PEMAKNAAN IKLAN GERY O’DONUTS (Studi Semiologi Iklan Gery ”Versi Bulat-Bulat Ingat Gery O’Donuts” di Televisi).

(1)

ADITYA SETIADI NPM. 054 3010 025

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran” Jawa Timur Pada tanggal 21 Mei 2010

Tim Penguji,

Pembimbing Utama

Drs. Syaifuddin Zuhri, M.Si NPT : 3 7006 94 0035 1

1.

Drs. Syaifuddin Zuhri, M.Si NPT : 3 7006 94 0035 1

2.

Ir. H Didiek Tranggono, M.Si NIP : 1958 1225 199001 00 1

Mengetahui, DEKAN

Dra. Hj. Suparwati, M.Si NIP : 030 175 349

3.

Dr. Catur Suratnoaji, MSi NPT: 3 6804 94 0028 1


(2)

dan karunia-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul PEMAKNAAN IKLAN GERY O’DONUTS (Studi Semiologi Iklan Gery Versi ”Bulat- Bulat Ingat Gery O’Donuts” di Televisi)

Penulis menyadari bahwa di dalam penyusunan skripsi ini banyak terdapat kekurangan, hal ini disebabkan sangat terbatasnya ilmu dan kurangnya pengalaman Penulis dalam penyusunan skripsi. Meskipun demikian, dalam penyusunan skripsi ini Penulis telah mendapatkan bimbingan, saran dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini pula, Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan proposal skripsi ini, diantaranya:

1. Dra. Hj. Suparwati, MSi, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Juwito, S.Sos, MSi, Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. 3. Bapak Drs. Saifuddin Zuhri, MSi, Dosen Pembimbing Utama Penulis yang telah

memberikan bimbingan dan saran, khususnya dalam memberikan teori.


(3)

 

6. Teman- Teman Seperjuangan yang selalu menemani dalam suka dan duka: Ary Nuryansyah E.P, Radeya Dewayana, Risky Sena F, Aris Sapta Hadi, Wiryawan Prasetyo, Charlez Febrian, Denny Dwi Alfianto, Dwi Marianto, M Catur Rahmadi dan Guzman Adiwoso.

7. Untuk semua pihak yang mendukung baik semangat maupun doa-nya yang Peneliti tidak dapat sebutkan satu per satu.

Demikian atas segala bantuan, baik moril maupun materiil yang telah diberikan, semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya. Penulis menyadari bahwa ini semua masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun

Surabaya, April 2010


(4)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR... vi

DAFTAR LAMPIRAN... vii

ABSTRAKSI ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Kegunaan Penelitian ... 8

1.4.1 Kegunaan Teoritis... 8

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori ... 10


(5)

2.1.1 Iklan ... 10

2.1.1.1 Definisi Iklan ... 10

2.1.1.2 Manfaat Iklan... 12

2.1.1.3 Tujuan Kegiatan Periklanan ... 14

2.1.1.4 Strategi Kreatif Pesan Iklan... 15

2.1.2 Periklanan Sebagai Bentuk Komunikasi Massa ... 19

2.1.3 Iklan Televisi (TVC / Television Commercial)... 21

2.1.4 Strategi Dalam Merancang Iklan Televisi ... 24

2.1.5 Seksualitas Dalam Media Massa ... 27

2.1.5.1 Dimensi Seksualitas... 28

2.1.5.2 Identitas Seksual ... 32

2.1.5.3 Orientasi Seksual ... 34

2.1.5.4 Variasi Dalam Ekspresi Seksual... 35

2.1.6 Konsep Makna ... 35

2.1.7 Semiotika ... 39

2.1.7.1 Respon Psikologi Warna ... 42

2.1.7.2 Tipe-tipe Shot Pada Kamera... 43

2.1.8 Representasi... 46

2.2 Kerangka Berpikir ... 49

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ... 51


(6)

3.2.1 Corpus ... 51

3.3 Unit Analisis ... 52

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 52

3.5. Teknik Analisis Data ... 53

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN KESIMPULAN 4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian dan Penyajian Data... 54

4.1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Gery O’donuts dengan Versi “bulat- Bulat Ingat Gery O’Donuts... 54

4.1.2. Penyajian Data ... 57

4.2. Hasil Dan Pembahasan John Fiske Dalam Iklan Gery O’donuts Dengan Versi “Bulat-Bulat Ingat Gery O’Donuts... 58

4.2.1 Analisis Tampilan Visual Dalam Scene Iklan Gery O’donuts Dengan Versi “Bulat-Bulat Ingat Gery O’Donuts Dengan Pendekatan Semiologi John Fiske... 58

4.2.2.1 Tampilan Visual Dalam Scene 1 ... 59

4.2.2.2 Tampilan Visual Dalam Scene 2 ... 63

4.2.2.3 Tampilan Visual Dalam Scene 3 ... 66

4.2.2.4 Tampilan Visual Dalam Scene 4 ... 69

4.2.2.5 Tampilan Visual Dalam Scene 5 ... 72

4.2.2.6 Tampilan Visual Dalam Scene 6 ... 76


(7)

4.3. Makna Iklan Gery O’donuts Dengan Versi “Bulat-Bulat Ingat Gery O’Donuts Dengan Pendekatan Semiologi

John Fiske ... 81

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ... 84 5.2. Saran ... 85


(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 4.1. Sepasang pria dan wanita yang digambarkan sedang

berada di dalam sebuah stadion terlihat saling

berhadapan wajah dan seperti akan berciuman. ... 59 Gambar 4.2. Tiba- tiba si wanita memperlihatkan produk Gery

O’Donuts, dan ekpresi keduanya terlihat terkejut. ... 63 Gambar 4.3. Sepasang pria dan wanita yang digambarkan sedang

berada di dalam sebuah stadion terlihat saling

berhadapan wajah dan seperti akan berciuman. ... 66 Gambar 4.4. Kali ini tiba- tiba si pria yang memperlihatkan

produk Gery O’Donuts, dan ekpresi keduanya

terlihat terkejut. ... 69 Gambar 4.5. Sekali lagi sepasang pria dan wanita tersebut

saling berhadapan wajah dan terlihat seperti akan berciuman, namun kali ini terlihat semakin

dekat ... 72 Gambar 4.6. Kali ini yang menunjukkan produk Gery O’Donuts

bukan si pria atau si wanita, namun orang asing yang berada di belakang mereka. Diikuti dengan

munculnya slogan dan logo Gery O”Donuts... 76 Gambar 4.7. Terlihat si wanita sedang menikmati Gery O”Donuts... 78


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. SCENE IKLAN GERY O’DONUTS ... 88


(10)

 

   


(11)

O’Donuts” di Televisi)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna iklan produk televisi Gerry O Donut.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Penelitian ini mempresentasikan penggambaran iklan televisi komersial. Metode penelitian diskriptif dengan menggunakan pendekatan semiologi John Fiske untuk mengetahui pemaknaan secara meneyeluruh iklan Gerry O Donut di televisi dimana proses pembentukan makna oleh semiotika bersifat intensional dan memiliki motivasi..

Metode yang digunakan sebagai pendekatan dalam menganalisis data penelitian ini adalah analisis semiotik John Fiske yang membagi film (iklan) menjadi beberepa level utama yaitu pada realitas dan level representasi. Sehingga peneliti dapat menginterpretasikan semua unsur atau elemen (talent, setting, wardrobe, adegan, slogan / tagline, camera angel, sound / suara , dll) kemudian dilanjutkan dengan analisis semiologi John Fiske yang terdapat pada iklan Gerry O Donut di televisi dan menyimpulkan berbagai makna dan dari tampilan visulisasi tersebut dalam beberapa scene dan beberapa shot potongan-potongan visual iklan

Berdasarkan analisis peneliti mengenai pemaknaan iklan Gery O Donuts di televisi dengan pendekatan John Fiske maka dapat disimpulkan: Dalam visualisasi Iklan Gary O Donuts dengan versi “Bulat-Bulat Ingat Gary O Donuts di televisi secara keseluruhan mengandung unsure eksploitasi seksualitas. Hal ini dapat dilihat dalam Iklan Gary O Donuts dengan versi “Bulat-Bulat Ingat Gary O Donuts visualisasinya adalah seorang pria dan wanita yang benar-benar di tonjolkan seksualitasnya dalam iklan tersebut. Pada iklan ini menunjukkan sisi eskploitasi seksualitas, hal ini dibuktikan dengan kedua talent memposisikan tubuh dan bentuk bibir pasangan tersebut yang membentuk seperti huruf “O” yang bulat, seperti orang yang akan berciuman.


(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Saat ini perkembangan dunia sangat maju pesat, perkembangan yang sangat pesat ini juga merambah pada perkembangan media massa. Oleh karena adanya perkembangan media massa tersebut maka banyak sekali masyarakat yang menggunakan media massa sebagai media penyampai pesan atau informasi ke masyarakat luas. Dengan kondisi seperti ini, banyak perusahaan yang menggunakan iklan media massa terutama media televisi sebagai media penyampai suatu pesan atau informasi kepada masyarakat luas. Hal ini terbukti dengan bantuan Advertising Formation Servicer Nielsen media Research, televisi tetap menjadi penyumbang belanja iklan terbesar (Cakram edisi 271, 2006:08). Data Media Scene menyebutkan, dari beberapa media yang dipilih oleh pengiklan sebagai sarana berpromosi, sejak tahun 1994 TV menyedot sekitar 70 % dari total belanja iklan. Selain itu, Nielsen Media Research mencatat, pertumbuhan perolehan iklan TV pada setiap tahun juga terus meningkat (Cakram edisi 269, 2006:07).

Televisi merupakan salah satu media yang paling efektif karena selain dapat mendengar, pemirsa juga dapat melihat (effendy, 1993:21). Kelebihan televisi dibandingkan media yang lainnya adalah kemampuan menyajikan


(13)

berbagai kebutuhan manusia, baik hiburan, informasi, maupun pendidikan dengan sangat memuaskan. Penonton televisi tak perlu susah-susah pergi ke gedung bioskop atau gendung sandiwara karena pesawat televisi menyajikan ke rumahnya (Effendy, 2002:60). Dengan adanya keistimewaan tersebut, masyarakat saat ini telah menjadikan televisi sebagai benda yang wajib untuk dimiliki. Hal ini terbukti dengan kondisi masyarakat saat ini terutama masyarakat di kota-kota besar seperti Surabaya yang hampir di setiap rumah memiliki televisi.

Komunikasi yang menggunakan media massa disebut sebagai komunikasi massa (Effendy, 2002:50). komunikasi massa melibatkan jumlah komunikan banyak, tersebar dalam area geografis yang luas, namun mempunyai perhatian minat dan isu yang sama. Karena itu, agar pesan dapat diterima serentak pada waktu yang sama, maka digunakan media massa seperti televisi, radio, surat kabar. Dalam komunikasi massa, umpan balik relatif tidak ada atau bersifat tunda. Komunikator cenderung sulit mengetahui umpan balik komunikan dengan segera. Untuk mengetahuinya, maka biasanya harus dilakukan survey atau penelitian (Vardiansyah, 2004:33).

