aitem merupakan suatu prosedur untuk meningkatakan validitas dan reliabilitas suatu alat tes dengan cara memilih aitem-aitem yang baik sesuai
dengan tujuan alat tes Crocker Algina, 2005. Menurut Kaplan Saccuzo 2005, alat tes yang baik memiliki aitem yang baik. Aitem yang baik dapat dilihat
melalui analisis terhadap beberapa parameter, seperti indeks kesukaran aitem dan indeks diskriminasi aitem.
Universitas Sumatera Utara
1. Indeks Kesukaran Aitem a. Pengertian Indeks Kesukaran Aitem