Pengaruh Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Terhadap Harga Jual Minuman Beralkohol Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia

(1)

Pengaruh Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM)

Terhadap Harga Jual Minuman Beralkohol

Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia

O

L E H

Nama : Arfeni Marina Daulay NIM : 072600054

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Menamatkan Studi Pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.

Alhamdulillah karena atas kehadirat Allah SWT serta berkat rahmat dan ridho-Nya,saya dapat menyelesaikan penulisan Laporan Tugas Akhir dengan judul “Pengaruh Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Terhadap Harga Jual Minuman Beralkohol Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia”.

Laporan Tugas Akhir ini diajukan guna untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk dapat menamatkan studi pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara..

Penulis dengan segala kerendahan hati dan tangan terbuka bersedia menerima saran-saran dan kritik yang bersifat membangun.Penulis menyadari akan segala kekurangan akan lebih sempurna bila para dosen dan kawan – kawan mahasiswa dapat ikut membantu dan memperbaikinya.

Penulis juga menyadari,penulisan laporan tugas akhir ini tidak terlepas dari bantuan dan perhatian dari berbagai pihak. Dan dalam kesempatan ini,penulis ingin mengucapkan terima kasih dan maaf.Terima kasih untuk dukungan semangat dan doa,materiil maupun non materiil,secara langsung ataupun tidak kepada :

- Bapak Prof. Dr. M.Arif Nst,M .A selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.


(3)

- Bapak Drs.H.M. Husni Thamrin Nst, Msi, selaku Ketua Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

- Bapak Indra Effendi Rangkuti,S.Sos, selaku Dosen Pemimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam proses pemulisan Laporan Tugas Akhir ini.

- Seluruh Dosen Pengajar Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan, yang telah memberi ilmu dan wawasan selama mengikuti perkuliahan.

- Seluruh Staf Pegawai jurusan Administrasi Perpajakan yang telah banyak membantu penulis dalam adminsitrasi untuk keperluan akademik.

- Bapak Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia.Terutama Bapak Drs.Korpen Damanik,selaku Kepala Sub Bagian Umum dan Bapak Geritz Richard,selaku Kepala Seksi Waskon III dan semua staf pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia.

- Bapak Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat.Terutama Bapak Daru,selaku Kepala Seksi Pelayanan dan seluruh staf pegawai Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat yang telah membantu dan membimbing selama masa Praktek Kerja Lapangan.

- Ayahanda dan Ibunda tercinta,Alm.Armayn Syarif Daulay dan Murni Nasution,yang telah berjuang begitu lama memberikan kasih sayangnya yang tidak akan pernah putus kepada penulis.Hanya Allah SWT lah yang


(4)

mampu membalasnya.Terutama untuk Alm. Ayah penulis,semoga amal ibadahnya diterima dan ditempatkan di sisi terbaik Allah SWT.Doa penulis akan terus ada untuk ayah.

- Muhammad Affandi Daulay dan Syafwindi Syarif Daulay,abang dan adikku yang baik dan menyenangkan walaupun terkadang cukup menyebalkan.

- Sahabat-sahabat terbaikku,Muntasir (Goy),Muhammad Arief Adlin Siregar (Alin),Wijaya Yudhistira (ane Yudis) yang telah membagi begitu banyak semangat dan doanya.

- Nenda Pratiwie Soekindra,Sheila Lubis dan Sari Hati,dan keluarga besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat FISIP USU,yang telah memberikan begitu banyak pemikiran-pemikiran dan gagasan serta susah senangnya berorganisasi.

- C2 : Dinda Famella Ogiestry,Zuesty Amelia,Suryani,Yunita Kemala Sari,Ravika Rani,Ovi Aldino Akbar,Arief Pratama,Mhd.Fahmi Lubis,Mhd.Rivai Siregar,Ricky Warman Putra,Andriansyah Ritonga, Jairun Damanik,Dede Yusuf Harahap,Hafiz Suryana,bang Andry Petra,Anthony Napitupulu,Riant Febrian, ,bang Ardian,bang Yusuf Kaliaga,semoga kita tetap kompak ya kawan-kawan.Dan seluruh keluarga besar Administrasi Perpajakan FISIP USU stambuk 2007 dan keluarga besar IMPROSAJA FISIP USU.