Advertising is a communication tool (Iklan merupakan sarana komunikasi)”, demikian yang diungkapkan oleh para professor komunikasi, W. Ronald Lane dan J. Thomas Russell (2000:04). Dan menurut wells, et.al (2003:10) iklan merupakan bentuk komunikasi non personal dari sebuah


(14)

produsen yang dikenal dengan menggunakan media massa untuk mempersuasi atau mempengaruhi khalayak. Sedangkan menurut Lee dan Johnson (2004:03) mengatakan bahwa iklan adalah komunikasi komersil dan non personal tentang sebuah organisasi dan produk-produknya yang ditransmisikan ke suatu khalayak melalui media bersifat misal seperti televisi, radio, koran, majalah, direct mail, reklame luar ruang atau kendaraan umum. Pada komunitas global iklan dapat disampaikan melalui media baru khusunya internet. Iklan merupakan salah satu instrument pemasaran modern yang aktivitasnya didasarkan pada konsep komunikasinya maka keberhasilannya dalam mendukung program pemasaran merupakan pencerminan dari keberhasilan komunikasi. Agar komunikasi efektif dan mencapai sasaran harus diperhatikan pengaruh perilaku dalam proses komunikasinya apakah pengujian pesan tersebut efektif atau tidak. Dengan beriklan, perusahaan berusaha mengkomunikasikan baik keberadaan perusahaan itu sendiri maupun produk ataupun jasa yang dihasilkan dan semaksimal mungkin bagaimana iklan tersebut mampu memuaskan konsumen dengan menyajikan pesan yang sesuai keinginan konsumen.

Tidak bisa dipungkiri, hingga saat ini iklan masih menjadi sarana yang tepat dalam menunjang aktivitas pemasaran karena dengan berkomunikasi melalui iklan beberapa tujuan bisa tercapai, seperti meningkatkan awareness, sales dan image suatu produk ataupun jasa. Demi tercapainya tujuan tersebut


(15)

maka masing-masing perusahaan bersaing untuk memperebutkan pasar konsumen melaui iklan. Akhirnya, yang terjadi adalah persaingan iklan besar-besaran. Dari tahun ketahun memperlihatkan bahwa total belanja iklan selalu terjadi peningkatan. Inovasi produk tanpa didukung promosi dan iklan akan sia-sia belaka. Perpaduan antara inovasi dan belanja iklan inilah yang bisa mengantarkan produk ke jenjang posisi lebih baik di pasar.

Iklan yang lebih kreatif, simpel dan mengena bagi konsumen artinya iklan yang efektif. Selain itu, yang perlu diingat juga, budget iklan yang sangat tinggi, maka menuntut iklan tersebut harus efektif. Untuk itu, perlu dikaji mengenai efektivitas iklan. Efektivitas iklan yang berkaitan dengan pengingatan dan persuasi dapat diketahui melalui riset tentang dampak komunikasi (Durianto, 2003:15).

Periklanan adalah fenomena bisnis modern. Tidak ada perusahaan yang ingin maju dan memenangkan kompetisi bisnis tanpa mengandalkan iklan. Demikian pentingnya peran iklan dalam bisnis modern sebagai penghubung antara perusahaan dengan masyarakat, khususnya konsumen yang juga menjadi salah satu bonafiditas perusahaan.

Periklanan selain merupakan kegiatan pemasaran juga merupakan kegiatan komunikasi. Sedangkan iklan sendiri adalah proses penyampaian pesan atau informasi kepada sebagian atau seluruh khalayak mengenai


(16)

penawaran suatu produk atau jasa dengan menggunakan media. Menurut Wahyu Wibowo (2003 : 5) iklan atau advertising di definisikan sebagai kegiatan promosi baik berupa barang atau jasa melalui media massa. Atau bentuk komunikasi yang dimaksudkan untuk mempresentasikan kualitas produk, jasa, dan ide berdasarkan kebutuhan konsumen dan keinginan konsumen.

Salah satu media yang digunakan dalam beriklan adalah televisi. Televisi merupakan salah satu media dalam beriklan yang menggunakan warna, suara, gerakan dan musik atau dapat disebut sebagai media audio visual. Selain itu pemirsanya dapat diseleksi menurut jenis program dan waktu tayangnya. Televisi adalah media yang mampu menjangkau wilayah luas, dapat dimanfaatkan oleh pengiklan untuk tes pemasaran atau peluncuran produk baru.

Media televisi dan iklan televisi terbukti merupakan media komunikasi yang paling efektif dan efisien sebagi media untuk informasi produk dan citra suatu perusahaan. Kelebihan-kelebihan dan kekuatan teknologis yang dimilikinya, memungkinkan tercapainya tingkat efektivitas dan efesiensi yang diharapkan oleh suatu perusahaan atau lembaga lainnya. Luasnya jangkauan televisi yang dapat ditempuh dalam waktu bersamaan secara serentak, pesan dan informasi yang disampaikan melalui televisi mampu menjangkau jutaan khalayak sasarannya. (Sumartono, 2001 : 20)


(17)

Aspek artistik bahwa materi iklan yang disajikan sebaiknya, menerjemahkan secara optimal pesan atau informasi yang ingin disampaikan oleh pihak produsen dan pengiklan sehingga mampu membentuk kesan yang positif pada khalayak sasaran yang dituju (Sumartono, 2002 : 134). Sedangkan etika bisnis dalam beriklan adalah bahwa materi atau isi pesan yang disajikan dalam iklan harus mengandung informasi (pesan) yang jelas, akurat, faktual dan lengkap sesuai dengan kenyataan dari produk atau jasa yang ditawarkannya (Sumartono, 2002 : 34). Hal ini dimaksudkan agar masyarakat tidak merasa tertipu oleh sajian-sajian ikaln yang “bumbastis” yang hanya menjual produk tetapi tidak terbukti kebenarannya.

Televisi menyajikan barbagai macam informasi. Informasi tidak mengalir secara harfiah. Kenyataannya, informasi sendiri tiada bergerak yang sesungguhnya terlihat adalah penyampaian suatu pesan, interpretasi penyampaian dan penciptaan penyampaian pesan itu sendiri.

Tampilan iklan-iklan pada media televisi berlomba-lomba menarik simpati para pemirsanya dengan berbagai variasi. Salah satunya adalah tampilan iklan yang mengandung unsur pornografi.

Unsur pornografi menjadikan televisi sebagai media yang selalu mengikuti trend dengan menampilkan isi iklan yang berbau pornografi, dimana kalimat-kalimat dan foto-foto yang digunakan mengarahkan pikiran


(18)

pemirsa ke arah yang negatif dengan mengeksploitasi imajinasi seksual pemirsa bahkan seringkali unsur pornografi yang dimasukkan ke dalam sebuah iklan tidak sesuai dengan maksud dan tujuan dari pengiklan itu sendiri. Selain itu kedua unsur tersebut yaitu unsur pornografi juga bertentangan dengan etika dan moral budaya di Indonesia.

Fenomena pornografi di dalam iklan di media massa, khsusnya pada televisi inilah yang membuat peneliti tertarik untuk meneliti simbol-simbol yang ditonjolkan dalam iklan televisi. Iklan yang diambil adalah iklan Gerry O Donut

Pemilihan iklan Gery O’Donuts sebagai objek penelitian karena di dalam iklan tersebut unsur pornografinya sangat jelas terlihat. Dan penayangan iklan yang tidak pada jam malam, membuat orang tua harus mendampingi putra-putrinya untuk melihat iklan tersebut.

Di dalam iklan tersebut terdapat berbagai macam model pria dan wanita. Namun yang benar-benar di tonjolkan dalam iklan tersebut adalah dua model pria dan satu model wanita. Memuat eksploitasi seksualitas berupa adegan yang menampilkan 2 (dua) remaja yang ingin berciuman dan klasifikasi serta jam tayang yang tidak layak.


(19)

Teks pornografi yang dipaparkan oleh iklan tersebut juga bersifat sangat subyektif sehingga peneliti akan menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan semiologi untuk mencari makna yang terkandung di dalam iklan Gery O’Donuts versi “Bulat Bulat ingat Gery O’Donuts”.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pemaknaan iklan produk televisi Gery

O’Donuts.

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan diatas, maka tujuan diadakan penelitian ini adalah untuk mengetahui makna iklan produk televisi Gery O’Donuts.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis

a. Untuk memberikan sumbangan pemikiran pada ilmu komunikasi khususnya pada studi semiotika tentang analisis iklan televisi.

b. Menjadi bahan informasi untuk dimanfaatkan dan dipertimbangkan dalam penelitian lebih lanjut.


(20)

a. Dari hasil yang diharapkan, dapat memberi pertimbangan dan masukan pada bidang periklanan, sehingga dapat menjadi kerangka acuan bagi produsen agar semakin kreatif dan bagi konsumen agar dapat lebih aktif memaknai suatu iklan.

b. Menambah reverensi bagi mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi UPN ”Veteren” jawa Timur, khususnya mengenai studi semiotika tentang analisis iklan di televisi.


(21)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori 2.1.1 Iklan

2.1.1.1. Definisi Iklan

Iklan adalah bentuk komunikasi tidak langsung, yang didasari pada informasi tentang keunggulan atau keuntungan suatu produk, yang disusun sedemikian rupa sehingga menimbulkan rasa menyenangkan yang akan

merubah pikiran seseorang untuk melakukan pembelian. AMA (American

Marketing Association) mendefinisikan iklan sebagai berikut :

“Semua bentuk bayaran untuk mempresentasikan dan mempromosikan ide, barang atau jasa secara non personal oleh sponsor yang jelas. Sedangkan yang dimaksud periklanan adalah seluruh proses yang meliputi persiapan, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan iklan” (Tjiptono, 2001:226).

Sedangkan definisi periklanan menurut Institusi Periklanan Inggris adalah periklanan merupakan pesan-pesan penjualan yang paling persuasif yang di arahkan kepada konsumen yang paling potensial atas produk barang atau jasa tertentu dengan biaya yang paling ekonomis” (Jefkins, Frank : 1997).


(22)

Definisi standar dari periklanan menurut Sutisna mengandung enam elemen yaitu :

1. Periklanan adalah bentuk komunikasi yang dibayar, walaupun beberapa

bentuk periklanan seperti iklan layanan masyarakat, biasanya

menggunakan ruang khusus yang gratis atau walaupun harus membayar tapi dengan jumlah yang sedikit.

2. Dalam iklan juga terjadi proses identifikasi sponsor. Iklan bukan hanya

menampilkan pesan mengenai kehebata produk yang ditawarkan, tapi juga sekaligus menyampaikan pesan agar konsumen sadar mengenai perusahaan yang memproduksi produk yang ditawarkan.

3. Periklanan merupakan upaya membujuk dan mempengaruhi konsumen.

4. Periklanan memerlukan elemen media massa sebagai media penyampai

pesan.

5. Periklanan memiliki sifat non personal (bukan pribadi).

6. Audience. Tanpa identifikasi audience yang jelas, pesan yang disampaikan dalam iklan tidak akan efektif (Sutisna, 2003:275-276).

