pria gay selalu berkelakuan agak feminin atau memiliki keinginan menjadi seorang wanita, atau sebaliknya wanita lesbian tidak mesti maskulin atau
memiliki keinginan untuk jadi pria. Sebagian besar dari mereka merasa puas dengan jender dan peran sosial mereka, dan hanya memiliki keinginan untuk
bersama dengan anggota jenis kelamin mereka sendiri
2.1.5.4. Variasi dalam expresi seksual
Transeksual adalah orang yang identitas seksual atau jender nya
berlawanan dengan sex biologisnya. Seorang pria mungkin berfikir tentang dirinya sebagai seorang wanita dalam tubuh pria, atau seorang wanita mungkin
menggambarkan dirinya sebagai pria yang terperangkap dalam tubuh wanita. Perasaan ’terperangkap’ ini disebut juga dengan ’disforia jender’.
Transvetit biasanya adalah pria heteroseksual secara periodik berpakaian
seperti wanita untuk pemuasan pikologis dan seksual. Sikap ini bersifat sangat pribadi bahkan bagi orang yang terdekat sekalipun.
2.1.6 Konsep Makna
Para ahli mengakui, istilah makna meaning memang merupakan kata dan istilah yang membingungkan. Dalam bukunya The Meaning of Meaning, Ogden dan
Richards telah mengumpulkan tidak kurang dari 22 batasan mengenai makna. Bentuk
makna diperhitungkan sebagai istilah, sebab bentuk ini mempunyai konsep dalam bidang ilmu tertentu, yakni dalam bidang linguistic dalam penjelasan Umberto Ecco,
makna dari sebuah wahana tanda sign-vehicle adalah satuan cultural yang diperagakan oleh wahana-wahana tanda yang lainnya serta dengan begitu secara
semantic mempertunjukkan pula ketidaktergantungannya pada wahana tanda yang sebelumnya.
Makna, merupakan konsep yang abstrak yang telah menarik perhatian para ahli filsafat daripada teoritis ilmu sosial selama 2000 tahun silam. Semenjak Plato
mengkonseptualisasikan makna manusia sebagai salinan “ultrarealitas”, para pemikir besar telah sering mempergunakan konsep itu dengan penafsiran yang sangat luas
merentang sejak pengungkapan mental dari Locke sampai respons yang dikeluarkan dari Skinner. “Tetapi, kata Jerold Katz dalam Fiser setiap usaha untuk memberikan
jawaban yang langsung telah gagal. Beberapa, seperti misalnya jawaban Plato telah terbukti terlalu samar dan spekulatif. Yang lainnya memberikan jawaban yang salah.
Dari mana datangnya makna? Makna ada dalam diri manusia, “kata Devito. Menurutnya, makna tidak terletak pada kata-kata melainkan pada manusia. “kata, “
lanjut Devito, menggunakan kata-kata yang mendekati makna yang kita ingin komunikasikan. Tetapi kata-kata ini tidak secara sempurna dan lengkap
menggambarkan makan yang dimaksudkan. Demikian pula makna yang didapat dari pendengar dari pesan-pesan, akan
sangat berbeda dengan makna yang ingin kita gunakan untuk memproduksi di benak pendengar, apa yang ada dalam benak kita. Reproduksi ini hanyalah sebuah proses
parsial dan selalu bisa salah.
Ada tiga hal yang dijelaskan para filusuf dan linguis sehubungan dengan usaha menjelaskan istilah makna. Ketiga hal itu, yakni : 1 Menjelaskan makna
secara ilmiah, 2 mendeskripsikan kalimat secara alamiah, 3 menjelaskan makna dalam proses komunikasi Muhajir, dalam Sobur, 2003 : 256
Menurut Muhajir, terjemah merupakan upaya mengemukakan materi atau subtansi yang sama dengan media berbeda, media tersebut mungkin berupa bahasa
yang satu ke bahasa yang lain, dari verbal ke gambar dan sebagainya. Pada penafsiran setiap berpegang materi yang ada, dicari latar belakangnya, konteks agar dapat
dikemukakan konsep atau gagasannya lebih jelas. Eksplorasi lebih menekankan pada kemampuan daya pikir manusia untuk menangkap hal di balik yang tersajikan.
Sedangkam memberi makna merupakan upaya yang lebih jauh dari penafsiran yang mempunyai kesejajaran dengan eksplorasi. Pemaknaan lebih menuntut pada
kemampuan intregative manusia, indrawinya, daya pemikirannya dan akal budinya. Materi yang disajikan seperti juga eksplorasi dilihat tidak lebih dari tanda-tanda atau
indikator bagi sesuatu yang lebih jauh. Hanya saja eksplorasi terbatas dalam arti empirik, logic sedangkan dalam pemaknaan dapat menjangkau yang etik maupun
transendental Sobur, 2003 : 256. Ada beberapa pandangan yang menjelaskan teori atau konsep makna. Model
proses makna Johnson dalam Devito 1997 : 123-125 sebagai berikut : a.
Makna dalam diri manusia. Makna tidak terletak pada kata-kata melainkan pada manusia. Kita menggunakan kata-kata untuk mendekati makna yang ingin kita
komunikasikan, tetapi kata-kata ini tidak secara sempurna dan lengkap
menggambarkan makna yang kita maksudkan. Komunikasi adalah proses yang kita gunakan untuk mereproduksi, dibenak pendengar, apa yang ada di benak kita.
Reproduksi ini hanyalah sebuah proses parsial dan selalu bisa salah. b.
Makna berubah. Kata-kata relatif statis, banyak dari kata-kata yang kita gunakan 200 atau 300 tahun lalu. Tetapi makna dari kata-kata ini terus berubah dan
khususnya terjadi pada dimensi emosional makna. c.
Makna membutuhkan acuan. Walaupun tidak semua komunikasi mengacu pada dunia nyata, komunikasi hanya masuk akal bilamana ia mempunyai kaitan dengan
dunia atau lingkungan eksternal. d.
Penyitaan yang berlebihan akan mengubah makna. Berkaitan erat dengan gagasan yang timbul akibat penyingkatan yang berlebihan tanpa mengkaitkan dengan
acuan yang diamati. Bila kita berbicara tentang cerita, persahabatan, kebahagiaan, kejahatan dan konsep-konsep yang lain yang serupa tanpa mengkaitkannya
dengan sesuatu yang spesifik, kita tidak akan bisa berbagi makna dengan lawan bicara.
e. Makna tidak terbatas jumlahnya. Pada suatu tertentu, jumlah kata dalam suatu
bahasa terbatas, tetapi maknnya tidak terbatas. Karena itu kebanyakan kita mempunyai banyak makna. Ini bisa menimbulkan masalah bila sebuah kata
diartikan secara berbeda oleh dua orang yang sedang berkomunikasi. f.
Makna yang dikomunikasikan hanya sebagian. Makna yang kita peroleh dari suatu kejadian bersifat multi aspek dan sangat kompleks, tetapi hanya sebagian
saja dari makna-makna ini yang benar-benar dapat dijelaskan. Banyak dari makna
tersebut yang tetap tinggal dalam benak kita. Karenanya pemaknaan yang sebenarnya mungkin juga merupakan tujuan yang ingin kita capai tetap tidak
pernah tercapai Sobur, 2003 : 285-259.
2.1.7 Semiotika