(5)

- DJIN : David,Nurdin,Eric dan bang Chiko serta Indra ndut dan kru yang terlibat di setiap penampilan metal di setiap panggung.Keep the Metal ON bro!!

- Black Net dan staf-staf tak terdaftarnya.Jangan maen PB ja kerja klen.Hehehe..

- Dan tak lupa untuk semua sahabat-sahabat ku yang lain,yang tak tersebutkan di sini tapi kalian selalu tersebutkan di hatiku.Juga untuk semua orang yang hadir dalam hidupku baik yang ku kenal maupun yang mengenalku,terima kasih.

Akhir kata dari penulis,selamat mempergunakan dan mempelajari laporan tugas akhir ini dengan sebaik mungkin.Semoga dapat memberikan manfaat bagi setiap orang yang membacanya.Wassalam.

Medan, Juni 2010 Hormat Penulis,


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………. i-iv DAFTAR ISI………v-vi BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)………….. 1-5 B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)……... 5-7 C. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)……...…… 7-8 D. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)………... 8-9 E. Metode Pengumpulan Data………..10 F. Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja

Lapangan Mandiri (PKLM)………...10-12 BAB II : GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI

PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI A. Sejarah Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Medan Polonia……… 13-18 B. Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Medan Polonia……… 18-19 C. Deskripsi Kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Medan Polonia……… 20-24 BAB III : GAMBARAN DATA PAJAK PENJUALAN

ATAS BARANG MEWAH

A. Dasar-dasar Perpajakan……… 25 1. Pengertian Pajak……… 25-26 2. Fungsi Pajak……….. 27-28 3. Pengelompokan Pajak………28-29 B. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)……….. 30

1. Dasar Hukum………. 30-31 2. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai……….. 31


(7)

3. Fungsi Pajak Pertambahan Nilai………31-33 4. Barang Kena Pajak……….33-34 5. Jasa Kena Pajak………..34-38 6. Pengusaha Kena Pajak………38-39 7. Penyerahan Barang Kena Pajak……….39-40 8. Objek Pajak Pertambahan Nilai………. 40 C. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM)………. 40-41

1. Dasar Pertimbangan Pengenaan PPnBM……….. 41-42 2. Pengertian Barang Mewah……… 42 3. Pengertian Menghasilkan………42-43 4. Dasar Pengenaan Pajak………..43-45 5. Tarif PPN dan PPnBM……….. 45-52 6. Mekanisme Pengenaan PPN……….. 52-54 7. Cara Menghitung PPN dan PPnBM……….. 54 8. Tata Cara Pemungutan………... 55 9. Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN……… 56 BAB IV : ANALISIS DAN EVALUASI………57-66 BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN……….. 67 DAFTAR PUSTAKA


(8)

Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Sistem Pajak Pertambahan Nilai (PPN) baru diterapkan pada tahun 1983, dan diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 yang kemudian disempurnakan oleh Undang Nomor 11 Tahun 1994 dan disempurnakan kembali di Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000,kemudian yang terbaru adalah Undang-Undang-Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Nomor 42 Tahun 2009 yang mulai akan berlaku pada tanggal 1 April 2010. Pajak ini dimaksudkan sebagai pengganti pajak penjualan dan pajak penjualan impor. Dibandingkan dengan dua pajak tersebut, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) memiliki basis yang lebih luas karena tidak hanya meliputi produsen pabrikan, tetapi juga mencakup distributor, agen besar dan penjual eceran. Ketika ketentuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) diterapkan pada tahun 1983, maka penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) langsung meningkat tajam. Tingginya penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) disebabkan oleh dua faktor, yaitu adanya basis pajak yang lebih luas dan tambahan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang tarifnya 10% diatas tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Karena Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ini merupakan pengganti pajak penjualan atau timbul karena adanya barang atau jasa yang ditransaksikan maka Pajak Pertambahan Nilai (PPN) termasuk pajak obyektif. Menurut Adriani dalam Brotodihardjo (1982:90), menyatakan bahwa pajak obyektif dimulai dengan


