Pengaruh Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Terhadap Daya Beli Konsumen (Studi Kasus di KPP Pratama Cirebon)

(1)

(2)

(3)

(4)

102

Lampiran 16 : Daftar Riwayat Hidup

1.

Data Pribadi

NIM

: 21112242

Nama

: Miftahur Rohman

Tempat/Tgl.Lahir

: Indramayu, 26 Oktober 1994

Agama

: Islam

Jenis Kelamin

: Laki- laki

Status

: Mahasiswa

Fakultas

: Ekonomi

Program Studi

: Akuntansi

Kewarganegaraan

: Indonesia

Alamat

: Jln.Karanganyar 1 No.101 RT/01 RW/01

Ds.Patrol Baru Kec.Patrol Kab.Indramayu.

Telepon

: 08976564242

E-mail

: [email protected]

2.

Riwayat Pendidikan

2001

2006

: SDN Patrol Baru

2006

2009

: MTsN Babakan Ciwaringin Cirebon

2009

2010 : SMAN 1 Kandanghaur Indramayu

2010

2012

: SMAN 1 Anjatan Indramayu

2012

sekarang

: Universitas Komputer Indonesia

(UNIKOM) Bandung

Demikian riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya dalam keadaan

sadar dan tanpa paksaan.


(5)

PENGARUH PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) DAN

PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPNBM)

TERHADAP DAYA BELI KONSUMEN

(Studi Kasus di KPP Pratama Cirebon)

THE INFLUENCE OF VALUE ADDED TAX (VAT) AND

LUXURY SALES TAX TO CONSUMER PRICE INDEX

(Case Study in STO Cirebon)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memenpuh Program Strata 1

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Pada Program Studi Akuntansi

Oleh :

Miftahur Rohman

21112242

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG

2016


(6)

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan penyusunan Skripsi ini tepat pada waktunya. Skripsi ini

merupakan salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Program Studi Akuntansi. Adapun dalam penyusunan Skripsi ini penulis

mengambil judul

Pengaruh Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak

Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) terhadap Daya Beli Konsumen

(Studi Kasus di KPP Pratama Cirebon)

”.

Penulis menyadari bahwa didalam penulisan Skripsi ini tidak lepas dari

kekurangan-kekurangan baik penyajian maupun isinya, hal ini disebabkan masih

terbatasnya kemampuan, pengetahuan, dan pengalaman penulis. Untuk itu

penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dan

mengarah pada peningkatan mutu penulisan Skripsi ini di masa yang akan datang.

Dalam penyusunan Skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan, baik itu

berupa dorongan moril maupun materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada

kesempatan ini, dengan tulus dan dengan segala kerendahan hati penulis

mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :


(7)

iv

1.

Dr. Ir. Eddy Soeryanto Soegoto selaku Rektor Universitas Komputer

Indonesia.

2.

Prof. Dr. Hj. Dwi Kartini, SE, Spec.Lic selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan

Bisnis Universitas Komputer Indonesia.

3.

Dr. Siti Kurnia Rahayu, SE., M.Ak., Ak., CA selaku Ketua Program Studi

Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Komputer Indonesia

dan juga sebagai pembimbing dalam penyusunan Skripsi.

4.

Lilis Puspitawati, S.E., M.Si selaku dosen wali penulis.

5.

Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis.

6.

Bapak Joshua selaku Humas Kanwil DJP Jabar II, Bapak Indra, Bapak Eka,

Bapak Tasinggih, Mas Sagung, dan seluruh staf Kantor Pelayanan Pajak

Pratama Cirebon, terimakasih sudah membantu penulis dalam penulisan

Skripsi ini.

7.

Abi dan Umi, yang senantiasa tulus memberikan dukungan, doa, kasih

sayang, dan perhatian yang tak henti-hentinya mengalir. Atas kemudahan

yang penulis dapatkan khususnya materi yang tak sedikit kalian keluarkan,

tanpa kalian penulis bukan apa-apa.

8.

Hasby Ash-Shiddiqy selaku kaka semoga menjadi panutan bagi

adik-adiknya, terimakasih juga kepada adik tercinta Ahlul Maghfiroh semoga

cepat tumbuh dewasa, dan terimakasih juga teh Hanna atas dukungannya

9.

Keluarga besarku yang telah memberikan dukungan dan doanya.

10.

Yogi, Dadan, Nazar, Filly, Ujang, Yusran, Prima, Fadil, Jaja, Hadi, Dimas,

Puspa, Dea, Vera, Yona, Dena, Lita, Mira, Desi L, Eka, Zahra, Seli, Amira,


(8)

v

Reni, Rayna, Dwi, Ami, Arima, Cintia, DJ, Dince, Uti, Rista, Trya dan

seluruh teman-teman angkatan 2012 khususnya Ak-6.

11.

Ade, Diyah, Desih, Nopi, Nunu, Mas Dikoy, Mas Jungkat, Akbar, Martin,

Azhar, Denda, Arif Bejod, Wicky, Egi, Robi, Billi, Boim, Joko, Panji,

Rizky, Andi, Uce, Syahroni Rontes, Ajis Oblong, Om Bram, Obay, Ibeng

dan semua teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

12.

Dan semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan

satu-persatu dalam penyusunan Skripsi ini.

Harapan penulis semoga apa yang disajikan dalam Skripsi ini dapat

memberikan manfaat yang besar bagi penulis khususnya dan bagi semua pihak

yang membaca pada umumya. Akhir kata penulis panjatkan doa kepada Allah

SWT, semoga amal berupa bantuan, dorongan, dan doa yang telah diberikan

kepada penulis akan mendapat balasan yang berlipat ganda. Amien ya robbal

‘alamin

.

Bandung, Agustus 2016

Penulis

Miftahur Rohman

21112242


(9)

vi

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN

MOTTO

SURAT PERNYATAAN

SURAT KETERANGAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

ABSTRACT

...i

ABSTRAK ...ii

KATA PENGANTAR ...iii

DAFTAR ISI ...vi

DAFTAR TABEL ...ix

DAFTAR GAMBAR ...x

DAFTAR LAMPIRAN ...xi

BAB I : PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Penelitian ...1

1.2

Identifikasi Masalah ...5

1.3

Rumusan Masalah ...6

1.4

Maksud dan Tujuan Penelitian ...6

1.4.1

Maksud Penelitian ...6

1.4.2

Tujuan Penelitian ...6

1.5

Kegunaan Penelitian ...7

1.5.1

Kegunaan Praktis ...7

1.5.2

Kegunaan Akademis ...7

BAB II : KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN

HIPOTESIS

2.1

Kajian Pustaka ...9


(10)

vii

2.1.1.1

Definisi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ...9

2.1.1.2

Karakteristik Pemungutan PPN ...10

2.1.1.3

Subjek PPN ...11

2.1.1.4

Objek PPN ...13

2.1.1.5

Mekanisme Pengenaan PPN ...13

2.1.1.6

Tarif PPN ...14

2.1.2

Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBm) ...14

2.1.2.1 Definisi Pajak Penjualan atas Barang Mewah

(PPnBM) ...14

2.1.2.2

Tujuan Pengenaan PPnBM ...15

2.1.2.3

Objek PPnBM ...15

2.1.2.4

Tarif PPnBM ...16

2.1.3

Daya Beli Konsumen ...19

2.2

Kerangka Pemikiran ...20

2.2.1

Pengaruh Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

terhadap Daya Beli Konsumen ...20

2.2.2

Pengaruh Pengenaan Pajak Penjualan atas Basrang

Mewah (PPnBM) terhadap Daya Beli Konsumen ...22

2.3

Hipotesis ...23

BAB III : METODE PENELITIAN

3.1

Metode Penelitian yang Digunakan ...25

3.2

Operasionalisasi Variabel ...28

3.3

Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data ...33

3.3.1

Sumber Data ...33

3.3.2

Teknik Pengumpulan Data ...33

3.4

Populasi, Sampel dan Tempat serta Waktu Penelitian ...35

3.4.1

Populasi ...35

3.4.2

Sampel ...35

3.4.3

Tempat dan Waktu Penelitian ...37


(11)

viii

3.4.3.2

Waktu Penelitian ...37

3.5

Metode Pengujian Data ...38

3.6

Metode Analisis Data ...42

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1

Hasil Penelitian ...46

4.1.1

Analisis Deskriptif ...46

4.1.1.1

Analisis Deskriptif Pajak Pertambahan Nilai

(PPN) tahun 2011-2013 ...46

4.1.1.2

Analisis Deskriptif Pajak Penjualan atas

Barang Mewah (PPnBM) tahun 2011-2013 ...50

4.1.1.3

Analisis Deskriptif Daya Beli Konsumen

tahun 2011-2013 ...54

4.1.2

Analisis Verikatif ...59

4.1.2.1

Uji Asumsi Klasik ...59

4.1.2.2

Persamaan Regresi Linier Berganda

(

Multiple Regression

) ...64

4.2

Pembahasan ...71

4.2.1

Pengaruh Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap

Daya Beli Konsumen ...74

4.2.2

Pengaruh Pajak Penjualan atas Barang Mewah

(PPnBM) terhadap Daya Beli Konsumen ...76

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

5.1

Kesimpulan ...79

5.2

Saran ...79

DAFTAR PUSTAKA ...81


(12)

ix

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 : Operasionalisasi Variabel ...32

Tabel 3.2 : Waktu Penelitian ...38

Tabel 3.3 : Interpretasi Korelasi ...43

Tabel 4.1 : Gambaran PPN Periode 2011-2013 ...47

Tabel 4.2 : Gambaran PPnBM Periode 2011-2013 ...51

Tabel 4.3 : Gambaran Indeks Harga Konsumen Periode 2011-2013 ...55

Tabel 4.4 : Uji

Kolmogorov Smirnov

...60

Tabel 4.5 : Uji Multikolinearitas ...61

Tabel 4.6 : Hasil Uji Autokorelasi ...64

Tabel 4.7 : Hasil Estimasi Persamaan Regresi ...65

Tabel 4.8 : Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi ...66

Tabel 4.9 : Analisis Korelasi Pajak Pertambahan Nilai dan Daya Beli

Konsumen ...66

Tabel 4.10 Analisis Korelasi Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Daya