Dari berbagai definisi diatas dapat disimpulkan bahwa periklanan

merupakan bentuk komunikasi non personal yang dibayar dari sponsor yang

terindetifikasi yang menggunakan media massa untuk membujuk atau

mempengaruhi audience sasaran. Pembuatan program periklanan harus selalu


(23)

membuat lima keputusan utama dalam pembuatan program periklanan, yang disebut lima (Kotler 2000:578).

1. Mission (misi) : Apakah tujuan periklanan ?

2. Money (uang) : Berapa banyak yang dapat dibelanjakan ? 3. Messsage (pesan) : Pesan apa yang harus disampaikan ? 4. Media (media) : Media yang akan digunakan ?

5. Measurement (pengukuran) : Bagaimana mengevaluasi hasilnya ?

2.1.1.2. Manfaat Dan Fungsi Iklan

Kasali menyebutkan ada beberapa manfaat iklan, antara lain :

1. Iklan memperluas alternatif bagi konsumen.

2. Iklan membantu produsen menimbulkan kepercayaan bagi konsumennya.

3. Iklan membuat orang kenal, ingat dan percaya. (Kasali, 1995:16)

Seiring dengan menjamurnya penawaran-penawaran produk melalui berbagai media maka konsumen juga dipermudah dalam memilih produk sesuai dengan apa yang diinginkan dan dibutuhkan. Konsumen juga dengan mudah dapat membandingkan dan memilih produk mana yang lebih baik. Melalui iklan penyampaian pesan dalam penjualan produk akan efektif. Jika sebelumnya produsen menjual produknya dengan cara bertatap muka secara terbatas oleh ruang dan waktu melalui iklan produsen, dapat mempromosikan produknya mengenai manfaat, memperlihatkan fisik produk, harga dan sebagainya di berbagai media.


(24)

Terlebih lagi jika dalam tayangan iklan tersebut ditampilkan tokoh

yang sudah dikenal oleh public, sehingga public akan semakin percaya kepada

perusahaan. Dari tayangan iklan juga konsumen akan mengenal, meningkat dan mempercayai produk yang akhirnya pada perusahaan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menayangkan iklan dengan frekuensi berulang-ulang, sehingga konsumen akan cepat mengenal, selalu ingat dan percaya pada produk.

(Wright, dkk, 1978) mengatakan, dalam periklanan mencangkup beberapa fungsi, antara lain :

1. Fungsi pemasaran.

2. Fungsi komunikasi.

3. Fungsi pendidikan.

4. Fungsi ekonomi.

5. Fungsi sosial.

6. Fungsi yang ditinjau dari segi komunikator dan komunikasi. (Wright

dalam Liliweri, 1992:52).

Fungsi pemasaran dalam periklanan merupakan fungsi untuk memenuhi permintaan para pemakai ataupun pembeli terhadap barang ataupun jasa serta gagasan yang diperlukannya. Melihat fungsi komunikasi dalam periklanan, semua bentuk iklan memang mengkomunikasikan melalui media berbagai pesan dari komunikator kepada komunikan yang terdiri atas sekelompok orang yang menjadi khalayaknya. Pada umumnya orang belajar


(25)

sesuatu dari iklan yang dibacanya, ditonton dan didengarnya hal tersebut yang menjadikan periklanan memiliki fungsi pendidikan.

Selain itu iklan mengakibatkan orang semakin tahu tentang produk tertentu, pelayanan jasa maupun kebutuhan serta memperluas ide yang

mendatangkan keuntungan financial, tentunya hal ini pula yang menyebabkan

dalam periklanan mencangkup fungsi ekonomi. Sifat manusia yang ingin terus maju dan menjadi lebih baik dalam iklan juga memiliki fungsi sosial yang membantu menggerakan sesuatu perubahan standar hidup yang ditentukan oleh kebutuhan manusia di seluruh dunia. Jika fungsi periklanan ditinjau dari segi komunikator dan komunikan terdiri dari menambah frekuensi penggunaanya, menambah frekuensi penggantian benda yang sama, menambah volume pembelian dari barang atau jasa yang dianjurkan, menambah dan memperluas musim penggunaan barang atau jasa.

2.1.1.3. Tujuan Kegiatan Periklanan

Tujuan periklanan dapat digolongkan menurut sasarannya. Menurut (Kotler, 2002:659), mengatakan bahwasannya iklan itu untuk membujuk,

menginformasikan, atau mengingatkan. Periklanan informatve biasanya

dilakukan secara besar-besaran pada tahap awal suatu jenis produk.

Tujuannya adalah membentuk permintaan pertama. Periklanan persuasive

penting dilakukan pada tahap kompetitif tujuannya adalah membentuk


(26)

Beberapa periklanan persuasive telah beralih ke jenis periklanan

perbandingan (Comparative Advertising), yang berusaha untuk membentuk

keunggulan suatu merek melalui perbandingan atribut spesifik dengan satu atau beberapa merek lain di jenis produk yang sama. Iklan pengingat sangat penting untuk produk yang sudah mapan. Bentuk iklan ini adalah iklan

penguat (Reinforcement Advertising), yang bertujuan meyakinkan pembeli.

2.1.1.4. Strategi Kreatif Pesan Iklan

Strategi kreatif pesan iklan diuraikan oleh Durianto, Sugiarto, Widjaja

dan Supratikno (2003:25-30) dengan menjawab pertanyaan “How to Say?”,

yaitu:

1. Directed Creativity

Ada 14 teknik visual untuk membuat naskah iklan yang dramatis:

a. Spokes Person

Suatu teknik dimana seseorang langsung berhadapan dengan kamera yang menampilkan pandangan atau pendapatnya tentang suatu produk kepada pemirsa televisi.

b. Testimonial

Teknik ini menggunakan artis untuk memberikan kesaksiannya setelah menggunakan suatu produk.


(27)

c. Demonstrasi

Periklanan yang memakai teknik ini menggambarkan dengan jelas bagaimana suatu produk bekerja.

d. Close-ups

Teknik ini membuat gambar menjadi lebih hidup. Contohnya adalah

foto-foto gambar makanan yang ada di restoran-restoran,

menggambarkan kelezatan makanan yang ada dalam foto tersebut, sehingga terlihat lebih indah dan lebih menyentuh jika dibandingkan dengan aslinya.

e. Story line

Iklan yang menggunakan teknik ini dibuat dalam bentuk cerita yang pendek untuk menggambarkan merek yang di iklankan.

f. Direct Product Comparison

Teknik ini langsung membandingkan merek suatu produk dengan merek pesaingnya. Di Indonesia, teknik ini tidak bisa dibandingkan langsung antara dua merek yang sedang bertarung di pasaran. Biasanya, pemasar menyiasatinya dengan membuat perbandingan tidak langsung, seperti dengan menutup merek dari pesaing yang akan dibandingkan.

g. Humor

Banyak iklan yang menggunakan teknik humor karena biasanya lebih diingat oleh konsumen.


(28)

h. Slice of Life

Iklan dengan teknik ini menggambarkan penggalan kehidupan sehari-hari yang dimulai dengan adanya masalah, pemecahan masalah, dan

diakhiri dengan happy ending.

i. Customer Interview

Iklan dengan teknik ini berisi wawancara langsung dengan konsumen yang telah mengkonsumsi produk yang telah di iklankan. Biasanya konsumen akan menceritakan pengalaman dan pendapatnya tentang produk tersebut.

j. Vignettesa andSituations

Dalam iklan dengan teknik ini digambarkan seseorang yang sedang menikmati suatu produk diiringi dengan iringan musik.

k. Animation

Iklan yang menggunakan teknik animasi biasanya ditujukan kepada konsumen anak-anak.

l. Stop Motion

Jika teknik story line berisi sebuah cerita pendek, maka stop motion

berisi rangkaian cerita bersambung.

m. Rotoscope

Teknik ini menggabungkan animasi dengan gambar nyata.

n. Combination


(29)

2. Brand Name Exposure

Brand name exposure terdiri dari individual brand name dan company brand name. Brand name exposure dianggap penting karena bertujuan

untuk mendapatkan brand awareness. Bila terlalu mementingkan

kreativitas iklan dan mengabaikan brand name exposure maka akan

mengalami kegagalan karena konsumen hanya mengingat kreativitas iklannya (misal, slogannya saja) tanpa mengingat mereknya.

3. Positive Uniquness

Iklan yang efektif harus mampu menciptakan asosiasi yang positif. Jangan sampai setelah melihat iklan, konsumen justru memiliki asosiasi yang salah atau bahkan melenceng. Pertama-tama iklan harus efektif, kemudian kreatif, karena akan sia-sia bila iklan dibuat sekreatif mungkin namun tidak efektif mencapai konsumen sasarannya.

4. Selectivity

Berkaitan dengan:

a. Message sources, yaitu pembawa pesan / product endorser yang

terbagi menjadi: expertise (ahli), trustworthness (dipercaya), dan

likability (disukai). Karakter product endorser harus disesuaikan dengan jenis produk yang akan diiklankan.

b. Message structure


(30)

1. Conclusion maksudnya: apakah perusahaan yang akan membuat kesimpulan sendiri atau menyerahkan langsung kepada konsumen untuk menarik kesimpulan.

2. Argumentation, maksudnya: menjelaskan argumen yang

mendukung pesan perusahaan. Umumnya, jenis iklan argumentasi

hanya one side, artinya mendukung dengan argumentasi yang baik.

Tetapi, ada juga yang mendukung dengan two side, artinya

mendukung sisi yang baik.

3. Climax, maksudnya: apakah suatu iklan akan menampilkan

klimaks di depan atau di akhir iklan. Pada umumnya, iklan yang banyak dibuat memunculkan klimaks di akhir.

c. Message content

Isi pesan dalam iklan biasanya terdiri dari: 1. Rational, untuk industry goods.

2. Emotional, untuk consumer goods. 3. Moral, untuk iklan layanan masyarakat.

2.1.2 Periklanan sebagai Bentuk Komunikasi Massa

Menurut Harold Lasswell, unsur-unsur komunikasi massa terdiri dari sumber (source), pesan (message), saluran (channel), penerima (receiver), dan efek (effect) (S-M-C-R-E). Sumber disini tidak lain adalah pengiklan itu sendiri atau


(31)

komunikator/orang-orang kreatif di biro iklan. Unsur pesan adalah apa yang dikomunikasikan oleh sumber pengiklan tersebut. Unsur pesan ini memiliki sifat

terbuka untuk umum (publicity), singkat dan simultan (rapid), segera dan sekali pakai

(transient). Unsur saluran menyangkut media yang dipakai untuk menyebarluaskan pesan-pesan (surat kabar, majalah, radio, televisi, dan internet). Unsur penerima adalah khalayak sasaran (mass audience) dari pesan komunikasi massa yang disampaikan melalui media. Sifat-sifat dari khalayak sasaran ini antara lain : luas dan

banyak (large), beragam (heterogen), antara sasaran dengan dengan komunikator

tidak saling kenal (anonim). Untuk itu, dalam strategi pemilihan media iklan dan

strategi kreatif periklanan dikenal tahapan identifikasi dan segmentasi khalayak sasaran untuk membuat pesan dan media yang dipilih menjadi lebih fokus dan spesifik. Unsur efek adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada khalayak sasaran setelah menerima pesan tersebut. Identifikasi efek perubahan dalam tiga kecenderungan perubahan pengetahuan, perubahan sikap, dan perubahan perilaku. Untuk itu, dalam strategi periklanan harus ada upaya-upaya :

a. Merubah pengetahuan baru bagi khalayak, dengan cara menginformasikan

produk baru dan atau kelebihan produk tersebut

b. Merubah sikap khalayak sehingga sasaran menjadi tertarik dan menyukai

c. Merubah perilaku sehingga khalayak sasaran memutuskan untuk membeli

produk yang diiklankan.