(9)

obyeknya,seperti keadaan, peristiwa, perbuatan dan lain – lain kemudian dicari orang atau subyek yang harus membayar pajaknya. Keadaan subjektif subyek pajak tidak relevan, walaupun dalam kasus – kasus tertentu ikut dipertimbangkan. Selain Pajak Pertambahan Nilai (PPN) & Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM), yang termasuk pajak ini adalah Pajak Bumi dan Bangunan dan Pajak Kendaraan Bermotor.

Untuk mengurangi regresifitas ini, konsumen yang mengkonsumsi barang kena pajak yang tergolong mewah dikenakan beban pajak tambahan berupa Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Tentang hal ini, tersirat baik dalam memori penjelasan bagian umum maupun memori penjelasan pasal 5 Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 1983 yang antara lain menegaskan bahwa atas konsumsi barang kena pajak yang tergolong mewah selain dikenakan Pajak Pertambahan Nilai juga dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagai upaya nyata untuk mencapai keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah dengan konsumen yang berpenghasilan tinggi. Diharapkan dengan pengenaan pajak tambahan berupa Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) terhadap konsumen yang mengkonsumsi barang kena pajak yang tergolong mewah, maka dampak regresif ini dapat ditekan. Dengan kata lain asas keadilanlah yang melatar belakangi adanya pungutan lain selain Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk konsumsi barang kena pajak yang tergolong mewah. Suatu sistem pemungutan pajak akan mendekati asas keadilan apabila beban pajak yang dipikulkan oleh wajib pajak sepadan dengan kemampuannya.


(10)

3 Tapi kemudian menjadi masalah ketika definisi barang mewah di masyarakat cepat berubah dan bergeser. Contoh yang mudah ditemui adalah telepon seluler. Lima tahun yang lalu telepon seluler merupakan yang mewah karena selain harganya yang mahal juga jangkauan penerimaannya juga terbatas untuk daerah tertentu saja yang kebanyakan adalah perkotaan. Tapi lain yang terjadi sekarang hampir semua lapisan masyarakat mengkonsumsi telepon seluler bahkan sudah menjadi bagian dari kebutuhan sehari-hari. Dilain pihak peraturan yang mengatur barang kena pajak yang tergolong mewah tidak bisa mengantisipasi perubahan yang terjadi di masyarakat tersebut.

Selain hal tersebut diatas perilaku konsumen juga mengalami pergeseran yang sangat signifikan baik secara individu maupun lingkungan ataupun keterkaitan antara keduanya. Bahkan dewasa ini perilaku konsumen tidak berasal dari konsumen tapi produsen bisa menciptakan perilaku konsumen untuk konsumennya. Contohnya adalah air minum dalam kemasan. Sebelum air minum dalam kemasan diproduksi, masyarakat memenuhi kebutuhan air minum sendiri dengan memasak air, kemudian produsen mengenalkan air minum dalam kemasan ke masyarakat luas disertai usaha untuk menciptakan persepsi bahwa air minum dalam kemasan lebih sehat, hegienis dan praktis. Kemudian pola konsumsi masyarakat terhadap kebutuhan air minum berubah, dari memasak sendiri menjadi membeli produk air minum dalam kemasan.

Perpajakan yang didalamnya terdapat unsur Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) merupakan juga bagian dari kebijakan fiskal pemerintah. Konsumsi barang kena pajak yang tergolong mewah


(11)

secara berlebihan pada umumnya dilakukan kelompok masyarakat yang berpenghasilan tinggi merupakan kegiatan yang kontraproduktif. Oleh karena itu, kegiatan konsumsi seperti ini perlu dikurangi. Salah satu sarana yang dapat ditempuh adalah diberikannya beban pajak tambahan terhadap kegiatan mengkonsumsi barang kena pajak yang tergolong mewah. Motif diatas itulah maka dengan kata lain, pemerintah dengan kebijakan fiskalnya yang termaterialkan dalam Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM), berusaha untuk mempengaruhi perilaku konsumen khususnya pola konsumsi barang kena pajak yang tergolong mewah.