Beli Konsumen ...67

Tabel 4.11 : Koefisien Determinasi PPN dan Indeks Harga Konsumen ...68

Tabel 4.12 : Koefisien Determinasi PPnBM dan Indeks Harga Konsumen ...69


(13)

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 : Paradigma Penelitian ...23

Gambar 3.1 : Daerah Penerimaan dan Penolakan Hipotesis ...45

Gambar 4.1 : Gambaran Pajak Pertambahan Nilai Periode 2011-2013 ...49

Gambar 4.2 : Gambaran Pajak Penjualan atas Barang Mewah Periode

2011-2013...53

Gambar 4.3 : Gambaran Indeks Harga Konsumen Periode 2011-2013 ...59

Gambar 4.4 : Uji Heteroskedastisitas ...63

Gambar 4.5 : Penolakan dan Penerimaan Ho Variabel X

1

terhadap Y...70


(14)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 : Output SPSS ...84

Lampiran 2 : Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Penerimaan

Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) pada KPP

Pratama Cirebon tahun 2011-2013 ...88

Lampiran 3 : Indeks Harga Konsumen Kota Cirebon tahun 2011-2013 ...89

Lampiran 4 : Permohonan Mengadakan Penelitian ...90

Lampiran 5 : Balasan Permohonan Mengadakan Penelitian ...91

Lampiran 6 : Berita Acara Bimbingan Usulan Penelitian ...92

Lampiran 7 : Berita Acara Bimbingan Skripsi ...93

Lampiran 8 : Lembar Revisi Sidang Usulan Penelitian Pembimbing ...94

Lampiran 9 : Lembar Revisi Sidang Usulan Penelitian Penguji 1 ...95

Lampiran 10 : Lembar Revisi Sidang Usulan Penelitian Penguji 2 ...96

Lampiran 11 : Lembar Revisi Sidang Skripsi Pembimbing ...97

Lampiran 12 : Lembar Revisi Sidang Skripsi Penguji 1 ...98

Lampiran 13 : Lembar Revisi Sidang Skripsi Penguji 2 ...99

Lampiran 14 : Keterangan Bebas Pinjam Perpustakaan ...100

Lampiran 15 : Bukti Pembayaran Wisuda ...101


(15)

81

DAFTAR PUSTAKA

Agung Mulyo. 2009.

Perpajakan Indonesia Seri PPN, PPnBM, dan PPh Badan,

Teori dan Aplikasi.

Jakarta : Mitra Wacana Media.

Andi Supangat. 2007.

Statistik dalam Kajian Deskriptif, Inferensi dan

Nonparametrik.

Jakarta : Kencana.

Damodar Gujarati. 2003.

Ekonometrika Dasar (Terjemahan : Zein Sumarno).

Jakarta : Erlangga.

Daniel Johan. 2016.

Semakin Banyak Beban, Daya Beli Masyarakat Akan Terus

Merosot.

Melalui

http://aktual.com/semakin-banyak-beban-daya-beli-masyarakat-akan-terus-merosot. Di akses pada tanggal 21 Februari 2016.

Dyah Ayuningtyas Tria Haspari. 2010.

Analisis Pengaruh Pengenaan Pajak

Pertambahan Nilai (

PPN

) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

(PPnBM) terhadap Daya Beli Konsumen pada Barang Elektronika (Studi

Empiris pada Konsumen Barang Elektronika di Wilayah Tangerang

Selatan).

Melalui http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456

789/21203/dyah%2520ayuningtyas%2520tria%2520haspari-feb.pdf.

Di

akses pada tanggal 27 Februari 2016.

Fadilah. 2012.

Analisis Pengaruh Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBm) terhadap Daya Beli

Konsumen pada Barang Elektronika (Studi Empiris pada Konsumen

Barang

Elektronika

di

Glodok

Jakarta

Kota)

.

Melalui

http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/23933/skripsi%f

adilah.pdf. Di akses pada tanggal 27 Februari 2016.

Fandy

Prasetiyo

Wibowo.

2014.

Pengaruh

Penerapan

PMK

No-121/PMK.011/2013 atas Pajak

Pertambahan

Nilai (PPN) dan Pajak

Penjualan Barang Mewah (PPnBm) terhadap Daya Beli Konsumen pada

Barang Elektronika (Studi Empiris konsumen Barang Elektronika di

Wilayah

DKI

Jakarta).

Melalui

http://repository.uinjkt.ac.id/

dspace/bitstream/123456789/28440/fandy%20prasetiyo%20wibowo-feb.pdf. Di akses pada tanggal 27 Februari 2016.

Gema Purwana. 2014.

Selamatkan Daya Beli, Jangan Tunggu Nanti.

Melalui

http://www.kompasiana.com/2014/selamatkan-daya-beli,-jangan-tunggu-nanti_gfdrtrerg876767dfdvvfdg2321. Di akses pada tanggal 20 April

2016.

Goro Ekanto. 2015.

Penghapusan PPnBm Berikan Keadilan Bagi Industri Dalam

Negeri

. Melalui www.kemenkeu.go.id/en/node/46385. Di akses pada

tanggal 19 April 2016.


(16)

82

Haula Rosdiana, Edi Slamet Irianto, dan Titi Muswati Purwanti. 2011.

Teori

Pajak Pertambahan Nilai

. Bogor : Ghalia Indonesia.

Hengki Lata. 2012.

Metode Penelitian.

Bandung : Alfabeta.

Husein Umar. 2011.

Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis.

Jakarta :

RajaGrafindo Persada.

I Nyoman Pujawan. 2003.

Ekonomi Teknik.

Surabaya : Guna Widya.

Imam Ghozali. 2011.

Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.

Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Mankiw, N. Gregory. 2007.

Makroekonomi Edisi 6

. Jakarta : Erlangga.

Mardiasmo. 2011.

Perpajakan

Edisi Revisi

. Yogyakarta : Andi.

Muhamad Kifni. 2013.

Modus Faktur Pajak Fiktif Semakin Marak.

Melalui

https://konsultanpajaksurabaya.com/2011/05/20/modus-faktur-pajak-fiktif-semakin-marak. Di akses pada tanggal 26 Mei 2016.

Noviane, Jullie dan Harijanto. 2015.

Analisis Pengaruh Pajak Pertambahan Nilai

(PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) terhadap

Daya Beli Konsumen Kendaraan Bermotor (Studi Kasus Pada Konsumen

Kendaraan Bermotor Roda Empat dan Roda Dua PT.Hasjrat Abadi

Manado).

Volume 15 No. 05 Tahun 2015.

Raja Abdurrahman. 2014.

Analisis Pengaruh Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBm) terhadap Daya Beli

Konsumen pada Kendaraan Bermotor (Studi Empiris pada Konsumen

Kendaraan Bermotor Roda Empat diwilayah Kota Tanjungpinang)

.

Melalui

http://jurnal.umrah.ac.id/wpcontent/uploads/gravity_forms/

1ec61c9cb232a03a96. Di akses pada tanggal 3 Maret 2016.

Renal Rinoza. 2015.

Setelah Cukai, Kini PPN Dinaikan.

Melalui

www.komunitaskretek.or.id/opini/2015/03/setelah-cukai-kini-ppn-dinaikan. Di akses pada tanggal 19 April 2016.

Samuelson dan Wiliam. 1992.

Makroekonomi Edisi 4

. Jakarta : Erlangga.

Siti Kurnia Rahayu. 2010.

Perpajakan : Teori dan Teknis Perhitungan

.

Yogyakarta : Graha Ilmu.

Siti Resmi. 2012.

Perpajakan : Teori dan Kasus Edisi 6

Buku 1

. Jakarta :

Salemba Empat.

Siti Resmi. 2012.

Perpajakan : Teori dan Kasus Edisi 6

Buku 2

. Jakarta :

Salemba Empat.


(17)

83

Sugiyono. 2010.

Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.

Bandung :

Alfabeta.

Sugiyono. 2011.

Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan, Kuantitatif,

Kualitatif dan R&D).

Bandung : Alfabeta.

Sugiyono. 2012.

Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.

Bandung :

Alfabeta.

Suharsimi Arikunto. 2013.

Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek/RIN.

Jakarta : Bumi Aksara.

Timbul Hanamongan dan Imam Muhklis. 2012.

Dimensi Ekonomi Perpajakan

dalam Pembangungan Ekonomi.

Jakarta : Raih Asa Sukses.

Umi Narimawati. 2010.

Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, Teori

dan Aplikasi.

Bandung : Agung Media.

Undang-Undang Perpajakan Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan

Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

2000.

Undang-Undang Perpajakan Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan

Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

2009.

Waluyo. 2011.

Perpajakan Indonesia. Edisi 10. Buku 1

. Jakarta : Salemba Empat.

Waluyo. 2011.

Perpajakan Indonesia. Edisi 10. Buku 2

. Jakarta : Salemba Empat.

Yudi, Suhadak, dan Ragil. 2014.

Pengaruh Jumlah Wajib Pajak, Jumlah Setoran

Pajak, dan Jumlah Surat Pemberitahuan Masa terhadap Jumlah

Penerimaan Pajak Penghasilan Badan

. Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)

Vol. 10 No. 1 Mei 2014.


(18)

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1

Kajian Pustaka

2.1.1

Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

2.1.1.1

Definisi Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:231) menyatakan bahwa Pajak

Pertambahan Nilai adalah sebagai berikut :

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak atas konsumsi umum

Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak, PPN hanya dikenakan atas

konsumsi Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang dilakukan didalam

Negeri

”.