Periklanan merupakan salah satu bentuk khusus komunikasi untuk memenuhi fungsi pemasaran. Untuk dapat menjalankan fungsi pemasaran, maka apa yang harus


(32)

dilakukan dalam kegiatan periklanan tentu saja harus lebih dari sekedar memberikan informasi kepada khalayak. Periklanan harus mampu membujuk khalayak ramai agar berperilaku sedemikian rupa sesuai dengan strategi pemasaran perusahaan untuk mencetak penjualan dan keuntungan. Periklanan harus mampu mengarahkan konsumen membeli produk-produk yang oleh departemen pemasaran dirancang sedemikian rupa, sehingga diyakini dapat memenihi kebutuhan dan keinginan pembeli. Singkatnya, periklanan harus dapat mempengaruhi pemilihan dan keputusan pembeli (Jefkins, 1996 : 15).

2.1.3 Iklan Televisi (TVC / television commercial)

Iklan bisa didefinisikan sebagai semua bentuk presentasi non personal yang mempromosikan gagasan, barang dan jasa yang dibiayai pihak sponsor tertentu. Sponsor iklan dalam hal ini tidak terbatas pada perusahaan, namun mencakup semua pihak yang menyebarkan pesannya pada publik sasaran termasuk sekolah, organisasi, amal dan lembaga pemerintahan. Iklan merupakan cara efektif untuk menyebarkan pesan, apakah itu bertujuan membangun preferensi merek atau mengedukasi

masyarakat. Secara garis besar iklan mempunyai 3 tujuan yaitu : (1) iklan informatif,

iklan ini umumnya dianggap sangat penting untuk peluncuran produk baru, dimana

tujuannya adalah merangsang permintaan awal, (2) iklan persuasive, sangat penting

apabila mulai tercipta tahap persaingan, dimana tujuan iklan adalah membangun

preferensi pada merek tertentu, (3) iklan yang bertujuan mengingatkan (remainder


(33)

lanjutan dari iklan pengingat ini adalah reinforcement advertising yang bertujuan meyakinkan konsumen atau calon konsumen bahwa mereka membeli produk yang tepat. Tujuan iklan semestinya merupakan kelanjutan atau turunan dari keputusan

perusahaan sebelumnya tentang pasar sasaran, positioning dan bauran pemasaran.

Selain itu, tujuan iklan harus didasarkan pada analisa mendalam situasi pasar terkini. Jika produknya sudah masuk tahap kedewasaan, perusahaan juga pemimpin pasar, tapi penggunaan mereknya masih rendah, maka tujuan yang lebih tepat adalah

mendorong penggunaan (usage) lebih besar lagi. (Sulaksana, 2005 : 92-93).

Iklan menjadi wacana penting dalam bisnis, terutama dalam proses

membangun merek atau branding. Kegiatan periklanan yang efektif dipandang

mampu mempengaruhi kecenderungan mengkonsumsi dalam masyarakat. Tindakan

mengkonsumsi secara berulang (repeat buying) adalah salah satu tujuan dalam

pemasaran. Iklan yang efektif juga akan mengubah pengetahuan publik mengenai

ketersediaan dan karakteristik sebuah produk (product knowladge), elastisitas

permintaan produk akan sangat dipengaruhi aktivitas periklanan. Iklan televisi atau

TVC sesungguhnya hanyalah bagian kecil dalam proses branding. Masih banyak

elemen-elemen lain dalam mencapai sebuah merek yang kuat dan (diharapkan)

mempunyai brand life cycle yang panjang bahkan abadi. (http://www.makin.co.id)

Dalam membuat iklan yang cerdas, harus kreatif sekaligus menjual artinya

dari segi pendekatan bahasa komunikasinya (visual atau verbal) iklan tersebut

mampu menarik target audience untuk melihat (stopping power), mengerti dan


(34)

tertanam kuat dalam benak konsumen (reminding) tetapi juga mampu menggerakkan

calon konsumen untuk mengambil keputusan (action). (Majalah Cakram edisi khusus

Juni-Juli 2005).

Periklanan dipandang sebagai media yang paling lazim digunakan suatu

perusahaan (khususnya produk konsumsi / consumer goods) untuk mengarahkan

komunikasi yang persuasif pada konsumen. Iklan ditujukan untuk mempengaruhi perasaan, pengetahuan, makna, kepercayaan, sikap dan citra konsumen yang berkaitan dengan suatu produk atau merk. Tujuan ini bermuara pada upaya mempengaruhi perilaku konsumen dalam membeli. Meskipun tidak secara langsung berdampak pada pembelian, iklan menjadi sarana untuk membantu pemasaran yang efektif dalam menjalin komunikasi antara perusahaan ke konsumen dan sebagai upaya perusahaan dalam menghadapi pesaing. Kemampuan ini muncul karena adanya suatu produk yang dihasilkan suatu perusahaan. Bagaimanapun bagusnya suatu produk, jika dirahasiakan dari konsumen maka tidak ada gunanya. Konsumen yang tidak mengetahui keberadaan suatu produk tidak akan menghargai produk tersebut.

Penggunaan televisi dalam mengkampanyekan iklan mempunyai kemampuan dalam membangun citra, iklan televisi mempunyai cakupan, jangkauan dan repetisi yang tinggi dan dapat menampilkan pesan multimedia (suara, gambar, dan animasi) yang dapat mempertajam ingatan. Biaya iklan televisi per tampil relatif murah dibanding iklan di majalah atau koran. Meskipun demikian, biasanya biaya keseluruhan iklan televisi lebih besar dan kurang tersegmentasi. (Suyanto,2005:4-5)


(35)

Penggunaan televisi sebagai media beriklan bukanlah sebuah ruang kosong

yang hampa makna, tetapi merupakan sederet penanda (signifiers) yang membawa

bersama sederet penanda atau makna (signifieds), menyangkut gaya hidup, karakter

manusia, nilai kepemimpinan, hingga wajah realitas sosial masyarakat

(www.kompas.com/kompas mediacetak/0308/17/seni/495655.htm)

Pada dasarnya media televisi bersifat transistory atau hanya sekilas dan

menyampai pesannya dibatasi oleh durasi (jam, menit, detik). Pesan dari televisi

memiliki kelebihan tersendiri tidak hanya didengar tetapi juga dapat dilihat dalam

gambar yang bergerak (audiovisual). Televisi merupakan media yang paling disukai

oleh para pengiklan. Hal tersebut disebabkan keistimewaan televisi yang mempunyai

unsur audio dan visual sehingga para pengiklan percaya bahwa televisi mampu

menambah daya tarik iklan dibanding media lain. Televisi juga diyakini sangat berorientasi mengingatkan khalayak sasaran terhadap pesan yang disampaikan (Kasali, 1992:172).

2.1.4 Strategi Dalam Merancang Iklan Televisi

Pertimbangan dalam strategi merancang iklan televisi adalah cerita atas narasi iklan. Hal ini penting mengingat cerita bisa menjadi daya tarik sebuah iklan. Pada era dimana iklan menjadi komoditas hiburan, maka unsur cerita atau narasi akan semakin kuat. Memang tidak semua pengiklan membuat cerita menjadi kekuatan iklan. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah atribut-atribut dalam iklan seperti logo, warna, slogan,/tagline, suara dan message. Kreatifitas iklan memang benar-benar diuji saat


(36)

semua atribut tersebut bisa ditangkap dengan mudah oleh audiens dan kemudian recall. Strategi yang lain yang perlu diperhatikan adalah melihat perilaku / sikap konsumen atau calon konsumen yang berhubungan dengan iklan tersebut. Dalam experimental merketing, yang perlu diperhatikan adalah melihat perilaku / sikap

konsumen atau calon konsumen pada tahap ini meliputi sense, feel, dan think.

Tujuannya adalah agar audience bisa merespon iklan tersebut. Kemampuan

memberikan rangsangan ini perlu diperhatikan karena bisa membuat konsumen atau

calon konsumen tidak jadi berpindah channel televisinya. Perilaku seseorang

terhadap iklan juga mencakup apa yang terlintas di otak pada saat melihat iklan ditayangkan seperti rasa bangga, rasa percaya, kemegahan dan lain sebagainya. Hal

ini khususnya iklan yang ingin menancapkan image apa yang dipikirkan audience,

pada saat melihat iklan menjadi penting (majalah marketing, hal:34-35,maret 2007) Pertimbangan yang lain dalam strategi dalam merancang iklan televisi harus berdasarkan prinsip-prinsip dasar dengan menggunakan teknik dalam membuat sebuah karya film. Beberapa perimbangan dalam membuat iklan televisi :

1. Memahami penglihatan, suara dan gerakan. Masing-masing tersebut harus

berhubungan dengan persepsi dari pesan yang diinginkan penonton, yaitu membuat kepastian bahwa produk yang di iklankan menampilkan audio yang sesuai dengan gambar yang ditampilkan.

2. Kata yang ditampilkan dalam iklan mengitepretasikan gambar dan


(37)

3. Tampilan iklan televisi umumnya lebih efektif dalam penampilan daripada perkataan. Untuk itu karena kemampuan video untuk berkomunikasi dengan penonton harus lebih menonjol.

4. Sejumlah adegan harus direncanakan secara hati-hati karena jika adegan

terlalu banyak akan membuat penonton bingung.

5. Tampilan iklan televisi harus merupakan acara yang mengalir sehingga

penonton akan mengikuti dengan mudah.

6. Pada dasarnya televisi adalah media yang close-up. Layar televisi umumnya

terlalu kecil untuk mengungkapkan secara rinci adegan dalam iklan. Long

lebih efektif untuk membangun latar belakan tetapi tidak efektif untuk menampilkan keunggulan produk.

7. Waktu yang difungsikan dengan baik. Adegan yang ditampilkan iklan televisi

membutuhkan lebih banyak waktu daripada copy (narasi) oleh pengisi suara

secara langsung. Karena itu, iklan harus banyak menampilkan adegan dibandingkan pembacaan naskah.

8. Menggunakan slogan/tagline sebagai tema dasar, sehingga penonton melihat

dan mendengar keunggulan produk yang diiklankan.

9. Jika memungkinkan iklan dapat menampilkan nama merek dengan

menonjolkan bidikan kamera pada kemasan atau logo untuk membangun identifikasi merek (Suyanto, 2005: 153-154).


(38)

2.1.5 Seksualitas Dalam Media Massa

Seksualitas merupakan hal yang sulit untuk didefinisikan karena menyangkut banyak aspek kehidupan dan diekspresikan dalam bentuk perilaku yang beraneka ragam. Sedangkan kesehatan seksual telah didefinisikan oleh WHO (1975) sebagai “pengintegrasian aspek somatik, emosional, intelektual, dengan cara yang positif, memperkaya dan meningkatkan kepribadian, komunikasi, dan cinta”.

