1
BAB 1 PENDAHULUAN
Pada bab ini akan menjelaskan mengenai latar belakang, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, definisi operasional, dan spesifikasi produk yang dikembangkan.
1.1 Latar Belakang Penelitian
Undang-undang SISDIKNAS No. 20 tahun 2003 menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi- potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara Undang-undang No. 20 Tahun, 2003: 1.
Pendidikan adalah usaha terencana untuk mencapai pembelajaran yang dapat membuat peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya Sanjaya, 2006: 2.
Dari beberapa pernyataan di atas dapat ditarik kesimpulan pendidikan adalah usaha untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan melalui proses
pembelajaran yang dilakukan. Proses pembelajaran membutuhkan kemampuan berpikir yang logis karena
menggabungkan beberapa kegiatan belajar secara beriringan. Salah satu pelajaran yang menuntut kemampuan berpikir siswa secara logis adalah mata pelajaran
matematika. Matematika menjadi salah satu mata pelajaran yang dimasukkan
2 dalam kurikulum sekolah karena 1 matematika adalah cabang ilmu pengetahuan
eksak dan terorganisir secara sistematik, 2 matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi, 3 matematika adalah pengetahuan tentang
penalaran logik dan berhubungan dengan bilangan, 4 matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah ruang dan bentuk, 5
matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik, dan 6 matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat soedjadi, 1999:
11. Seorang guru matematika harus berusaha untuk mengurangi sifat abstrak dari objek matematika sehingga memudahkan siswa menangkap pelajaran matematika
di sekolah. Guru harus mengusahakan agar fakta, konsep, operasi ataupun prinsip dalam matematika itu terlihat konkret. Di jenjang sekolah dasar, sifat konkret
objek matematika diusahakan lebih banyak atau lebih besar dari pada di jenjang sekolah yang lebih tinggi Soedjadi, 1999: 41-42.
Tahap perkembangan kognitif anak menurut Piaget, siswa usia sekolah dasar berada pada tahap operasional konkret yaitu usia 7 sampai 11 tahun.
Tahapan operasional konkret siswa cenderung mudah dalam memahami sesuatu yang menggunakan benda nyata Suparno, 2001: 70. Cara berpikir anak-anak
dalam tahapan ini tidak lagi didominasi oleh persepsi, tetapi anak-anak dapat menggunakan pengalaman mereka sebagai acuan. Oleh sebab itu pendidik harus
dapat memilih atau menggunakan metode dan media pembelajaran yang sesuai dengan tahap perkembangan anak yaitu konkret.
Pembelajaran matematika seharusnya sesuai dengan tujuan pendidikan matematika yaitu mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan
3 keadaan di dalam kehidupan dan dunia yang selalu berkembang serta
mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari Soedjadi, 1999: 41-42. Pembelajaran
matematika juga perlu disesuaikan dengan tahap perkembangan anak SD yaitu operasional konkret sehingga siswa merasa tertarik dan mampu mengikuti proses
kegiatan pembelajaran dengan aktif. Permasalahan yang terjadi dalam pendidikan di Indonesia saat ini adalah
rendahnya mutu pendidikan di Indonesia, karena berbagai faktor. Faktor tersebut antara lain, kurangnya fasilitas pendukung pendidikan, kurangnya pembelajaran
yang berkualitas, rendahnya motivasi dalam pembelajaran, kurangnya inovasi dalam pembelajaran, dan lain sebagainya. Hal tersebut dibuktikan oleh sebuah
organisasi dalam naungan Organization Economic Cooperation an Development OECD yang bernama Program for International Student Assesment PISA.