Tetapi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) berbeda dengan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM). Bahkan bisa dikatakan bahwa Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) merupakan pajak yang kurang populer dimasyarakat umum. Hal itu bisa disebabkan karena karakter dari Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) itu sendiri yaitu merupakan pungutan tambahan disamping Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan hanya dipungut satu kali yaitu pada saat import dan penyerahan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) pabrikan. Yang selanjutnya tidak ada mekanisme pajak keluaran dan pajak masukan. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) oleh distributor akan dimasukkan ke harga pokok barang kena pajak yang tergolong mewah tersebut.

Maka tidak heran ada beberapa konsumen yang mengkonsumsi barang kena pajak yang tergolong mewah tersebut tidak mengetahui tentang Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM). Karena dari pihak Direktorat Jendral Pajak hanya


(12)

5 mensosialisasikan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) ke importir dan Pengusaha Kena Pajak pabrikan.

Salah satu kelompok barang kena pajak yang tergolong mewah adalah Minuman Beralkohol.Selama ini berdasarkan kategori produk minuman beralkohol di Indonesia ada tiga golongan.Menurut Peraturan Menteri Keuangan No. 62/PMK.011/2010,Golongan A dengan kadar alkohol maksimal 5 persen adalah minuman alkohol jenis bir. Sedangkan golongan B kadar alkoholnya 5-20 persen dan golongan C kadar alkoholnya 20 persen ke atas. Golongan B dan C masuk kategori minuman keras.. Sekarang ini, pemerintah mengacu pada sistem advalorem, yaitu sistem pengambilan pajak minol yang mengacu pada nilai atau harga suatu minol.

Oleh karena itu penulis ingin mengangkat uraian diatas dengan judul “Pengaruh Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) Terhadap Harga Jual Minuman Beralkohol Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia”.

B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) merupakan suatu kegiatan penerapan ilmu yang diperoleh mahasiswa selama bangku perkuliahan agar mengenal situasi dunia kerja sekaligus untuk meningkatkan kualitas mahasiswa itu sendiri. Kegiatan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ini memiliki beberapa tujuan dan manfaat bagi mahasiswa, pihak universitas, intansi atau badan yang dijadikan tempat melaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri tersebut.


(13)

Adapun tujuan dari Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) :

1. Untuk mengetahui pengaruh Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) terhadap harga jual minuman beralkohol.

2. Untuk mengetahui pengaruh Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) terhadap konsumsi masyarakat akan minuman beralkohol.

3. Untuk mengetahui pendapat konsumen terhadap harga jual minuman beralkohol yang terkena Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Adapun manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) :

1. Bagi Mahasiswa

a. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan di bidang Perpajakan,khususnya tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah

b. Agar dapat menerapkan teori – teori yang didapat selama masa perkuliahan,khususnya tentang Administrasi Perpajakan.

c. Agar dapat menjadi wadah bagi mahasiswa untuk mempersiapkan dirinya menjadi mahasiswa yang siap memasuki dunia kerja yang semakin hari semakin sulit karena telah dibekali dengan keterampilan,pengalaman – pengalaman dunia kerja dalam proses pelaksanaan praktik kerja lapangan mandiri tersebut.

2. Bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia

a. Sebagai sarana untuk meningkatkan hubungan antara instansi Pemerintah dengan dunia pendidikan sehingga instansi tersebut dapat


(14)

7 mengetahui tingkat perkembangan ilmu pengetahuan di lembaga pendidikan Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. b. Untuk membantu mensosialisasikan Pajak Penjualan Barang Mewah

(PPnBM) kepada Wajib Pajak. 3. Bagi Universitas Sumatera Utara

a. Mempromosikan sumber daya manusia yang ahli di bidangnya yang ada di lingkungan Universitas Sumatera Utara,khususnya Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan.

b. Membangun kerjasama yang baik antara instansi Pemerintah yang terkait dengan Universitas Sumatera Utara,khususnya Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan.

c. Mendapat masukan dan saran untuk penyempurnaan kurikulum yang berlaku di Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan.

C. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Adapun yang menjadi ruang lingkup praktik kerja lapangan mandiri ini yaitu mengumpulkan data yang menyangkut pengaruh Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) mulai dari :

1. Untuk mengetahui pengaruh Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) terhadap harga jual minuman beralkohol.


(15)

2. Untuk mengetahui pengaruh Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) terhadap konsumsi masyarakat akan minuman beralkohol.

3. Untuk mengetahui pendapat konsumen terhadap harga jual minuman beralkohol yang terkena Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

D. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Untuk mendapatkan dan mengumpulkan data serta perolehan informasi sesuai dengan metode yang digunakan,maka tahapannya adalah sebagai berikut :

1. Tahap Persiapan

Dalam tahap ini penulisan melakukan berbagai persiapan yang menyangkut Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ini,mulai dari pengajuan judul Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM),penentuan judul,mencari bahan untuk membuat proposal,konsultasi dengan dosen. 2. Studi Literatur

Penulis mengumpulkan data – data yang menyangkut masalah yang akan dibahas melalui sumber bacaan,seperti : buku Perpajakan,Undang – Undang Perpajakan, artikel ilmiah maupun literature yang berhubungan dengan objek Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM).

3. Observasi Lapangan

Dalam tahap ini penulis melakukan peninjauan/pengamatan secara langsung pada objek praktik kerja lapangan dan meninjau secara langsung kondisi serta keadaan objek tempat pelaksanaan kegiatan.


(16)

9 4. Pengumpulan Data

Dalam tahap ini penulis pengumpulan data melalui 2 (dua) cara yaitu,data primer dan data sekunder yang bertujuan untuk pengumpulan berbagai data yang berhubungan dengan penyusunan laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) :

a. Data Primer

Data yang diperoleh melalui wawancara terhadap orang-orang yang dianggap mampu memberikan masukan dan informasi serta observasi penulis di lapangan tempat objek Praktek Kerja Lapangan Mandiri. b. Data Sekunder

Data/informasi yang diperoleh melalui studi literatur seperti sumber-sumber pustaka, Undang-Undang, dokumentasi maupun literatur lain yang berhubungan dengan objek Praktek Kerja Lapangan Mandiri. 5. Analisis Data dan Evaluasi

Setelah penulis memperoleh data yang diperlukan,penulis akan menganalisa dan mengevaluasi data secara kualitatif yang kemudian akan diinterpretasikan secara objektif,jelas dan sistematis.


(17)

E. Metode Pengumpulan Data 1. Daftar Pertanyaan

Dalam metode ini penulis mengajukan pertanyaan secara langsung kepada para narasumber,seperti para dosen maupun pegawai Kantor Pajak yang berhubungan dengan masalah yang dibahas.

2. Daftar Observasi

Dalam metode ini penulis langsung turun ke lapangan untuk melakukan peninjauan kembali dengan cara mengamati,mendengar serta mencatat mengenai hal – hal yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas,meneliti pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

3. Daftar Dokumentasi

Dalam tahap ini penulis meminta dokumen atau data – data pendukung yang berhubungan dengan data objek Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM).

F. Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Dalam pembahasan penulisan laporan ini penulis menyajikan pembahasan ke dalam 5 bab.Adapun yang menjadi sistematika dalam penyusunan laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) :


(18)

11 BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini penulis memberikan gambaran mengenai keseluruhan isi dari laporan.Bab ini terdiri dari latar belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri,tujuan dan manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri,ruang lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri,metode pengumpulan data dan sistematika penulisan.

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI

Dalam bab ini penulis menguraikan secara singkat mengenai lokasi Praktik Kerja Lapangan Mandiri,struktur organisasi,uraian tugas pokok dan fungsi,serta gambaran mengenai pegawai Kantor Pajak.