Ternyata kebanyakan orang memahami sexualitas sebatas istilas sex, padahal

antara sex dengan sexualitas merupakan hal yang berbeda. Menurut Zawid (1994),

kata sex sering digunakan dalam dua hal, yaitu: (a) aktivitas sexsual genital, dan (b) sebagai label jender (jenis kelamin).

Sedangkan seksualitas memiliki arti yang lebih luas karena meliputi tentang bagaimana seseoarang merasa tentang diri mereka dan bagaimana mereka mengkomunuksikan perasaan tersebut terhadap orang lain melalui tindakan yang dilakukannya seperti, sentuhan, ciuman, pelukan, senggama, atau melalui perilaku yang lebih halus seperti isyarat gerak tubuh, etiket, berpakaian, dan perbendaharaan kata.

Lebih lanjut Menurut Raharjo yang dikutip oleh Nurhadmo (1999) menjelaskan bahwa seksualitas merupakan suatu konsep, kontruksi sosial terhadap nilai, orientasi, dan aperilaku yang berkaitan dengan seks.


(39)

2.1.5.1. Dimensi seksualitas

Banyaknya variasi seksualitas dan perilaku seksual membutuhkan perspektif yang holistik (menyeluruh). Bagaimanapun seksualitas dan kesehatan seksual memiliki banyak dimensi antara lain: dimensi sosiokultural, agama & etika, psikologis, dan biologis.

a. Dimensi Sosiokultural

Merupakan dimensi yang melihat bagaimana seksualitas muncul dalam relasi antar manusia, bagaimana seseorang menyesuaikan diri dengan tuntutan peran dari lingkungan sosial, serta bagaimana sosialisasi peran dan fungsi seksualitas dalam kehidupan manusia.

Dengan kata laian seksualitas dipengaruhi oleh norma dan peraturan kultural yang menentukan apakah perilaku tersebut diterima atau tidak berdasarkan kultur yang ada. Sehingga keragaman kultural secara global menyebabkan variabilitas yang sangat luas dalam norma seksual dan menghadirkan spektrum tentang keyakinan dan nilai yang luas. Misalnya: perilaku yang diperbolehkan selama pacaran, hal-hal yang dianggap merangsang, tipe aktivitas seksual, sanksi dan larangan dalam perilaku seksual, atau menentukan orang yang boleh dan tidak boleh untuk dinikahi.

Contoh lain tradisi seksual kultural adalah sirkumsisi. Meskipun di AS masih merupakan masalah kontroversial, akan tetapi hampir 80% neonatus laki-laki disana disirkumsisi dengan alasan higienis atau simbol keagamaan dan identitas etnik tertentu. Demikian pula pada wanita, dalam


(40)

budaya beberapa negara sirkumsisi pada wanita merupakan tanda fisik kedewasaan seorang wanita, simbol kontrol sosial terhadap kesenangan seksual dan reproduksi mereka.

Survei definitif dan komprehensif mengenai keyakinan dan praktek seksual di Amerika yang dilakukan oleh para peneliti Universitas Chicago menunjukan bahwa seorang individu dipengaruhi oleh jaringan sosial mereka dan cenderung untuk melakukan apa yang digariskan oleh

lingkungan sosial mereka (Michael et al, 1994). Hal ini diperkuat dengan

hasil penelitian kualitatif mengenai perilaku seksual anak jalanan di stasiun kereta api Lempuyangan Jogjakarta. Lingkungan sosial yang bersifat permisif membuat mereka dengan usia yang sangat muda telah akrab dengan berbagai aktivitas seksual, mulai dari meilhat sampai dengan melakukan hubungan intim. (Purnawan, 2004).

Singkatnya, setiap masyarakat memainkan peran yang sangat kuat dalam membentuk nilai dan sikap seksual, juga dalam membentuk atau menghambat perkembangan dan ekspresi seksual anggotanya. Misalnya bagi bangsa timur, khususnya Indonesia, melakukan hubungan intim (senggama) di luar nikah merupakan sebuah aib walaupun sekarang mulai memudar, akan tetapi bagi masyarakat Barat hal tersebut merupakan hal yang wajar dan biasa terjadi.


(41)

b. Dimensi Agama dan Etik

Seksualitas berkaitan dengan standar pelaksanaan agama dan etik Jika keputusan seksual yang ia buat melawati batas kode etik individu maka akan menimbulkan konflik internal, seperti perasaan bersalah, berdosa dan lain-lain. Spektrum sikap mengenai seksualitas memiliki rentang mulai dari pandangan tradisional (hubungan seks hanya boleh dalam perkawinan) sampai dengan sikap yang memperbolehkan sesuai dengan keyakinan individu tentang perbuatannya.

Akan tetapi meskipun agama memegang peranaan penting, akan tetapi keputusan seksual pada akhirnya diserahkan pada individu, sehingga sering timbul pelanggaran etik atau agama. Seperti yang dikemukakan Denney & Quadagno (1992) bahwa seseorang dapat menyatakan pada publik bahwa ia meyakini sistem sosial tertentu tetapi berperilaku cukup berbeda secara pribadi. Misalnya: Seseorang meyakini kalau hubungan sex diluar nikah itu tidak diperbolehkan menurut agama atau etika, tapi karena kurang bisa mengendalikan diri, ia tetap melakukan juga.

Michael et al (1994) membagi sikap dan keyakinan individu tentang seksualitas menjadi 3 kategori:

1) Tradisional : keyakinan keagamaan selalu dijadikan pedoman bagi perilaku seksual mereka. Dengan demikian homoseksual, aborsi, dan hubungan seks pranikah dan diluar nikah selalu dianggap sebagai sesuatu yang salah.


(42)

2) Relasional : berkeyakinan bahwa sex harus menjadi bagian dari hubungan saling mencintai, tetapi tidak harus dalam ikatan pernikahan.

3) Rekreasional : menyatakan bahwa kebutuhan seks tidak ada kaitannya dengan cinta.

c. Dimensi biologis

Merupakan dimensi yang berkaitan dengan anatomi dan fungsional organ reproduksi termasuk didalamnya bagaimana menjag kesehatan dan memfungsikan secara optimal.

d. Dimensi psikologis

Seksualitas mengandung perilaku yang dipelajari sejak dini dalam kehidupannya melalui pengamatan terhadap perilaku orang tuanya. Untuk itulah orang tua memiliki pengaruh secara signifikan terhadap seksualitas anak-anaknya. Seringkali bagimana seseorang memandang diri mereka sebagai mahluk seksual berhubungan dengan apa yang telah orang tua tunjukan tentang tubuh dan tindakan mereka.

Menurut Deney & Quadagno hasil penelitian menunjukan kecenderungan orang tua memperlakukan anak perempuan dan laki-laki secara berbeda, mendekorasi kamar secara berbeda, dan demikian pula respon terhadap tindakan mereka.

Orang tua juga akan memberikan penghargaan terhadap anak lak-laki yang melakukan eksplorasi dan mandiri, sedangjan anak perempuan


(43)

sering didorong untuk menjadi penolong dan meminta bantuan. Lebih lanjut orang tua cenderung mempertegas permaian sesuai dengan jenis kelamin

pada anak-anak prasekolah mereka. Kesimpulannya orang tua

memperlakukan anaknya sesuai dengan jender.

2.1.5.2. Identitas seksual a. Identitas biologis

Perbedaan biologis antara pria dan wanita ditentukan pada masa konsepsi. Janin perempuan menerima kromosom X (satu dari setiap orang tuanya), sedangkan janin laki laki menerima satu kromosom X dari ibunya dan satu kromosom Y dari ayahnya.

Walaupun awalnya genitalia janin belum bisa dibedakan, tetapi pada saat hormon seks mulai mempengaruhi janin, genitalia membentuk karakteristik pria atau wanita. Pada saat pubertas wanita mengalami putaran siklus menstruasi dan karakteristik seks skunder. Sedangkan pada anak laki-laki mengalami pembentukan sperma dan karakteristik seks skunder pria.

b. Identitas Jender

Jender adalah suatu ciri yang melekat pada kaum lelaki maupun perempuan yang dikonstruksikan secara sosial maupun kultural (Faqih, 1996). Sedangkan Identitas Jender merupakan rasa menjadi feminin atau maskulin.

Dimana segera setelah bayi lahir orang tua dan komunitasnya akan memberikan label sebagai perempuan atau laki-laki. Kemudian orang dewasa


(44)

akan memperlakukan secara berbeda antara bayi laki-laki dengan perempuan. Pola interaksi yang berbeda inilah yang kemudian mempengaruhi bayi mengembangkan rasa identitas jendernya.

Pada usia tiga tahun, anak-anak sudah menyadari bahwa mereka akan menjadi anak perempuan atau anak-laki-laki. Pengenalan ini merupakan bagian dari perkembangan konsep diri.

c. Peran Jender

Peran jender merupakan cara dimana seseorang bertindak sebagai wanita atau pria. Ternyata faktor lingkungan (orang tua, teman sebaya, media massa dll) bukan satu-stunnya faktor yang membentuk perbedaan perilaku seksual individu, beberapa peneliti berkeyakinan hormon seks yang mempengaruhi perkembangan otak janin, ikut membentuk terbentuknya peran jender tersebut. Sehngga perilaku seksual merupakan hasil kombinasi fakor lingkungan dan biologis.

Selanjutnya faktor kultural juga merupakan elemen penting dalam menentukan peran seks atau jender. Ada kultur yang secara ketat menggambarkan peranaan sebagai feminin atau maskulin (misal: pencari nafkah dan koordinator finansial rumah tangga sebagai peran maskulin; sedangkan pemberi perawatan anak dan memasak adalah peran feminin). Kelompok kultur lain mungkin lebih fleksibel dalam mendefinisikan peran jender mendorong wanita maupun pria untuk menggali berbagai peran atau perilaku tanpa memberikan label tertentu yang berkaitan dengan seks.


(45)

2.1.5.3. Orientasi Seksual

Orientasi seksual merupakan preferensi yang jelas, persisten, dan erotik seseorang untuk jenis kelaminnya atau orang lain. Dengan kata lain orientasi seksual adalah keteratarikan emosional, romatik, seksual, atau rasa sayang yang bertahan lama terhadap orang lain

Orientasi seksual memiliki rentang dari Homoseksual murni sampai dengan Heteroseksual murni termasuk didalamnya Biseksual. Sebagian besar orang termasuk heteroseksual yang memiliki ketertarikan hanya dengan lawan jenis. Sedangkan sebagian kecil termasuk homoseksual atau biseksual.

Homoseksual merupakan orang yang mengalami ketertarikan emosional, romantik, seksual, atau rasa sayang pada sejenis, sedangkan biseksual merasa nyaman melakukan hubungan seksual dengan kedua jenis kelamin. Kaum homoseksual disebut gay (bila laki-laki) atau lesbian (perempuan).

Rentang ini memberikan model konseptual tentang orientasi seksual dalam masyarakat dan komplesitas perilaku manusia. Sehingga ada kemungkinan individu mempunyai perasaan erotik yang ditujukan pada seseorang dengan jenis kelamin yang sama tanpa melakukan aksi terhadap perasaan itu.

