Masa Kecil Fatmawati LATAR BELAKANG FATMAWATI BERPERAN SEBAGAI ISTERI

18

BAB II LATAR BELAKANG FATMAWATI BERPERAN SEBAGAI ISTERI

SUKARNO

A. Masa Kecil Fatmawati

Fatmawati adalah putri tunggal pasangan Hassan Din dan Siti Kadijah, yang dilahirkan pada pada hari senin siang, 15 Februari 1923 di Pasar Padang, Bengkulu. Pada waktu melahirkan Fatmawati, tiada terkira penderitaan yang dialami oleh Siti khadijah, oleh karena itu dia memutuskan untuk tidak memiliki anak lagi. Sesaat setelah kelahiran Fatmawati, dua nama kemudian dipersiapkan yaitu Fatmawati dan Siti Jubaidah. Namun setelah diundi, nama Fatmawati itulah yang akhirnya dipilih. 25 Seiring berjalanya waktu, Fatmawati tumbuh menjadi gadis kecil yang cantik dengan rambut di kepang. Masa kecil Fatmawati penuh dengan keprihatinan, ayahnya Hassan Din berhenti bekerja di perusahaan Borsumij yang lebih mencintai tanah airnya lebih memilih bekerja sebagai aktivis Muhammadiyah. 26 Situasi tersebut membawa dampak penurunan ekonomi keluarga Hassan Din karena di Muhammadiyah tidak memberikannya gaji yang cukup untuk menafkahi keluarganya seperti ketika dia bekerja di Borsumij. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya, Hassan Din 25 Fatmawati, 1978. Fatmawati, Catatan Kecil Bersama Bung Karno. Jakarta: Sinar Harapan. Hal. 18 26 Ibid . Hal. 17 19 mencoba berdagang dan mencoba menjajaki beberapa pekerjaan baru, akan tetapi hal itu tidak segera membawa dampak positif untuk keluarganya. Dalam situasi ekonomi yang serba kekurangan itulah Fatmawati menjalani masa kecilnya. Melihat kesulitan yang dihadapi oleh keluarganya, Fatmawati pun kemudian turut membantu meringankan beban kedua orang tuanya dengan membantu menjajakan kacang bawang yang digoreng oleh ibunya atau menunggui warung kecil di depan rumahnya. Di samping itu walaupun perekonomian keluarganya mengalami kekurangan, tidak menyurutkan Fatmawati untuk belajar di sekolah. Pendidikan yang diperoleh Fatmawati berasal dari pendidikan formal dan non-formal. 27 Pendidikan non-formal berasal dari keluarga. Salah satu fungsi penting keluarga adalah menjadi pusat pendidik budi pekerti karena lingkungan keluargalah yang pertama-tama mempersiapkan anggotanya untuk berprilaku sesuai dengan budaya dan harapan masyarakat di mana individu tersebut berada. Dari mulai hal sederhana yaitu cara makan dan mandi, menerima sesuai dengan tangan kanan, mengucapkan terima kasih jika diberikan sesuatu sampai dengan prilaku yang lebih kompleks sifatnya, seperti mengenal dan mampu menerapkan 27 Jalaluddin. 2002. Teologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. hal.202. Pendidikan formal adalah kegiatan yang sistematis, berstruktur, bertingkat dimulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi dan yang setaraf dengannya; termasuk di dalamnya adalah kegiatan studi yang berorientasi akademis dan umum, program spesialisasi, dan latihan profesional yang dilaksanakan dalam waktu yang terus-menerus. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.Sedangkan pendidikan informal adalah jalur pendidikan yang diperoleh melalui lingkugan keluarga dan lingkungan pergaulan. 20 ajaran dan nilai-nilai sosial dan budaya. 