BAB III GAMBARAN DATA PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

Dalam bab ini penulis memaparkan data yang berkaitan dengan Pajak Penjualan atas Barang Mewah,mulai dari pengertian,dasar pelaksanaan,subjek/objek pajak,ketentuan umum dalam peraturan perundang – undangan,tata cara pengenaan,wajib pajak,mekanisme pengawasan dan pemungutan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan sebagainya.

BAB IV ANALISIS DAN EVALUASI

Dalam bab ini penulis akan menganalisa data yang diperoleh,dan menganalisis masalah yang timbul,alternatif pemecahan masalah juga evaluasi terhadap


(19)

alternatif pemecahan masalah,serta menganalisa data untuk menjawab perumusan masalah.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini akan disimpulkan uraian – uraian dari bab – bab sebelumnya dan saran – saran yang mungkin dapat digunakan untuk mengatasi masalah yang ada.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(20)

BAB II

GAMBARAN UMUM OBJEK DAN LOKASI PKLM

A. Sejarah Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia

Sebelum disebut Kantor Pelayana Pajak (KPP) dulunya bernama Kantor Inspeksi Pajak (KIP). Hal ini berlangsung sampai tahun 1989, mulai bulan April Kantor Inspeksi Pajak diubah menjadi Kantor Pelayanan Pajak.

Tahun 1976 di Sumatera Utara berdiri dua kantor yaitu:

1. Kantor Inspeksi Pajak Medan Utara yang berada di Jl. Asrama 17A Medan yang wilayah kerjanya meliputi:

a. Kec. Medan Timur b. Kec. Medan Barat c. Kec. Medan Labuhan d. Kec. Medan Deli e. Kec. Medan Belawan f. Kotamadya Binjai g. Kab. Langkat

2. Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan yang berada di Jl. Diponegoro No. 30 Medan yang wilayah kerjanya meliputi :

a. Kec. Medan Baru b. Kec. Medan Denai c. Kec. Medan Deli Serdang


(21)

d. Kab. Karo

e. Kotamadya Tebing Tinggi

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 276/KMK.01/1989 pada tanggal 25 maret 1989 tentang Organisasi dan Tata Usaha Direktorat Jenderal Pajak, Kantor Inspeksi Pajak diubah namanya menjadi Kantor Pelayanan Pajak. Sehingga tanggal 1 April 1989 Kantor Inspeksi Pajak di seluruh Indonesia diubah menjadi Kantor Pelayanan Pajak, dari dua Kantor Inspeksi Pajak yaitu Kantor Inspeksi Pajak Medan Utara dan Kantor Inspeksi Medan Selatan dipecah menjadi tiga Kantor Pelayanan Pajak yaitu:

1. KPP Medan Utara yang berada di Jl. Asrama No. 17 Medan yang wilayah kerjanya meliputi:

a. Kec. Medan Timur b. Kec. Medan Barat c. Kec. Medan Labuhan d. Kec. Medan Denai e. Kec. Medan Belawan

2. KPP Medan Selatan yang berada di Jl. Diponegoro No. 30 Medan yang wilayah kerjanya meliputi:

a. Kec. Medan Baru b. Kec. Medan Denai c. Kec Medan Polonia d. Kec. Medan Maimun


(22)

15 3. KPP Medan Barat yang berada di Jl. Sukamulia No. 27A Medan yang wilayah

kerjanya meliputi :

a. Kec. Medan Tuntungan b. Kec. Medan Sunggal c. Kec. Medan Binjai d. Kab. Langkat e. Kab. Karo

f. Kotamadya Tebing Tinggi dan Kab. Deli Serdang menjadi KPP Tebing Tinggi

Sesuai dengan keputusan Menteri Keuangan No.Kep.758.KMK01/1993 tanggal 13 Agustus 1993 Kantor Pelayanan Pajak pada jajaran Kantor Wilayah I Sumatera Utara I terhitung tanggal 1 April 1994 menjadi empat KPP yang baru dibentuk yaitu:

1. KPP Medan Utara yang berada di Jl. Asrama No. 17 Medan yang wilayah kerjanya meliputi:

a. Kec. Medan Belawan b. Kec. Medan Marelan c. Kec. Medan Labuhan d. Kec. Medan Deli