Gaya hidup gay atau lesbian sangat dipengaruhi oleh bagaimana mereka memutuskan untuk merahasiakan atau terbuka tentang orientasi seksualnya. Hal ini berkaitan dengan proses penghargaan diri, penerimaan diri, dan keterbukaan diri. Melihat kenyataan diatas maka bukan sesuatu yang benar jika kemudian


(46)

pria gay selalu berkelakuan agak feminin atau memiliki keinginan menjadi

seorang wanita, atau sebaliknya wanita lesbian tidak mesti maskulin atau

memiliki keinginan untuk jadi pria. Sebagian besar dari mereka merasa puas dengan jender dan peran sosial mereka, dan hanya memiliki keinginan untuk bersama dengan anggota jenis kelamin mereka sendiri

2.1.5.4. Variasi dalam expresi seksual

Transeksual adalah orang yang identitas seksual atau jender nya berlawanan dengan sex biologisnya. Seorang pria mungkin berfikir tentang dirinya sebagai seorang wanita dalam tubuh pria, atau seorang wanita mungkin menggambarkan dirinya sebagai pria yang terperangkap dalam tubuh wanita. Perasaan ’terperangkap’ ini disebut juga dengan ’disforia jender’.

Transvetit biasanya adalah pria heteroseksual secara periodik berpakaian seperti wanita untuk pemuasan pikologis dan seksual. Sikap ini bersifat sangat pribadi bahkan bagi orang yang terdekat sekalipun.

2.1.6 Konsep Makna

Para ahli mengakui, istilah makna (meaning) memang merupakan kata dan

istilah yang membingungkan. Dalam bukunya The Meaning of Meaning, Ogden dan

Richards telah mengumpulkan tidak kurang dari 22 batasan mengenai makna. Bentuk

makna diperhitungkan sebagai istilah, sebab bentuk ini mempunyai konsep dalam bidang ilmu tertentu, yakni dalam bidang linguistic dalam penjelasan Umberto Ecco,


(47)

makna dari sebuah wahana tanda (sign-vehicle) adalah satuan cultural yang diperagakan oleh wahana-wahana tanda yang lainnya serta dengan begitu secara semantic mempertunjukkan pula ketidaktergantungannya pada wahana tanda yang sebelumnya.

Makna, merupakan konsep yang abstrak yang telah menarik perhatian para ahli filsafat daripada teoritis ilmu sosial selama 2000 tahun silam. Semenjak Plato

mengkonseptualisasikan makna manusia sebagai salinan “ultrarealitas”, para pemikir

besar telah sering mempergunakan konsep itu dengan penafsiran yang sangat luas merentang sejak pengungkapan mental dari Locke sampai respons yang dikeluarkan dari Skinner. “Tetapi, kata Jerold Katz (dalam Fiser) setiap usaha untuk memberikan jawaban yang langsung telah gagal. Beberapa, seperti misalnya jawaban Plato telah terbukti terlalu samar dan spekulatif. Yang lainnya memberikan jawaban yang salah.

Dari mana datangnya makna? Makna ada dalam diri manusia, “kata Devito. Menurutnya, makna tidak terletak pada kata-kata melainkan pada manusia. “kata, “ lanjut Devito, menggunakan kata-kata yang mendekati makna yang kita ingin komunikasikan. Tetapi kata-kata ini tidak secara sempurna dan lengkap menggambarkan makan yang dimaksudkan.

Demikian pula makna yang didapat dari pendengar dari pesan-pesan, akan sangat berbeda dengan makna yang ingin kita gunakan untuk memproduksi di benak pendengar, apa yang ada dalam benak kita. Reproduksi ini hanyalah sebuah proses parsial dan selalu bisa salah.


(48)

Ada tiga hal yang dijelaskan para filusuf dan linguis sehubungan dengan usaha menjelaskan istilah makna. Ketiga hal itu, yakni : (1) Menjelaskan makna secara ilmiah, (2) mendeskripsikan kalimat secara alamiah, (3) menjelaskan makna dalam proses komunikasi (Muhajir, dalam Sobur, 2003 : 256)

Menurut Muhajir, terjemah merupakan upaya mengemukakan materi atau subtansi yang sama dengan media berbeda, media tersebut mungkin berupa bahasa yang satu ke bahasa yang lain, dari verbal ke gambar dan sebagainya. Pada penafsiran setiap berpegang materi yang ada, dicari latar belakangnya, konteks agar dapat dikemukakan konsep atau gagasannya lebih jelas. Eksplorasi lebih menekankan pada kemampuan daya pikir manusia untuk menangkap hal di balik yang tersajikan. Sedangkam memberi makna merupakan upaya yang lebih jauh dari penafsiran yang mempunyai kesejajaran dengan eksplorasi. Pemaknaan lebih menuntut pada kemampuan intregative manusia, indrawinya, daya pemikirannya dan akal budinya. Materi yang disajikan seperti juga eksplorasi dilihat tidak lebih dari tanda-tanda atau indikator bagi sesuatu yang lebih jauh. Hanya saja eksplorasi terbatas dalam arti empirik, logic sedangkan dalam pemaknaan dapat menjangkau yang etik maupun transendental (Sobur, 2003 : 256).

Ada beberapa pandangan yang menjelaskan teori atau konsep makna. Model proses makna Johnson dalam Devito (1997 : 123-125) sebagai berikut :

a. Makna dalam diri manusia. Makna tidak terletak pada kata-kata melainkan pada

manusia. Kita menggunakan kata-kata untuk mendekati makna yang ingin kita komunikasikan, tetapi kata-kata ini tidak secara sempurna dan lengkap


(49)

menggambarkan makna yang kita maksudkan. Komunikasi adalah proses yang kita gunakan untuk mereproduksi, dibenak pendengar, apa yang ada di benak kita. Reproduksi ini hanyalah sebuah proses parsial dan selalu bisa salah.

b. Makna berubah. Kata-kata relatif statis, banyak dari kata-kata yang kita gunakan

200 atau 300 tahun lalu. Tetapi makna dari kata-kata ini terus berubah dan khususnya terjadi pada dimensi emosional makna.

c. Makna membutuhkan acuan. Walaupun tidak semua komunikasi mengacu pada

dunia nyata, komunikasi hanya masuk akal bilamana ia mempunyai kaitan dengan dunia atau lingkungan eksternal.

d. Penyitaan yang berlebihan akan mengubah makna. Berkaitan erat dengan gagasan

yang timbul akibat penyingkatan yang berlebihan tanpa mengkaitkan dengan acuan yang diamati. Bila kita berbicara tentang cerita, persahabatan, kebahagiaan, kejahatan dan konsep-konsep yang lain yang serupa tanpa mengkaitkannya dengan sesuatu yang spesifik, kita tidak akan bisa berbagi makna dengan lawan bicara.

e. Makna tidak terbatas jumlahnya. Pada suatu tertentu, jumlah kata dalam suatu

bahasa terbatas, tetapi maknnya tidak terbatas. Karena itu kebanyakan kita mempunyai banyak makna. Ini bisa menimbulkan masalah bila sebuah kata diartikan secara berbeda oleh dua orang yang sedang berkomunikasi.

f. Makna yang dikomunikasikan hanya sebagian. Makna yang kita peroleh dari

suatu kejadian bersifat multi aspek dan sangat kompleks, tetapi hanya sebagian saja dari makna-makna ini yang benar-benar dapat dijelaskan. Banyak dari makna


(50)

tersebut yang tetap tinggal dalam benak kita. Karenanya pemaknaan yang sebenarnya mungkin juga merupakan tujuan yang ingin kita capai tetap tidak pernah tercapai (Sobur, 2003 : 285-259).

2.1.7 Semiotika

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda dan makna (Sobur, 2006:15). Sebuah tanda menunjuk pada sesuatu selain dirinya sendiri yang mewakili barang atau sesuatu yang lain itu, dan sebuah makna merupakan penghubung antara suatu objek dengan suatu tanda (Hartoko dan Rahmanto,

1986:131 ). Kata “semiotika” itu sendiri berasal dari bahasa Yunani ‘semeion’ yang

berarti “tanda” (Sudjiman dan Van Zoest, 1996:vii) atau ‘seme’ yang berarti ‘penafsir

tanda’ (Cobley dan Jansz, 1999:4). Semiotika berakar dari studi klasik dan skolastik atau seni logika, retorika, dan poetika (Kurniawan, 2001:49). ‘Tanda’ pada masa itu masih bermakna sesuatu hal yng menunjuk pada adanya hal lain.

John Fiske memperkenalkan konsep the codes of television atau kode- kode

televise. Dalam konsep tersebut menunjukkan kode yang digunakan dan muncul pada sebuah tayangan televisi dan bagaimana kode- kode tersebut saling berhubungan dalam membentuk sebuah makna. Menurut Fiske, sebuah kode tidak ada begitu saja. Namun sebuah kode dipahami secara komunal oleh komunitas


(51)

penggunanya. Lebih lanjut mengenai teori ini, kode digunakan sebagai penghubung antara produser, teks dan penonton.

Menurut teori ini pula, sebuah realitas tidaklah muncul begitu saja melalui kode-kode yang timbul. Namun juga diolah melalui pengindraan serta referensi yang telah dimiliki oleh pemirsa. Dalam artian, sebuah kode akan dipersepsi secara berbeda oleh orang yang berbeda pula.


(52)

Teori yang dikemukakan John Fiske dalam The Codes of Television (Fiske, 1987) menyatakan bahwa peristiwa yang telah dinyatakan telah diencode oleh kode- kode social adalah sebagai berikut :

1. Level Realitas

Level ini menjelaskan suatu peristiwa yang dikonstruksikan sebagai realitas oleh media, yang berhubungan dengan kode- kode social antara lain :

Penampilan (appearance), kostum (dress), riasan (make up), lingkungan

(environment), kelakuan (behavior), dialog (speech), gerakan (gesture),

ekspresi (expression), dan suara (sound).

2. Level Representasi

Di sini kita menggunakan perangkat secara teknis. Dalam bahasa tulis, alat tulis itu adalah kata, kalimat atau proposisi, grafik, dan sebagainya. Level ini

berhubungan dengan kode- kode social antara lain: kamera (camera),

pencahayaan (lightning), perevisian (editing), music (music), dan suara

(sound).

3. Level Ideologi

Bagaimana kode- kode representasi dihubungkan dan diorganisasikan ke dalam koherensi social, seperti kelas social atau kepercayaan dominan yang ada di dalam masyarakat seperti individualism, patriarki, ras, kelas, materialisme, kapitalisme, dan lain sebagainya. Menurut Fiske, ketika kita


(53)

melakukan representasi tidak bisa dihindari kemungkinan menggunakan ideology tersebut.

2.1.7.1. Respon Psikologi warna

Warna merupakan simbol yang menjadi penandaan dalam suatu hal. Warna juga dianggap sebagai satu fenomena psikologi. Respon psikologi dari masing-masing warna :

1. Merah : Power, energi, kehangatan, cinta, nafsu, agresif, bahaya. Merah jika

dikombinasikan dengan putih, akan mempunyai arti “Bahagia” di budaya oriental, menggairahkan, merangsang, melindungi.