28 Sedangkan dari segi agama adalah anggota keluarga diajarkan bagaimana sholat atau sembahyang dan juga berdo’a dan aturan-aturan yang lainnya sesuai dengan agama yang dianut. Jadi fungsi keluarga adalah sebagai pusat penerusan norma yang mengajarkan supaya anggota keluarganya bisa menyesuaikan dan mengembangkan diri sehingga anggota keluarganya bisa beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya sesuai dengan nilai sosial dan budaya dan agama yang berlaku. Artinya adalah di dalam keluargalah anak yang dilahirkan sebagai mahkluk biologis dipersiapkan untuk pertama kalinya menjadi mahkluk yang berbudaya. Ayah Fatmawati, Hassan Din merupakan tokoh masyarakat yang religius di Bengkulu, mendidik Fatmawati dengan ajaran Islam maka tidak heran jika Fatmawati sedari kecil sudah pandai mengaji dan memanjatkan ayat-ayat suci Al-Quran. Pendidikan formal yang diperoleh Fatmawati adalah pendidikan sekolah dasar di HIS Hollands Inlanche School. Sebelumnya pada saat berumur 6 tahun Fatmawati sekolah di Sekolah Gadang, akan tetapi oleh ayahnya dipindahkan ke HIS karena sistem pengajaran dan mata pelajaran yang diajarkan di HIS jauh lebih baik. Pada saat Fatmawati berumur 15 tahun, karena ketidakadaan biaya, 28 Soerjono Soekanto,. 1982. Sosiologi, Suatu Pengantar. Jakarta: CV. Rajawali. Hal. 89. Nilai sosial adalah segala sesuatu yang dianggap baik dan benar, yang diidam-idamkan masyarakat. Agar nilai-nilai sosial itu dapat tercipta dalam masyarakat, maka perlu diciptakan norma sosial dengan sanksi-sanksi sosial. Nilai sosial merupakan penghargaan yang diberikan masyarakat kepada segala sesuatu yang baik, penting, luhur, pantas, dan mempunyai daya guna fungsional bagi perkembangan dan kebaikan hidup bersama. 21 Fatmawati terpaksa meninggalkan bangku sekolah saat duduk di kelas V HIS. 29 Kondisi kehidupan keluarga yang mengalami krisis keuangan inilah salah satu hal yang menentukan dan mempengaruhi karakter Fatmawati ke depannya dan hal ini kemudian berpengaruh pada kehidupannya setelah berkeluarga khususnya ketika hidup sebagai isteri Sukarno. Setelah tidak bersekolah, hari-hari Fatmawati sering dihabiskan untuk membantu pekerjaan ibunya. Selain itu ia juga aktif berorganisasi sebagai anggota pengurus Nasyiatul Aisyah. Walaupun demikian, keinginan Fatmawati untuk meneruskan sekolah sebenarnya masih ada, akan tetapi karena tidak ada biaya serta tidak ingin membebani ayahnya, Fatmawati lebih memilih tidak memaksakan kehendaknya. Mengenai keinginan bersekolahnya tersebut, Fatmawati pernah mengatakan demikian : “Aku tidak mau dan tidak pernah membebani ayahku untuk membayar uang sekolahku. Aku pasrah kepada Tuhan jadi apa nasibku gerangan dikemudian hari”. 30 Dari petikan kalimat di atas, tercermin bahwa keinginan Fatmawati untuk bersekolah sangat kuat. Hal ini mencerminkan bahwa Fatmawati memiliki kepribadian yang mandiri dan bijaksana. Ia tidak ingin memaksakan kehendaknya bersekolah dan memilih untuk membantu meringankan beban kedua orang tuanya. Watak dan kepribadian Fatmawati yang mandiri dan bijaksana tersebut merupakan hasil dari pengaruh lingkungan dan gen dari kedua orang tuanya. Hal ini sejalan dengan apa yang di katakan oleh Wiliam Stern dengan teori 29 Fatmawati, loc. cit.,hal. 33 30 Fatmawati, ibid., hal. 30 22 konvergensi yang mengatakan bahwa pembentukan kepribadian atau perkembangan individu itu tidak bisa lepas dari pengaruh keturunan atau gen endogen maupun lingkungan eksogen, dimana kedua-duanya memainkan peranan penting dalam membentuk kepribadian seseorang. 31 Teori konvergensi Wiliam Stern tersebut dapat dilihat pada diri Fatmawati yang merupakan seorang putri seorang tokoh Muhammadiyah di Bengkulu yang mendidik Fatmawati sejak masih kecil dengan didikan Islam yang kuat. Selain itu kepekaan Fatmawati terhadap kemiskinan yang dialami oleh keluarganya membuatnya menjadi pribadi yang mandiri dan tegas dalam berprinsip. Kepribadiannya yang mandiri bahkan sudah tampak meskipun usianya masih belia yaitu ketika berusia 7 tahun Fatmawati pergi ke rumah sakit sendiri untuk memeriksakan penyakit yang menyerang kakinya akibat gigitan nyamuk. Karena tidak ingin merepotkan ayah dan ibunya, Fatmawati memberanikan diri untuk pergi sendiri. 32

B. Pertemuan Fatmawati dengan Sukarno