Sedangkan menurut Waluyo (2011:9) menyatakan bahwa Pajak

Pertambahan Nilai adalah sebagai berikut :

“Pajak Pertambahan Nilai merupakan pajak yang dikenakan atas konsumsi

di dalam negeri (di dalam Daerah Pabean), baik konsumsi barang maupun

konsumsi jasa. Oleh karena itu, barang yang tidak di konsumsi di Daerah

Pabean dikenakan pajak dengan tarif 0%. Sebaliknya, atas barang impor

dikenakan pajak yang sama dengan produksi barang dalam negeri. Sesuai

dengan pertimbangan keadaan ekonomi, sosial dan budaya, tidak semua

jenis barang dan jasa dikenakan pajak

.

Sedangkan menurut Haula Rosdiana, Edi Slamet Irianto, dan Titi Muswati

Purwanti (2011:66) menyatakan bahwa :

Pajak Pertambahan Nilai pada dasarnya merupakan pajak yang dipungut

beberapa kali atas dasar nilai tambah yang timbul pada semua jalur

produksi dan distribusi

.


(19)

10

Berdasarkan teori diatas, maka dapat dikatakan Pajak Pertambahan Nilai

(PPN) adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa

Kena Pajak didalam daerah pabean.

Menurut Agung Mulyo (2009:89) menyatakan bahwa :

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan penyumbang penerimaan

pajak terbesar yang dipungut pada berbagai mata rantai jalur perusahaan,

pertambahan nilai itu sendiri timbul karena dipakainnya faktor-faktor

produksi pada setiap jalur perusahaan dalam menyiapkan, menghasilkan,

menyalurkan dan mempergadangkan barang atau pemberian pelayanan

jasa kepada konsumen

.

2.1.1.2

Karakteristik Pemungutan PPN

Menurut Siti Resmi (2012:2) menyatakan bahwa karakteristik pemungutan

PPN adalah sebagai berikut :

PPN di Indonesia memiliki karakteristik yang tidak dimiliki oleh PPn,

yaitu :

a.

Pajak Tidak Langsung;

Secara ekonomis beban PPN dapat dialihkan kepada pihak lain.

Tanggungjawab pembayaran pajak yang terutang kepada pihak yang

menyerahkan barang atau jasa, sedangkan pihak yang menanggung

beban pajak berada pada penanggung pajak (pihak yang memikul

beban pajak).

b.

Pajak Objektif;

Timbulnya kewajiban pajak di bidang PPN sangat ditentukan oleh

adanya objek pajak, yaitu seperti keadaan, peristiwa, atau perbuatan

hukum yang dapat dikenakan pajak. Jadi, PPN tidak membedakan

tingkat kemampuan konsumen dalam pengenaan pajaknya.

c.

Multistage Tax;

Multystage Tax

mengandung pengertian bahwa PPN dikenakan pada

setiap mata rantai jalur produksi dan jalur distribusi BKP atau JKP.

PPN dikenakan pada setiap proses distribusi BKP atau JKP karena

didasarkan pada digunakannya faktor-faktor produksi pada setiap jalur

perusahaan dalam menyiapkan, menghasilkan, menyalurkan, dan

memperdagangkan barang atau pemberian pelayanan jasa kepada para

konsumen.

d.

Nonkumulatif;

PPN tidak bersifat nonkumulatif meskipun memiliki karakteristik


(20)

11

Masukan. Oleh karena itu PPN yang dibayarkan bukan unsur dari

harga pokok barang atau jasa.

e.

Tarif Tunggal;

PPN di Indonesia hanya mengenal satu jenis tarif, yaitu 10% untuk

penyerahan dalam negeri dan 0% untuk ekspor Barang Kena Pajak.

f.

Credit Method/Invoice Method/Indirect Substraction Method;

Metode ini mengandung pengertian bahwa pajak yang terutang

diperoleh dari hasil pengurangan pajak yang dipungut atau dikenakan

pada saat penyerahan barang atau jasa yang disebut Pajak Keluaran

dengan pajak yang dibayar pada saat pembelian barang atau

penerimaan jasa yang disebut Pajak Masukan.

g.

Pajak atas Konsumsi Dalam Negeri;

Sebagai pajak atas konsumsi dalam negeri maka PPN hanya

dikenakan atas barang atau jasa yang dikonsumsi di dalam daerah

pabean Republik Indonesia. Jadi, PPN tidak berlaku jika barang atau

jasa dikonsumsi diluar wilayah Indonesia.

h.

Consumption Type VAT;

Di lihat dari sisi perlakuan terhadap barang modal, PPN Indonesia

termasuk tipe konsumsi (

consumption type VAT

) artinya seluruh biaya

yang dikeluarkan untuk perolehan barang modal dapat dikurangi dari

dasar pengenaan pajak

.

2.1.1.3

Subjek PPN

Menurut Siti Resmi (2012:5) menyatakan bahwa yang menjadi subjek

PPN adalah sebagai berikut :

PPN merupakan pajak tidak langsung, artinya pajak yang pada akhirnya

dapat dibebankan atau dialihkan kepada orang lain atau pihak ketiga.

Pihak yang mempunyai kewajiban memungut, menyetor, dan melaporkan

PPN terdiri atas :

a.

Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan BKP dan/atau

JKP di dalam Daerah Pabean dan melakukan ekspor BKP

Berwujud/BKP Tidak Berwujud;

Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan

BKP dan/atau penyerahan JKP yang dikenakan pajak berdasarkan

undang-undang PPN dan PPnBM, tidak termasuk pengusaha kecil.

Pengusaha dikatakan sebagai Pengusaha Kena Pajak apabila

melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dengan jumlah peredaran

bruto dan/atau penerimaan bruto melebihi Rp 600.000.000 (enam

ratus juta rupiah) dalam satu tahun. Termasuk Pengusaha Kena Pajak

antara lain :

1)

Pabrikan atau produsen;

2)

Importir dan Indentor;


(21)

12

3)

Pengusaha yang mempunyai hubungan istimewa dengan pabrikan

atau importir;

4)

Agen utama dan penyalur utama pabrikan atau importir;

5)

Pemegang hak paten atau merek dagang BKP;

6)

Pedagang besar (distributor);

7)

Pengusaha yang melakukan hubungan penyerahan barang;

8)

Pedagang eceran (paritel).

b.

Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP;

Pengusaha Kecil adalah pengusaha yang melakukan penyerahan BKP

dan/atau JKP dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan

bruto tidak lebih dari Rp 600.000.000 (enam ratus juta rupiah) dalam

satu tahun. Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai

PKP, selanjutnya wajib melaksanakan kewajiban sebagaimana halnya

PKP.

c.

Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan BKP tidak berwujud

dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;

d.

Orang pribadi atau badan yang melakukan impor barang kena pajak;

e.

Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penjualan barang yang

menurut tujuan semula tidak untuk dijual kembali;

f.

Orang pribadai atau badan yang melakukan pembangunan rumahnya

sendiri dengan persyaratan tertentu;

Orang pribadai atau badan yang melakukan pembangunan rumahnya

sendiri harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

1)

Kegiatan membangun bangunan yang dilakukan dalam kegiatan

usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya

digunakan sendiri atau pihak lain;

2)

Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (c) berupa satu atau

lebih kontraktor teknik yang ditanam atau diletakan secara tetap

pada satu kesatuan tanah dan/atau perairan dengan kriteria :

a)

Konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu

bata dan/atau barang sejenis dan/atau baja;

b)

Diperuntukan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha,

dan;

c)

Luas keseluruhan paling sedikit 300 m2.

g.

Pemungut Pajak yang ditunjuk oleh Pemerintah;

Pemungut Pajak yang ditunjuk oleh Pemerintah terdiri atas Kantor

Perbendaharaan Negara, Bendahara Pemerintah Pusat dan Daerah,

termasuk Bendahara Proyek

.


(22)

13

2.1.1.4

Objek PPN

Menurut Mardiasmo (2011:283) menyatakan bahwa objek PPN adalah

sebagai berikut :

PPN dikenakan atas pertambahan nilai yang terjadi karena :

a.

Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh

Pengusaha Kena Pajak. Syarat-syaratnya adalah :

1)

Barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP;

2)

Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan BKP tidak

berwujud;

3)

Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean;

4)

Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau

pekerjaannya.

b.

Impor BKP;

c.

Penyerahan JKP yang dilakukan di dalam Daerah Pabean oleh

Pengusaha Kena Pajak. Syarat-syaratnya adalah :

1)

Jasa yang diserahkan merupakan JKP;

2)

Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean;

3)

Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau

pekerjaanya.

d.

Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam

Daerah Pabean;

e.

Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;

f.

Ekspor BKP oleh Pengusaha Kena Pajak;

g.

Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan

usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya

digunakan sendiri atau digunakan pihak lain;

h.

Penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut tujuan

semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang PPN

yang dibayar pada saat

perolehannya dapat dikreditkan”.

2.1.1.5

Mekanisme Pengenaan PPN

Menurut Mardiasmo (2011:287) menyatakan bahwa mekanisme

pemungutan PPN adalah sebagai berikut :

Mekanisme pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dapat

digambarkan sebagai berikut :

a.

Pada saat membeli/memperoleh BKP/JKP, akan dipungut PPN oleh

PKP penjual. Bagi pembeli, PPN yang dipungut oleh PKP penjual

tersebut merupakan pembayaran pajak dimuka dan disebut dengan

pajak masukan. Pembeli berhak menerima bukti pemunguan berupa

faktur pajak;


(23)

14

b.

Pada saat menjual/menyerahkan BKP/JKP kepada pihak lain, wajib

memungut PPN. Bagi penjual, PPN tersebut merupakan pajak

keluaran. Sebagai bukti telah memungut PPN, PKP penjual wajib

membuat faktur pajak;

c.

Apabila dalam suatu masa pajak (jangka waktu yang lamanya sama

dengan bulan takwim) jumlah pajak keluaran lebih besar daripada

jumlah pajak masukan, selesihnya harus disetorkan ke kas Negara;

d.