2. Biru : Kepercayaan, konservatif, keamanan, teknologi, kebersihan,

keteraturan.

3. Hijau : Alami, sehat, keberuntungan, pembaharuan.

4. Kuning : Optimis, Harapan, filosofi, ketidakjujuran, pengecut (untuk budaya

Barat), pengkhianat.

5. Ungu/Jingga: Spiritual, misteri, kebangsawanan, transformasi, kekasaran,

keangkuhan.

6. Orange : Energi, keseimbangan, kehangatan.

7. Coklat : Tanah/Bumi, Reliability, comfort, daya tahan.

8. Abu-abu : Intelektual, Masa depan (kaya warna millennium), keserdehanaan,


(54)

9. Putih: Kesucian, kebersihan, ketepatan, ketidakbersalahan, kematian,

ketakutan, kesedihan, keanggunan (

http://www.toekangweb.or.id/07-tips-bentukwarna1.html)

2.1.7.2 Tipe-tipe Shot pada Kamera

Pada pembuatan video, film dan industri televisi kita akan mengenal beberapa tipe-tipe pengambilan gambar agar hasil yang dicapai nantinya optimal sesuai dengan keinginan.

Bagi yang pengen mendalami dunia videografi tentunya harus memahami teknik ini. Barangkali kita sudah sering melakukan teknik yang sudah benar, tetapi taukah nama dari teknik pengambilan tersebut ? Saya akan sharing sedikit mengenai istilah-istilah dalam pengambilan gambar tersebut.

Ada beberapa istilah yang akan dibahas, sbb :

Teknik ini adalah teknik mengambil gambar sangat jauh dari subyek yang mungkin tidak akan kelihatan dengan jelas. Teknik ini bertujuan untuk menunjukan lingkungan disekitar subjek dan dirancang untuk menunjukan pendengar di mana tempat tindakan diambil. EWS juga disebut dengan istilah extra long shot or extreme long show.

VWS (Very Wide Shot)

Teknik ini sudah mengambil lebih dekat dengan lingkungan disekitar subjek. Subjek akan terlihat berada di lingkungan seperti apa. Teknik ini juga bisa


(55)

memfokuskan pada satu objek seperti jendela atau berada dibagian apa dalam lingkunganya.

WS (Wide Shot)

Teknik ini mengambil subyek dalam bingkai yang penuh. Kita mengambil dari gambar kaki subjek dan juga mengambil pada bagian kepala hampir pada bagian atas frame. Teknik ini sungguh sulit untuk dikerjakan, karena dari awal sampai akhir harus selalu mengikuti pergerakan subjek. Kalo tidak kita akan mendapatkan gambar yang terpotong dari subjek.

MS (Mid Shot)

Teknik pengambilan ini bertujuan untuk menunjukan subyek lebih detail, dan juga bisa menunjukan emosi yang ditampulkan oleh subjek. Teknik ini banyak digunakan pada penyampaian berita televisi oleh presenter, wartawan yang akan mewawancara sehingga subjek dengan leluasa mengeluarkan expresinya, seperti gerak tangan, dll.

MCU (Medium Close Up)

Teknik yang mengambil gambar dari dada sampai atas kepala untuk menunjukan ekspresi wajah lebih jelas.

CU (Close Up)

Teknik mengambil gambar hanya pada bagian wajah (close up). Teknik ini lebih menonjolkan pada ekspresi wajah dari subjek. Close-up juga dapat digunakan sebagai teknik cut-in. Dengan teknik ini penonton dapat menggambar atau merasakan bahwa pribadinyalah yang menjadi sebagai subjek.


(56)

ECU (Extreme Close Up)

Pengambilan gambar dengan teknik ini akan menunjukkan secara detil ekspresi dari subjek, seperti linangan air mata dan luapan kegembiraan terpancarkan dari wajah atau mata subjek.

CA (Cutaway)

Teknik yang mengambil pergerakan dan reaksi dari sekitar subjek atau menekankan sesuatu milik dari subjek, contoh gambar kucing adalah objek dari pemiliknya.

Cut-In

Hampir mirip dengan Cutaway, bedanya hanya menjelaskan bagian dari subejk secara lebih jelas, contoh pengambilan tangan yang menunjukan berupa luapan emosi, grogi, takut, dll.

Two-Shot

Ini merupakan variasi pengambilan gambar. Pada saat interview atau wawancara bisa dilakukan pengambilan presenter dan subjek atau hanya presenter saja dan juga hanya subjek saja yang akan di ambil. Dengan teknik ini bisa membuat suasana wawancara menjadi lebih hidup dan tidak terjadi kekosongan objek disekitarnya.


(57)

Teknik ini merupakan teknik pengambilan subjek dari sisi belakang orang lain. Pengambilan gambar dilakukan dengan memotong frame dari belakang telinga sekitar 1/3 dari lebar frame dan orang yang diambil harus menduduki kira-kira 2/3 dari lebar frame. Subjek yang diambil harus terlihat dengan jelas dan usahakan juga bahunya terambil.

Noddy Shot

Sering digunakan pada wawancara, penonton akan terlihat mendengarkan dan berinteraksi dengan subjek.

Weather Shot

Teknik yang mengambil suasana dari cuaca hari ini, biasanya akan mengambil paling sedikit 2/3 dari frame untuk ditampilkan. Cara ini menunjukan bagaimana cuara yang sedang terjadi pada saat program acara dilakukan, seperti olahraga.

2.1.8 Representasi

Representasi merupakan tindakan yang menghadirkan sesuatu lewat sesuatu yang lain di luar dirinya, biasanya berupa tanda atau symbol.(Piliang, Yasraf amir, 2006:24).

Representasi adalah proses dan hasil yang memberi makna khusus pada tanda.


(58)

ideologis dan abstrak mendapat bentuk abstraknya. Representasi juga berarti sebuah konsep yang digunakan dalam proses sosial pemaknaan melalui system penandaan yang tersedia:dialog, tulisan, video, film, fotografi, dsb. Secara ringkas, representasi adalah produksi makna melalui bahasa. (http: Ada empat komponen dasar dalam industri media yang mengemas pesan dan produk):

1. Khalayak yang memperoleh pesan dan menkonsumsi produk

2. Pesan atau produk itu sendiri

3. Teknologi yang selalu berubah, yang membentuk baik industri maupun

bagaimana pesan tersebut dikomunikasikan.

4. Dan penampakan akhir dari produk tersebut.

Menurut Struat Hall (1977) representasi adalah salah satu praktek penting yang memproduksi kebudayaan. Kebudayaan merupakan konsep yang sangat luas, kebudayaan menyangkut pengalaman berbagi. Seseorang dikatakan berasal dari kebudayaan yang sama jika manusia-manusia yang ada di situ membagi pengalaman yang sama, membagi kode-kode kebudayaan yang sama, berbicara dalam bahasanya yang sama dan saling berbagi konsep-konsep yang sama.

Bahasa adalah medium yang menjadi perantara kita dalam memahami sesuatu, memprooduksi dan mengubah makna. Bahasa mampu melakukan semua ini karena ia beroperasi sebagai sistem representasi lewat bahasa (simbol-simbol dalam tanda tertulis, lisan atau gambar) kita mengungkapkan pikiran, konsep dan ide-ide tentang sesuatu, makna sesuatu tergantung dari cara kita merepresentasikannya.


(59)

Dengan mengamati kata-kata dan image yang kita gunakan dalam merepresentasikan sesuatu atau bisa terlihat jelas nilai-nilai yang kita berikan pada sesuatu tersebut.

Untuk menjelaskan bagaimana representasi makna lewat bahasa bekerja, kita bisa memaknai representasi. Pertama adalah pendekatan reflektif. Di sini bahasa berfungsi sebagai cermin yang merefleksikan makna yang sebenarnya dari segala sesuatu yang ada di dunia. Kedua, pendekatan intensional di mana kita menggunakan bahasa untuk mengkomuinikasikan sesuatu sesuai dengan cara pandang kita terhadap sesuatu. Sedangkan yang ketiga, adalah pendekatan konstruksionis, pendekatan ini kita percaya bahwa kita mengkonstruksi makna lewat bahasa yang kita pakai.

Bagi Struart Hall, ada dua proses representasi. Pertama mental yaitu konsep tentang sesuatu yang ada di kepala kita masing-masing (peta konseptual). Representasi mental ini masih berbentuk sesuatu yang abstrak. Kedua bahasa berperan penting pada proses konstruksi makna. Konsep abstrak yang ada dalam kepala kita harus diterjemahkan dalam bahasa yang lazim, supaya kita dapat menghubungkan konsep dan ide-ide kita tentang sesuatu dengan tanda dan simbol-simbol tertentu.

Proses pertama memungkinkan kita untuk memaknai dini dengan mengkonstruksi seperangkat rantai korespondensi antara sesuatundengan sistem peta konseptual kita. Dalam proses kedua kita mengkonstruksi seperangkat rantai korespondensi antara peta konseptual dengan bahasa atau simbol yang berfungsi


(60)

dalam bahasa atau simbol adalah jantung dari produksi makna lewat bahasa. Proses yang menghubungkan ketiga elemen ini secara bersama-sama itulah yang dinamakan representasi. (Juliastuti, 2000: http// kunci.or.id/ teks/ 04rep2.htm)

Konsep representasi pada penelitian ini merujuk pada pengertian tentang bagaimana seseorang, sebuah kelompok atau sebuah gagasan ditujukan dalam media massa (Eriyanto, 2001:113).

2.2 Kerangka Berpikir

Iklan televisi sebagai agen pencipta dunia imaji telah menjadi media ampuh bagi perusahaan dalam mempromosikan produk. Agar tampak di mata pemirsa televis, maka sudah menjadi rahasia umum jika dibutuhkan talent atau endorser berikut segala macam bentuk atau imagi yang diciptakan sebagai penyampai pesan. Tanpa kehadirannya, mustahil sebuah iklan televisi akan memperoleh perhatian pemirsa.

Dalam penelitian ini , peneliti melakukan pemaknaan mendalam mengenai makna pesan komunikasi yang disampaikan dalam iklan Gerry O Donut” dilakukan dengan pendekatan analisis semiotik John Fiske yang membagi film (iklan) menjadi tiga level utama yaitu pada realitas, level representasi, dan level ideologi. Serta analisis semiologi dari Roland Barthes dalam proses pemaknaan tataran kedua (second-order of signification) melalui petanda dan penanta serta dengan menggunakan kode pembacaan yang terdiri dari lima kode. Kelima kode tersebut


(61)

meliputi, kode Kode Hermenutik atau kode teka-teki, kode Semik, kode kultural,

kode Paretik, kode Simbolik dalam - gambar dalam iklan Gerry O Donut” di televisi

sehingga di dapat pemaknaan menyeluruh dari tampilan iklan tersebut.

Adapun hasil kerangka berpikir diatas digambarkan dalam bentuk bagan :

Gambar 2.1

Bagan kerangka berpikir penelitian tentang pemaknaan iklan Gerry O Donut Iklan Gerry O

Donut

Analisis semiologi John Fiske melalui tiga tingkatan dalam proses pemaknaan tataran kedua

melalui penanda dan petanda dalam tiap scene

Iklan Gerry O Donuts

Hasil pemaknaan Iklan Gerry O Donut


(62)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Penelitian ini mempresentasikan penggambaran iklan televisi komersial. Metode penelitian diskriptif dengan menggunakan pendekatan semiologi John Fiske untuk mengetahui pemaknaan secara meneyeluruh iklan Gery O’Donuts di televisi dimana proses pembentukan makna oleh semiotika bersifat intensional dan memiliki motivasi.