(23)

2. KPP Medan Barat yang berada di Jl. Sukamulia No. 27A Medan yang wilayah kerjanya meliputi:

a. Kec. Medan Barat b. Kec. Medan Petisah c. Kec. Medan Polonia d. Kec. Medan Maimun e. Kec. Medan Baru f. Kec. Medan Selayang g. Kec. Medan Sunggal h. Kec. Medan Helvetia i. Kec. Medan Tuntungan

3. KPP Medan Timur dengan alamat Jl. Diponegoro No. 30A Medan yang wilayah kerjanya meliputi:

a. Kec. Medan Timur b. Kec. Medan Perjuangan c. Kec. Medan Area d. Kec. Medan Denai e. Kec. Medan Tembung f. Kec. Medan Kota g. Kec. Medan Amplas h. Kec. Medan Johor


(24)

17 4. KPP Binjai dengan alamat Jl. Asrama No. 7A Medan yang wilayah kerjanya

meliputi:

a. Kotamadya Binjai b. Kab. Langkat c. Kab. Tanah Karo

d. Enam Kecamatan di Deli Serdang yaitu: 1. Kec. Medan Sunggal

2. Kec. Pancur Batu 3. Kec. Hamparan Perak 4. Kec. Sibolangit 5. Kec. Kutalinbaru 6. Kec. Labuhan Deli

Kemudian sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 443/KMK.01/2001 tanggal 23 Juli 2001, Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat dipecah menjadi dua kantor yaitu Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat dan Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia.

Pada tanggal 26 Mei 2008 Kantor Pelayanan Pajak diubah menjadi Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang terdiri dari:

1. KPP Pratama Binjai 2. KPP Pratama Medan Barat 3. KPP Pratama Medan Belawan 4. KPP Pratama Medan Kota


(25)

5. KPP Pratama Medan Petisah 6. KPP Pratama Medan Polonia 7. KPP Pratama Medan Timur 8. KPP Pratama Lubuk Pakam

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia yang terletak di Jalan Ponegoro No. 30A Medan mempunyai wilayah kerja yang meliputi :

1. Kecamatan Medan Johor 2. Kecamatan Medan Maimun 3. Kecamatan Medan Baru 4. Kecamatan Medan Selayang 5. Kecamatan Medan Tuntungan 6. Kecamatan Medan Polonia

B. Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Polonia

Struktur organisasi adalah suatu kerangka yang menggambarkan sistematika penerapan tugas-tugas, fungsi, wewenang serta tanggungjawab masing-masing bagian pada suatu organisasi dengan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.

Struktur organisasi berfungsi untuk menyelenggarakan tugas kedinasan dengan tujuan untuk mencapai yang diinginkan dan yang telah ditargetkan oleh KPP Pratama Medan Polonia. Dengan struktur organisasi masing-masing pegawai akan mengetahui kewajiban, wewenang dan tanggungjawabnya. Agar penyelenggaraan kegiatan kedinasan dapat berjalan dengan lancar hendaknya pegawai ditempatkan


(26)

19 pada tempat dan tugas yang tepat sesuai dengan bakat dan pendidikan, pengalaman, dan keahliannya. Dengan adanya struktur organisasi yang baik maka dapat ditentukan kepada siapa tugas diberikan dan setiap orang harus mempertanggungjawabkan tugas yang diberikan kepadanya.

Gambaran Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia adalah sebagai berikut :

1. Sub. Bagian Umum

2. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan

3. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI) 4. Seksi Penagihan

5. Seksi Pengawasan dan Konsultasi (Waskon) 6. Seksi Pemeriksaan

7. Kelompok Fungsional 8. Seksi Pelayanan 9. Unit Fiskal Luar Negeri

KPP Pratama Medan Polonia memakai struktur organisasi garis staff yang dipakai oleh Kepala Kantor Wilayah I Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I, dimana semua pegawainya merupakan Pegawai Negeri Sipil Departemen Keuangan Republik Indonesia.