Apabila dalam suatu masa pajak jurnal pajak keluaran lebih kecil

daripada jumlah pajak masukan, selisih dapat direstitusi (diminta

kembali) atau kompensasi ke masa pajak berikutnya;

e.

Pelaporan penghitungan PPN dilakukan setiap masa pajak dengan

menggunakan surat pemberitahuan masa pajak pertambahan nilai

(SPT masa PPN)

.

2.1.1.5

Tarif PPN

Menurut Mardiasmo (2011:287) menyatakan bahwa tarif PPN adalah

sebagai berikut :

“T

arif PPN yang berlaku saat ini adalah 10%, sedangkan tarif PPN sebesar

0% diterapkan atas :

a.

Ekspor BKP berwujud;

b.

Ekspor BKP tidak berwujud, dan;

c.

Ekspor JKP.

Pengenaan tarif 0% tidak berarti pembebasan dari pengenaan Pajak

Pertambahan Nilai. Dengan demikian, pajak masukan yang telah dibayar

untuk memperoleh BKP/JKP yang berkaitan dengan kegiatan tersebut

dapat dikreditkan. Berdasarkan pertimbangan perkembangan ekonomi

dan/atau peningkatan kebutuhan dana untuk pembangunan, pemerintah

diberi wewenang mengubah tarif Pajak Pertambahan Nilai paling rendah

5% dan paling tinggi 15% dengan tetap memakai prinsip tarif tunggal

.

2.1.2

Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)

2.1.2.1

Definisi Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)

Menurut Siti Resmi (2012:103) menyatakan bahwa PPnBM adalah sebagai

berikut :

Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) adalah pajak yang

dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak yang tergolong mewah di

dalam daerah pabean

.


(24)

15

Berdasarkan teori diatas, maka dapat dikatakan Pajak Penjualan atas

Barang Mewah adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak

yang tergolong mewah didalam daerah pabean.

Pengertian Penerimaan Pajak menurut John Hutagaol (2007) adalah :

“Sumber penerimaan yang dapat diperoleh secara terus

-menerus dan dapat

dikembangkan secara optimal sesuai kebutuhan pemerintahan serta kondisi

masyarakat”.

2.1.2.2

Tujuan Pengenaan PPnBM

Menurut Siti Resmi (2012:102) menyatakan bahwa tujuan pengenaan

PPnBM adalah sebagai berikut :

PPnBM dikenakan dengan tujuan untuk keseimbangan pembebanan

pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah dan konsumen yang

berpenghasilan tinggi, pengendalian pola konsumsi atas BKP yang

tergolong mewah, melindungi produsen kecil atau tradisional, dan juga

untuk mengamankan penerimaan negara. Maka atas penyerahan BKP yang

tergolong mewah oleh produsen atau importir, disamping dikenakan PPN

dikenakan juga PPnBM. Batasan suatu barang termasuk BKP yang

tergolong mewah adalah :

a.

Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok;

b.

Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu;

c.

Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat

berpenghasilan tinggi;

d.

Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukan status

.

2.1.2.3

Objek PPnBM

Menurut Siti Resmi (2012:102) menyatakan bahwa yang menjadi objek

PPnBM adalah sebagai berikut :

“Y

ang menjadi obyek Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)

adalah :

a.

Penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang

dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak

yang tergolong mewah tersebut didalam daerah pabean dalam

kegiatan usaha atau pekerjaannya;


(25)

16

b.

Impor Barang K

ena Pajak yang tergolong mewah”.

2.1.2.4

Tarif PPnBM

Menurut Siti Resmi (2012:103) menyatakan bahwa tarif PPnBM adalah

sebgai berikut :

“T

arif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) berdasarkan

Peraturan Pemerintah Nomor 145 Tahun 2000 Tanggal 22 Desember 2000

telah diatur kelompok barang kena pajak tergolong mewah yang dikenakan

Pajak Penjualan atas Barang Mewah selain kendaraan bermotor

ditindaklanjuti dengan Kepmen Nomor (569/KMK 04/2000) yaitu:

a.

Tarif 10%;

1) Kelompok produk kecantikan untuk pemeliharaan kulit, tangan,

kaki,

dan

rambut,

serta

preparat

rias

lainnya,

yang

dikemas/dibotolkan;

2) Kelompok alat rumah tangga, pesawat dingin, pesawat pemanas,

mesin jual barang otomatis termasuk mesin penukar uang, dan

pesawat penerima siaran televisi;

3) Kelompok peralatan dan perlengkapan olahraga;

4) Kelompok mesin pengatur suhu;

5) Kelompok alat perekam atau reproduksi gambar, pesawat penerima

siaran radio;

6) Kelompok alat fotografi, alat sinematografi, dan perlengkapan.

b.

Tarif 20%;

1) Kelompok alat rumah tangga, pesawat pendingin dan pesawat

pemanas selain yang disebut dalam kelompok 1 (10%);

2) Kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen,

kondominium,

town house

, dan sejenisnya;

3) Kelompok pesawat penerima siaran televisi, dan antena serta

reflektor antena, selain yang termasuk dalam kelompok yang

bertarif 10%;

4) Kelompok mesin pengatur suhu udara, mesin cuci piring, mesin

pengering, pesawat elektromagnetik, dan instrumen musik;

5) Kelompok wangi-wangian;

6) Kelompok permadani tertentu selain yang terbuat dari serabut

kelapa (coir), sutera, wol atau bulu hewan halus.

c.

Tarif 30%;

1) Kelompok kapal atau kendaraan lainnya, sampan dan kano, kecuali

untuk keperluan negara dan angkutan umum;

2) Keperluan peralatan dan perlengkapan olahraga, selain yang

termasuk dalam kelompok yang bertarif 10%.

d.

Tarif 40%;

1)

Kelompok minuman tertentu yang mengandung alkohol;

2)

Kelompok barang yang terbuat dari sutera atau wol;


(26)

17

3)

Kelompok permadani tertentu yang terbuat dari sutera atau wol;

4)

Kelompok barang kaca dari timah hitam dari jenis yang digunakan

untuk meja, dapur, rias, kantor, dekorasi dalam ruangan atau

keperluan semacam itu;

5)

Kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat

dari logam mulia atau campuran daripadanya;

6)

Kelompok kapal atau kendaraan air lainnya, selain yang disebut

dalam kelompok 30%, kecuali untuk keperluan negara atau

angkutan umum;

7)

Kelompok balon udara dan balon udara yang dapat dikemudikan,

pesawat udara lainnya tanpa tenaga penggerak;

8)

Kelompok peluru senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk

keperluan negara;

9)

Kelompok jenis alas kaki;

10)

Kelompok barang-barang perabot rumah tangga dan kantor;

11)

Kelompok barang-barang yang terbuat dari porselin, tanah

lempung China atau keramik;

12)

Kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat

dari batu, selain batu jalan dan batu tepi jalan.

e.

Tarif 50%;

1)

Kelompok permadani tertentu yang terbuat dari wol atau bulu

hewan halus;

2)

Kelompok pesawat udara selain yang disebut dalam kelompok

40%, kecuali yang digunakan untuk keperluan negara atau

angkutan udara siaga;

3)

Kelompok peralatan dan perlengkapan olahraga selain yang disebut

dalam tarif 10% dan 30%;

4)

Kelompok senjata api dan senjata api lainya, kecuali untuk

keperluan negara.

f.

Tarif 75%;

1)

Kelompok minuman yang mengandung alkohol selain yang

termasuk dalam tarif 40%;

2)

Kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat

dari batu mulia dan atau mutiara atau campuran dari padanya;

3)

Kelompok kapal pesiar mewah kecuali untuk keperluan negara atau

angkutan umum.

Pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah berdasarkan kelompok

BKP yang tergolong mewah yang berupa kendaraan bermotor sebagai

berikut :

a.

Tarif 10%;

1)

Kendaraan bermotor untuk pengangkutan 10 (sepuluh) sampai

dengan 15 (lima belas) orang termasuk pengemudi, dengan motor

bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan

semua kapasitas isi silinder;


(27)

18

2)

Kendaraan bermotor untuk pengangkutan orang kurang dari 10

orang termasuk pengemudi selain sedan atau

station wagon

dengan

motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel),

dengan sistem 1 gardan penggerak (4X2), dengan kapasitas isi

silinder tidak lebih dari 1500 CC.

b.

Tarif 20%;

1)

Kendaraan bermotor untuk pengangkutan orang kurang dari 10

orang termasuk pengemudi selain sedan dan station wagon dengan

motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel),

dengan sistem 1 gardan penggerak (4X2), dengan kapasitas isi

silinder tidak lebih dari 1500 CC sampai dengan 2500 CC;

2)

Kendaraan bermotor dengan kabin ganda (

double cabin

) dalam

untuk kendaraan bak terbuka atau bak tertutup, dengan penumpang

lebih dari 3 orang termasuk pengemudi dengan motor bakar cetus

api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan sistem 1

gardan penggerak (4X2), atau dengan sistem 2 gardan penggerak

(4X4), dengan semua kapasitas isi silinder, dengan masa total tidak

lebih dari 5 ton.

c.

Tarif 30%;

Kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 orang

termasuk pengemudi, berupa :

1) Kendaraan bermotor sedan/station wagon dengan motor bakar

cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel) dan kendaraan

bermotor angkutan kurang dari 10 orang termasuk pengemudi serta

van dengan kapasitas isi silinder lebih dari 1500 CC;

2) Kendaraan bermotor selain sedan atau station wagon dengan motor

bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan

sistem 2 gardan penggerak (4X4), dengan kapasitas isi silinder

sampai dengan 1500 CC.

d.