PISA telah mengadakan sebuah survei mengenai sistem pendidikan dan kemampuan dari siswa sekolah yang diadakan tiap 3 tahun sekali. Survei
dilakukan dalam bentuk ujian yang meliputi matematika, membaca, dan ilmu pengetahuan ilmiah Sains. Pada hasil PISA tahun 2009, Indonesia berada pada
peringkat 57 dari 65 negara dengan hasil 383 pada mata pelajaran matematika OECD, 2010: 8. Pada hasil PISA tahun 2012, Indonesia berada pada peringkat
66 dari 67 negara dengan hasil 382 pada mata pelajaran matematika OECD, 2012: 217. Pada tahun 2015, Indonesia kembali mengalami penurunan yakni dari
peringkat 66 menjadi peringkat 69 OECD, 2015. Hasil ini sangat memprihatinkan dan patut menjadi bahan koreksi bagi pemerintah dalam
4 mengambil sebuah kebijakan terutama dalam meningkatkan pembelajaran
matematika di Indonesia. Peneliti juga melakukan wawancara di empat SD daerah Sleman Timur,
yaitu SD Kanisius Eksperimental Mangunan, SD Kanisius Demangan Baru, SD Kanisius Sengkan dan SD Negeri Deresan. Topik wawancara tersebut adalah
kesulitan dan kebutuhan guru dalam mengajar matematika di sekolah dasar. Hasil wawancara menunjukkan bahwa buku ajar pada mata pelajaran matematika yang
membantu guru dalam mewujudkan pembelajaran bersifat konkret maupun konstekstual masih minim. Berikut ini adalah salah satu kutipan wawancara yang
dilakukan oleh peneliti dengan guru kelas III SD yang mengungkapkan bahwa, “Tidak ada buku pelajaran yang salah mbak, hanya saja kurangnya buku dari
pemerintah yang bersifat kontekstual. Misalnya masalah uang, dalam buku yang beredar terdapat mata uang asing yang juga dipelajari oleh anak-anak, padahal
kita hidup di Indonesia hal tersebut terdapat unsur yang kurang tepat dari segi kontekstual karena kita tidak menggunakan mata uang asing tersebut di
Indonesia.” Komunikasi pribadi, 4 Oktober 2016 Guru juga menambahkan bahwa siswa masih kesulitan pada materi belajar
tentang pemecahan permasalahan yang ada di kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan alat ukur panjang dan berat. Guru mengungkapkan bahwa,
“Materi alat ukur panjang dan berat itu cukup sulit bagi anak-anak mbak, karena sebelumnya anak-anak sudah harus paham kegunaan dari masing-masing alat
ukur kemudian cara menggunakannya. Ketika menggunakan alat ukur yang pasti anak-anak harus hafal urutan bilangan, kemudian perkalian maupun pembagian
karena ketika menggunakan alat ukur pasti akan menemukan perbedaan persamaan satuan panjang maupun berat jadi mereka harus menyamakan
satuannya itu, hal itu yang menjadi kesulitan anak-
anak.” Komunikasi pribadi, 4 Oktober 2016.
Oleh karena itu perlu upaya untuk mengatasi masalah pendidikan yang ada
di Indonesia. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan
5 pendekatan yang tepat untuk mata pelajaran matematika. Salah satu pendekatan
pembelajaran yang menekankan pada kebermaknaan ilmu pengetahuan adalah Realistic Mathematic Education RME. RME sudah mulai diterapkan di
Indonesia dengan nama Pendidikan Matematika Realistik Indonesia PMRI. Pendekatan PMRI menekankan pembelajaran matematika yang bermakna dengan
mengaitkan kehidupan nyata sehari-hari yang bersifat realistik serta mengembangkan kemampuan dalam memecahan masalah Muchlis, 2012: 137.
Pendekatan PMRI menumbuhkan suatu kebermaknaan pada pembelajaran melalui pengalaman nyata yang terdapat pada kehidupan sehari-hari Wijaya, 2012: 20.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa PMRI merupakan pendekatan dimana kegiatan belajarnya memberikan pengalaman belajar siswa
untuk mengembangkan kemampuan berpikir dalam memecahkan permasalahan melalui pengalaman yang ada pada kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan paparan di atas, peneliti melakukan pengembangan buku guru dan buku siswa mata pelajaran matematika dengan pendekatan PMRI pada materi
alat ukur panjang dan berat, sehingga penelitian dapat menambah referensi buku guru dan buku siswa yang telah melalui tahap uji coba untuk materi alat ukur
panjang dan berat. Selain menambah referensi buku guru dan buku siswa, yang paling utama adalah buku guru dan buku siswa dapat memfasilitasi siswa belajar
secara realistik untuk materi alat ukur panjang dan berat. Penelitian ini dibatasi pada pengembangan buku guru dan buku siswa kelas
III di SD Kanisius Eksperimental Mangunan Yogyakarta semester gasal tahun ajaran
20162017 dengan
menggunakan pendekakatan
PMRI. Materi
6 pembelajaran matematika dibatasi pada Standar Kompetensi 2. Menggunakan
pengukuran waktu, panjang dan berat dalam pemecahan masalah memilih alat ukur panjang dan berat sesuai dengan fungsinya dan Kompetensi Dasar 2.1
Memilih alat ukur sesuai dengan fungsinya meteran, timbangan, atau jam. Peneliti mengambil responden lima siswa di kelas III. Alasan peneliti memilih
sampel di SD Kanisius Eksperimental Mangunan adalah minimnya buku guru dan buku siswa yang bersifat realistik dan kurang lengkapnya isi buku terutama dalam
materi alat ukur panjang dan berat. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Research and development RD.
1.2 Identifikasi Masalah