3.2 Kerangka Konseptual 3.2.1 Corpus


(63)

Corpus merupakan sekumpulan bahan terbatas yang ditentukan pada perkembangannnya oleh analisa dengan semacam kesemenaan, bersifat sehomogen mungkin (Kurniawan, 2001 : 70). Sifat yang homogeny ini diperlukan untuk member harapan yang beralasan bahwa unsur-unsurnya dapat dianalisis sebagai keseluruhan tetapi sebagai analisis, corpus itu bersifat terbuka pada konteks yang beraneka ragam sehingga memungkinkan untuk memahami banyak aspek dari sebuah teks yang dapat ditangkap atau dasar suatu analisis yang bertolak dari unsur tertentu yang terpisah dan berdiri sendiri dari teks yang bersangkutan. Corpus adalah kata lain dari sampel, bertujuan tetapi khusus digunakan untuk analisis wacana. Pada penelitian kualitatif ini memberikan peluang yang besar bagi dibuatnya interpretasi-interpretasi alternatif. Corpus penilitian ini adalah tiap potongan scene iklan Gery O’Donuts.

3.3 Unit analisis

Unit analisis dalam penelitian ini adalah semua tanda-tanda dalam komposisi

visual (setting, wardrobe, property, slogan / tagline, camera angel, sound / suara, dll)

yang terdapat dalam iklan Gery O’Donuts yang kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan pendekatan semiologi John Fiske dalam shot-shot gambar dalam iklan Gery O’Donuts” di televisi sehingga di dapat pemaknaan memnyeluruh dari tampilan iklan tersebut.


(64)

Pengumpulan data dalam penelitian ini dalah dengan cara mengamati iklan Gery O’Donuts di televisi secara langsung merekam dalam bentuk digital, kemudian

mengcapture berdasarkan shot perpindahan pengambilan gambar dalam iklan

tersebut. adalah suatu bagian dari rangkaian gambar yang begitu panjang yang hanya direkam dengan satu take saja. Data yang terkumpul disebut data primer dan selanjutnya dianalisis berdasarkan semiotik John Fiske. Data dari penelitian ini kemudian digunakan untuk mengetahui bagaimana makna iklan Gery O’Donuts.

3.5 Teknik Analisis Data

Metode yang digunakan sebagai pendekatan dalam menganalisis data penelitian ini adalah analisis semiotik John Fiske yang membagi film (iklan) menjadi beberepa level utama yaitu pada level realitas, level representasi dan level ideologi.

Sehingga peneliti dapat menginterpretasikan semua unsur atau elemen (talent,

setting, wardrobe, adegan, slogan / tagline, camera angel, sound / suara , dll) kemudian dilanjutkan dengan analisis semiologi John Fiske yang terdapat pada iklan Gerry O Donut di televisi dan menyimpulkan berbagai makna dan dari tampilan

visulisasi tersebut dalam beberapa scene dan beberapa shot potongan-potongan visual


(65)

PEMAKNAAN IKLAN GERY O’DONUTS

(Studi Semiologi Iklan Gery Versi ”Bulat-Bulat Ingat

Gery O’Donuts” di Televisi)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar

Sarjana pada FISIP UPN : “Veteran” Jawa Timur


(66)

OLEH :

ADITYA SETIADI

0543010025

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

SURABAYA 2010

Judul Penelitian : PEMAKNAAN IKLAN GERRY O DONUTS

(Studi Semiologi Iklan Gerry Versi Bulat-Bulat Ingat Gerry O Donuts di Televisi)

Nama Mahasiswa : ADITYA SETIADI

NPM : 0543010025

Jurusan : Ilmu Komunikasi


(67)

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Lisan

Menyetujui Pembimbing Utama

Drs. Saifuddin Zuhri, MSi NPT. 3 7006 94 0035 1

Mengetahui,

Ketua Progdi Ilmu Komunikasi

Juwito, S.Sos, M.Si NPT : 3 6704 95 0036 1

Judul Penelitian : PEMAKNAAN IKLAN GERRY O DONUTS (Studi Semiologi Iklan Gerry Versi Bulat Bulat Ingat Gerry O Donuts di Televisi)

Nama Mahasiswa : ADITYA SETIADI

NPM : 0543010025

Jurusan : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik


(1)

sisi eskploitasi seksualitas, hal ini dibuktikan dengan kedua talent memposisikan tubuh dan bentuk bibir pasangan tersebut yang membentuk seperti huruf “O” yang bulat, seperti orang yang akan berciuman.

  Petanda wardrobe yang dikenakan pria mengenakan kaos berwarna putih dan oranye ditutupi dengan syal yang berwarna oranye dan juga memakai topi perpaduan warna oranye dan hitam. Sedangkan pada wanita kaos tanpa lengan berwarna putih ditutupi dengan jaket tanpa lengan berwarna oranye. Atribut pada penonton lainnya juga tidak berbeda di domiasi warna oranye dan juga warna putih walaupun tidak sedominan warna oranye. Wardrobe sepasang pria dan wanita tersebut serta para penonton lainnya di sesuaikan dengan warna produk Gery O’Donuts yang dominan berwarna oranye.

Sudut pengambilan gambar dan pencahayaan merupakan elemen-elemen iklan yang disertakan sebagai rangkaian tanda yang membentuk makna. Teks atau tulisan yang terdapat pada iklan ini merupakan penguat dari apa yang sebenarnya disajikan. Petanda nonverbal dalam iklan ini yaitu berupa tingkah laku yang dilakukan oleh dua pemeran utama dalam iklan tersebut yang menunjukkan eksploitas seksualitas.

Dalam ideologinya dikaitkan dengan seksualitas dimensi sosiokultural, iklan tersebut menganut ideology liberal dimana kebebasan adalah segala- galanya. Ideologi liberal kebanyakan digunakan dalanm budaya barat, dimana berciuman di depan umum merupakan suatu hal yang lazim. Namun, dalam Sosiokultural adat budaya timur, sesungguhnya berciuman di depan umum merupakan suatu aib / hal yang tercela. Eksploitas seksualitas ini sangat


(2)

bertentangan sekali dengan budaya Timur yang sesungguhnya. Namun iklan ini sebenarnya ingin menampilakan visualisasi yang mengandung pesan agar bila mengingat sesuatu yang bulat akan ingat Gery O Donuts.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis peneliti mengenai pemaknaan iklan Gery O Donuts di televisi dengan pendekatan John Fiske maka dapat disimpulkan:

1. Dalam visualisasi Iklan Gary O Donuts dengan versi “Bulat-Bulat Ingat Gary O Donuts di televisi secara keseluruhan mengandung unsure eksploitasi seksualitas. Hal ini dapat dilihat dalam Iklan Gary O Donuts dengan versi “Bulat-Bulat Ingat Gary O Donuts visualisasinya adalah seorang pria dan wanita yang benar-benar di tonjolkan seksualitasnya dalam iklan tersebut. Pada iklan ini menunjukkan sisi eskploitasi seksualitas, hal ini dibuktikan dengan kedua talent memposisikan tubuh dan bentuk bibir pasangan tersebut yang membentuk seperti huruf “O” yang bulat, seperti orang yang akan berciuman

2. Eksploitas seksualitas ini setelah dikaji oleh peneliti dengan melakukan pemaknaan mendalam mengenai makna pesan komunikasi yang disampaikan dalam iklan tersebut yang dilakukan dengan pendekatan analisis semiotik John Fiske yang membagi film (iklan) menjadi beberapa level utama yaitu pada realitas, level representasi dan level Ideologi.


(4)

5.2 Saran

1. Dalam memproduksi sebuah iklan televisi menggunakan strategi apapun dalam penyampaian pesannya diharapkan agar lebih peka dalam menggunakan tanda, lambang dan simbolisasi dalam memaknai sebuah produk. Berdasarkan analisis yang dilakukan dalam iklan Gery O Donuts di televisi telah dikaji dalam penelitian ini. Peneliti menyarankan sebaiknya bagi pengiklan tidak mengembangkan konsep iklan yang memuat unsur eksploitasi seksualitas dalam tampilannya karena setelah dianalisis memiliki ancaman yang cukup serius terhadap moral setiap khalayak yang menyaksikannya dan generasi penerus bangsa pada umumnya seperti hasarat meniru apa yang dilihatnya dari media, jika upaya untuk memenuhi hasrat seksual tidak dilandasi oleh bekal moral yang memadai maka akan muncul berbagai tindak kriminalitas.

2. Penelitian yang dilakukan pada semiotik Iklan Gary O Donuts dengan versi “Bulat-Bulat Ingat Gary O Donutsdi televisi tidak menutup kemungkinan untuk melakukan penelitian lanjut guna memperbaiki kekurangan yang mungkin ditemui agar dapat memberikan masukkan dan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu komunikasi pada umumnya.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Burton, Graeme. 2000. Membincangkan Televisi. Yogyakarta : Jalasutra

Fiske, John. 2006. Cultural and Communication Studies. Yogyakarta : Jalasutra Jefkins, Frank. 1997. Periklanan. Jakarta, Erlangga

Kasali, Ronald. 1992. Manajemen Periklanan Jakarta. Anem kosong Anem

Kurniawan, Junaedhi. 1991. Ensiklopedi Para Indonesia, Jakarta : Gramedia Pustaka

Tama

Mulyana, Deddy. 2004.Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : Rosdakarya Piliang, Yasraf Amir. 2006. Dunia yang Dilipat”Tamsya melampai batas – batas kebudayaan”. Yogyakarta : Jalasutra

Sardar, Ziaudin 2005. Seri mengenal dan Memahami Cultural Studies. Batam Centre

: Scientitific Press

Sobur, Alex, 2003. Semiotika Komunikasi, Bandung PT. Rosdakarya

Sulaksana, Uyung, 2005. Intergrated Marketing Communications, Yogyakarta, Pustaka Pelajar

Suyanto, M, 2005. Strategi Perancangan Iklan televisi Perusahaan Top Dunia,Yogyakarta, Andi

NON BUKU

Ensiklopedi nasional indonesia, 1989, jakarta : Cipta Adi Pustaka Majalah marketing/MARET/ 2007

Majalah Cakram edisi khusus Juni-Juli 2005

Seri Pustaka pers Indonesia, 2000. Debat besar Merumuskan PORNOGRAFI, Bandung : harian Umum Pikiran Rakyat Bandung


(6)

INTERNET

http://www.makin.co.id

http://www.desaingrafisindonesia.com/31/05/2008/20:31

http://jurnalrona.files.wordpress.com/semiotikroland_barthes/31/05/2008/20:36 http://puslit.petra.ac.id/journalis/desaign31/05/2008/20:36

http://www.toekangweb.or.id/07-tips-bentukwarna1.html Russel, 2000, Pornography, www.mediawatch.com

www.kompas.com/kompas mediacetak/0308/17/seni/495655.htm