Tarif 40%;

Kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 orang

termasuk pengemudi berupa :

1) Kendaraan bermotor selain sedan atau station wagon dengan motor

bakar cetus api, dengan sistem 1 gardan penggerak (4X2), dengan

kapasitas isi silinder lebih dari 2500 CC sampai dengan 3000 CC;

2) Kendaraan bermotor dengan motor bakar cetus api berupa sedan

atau station wagon dan selain sedan atau station wagon dengan

sistem 2 gardan penggerak (4X4), dengan kapasitas isi silinder

lebih dari 1500 CC sampai dengan 3000 CC;

3) Kendaraan bermotor dengan motor bakar nyala kompresi

(diesel/semi diesel), berupa sedan atau station wagon dan selain

sedan atau station wagon dengan sistem 2 gardan penggerak (4X4),

dengan kapasitas isi silinder lebih dari 1500 CC sampai dengan

2500 CC.

e.

Tarif 50%


(28)

19

f.

Tarif 60%;

Dikenakan untuk kendaraan berupa :

1) Kendaraan bermotor beroda 2 (dua) dengan kapasitas isi silinder

lebih dari 250 CC sampai dengan 500 CC;

2) Kendaraan khusus yang dibuat untuk perjalanan diatas salju, di

pantai, di gunung, dan kendaraan sejenisnya.

g.

Tarif 75%;

Dikenakan untuk kendaraan berupa :

1) Kendaraan bermotor untuk pengangkutan dari 10 orang termasuk

pengemudi dengan motor bakar cetus api, berupa sedan atau station

wagon dan selain sedan atau station wagon dengan sistem 2 gardan

penggerak (4X4), dengan kapasitas isi silinder lebih dari 3000 CC;

2) Kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 orang

termasuk pengemudi dengan motor bakar nyala kompresi

(diesel/semi diesel), berupa sedan atau station wagon dan selain

sedan atau station wagon dengan sistem 1 gardan penggerak (4X2)

atau dengan sistem 2 gardan penggerak (4x4), dengan kapasitas isi

silinder tidak lebih dari 2500 CC;

3) Kendaraan bermotor beroda 2 (dua) dengan kapasitas isi silinder

lebih dari 500 CC;

4) Trailer, semi trailer dari tipe caravan, untuk perumahan atau

perkemahan

.

2.1.3

Daya Beli Konsumen

Menurut Fandy Prasetiyo (2014:50)

menyatakan bahwa daya beli adalah

sebagai berikut :

“D

aya beli (

purchasing power

) merupakan kemampuan seseorang dalam

mengkonsumsi suatu produk, daya beli juga mempunyai hubungan erat

dengan suatu barang atau produk., bila barang atau produk tersebut

mempunyai harga yang murah, maka daya beli masyarakat terhadap

barang tersebut akan meningkat

.

Menurut I Nyoman Pujawan (2003:263) menyatakan bahwa :

“Untuk mengetahui tingkat daya beli dapat menggunakan Indeks Harga

Konsumen, indeks harga ini sebagai perbandingan antara harga beberapa

komoditi (baik barang maupun jasa) pada suatu hari terhadap harga-harga

komoditi tersebut pada hari-hari yang lain, indeks harga konsumen

diperoleh dari ratusan produk atau jasa yang biasanya dibeli oleh keluarga

yang berpenghasilan tingkat menengah, peningkatan nilai-nilai indeks

diatas mengindikasikan peningkatan harga yang juga berarti penurunan

daya beli

.


(29)

20

Sedangkan menurut Samuelson dan Wiliam (1992:306) menyatakan

bahwa :

Indeks Harga Konsumen adalah nilai rata-rata tertimbang dari harga

sejumlah barang-barang dan jasa-jasa yang dikonsumsi masyarakat

termasuk harga makanan, pakaian, bahan bakar, transportasi, dan komoditi

lain yang dibeli untuk menunjang kehidupan sehari-hari

.

Adapun untuk mengetahui besar suatu nilai Indeks Harga Konsumen dapat

menggunakan rumus sebagai berikut :

Sumber : I Nyoman Pujawan (2003:263)

Keterangan :

CPIn = harga sekarang

CPIo = harga pada tahun dasar

2.2

Kerangka Pemikiran

2.2.1

Pengaruh Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap Daya Beli

Konsumen

Menurut Timbul Hamonangan dan Imam Mukhlis (2012:82) menyatakan

bahwa :

Dalam perekonomian tiga sektor terdiri dari sektor rumah tangga, sektor

swasta dan sektor pemerintah, perekonomian jenis ini sektor rumah tangga

sebagai konsumen harus membayar pajak atas konsumsi barang atau jasa,

pajak yang dibayarkan konsumen disebut pajak pertambahan nilai (PPN)

yang menjadi sumber penerimaan bagi pemerintah, setiap pengenaan PPN

harus seimbang dengan kemampuan masyarakat agar siklus dalam

perekonomian tiga sektor ini dapat berjalan berdampingan

.


(30)

21

Menurut Mankiw (2007:429) menyatakan bahwa :

Daya beli merupakan salahsatu faktor penting untuk mendorong

pertumbuhan ekonomi, ketika kenaikan harga tidak diimbangi dengan

kenaikan tingkat pendapatan maka akan menurunkan daya beli yang pada

akhirnya berdampak pada melambatnya pertumbuhan ekonomi, dalam

keadaan tersebut perlu adanya lapangan pekerjaan baru. Dengan adanya

lapangan pekerjaan baru maka tingkat pendapatan masyarakat naik,

sehingga dengan naiknya tingkat pendapatan tersebut masyarakat tidak

terlalu terbebani apabila terjadi kenaikan harga

”.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Dyah Ayuningtyas Tria

Haspari (2010),

hasil penelitiannya adalah :

Hasil uji regresi ditemukan bahwa variabel PPN berpengaruh positif

signifikan terhadap daya beli k

onsumen”.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Fadilah (2012),

dalam kesimpulannya menyatakan bahwa :

Hasil uji regresi ditemukan bahwa variabel PPN berpengaruh positif

signifikan terhadap daya beli konsumen, hasil ini konsistten dengan hasil

penelitian yang telah dilakukan oleh Dyah Ayuningtyas (2010)

”.

Sedangkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Fandy Prasetiyo

Wibowo (2014) dalam kesimpulannya menyatakan bahwa :

Berdasarkan hasil uji linier berganda ditemukan bahwa secara parsial

variabel pajak pertambahan nilai (PPN) berpengaruh positif dan signifikan

terhadap daya beli konsumen elektronik berdasarkan PMK

No-121/PMK.011/2013

”.


(31)

22

2.2.2

Pengaruh Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) terhadap

Daya Beli Konsumen

Menurut Timbul Hamonangan dan Imam Mukhlis (2012:96) menyatakan

bahwa :

PPnBM termasuk pajak tidak langsung yang artinya tidak langsung

dibayarkan oleh penanggung pajak (konsumen) tetapi dibayarkan oleh

pihak lain, PPnBM merupakan pajak atas konsumsi barang-barang yang

tergolong mewah yang di konsumsi oleh suatu masyarakat, besarnya

pengenaan pajak barang mewah harus sesuai dengan tingkat kemampuan

masyarakat

”.

Menurut Mankiw (2007:429) menyatakan bahwa :

Daya beli merupakan salahsatu faktor penting untuk mendorong

pertumbuhan ekonomi, ketika kenaikan harga tidak diimbangi dengan

kenaikan tingkat pendapatan maka akan menurunkan daya beli yang pada

akhirnya berdampak pada melambatnya pertumbuhan ekonomi, dalam

keadaan tersebut perlu adanya lapangan pekerjaan baru. Dengan adanya

lapangan pekerjaan baru maka tingkat pendapatan masyarakat naik,

sehingga dengan naiknya tingkat pendapatan tersebut masyarakat tidak

terlalu terbebani apabila terjadi kenaikan harga”.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Raja Abdurrahman (2014)

dalam kesimpulannya menyatakan :

"Pada variabel PPnBM menunjukkan tidak berpengaruh positif signifikan

terhadap daya beli konsumen

”.

Sedangkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Noviane, Jullie, dan

Harijanto (2015) dalam kesimpulannya menyatakan :

Pada konsumen kendaraan bermotor roda empat secara parsial, Pajak

Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) berpengaruh signifikan terhadap

daya beli konsumen kendaraan bermotor. Pada konsumen kendaraan

bermotor roda dua secara parsial, Pajak Penjualan atas Barang Mewah

(PPnBM) berpengaruh signifikan terhadap daya beli konsumen kendaraan

bermotor

”.


(32)

23

Berdasarkan penelitian sebelumnya, maka penelitian ini dapat membangun

paradigma

penelitian.

Dengan

paradigma

penelitian,

penulis

dapat

menggunakannya sebagai panduan untuk hipotesis penelitian yang selanjutnya

dapat digunakan dalam mengumpulkan data analisis. Paradigma penelitian pada

penelitian ini adalah sebagai berikut :

Gambar 2.1

Paradigma Penelitian

2.3

Hipotesis

Menurut Sugiyono (2011:64) menyatakan bahwa hipotesis adalah sebagai

berikut :

“Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam

bentuk kalimat pernyataan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang

diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada

fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi

hipotesis juga dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan

masalah penelitian, belum jawaban yang empirik

”.

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka penulis mengambil

keputusan sementara (hipotesis) dalam penelitian ini adalah :


(33)

24

H1 : Pajak Pertambahan Nilai (PPN) berpengaruh terhadap Daya Beli

Konsumen.

H2 : Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) berpengaruh terhadap

Daya Beli Konsumen.


(34)

PENGARUH PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPNBM) TERHADAP DAYA BELI KONSUMEN

(Studi Kasus di KPP Pratama Cirebon)

Miftahur Rohman 21112242

Universitas Komputer Indonesia

ABSTRACT

This study have phenomenon as a background, i.e., rise in process is attributable to elements of taxes in itself, thereby making the Consumer Purchasing Power down. This study was conducted in STO Cirebon. The aim of this study is to provide empirical evidence about the effects of the Value Added Tax (VAT) and Luxury Sales Tax on the Consumer Purchasing Power.

Methods used in this study are descriptive and verification with a qualitative approach. The population in this study is monthly reports of Value Added Tax (VAT), Luxury Sales Tax in STO Cirebon and of Consumer Price Index in the Central Statistics Agency Cirebon 2011-2013. The data were put in the multiple regression analysis using SPSS software v21.0.

The results of the study indicate that both Value Added Tax (VAT) and Luxury Sales Tax have effects on the Consumer Purchasing Power, where the lower the Value Added Power (VAT) and Luxury Sales Tax, the higher the Consumer Purchasing Power will be.

Keywords: Value Added Tax (VAT), Luxury Sales Tax, Consumer Purchasing Power.

I. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Penelitian

Salah satu tujuan Bangsa Indonesia yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah pembangunan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur, dibutuhkan pendanaan yang tidak sedikit untuk menopang berbagai keperluan yang meliputi di semua aspek kehidupan bangsa yang mencakup aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, kesehatan, dan aspek pertahanan keamanan, seperti halnya perekonomian suatu organisasi, perekonomian suatu negara juga meliputi sumber-sumber penerimaan dan pos-pos pengeluaran, sumber-sumber penerimaan tersebut dapat berasal dari potensi-potensi kekayaan alam maupun iuran yang sifatnya langsung dari masyarakat yang biasa disebut pajak (Yudi Harianto, 2014:2).

Daya beli konsumen selama ini menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi yang luar biasa, dengan jumlah penduduk yang besar pemerintah sangat mengandalkan daya beli konsumen (Daniel Johan, 2016). Daya beli merupakan kemampuan seseorang dalam mengkonsumsi suatu produk, daya beli juga mempunyai hubungan erat dengan suatu barang (Fandy Prasetiyo, 2014:50).

Dalam perekonomian tiga sektor terdiri dari sektor rumah tangga, sektor swasta dan sektor pemerintah, perekonomian jenis ini sektor rumah tangga sebagai konsumen harus membayar pajak atas konsumsi barang atau jasa, pajak yang dibayarkan konsumen disebut pajak pertambahan nilai (PPN) yang menjadi sumber penerimaan bagi pemerintah, setiap pengenaan PPN harus seimbang dengan kemampuan masyarakat agar siklus dalam perekonomian tiga sektor ini dapat berjalan berdampingan (Timbul Hamonangan dan Imam Mukhlis, 2012:82).

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak atas konsumsi umum Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak, PPN hanya dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang dilakukan didalam Negeri (Siti Kurnia Rahayu, 2010:231). Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan penyumbang penerimaan pajak terbesar yang dipungut pada berbagai mata rantai jalur perusahaan, pertambahan nilai itu sendiri timbul karena dipakainnya faktor-faktor produksi pada setiap jalur perusahaan dalam menyiapkan, menghasilkan, menyalurkan dan mempergadangkan barang atau pemberian pelayanan jasa kepada konsumen (Agung Mulyo, 2009:89).

Selain Pajak Pertambahan Nilai, ada juga pajak yang dibebankan kepada konsumen yaitu pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). PPnBM termasuk pajak tidak langsung yang artinya tidak langsung dibayarkan oleh penanggung pajak (konsumen) tetapi dibayarkan oleh pihak lain, PPnBM merupakan pajak atas konsumsi barang-barang yang tergolong mewah yang di konsumsi oleh suatu masyarakat, besarnya pengenaan pajak barang-barang mewah harus sesuai dengan tingkat kemampuan masyarakat (Timbul Hamonangan dan Imam Mukhlis, 2012:96). Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak yang tergolong mewah di dalam daerah pabean (Siti Resmi, 2012:103).

Naiknya harga disebabkan karena ada unsur PPN, jika harga sudah naik maka sangat berkaitan dengan daya beli, meskipun pemerintah berdalih bahwa pengenaan PPN tidak begitu berdampak pada tingkat daya beli, tetapi setiap pengenaan PPN hanya dibebankan kepada konsumen bukan kepada pelaku industri (Renal Rinoza, 2015). Mengenai PPnBM, Goro Ekanto (2015) mengatakan bahwa harga lebih tinggi karena ada unsur PPnBM


(1)

pajak fiktip perusahaan seolah-olah sudah membayar kewajibannya tetapi pada kenyataannya perusahaan belum membayar kewajibannya.

4.1.1.2 Gambaran Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) (X2)

Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) di KPP Pratama Cirebon pada tahun 2011-2013 mengalami fluktuasi. Jika dilihat dari fenomena yang terjadi bahwa Pajak Penjualan atas Barang Mewah mengalami kenaikan dan juga penurunan setiap tahunnya, kenaikan penerimaan PPnBM tidak terlepas dari penyempurnaan sistem administrasi perpajakan disektor PPnBM, sedangkan menurunnya PPnBM karena masih ada perusahaan yang melaporan tidak didasari dengan transaksi yang sebenarnya, faktur pajak fiktip/palsu juga merupakan salah satu penyebab turunnya PPnBM karena dengan faktur pajak fiktip perusahaan seolah-olah sudah membayar kewajibannya tetapi pada kenyataannya perusahaan belum membayar kewajibannya.

4.1.1.3 Gambaran Daya Beli Konsumen (Y)

Daya Beli Konsumen yang diukur menggunakan Indeks Harga Konsumen pada tahun 2011-2013 mengalami fluktuasi.

4.1.2 Hasil Analisis Verifikatif

Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terhadap Daya Beli Konsumen dengan menggunakan analisis regresi linier berganda yang terdiri dari persamaan regresi linier berganda, analisis korelasi, analisis koefisien determinasi dan pengujian hipotesis dengan terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik.

4.1.2.1 Pengujian Asumsi Klasik

Menurut Sebelum dilakukan pembentukan model regresi, terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi agar model yang terbentuk memberikan estimasi yang BLUE (Best Linier Unbiased Estimated). Pengujian yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah uji normalitas, multikolinearitas, heteroskedastisitas dan autokorelasi.

a) Hasil Uji Normalitas

nilai signifikansi (Asymp. Sig. (2-tailed)) dari uji Kolmogorov-Smirnov sebesar 0,245 dan lebih besar dari 0,05. Karena nilai signifikansi uji Kolmogorov-Smirnov lebih besar dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa model regresi telah memenuhi asumsi normalitas, artinya data empirik yang diperoleh dari lapangan mempunyai sebaran merata sehingga benar-benar mewakili populasi, dengan demikian asumsi normalitas data terpenuhi dan layak digunakan untuk dilakukan pengujian regresi.

b) Hasil Uji Multikolinieritas

Berdasarkan nilai VIF yang diperoleh seperti terlihat pada tabel di atas, nilai tolerance untuk seluruh variabel bebas > 0,1 dan nilai VIF seluruh variabel bebas < 10. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada data tersebut tidak terjadi multikolinearitas, artinya tidak terjadi korelasi di antara variabel X1 dan X2 sehingga memenuhi syarat untuk dilakukan pengujian regresi.

c) Hasil Uji Heteroskedastisitas

Dari grafik scatterplot terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak serta tersebar merata baik diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedatisitas, dengan kata lain data yang digunakan memiliki nilai varian yang homogen.

d) Hasil Uji Autokorelasi

Berdasarkan output, diketahui nilai dw sebesar 0,456. Nilai ini akan dibandingkan dengan nilai dL dan dU yang terdapat pada tabel durbin watson. Dengan α = 0,05, banyak variabel bebas (k) = 2 dan sampel (n) sebanyak 36, diperoleh nilai dU sebesar 1,577 dan dL sebesar 1,321. Nilai DW (0,446) lebih kecil dari nilai dL (1,321). Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat autokorelasi baik autokorelasi positif maupun autokorelasi negatif dalam model. 4.1.2.2 Persamaan Regresi Linier Berganda

Dari perhitungan regresi yang telah diolah diatas, maka diperoleh persamaan regresi linier sebagai berikut: Y 128,762 + 5,957X1 + 5,121X2

Koefisien yang terdapat pada persamaan diatas dapat dijelaskan sebagai berikut :

a (konstanta)= 128,762 Artinya jika PPN dan PPnBM bernilai konstan (nol)/tidak ada peningkatan, maka diprediksikan Daya Beli Konsumen akan bernilai sebesar 128,762

b1 = 5,957 Artinya setiap peningkatan yang terjadi pada PPN, maka diprediksikan akan

meningkatkan Indeks Harga Konsumen sebesar 5,957.

b2= 5,121 Artinya setiap peningkatan yang terjadi pada PPnBM, maka diprediksikan akan

meningkatkan Indeks Harga Konsumen sebesar 5,121. 4.1.2.3 Analisis Korelasi

Berdasarkan tabel korelasi antara Pajak Pertambahan Nilai dan Daya Beli Konsumen sebesar 0,595 nilai korelasi tersebut bertanda positif yang menunjukan bahwa hubungan yang terjadi searah, dalam pengertian apabila Pajak Pertambahan Nilai meningkat maka Indeks Harga Konsumen meningkat atau sebaliknya apabila Pajak Pertambahan Nilai menurun maka Indeks Harga Konsumen menurun. Berdasarkan interpretasi koefisien korelasi, nilai sebesar 0,580 termasuk kedalam kategori hubungan yang cukup kuat, karena berada dalam kelas


(2)

interval antara 0,40 sampai dengan 0,599. Sedangkan Pajak Pertambahan Nilai dan Daya Beli Konsumen sebesar 0,476 nilai korelasi tersebut bertanda positif yang menunjukan bahwa hubungan yang terjadi searah, dalam pengertian apabila Pajak Penjualan atas Barang Mewah meningkat maka Indeks Harga Konsumen meningkat atau sebaliknya apabila Pajak Penjualan atas Barang Mewah menurun maka Indeks Harga Konsumen menurun. Berdasarkan interpretasi koefisien korelasi, nilai sebesar 0,580 termasuk kedalam kategori hubungan yang cukup kuat, karena berada dalam kelas interval antara 0,40 sampai dengan 0,599.

4.1.2.4 Koefisien Determinasi

Diperoleh informasi bahwa R-square sebesar 0,353 atau 35,3%. Nilai tersebut menunjukan bahwa PPN memberikan kontribusi atau pengaruh terhadap Daya Beli Konsumen sebesar 35,3%. Sedangkan sisanya sebesar 100% - 35,3% = 64,7% lainnya merupakan pengaruh dari variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Diperoleh informasi bahwa R-square sebesar 0,22,7 atau 22,7%. Nilai tersebut menunjukan bahwa PPnBM memberikan kontribusi atau pengaruh terhadap Indeks Harga Konsumen sebesar 22,7%. Sedangkan sisanya sebesar 100% - 22,7% = 77,3% lainnya merupakan pengaruh dari variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

4.1.2.5 Pengujian Hipotesis Parsial (Uji-t)

Adapun hipotesis statistik secara parsial yang akan diuji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. PPN

Ho : β1 = 0 Secara parsial PPN tidak berpengaruh signifikan terhadap Daya Beli Konsumen.

H1: β1 ≠ 0 Secara parsial PPN berpengaruh signifikan terhadap Daya Beli Konsumen.

2. PPnBM

Ho: β2 = 0 Secara parsial PPnBM tidak berpengaruh signifikan terhadap Daya Beli Konsumen.

H2: β2 ≠ 0 Secara parsial PPnBM berpengaruh signifikan terhadap Daya Beli Konsumen.

Kriteria:

Tolak H0 jika thitung > ttabel / -thitung < -ttabel

Tingkat signifikansi (α) sebesar 5%, db= (n-k-1) 36-2-1 = 33, dengan pengujian 2 pihak sehingga diperoleh t-tabel sebesar 1,693.

PPN berpengaruh secara signifikan terhadap Daya Beli Konsumen karena nilai t-hitung (3,104) lebih besar dari t tabel (1,693) dan t hitung berada pada daerah penolakan H0, sehingga Ho ditolak, artinya terdapat

pengaruh secara signifikan dari PPN terhadap Daya Beli Konsumen.

PPnBM tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Daya Beli Konsumen karena nilai t-hitung (1,693) lebih besar dari t tabel (1,627) dan t hitung berada pada daerah penerimaan H0, sehingga Ho ditolak, artinya tidak

terdapat pengaruh secara signifikan dari PPnBM terhadap Daya Beli Konsumen. 4.2 Pembahasan

Setelah dilakukan beberapa pengujian dalam penelitian ini, selanjutnya terdapat beberapa hal yang akan dibahas pada bagian ini mengenai hasil pengujian untuk variabel Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) terhadap Daya Beli Konsumen, proyeksi mengenai pencairan tunggakan pajak untuk 5 tahun ke depan mulai dari tahun 2014 sampai tahun 2018. Dari persamaan yang sudah didapatkan yaitu Y = 128,762 + 5,957X1 + 5,121X2 dapat membuat proyeksi/peramalan bagaimana keadaan Daya Beli Konsumen pada tahun 2014-2018, peramalan tersebut adalah sebagai berikut :

1) Pada tahun 2014 diasumsikan bahwa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 2,7% dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebesar 3,6%, maka persamaan regresi linier berganda tersebut adalah:

Y = 128,762 + 5,957X1 + 5,121X2

Y = 128,762 + 5,957(2,7) + 5,121X(3,6) Y = 128,762 + 16,0839 + 18,4356 Y = 163,2815

Maka besarnya nilai Indeks Harga Konsumen yang diperoleh adalah 163,2815.

2) Pada tahun 2015 diasumsikan bahwa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 1,2% dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebesar 2,9%, maka persamaan regresi linier berganda tersebut adalah:

Y = 128,762 + 5,957X1 + 5,121X2 Y = 128,762 + 5,957(1,2) + 5,121X(2,9) Y = 128,762 + 7,1484 + 14,8509 Y = 150,7613

Maka besarnya nilai Indeks Harga Konsumen yang diperoleh adalah 150,7613.

3) Pada tahun 2016 diasumsikan bahwa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 2,1% dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebesar 4,9%, maka persamaan regresi linier berganda tersebut adalah:

Y = 128,762 + 5,957X1 + 5,121X2 Y = 128,762 + 5,957(2,1) + 5,121X(4,9) Y = 128,762 + 12,5097 + 25,0929 Y = 166,3646

Maka besarnya nilai Indeks Harga Konsumen yang diperoleh adalah 166,3646.

4) Pada tahun 2017 diasumsikan bahwa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 5,8% dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebesar 1,7%, maka persamaan regresi linier berganda tersebut adalah:


(3)

Y = 128,762 + 5,957X1 + 5,121X2 Y = 128,762 + 5,957(5,8) + 5,121X(1,7) Y = 128,762 + 34,5506 + 8,7057 Y = 172,0183

Maka besarnya nilai Indeks Harga Konsumen yang diperoleh adalah 172,0183.

5) Pada tahun 2018 diasumsikan bahwa terjadi penurunan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar -2,6% dan juga penurunan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebesar -1,2%, maka persamaan regresi linier berganda tersebut adalah:

Y = 128,762 + 5,957X1 + 5,121X2 Y = 128,762 + 5,957(-2,6) + 5,121X(-1,2) Y = 128,762 - 15,4882 - 6,1452

Y = 107,1286

Maka besarnya nilai Indeks Harga Konsumen yang diperoleh adalah 107,1286. 4.2.1 Pengaruh Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Terhadap Daya Beli Konsumen

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan didapat nilai korelasi korelasi antara Pajak Pertambahan Nilai dan Daya Beli Konsumen sebesar 0,595 nilai korelasi tersebut bertanda positif yang menunjukan bahwa hubungan yang terjadi searah, dalam pengertian apabila Pajak Pertambahan Nilai meningkat maka Indeks Harga Konsumen meningkat atau sebaliknya apabila Pajak Pertambahan Nilai menurun maka Indeks Harga Konsumen menurun. Berdasarkan interpretasi koefisien korelasi, nilai sebesar 0,580 termasuk kedalam kategori hubungan yang cukup kuat, karena berada dalam kelas interval antara 0,40 sampai dengan 0,599.

Sedangkan berdasarkan perhitungan besar pengaruh dari variabel Pajak Pertambahan Nilai dapat dilihat bahwa Pajak Pertambahan Nilai memberikan kontribusi terhadap Daya Beli Konsumen sebesar 35,3% sedangkan 64,7% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti. Faktor lain yang mempengaruhi Daya Beli Konsumen adalah tingginya pengangguran, tingkat pendapatan, nilai tukar rupiah, dan inflasi.

PPN berpengaruh secara signifikan terhadap Daya Beli Konsumen karena nilai t-hitung (3,104) lebih besar dari t tabel (1,693) dan t hitung berada pada daerah penolakan H0, sehingga Ho ditolak, artinya terdapat

pengaruh secara signifikan dari PPN terhadap Daya Beli Konsumen.

Hasil pengujian hipotesis menunjukan nilai thitung (3,104) lebih besar dari ttabel (1,693) dan thitung berada pada daerah penolakan H0, sehingga Ho ditolak, artinya variabel Pajak Pertambahan Nilai berpengaruh

terhadap Daya Beli Konsumen. Kesimpulannya, Pajak Pertambahan Nilai berpengaruh signifikan terhadap Daya Beli Konsumen.

Fenomena yang terjadi, menurut Renal Rinoza (2015) naiknya harga ditingkat pengecer disebabkan karena ada unsur PPN, jika harga sudah naik maka sangat berkaitan dengan daya beli, meskipun pemerintah berdalih bahwa pengenaan PPN tidak begitu berdampak pada tingkat daya beli, tetapi setiap pengenaan PPN hanya dibebankan kepada konsumen bukan kepada pelaku industri. Sedangkan menurut Gema Purwana (2014) pada tahun 2013 Kota Cirebon mengalami 7 kali kenaikan nilai Indeks Harga Konsumen, naiknya nilai Indeks Harga Konsumen tersebut mengindikasikan naiknya harga barang yang mengakibatkan menurunnya daya beli konsumen, naiknya harga dapat disebabkan karena ada unsur pajak.

Daya beli konsumen selama ini menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi yang luar biasa, dengan jumlah penduduk yang besar pemerintah sangat mengandalkan daya beli konsumen. Rata-rata masyarakat masih berpenghasilan rendah, dengan membuka lapangan pekerjaan masyarakat mempunyai penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya dan juga masyarakat akan lebih siap menghadapi apabila terjadi kenaikan harga pada suatu saat nanti. Disisi lain, penerimaan PPN masih berpotensi adanya kebocoran penerimaan karena faktur pajak fiktip/palsu, untuk mengatasi hal tersebut seluruh perusahaan diharuskan menggunakan E-faktur, karena dengan E-fakturini faktur pajak fiktip/palsu akan lebih berkurang.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dyah Ayuningtyas (2010) yang hasil penelitiannya ditemukan bahwa variabel PPN berpengaruh signifikan terhadap daya beli konsumen. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Fadilah (2012) bahwa variabel PPN berpengaruh signifikan terhadap daya beli konsumen. Dan juga sejalan dengan hasil penelitian Fandy Prasetiyo Wibowo (2014) bahwa variabel Pajak Pertambahan Nilai berpengaruh signifikan terhadap daya beli konsumen. 4.2.2 Pengaruh Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) Terhadap Daya Beli Konsumen

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan didapat nilai korelasi antara Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Daya Beli Konsumen sebesar 0,476, nilai korelasi tersebut bertanda positif yang menunjukan bahwa hubungan yang terjadi searah, dalam pengertian apabila Pajak Penjualan atas Barang Mewah meningkat maka nilai Indeks Harga Konsumen meningkat atau sebaliknya apabila Pajak Penjualan atas Barang Mewah menurun maka nilai Indeks Harga Konsumen menurun.

Berdasarkan perhitungan besar pengaruh dari variabel Pajak Penjualan atas Barang Mewah dapat dilihat bahwa Pajak Penjualan atas Barang Mewah memberikan kontribusi terhadap Daya Beli Konsumen sebesar 22,7% sedangkan sisanya 77,3% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Faktor lain yang mempengaruhi Daya Beli Konsumen adalah pengangguran, tingkat pendapatan, nilai tukar rupiah, dan inflasi.

Hasil pengujian hipotesis menunjukan nilai thitung (1,693) lebih besar dari ttabel (2,035) dan thitung berada pada daerah penerimaan H0, sehingga Ho diterima, artinya variabel Pajak Penjualan atas Barang Mewah


(4)

berpengaruh terhadap Daya Beli Konsumen. Kesimpulannya, Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak berpengaruh signifikan terhadap Daya Beli Konsumen.

Kesimpulan diatas telah menjawab fenomena yang terjadi, menurut Goro Ekanto (2015) mengatakan bahwa harga lebih tinggi karena ada unsur PPnBM dalam pokok produksinya sehingga harga jadi lebih mahal, akibatnya daya beli masyarakat menurun karena barang-barang yang masuk kategori mewah menjadi lebih mahal (Goro Ekanto, 2015). Sedangkan menurut Gema Purwana (2014) pada tahun 2013 Kota Cirebon mengalami 7 kali kenaikan nilai Indeks Harga Konsumen, naiknya nilai Indeks Harga Konsumen tersebut mengindikasikan naiknya harga barang yang mengakibatkan menurunnya daya beli konsumen, naiknya harga dapat disebabkan karena ada unsur pajak (Gema Purwana, 2014). Peranan konsumsi masyarakat sangat penting dalam menjaga pertumbuhan ekonomi karena dengan adanya konsumsi akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, untuk mendorong daya beli konsumen dapat dilakukan dengan cara membuka lapangan pekerjaan. Dengan masyarakat mempunyai penghasilan yang cukup maka masyarakat mampu untuk mengkonsumsi barang mewah yang sudah termasuk barang konsumsi umum seperti barang elektronik, alat musik, peralatan olahraga, peralatan kantor, dan peralatan rumah tangga.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Noviane, Jullie, dan Harijanto (2015) yang hasil penelitiannya ditemukan bahwa variabel PPnBM berpengaruh signifikan terhadap Daya Beli Konsumen. Tetapi hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Raja Abdurrahman (2014), hasil penelitiannya menunjukkan variabel PPnBM tidak berpengaruh signifikan terhadap Daya Beli Konsumen.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan diatas, penulis mengajukan saran sebagai berikut: 1) Saran Praktis/Operasional

Daya beli konsumen selama ini menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi yang luar biasa, dengan jumlah penduduk yang besar pemerintah sangat mengandalkan daya beli konsumen. Rata-rata masyarakat masih berpenghasilan menengah kebawah, dengan membuka lapangan pekerjaan masyarakat mempunyai penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya dan juga masyarakat akan lebih siap menghadapi apabila terjadi kenaikan harga pada suatu saat nanti. Disisi lain, penerimaan PPN masih berpotensi adanya kebocoran penerimaan karena faktur pajak fiktip/palsu, untuk mengatasi hal tersebut seluruh perusahaan diharuskan menggunakan E-faktur. Karena dengan E-faktur, faktur pajak fiktip/palsu akan lebih berkurang.

2) Saran Akademis

Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menambahkan variabel independen lainnya guna mengetahui variable-variabel lain yang dapat mempengaruhi dan memperkuat atau memperlemah variabel dependen, dan diharapkan dapat menambah jumlah sampel penelitian serta memperluas wilayah sampel penelitian, sehingga dapat diperoleh hasil penelitian dengan tingkat generalisasi yang lebih tinggi.

VI. Daftar Pustaka

Agung Mulyo. 2009. Perpajakan Indonesia Seri PPN, PPnBM, dan PPh Badan, Teori dan Aplikasi. Jakarta : Mitra Wacana Media.

Andi Supangat. 2007. Statistik dalam Kajian Deskriptif, Inferensi dan Nonparametrik. Jakarta : Kencana. Damodar Gujarati. 2003. Ekonometrika Dasar (Terjemahan : Zein Sumarno). Jakarta : Erlangga.

Daniel Johan. 2016. Semakin Banyak Beban, Daya Beli Masyarakat Akan Terus Merosot. Melalui http://aktual.com/semakin-banyak-beban-daya-beli-masyarakat-akan-terus-merosot. Di akses pada tanggal 21 Februari 2016.

Dyah Ayuningtyas Tria Haspari. 2010. Analisis Pengaruh Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) terhadap Daya Beli Konsumen pada Barang Elektronika (Studi

Empiris pada Konsumen Barang Elektronika di Wilayah Tangerang Selatan). Melalui

http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456

789/21203/dyah%2520ayuningtyas%2520tria%2520haspari-feb.pdf. Di akses pada tanggal 27 Februari 2016.

Fadilah. 2012. Analisis Pengaruh Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBm) terhadap Daya Beli Konsumen pada Barang Elektronika (Studi Empiris pada Konsumen

Barang Elektronika di Glodok Jakarta Kota). Melalui

http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/23933/skripsi%fadilah.pdf. Di akses pada tanggal 27 Februari 2016.

Fandy Prasetiyo Wibowo. 2014. Pengaruh Penerapan PMK No-121/PMK.011/2013 atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBm) terhadap Daya Beli Konsumen pada Barang

Elektronika (Studi Empiris konsumen Barang Elektronika di Wilayah DKI Jakarta). Melalui


(5)

dspace/bitstream/123456789/28440/fandy%20prasetiyo%20wibowo-feb.pdf. Di akses pada tanggal 27 Februari 2016.

Gema Purwana. 2014. Selamatkan Daya Beli, Jangan Tunggu Nanti. Melalui

http://www.kompasiana.com/2014/selamatkan-daya-beli,-jangan-tunggu-nanti_gfdrtrerg876767dfdvvfdg2321. Di akses pada tanggal 20 April 2016.

Goro Ekanto. 2015. Penghapusan PPnBm Berikan Keadilan Bagi Industri Dalam Negeri. Melalui www.kemenkeu.go.id/en/node/46385. Di akses pada tanggal 19 April 2016.

Haula Rosdiana, Edi Slamet Irianto, dan Titi Muswati Purwanti. 2011. Teori Pajak Pertambahan Nilai. Bogor : Ghalia Indonesia.

Hengki Lata. 2012. Metode Penelitian. Bandung : Alfabeta.

Husein Umar. 2011. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta : RajaGrafindo Persada. I Nyoman Pujawan. 2003. Ekonomi Teknik. Surabaya : Guna Widya.

Imam Ghozali. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Mankiw, N. Gregory. 2007. Makroekonomi Edisi 6. Jakarta : Erlangga. Mardiasmo. 2011. Perpajakan – Edisi Revisi. Yogyakarta : Andi.

Muhamad Kifni. 2013. Modus Faktur Pajak Fiktif Semakin Marak. Melalui https://konsultanpajaksurabaya.com/2011/05/20/modus-faktur-pajak-fiktif-semakin-marak. Di akses pada tanggal 26 Mei 2016.

Noviane, Jullie dan Harijanto. 2015. Analisis Pengaruh Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) terhadap Daya Beli Konsumen Kendaraan Bermotor (Studi Kasus Pada

Konsumen Kendaraan Bermotor Roda Empat dan Roda Dua PT.Hasjrat Abadi Manado). Volume 15 No.

05 Tahun 2015.

Raja Abdurrahman. 2014. Analisis Pengaruh Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBm) terhadap Daya Beli Konsumen pada Kendaraan Bermotor (Studi Empiris pada

Konsumen Kendaraan Bermotor Roda Empat diwilayah Kota Tanjungpinang). Melalui

http://jurnal.umrah.ac.id/wpcontent/uploads/gravity_forms/ 1ec61c9cb232a03a96. Di akses pada tanggal 3 Maret 2016.

Renal Rinoza. 2015. Setelah Cukai, Kini PPN Dinaikan. Melalui www.komunitaskretek.or.id/opini/2015/03/setelah-cukai-kini-ppn-dinaikan. Di akses pada tanggal 19 April 2016.

Samuelson dan Wiliam. 1992. Makroekonomi Edisi 4. Jakarta : Erlangga.

Siti Kurnia Rahayu. 2010. Perpajakan : Teori dan Teknis Perhitungan. Yogyakarta : Graha Ilmu. Siti Resmi. 2012. Perpajakan : Teori dan Kasus Edisi 6 – Buku 1. Jakarta : Salemba Empat. Siti Resmi. 2012. Perpajakan : Teori dan Kasus Edisi 6 – Buku 2. Jakarta : Salemba Empat. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan, Kuantitatif, Kualitatif dan R&D). Bandung : Alfabeta. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.

Suharsimi Arikunto. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek/RIN. Jakarta : Bumi Aksara.

Timbul Hanamongan dan Imam Muhklis. 2012. Dimensi Ekonomi Perpajakan dalam Pembangungan Ekonomi.

Jakarta : Raih Asa Sukses.

Umi Narimawati. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, Teori dan Aplikasi. Bandung : Agung Media.

Undang-Undang Perpajakan Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas


(6)

Undang-Undang Perpajakan Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas

Barang Mewah. 2009.

Waluyo. 2011. Perpajakan Indonesia. Edisi 10. Buku 1. Jakarta : Salemba Empat. Waluyo. 2011. Perpajakan Indonesia. Edisi 10. Buku 2. Jakarta : Salemba Empat.

Yudi, Suhadak, dan Ragil. 2014. Pengaruh Jumlah Wajib Pajak, Jumlah Setoran Pajak, dan Jumlah Surat

Pemberitahuan Masa terhadap Jumlah Penerimaan Pajak Penghasilan Badan. Jurnal Administrasi Bisnis