(27)

C. Deskripsi Kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia 1. Sub. Bagian Umum

Sub. Bagian Umum mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha, kepegawaian, keuangan dan rumah tangga. Untuk menyelenggarakan tugas tersebut, Sub. Bagian Umum mempunyai fungsi sebagai berikut :

a. Pengurusan tata usaha dan kepegawaian

b. Pengurusan keuangan kantor misalnya pengurusan gaji pegawai, pengajuan usul pengangkatan bendahara, penyusunan daftar realisasi anggaran belanja, pembayaran tagihan, lembur pegawai dan lain-lain.

c. Pengurusan rumah tangga dan perlengkapan yang dibutuhkan d. Penerimaan dokumen, pemprosesan dan penatausahaan dokumen

masuk di Sub bagian Umum dan penyampaian dokumen. 2. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan

Seksi Ekstensifikasi Perpajakan mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha wajib pajak, penerimaan dan pengecekan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan serta penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP). Untuk menyelenggarakan tugas tersebut, seksi ini mempunyai fungsi:

a. Pendaftaran Objek Pajak baru dengan penelitian kantor dan lapangan.


(28)

21 c. Pelaksanaan penilaian individual objek Pajak Bumi dan Bangunan

(PBB)

d. Pembuatan daftar biaya komponen bangunan. e. Pemeliharaan data ojek dan subjek PBB f. Pendaftaran Wajib Pajak.

3. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI)

Memiliki tugas dalam hal pengumpulan, pengolahan data, penyajian informasi perpajakan, perekaman dokumen perpajakan, urusan tata usaha penerimaan perpajakan, pengalokasian dan penatausahaan bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), pelayanan dukungan teknis komputer, pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filing dan penyiapan laporan kinerja.

4. Seksi Penagihan

Memiliki tugas dalam hal pelaksanaan dan penatausahaan penagihan aktif, piutang pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak dan usulan penghapusan piutang pajak sesuai ketentuan yang berlaku.

Untuk melakukan tugas tersebut seksi penagihan mempunyai fungsi sebagai berikut :

a. Penatausahaan Surat Ketetapan Pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan/Keberatan/Putusan banding/Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak dan Surat Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi.


(29)

b. Menjawab konfirmasi data tunggakan Wajib Pajak (WP) c. Usulan pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak d. Penghapusan piutang pajak

e. Penerbitan dan penyampaian Surat Teguran, Surat Paksa, Surat Perintah Pelaksanaan Penyitaan, Pencabutan Sita, Pelaksanaan Lelang dan Permohonan Pembatalan Lelang.

5. Seksi Pengawasan dan Konsultasi (Waskon)

Memiliki tugas melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan WP (Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, PBB, BPHTB, dan pajak lainnya), bimbingan/himbauan kepada WP dan konsultasi teknis perpajakan, penyusunan profil WP, analisis kinerja WP, rekonsiliasi data WP dalam rangka melakukan intensifikasi dan evaluasi hasil banding berdasarkan ketentuan yang berlaku. Dalam satu KPP Pratama terdapat empat Waskon yang pembagian tugasnya didasarkan pada cakupan wilayah (territorial) tertentu.

6. Seksi Pemeriksaan

Memiliki tugas dalam hal pelaksanaan penyusunan rencana pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan dan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak serta administrasi pemeriksaan dan perpajakan lainnya.


(30)

23 7. Kelompok Fungsional

Kelompok Fungsional yang terdiri atas Pejabat Fungsional Pemeriksa dan Pejabat Fungsional Penilai yang bertanggungjawab secara langsung kepada Kepala KPP Pratama Medan Polonia. Dalam melaksanakan pekerjaannya, Pejabat Fungsional Pemeriksa berkoordinasi dengan Seksi Pemeriksaan sedangkan Pejabat Fungsional Penilai berkoordinasi dengan Seksi Ekstensifikasi.

8. Seksi Pelayanan

Memiliki tugas dalam halpnetapan dan penerbitan produk hokum perpajakan, pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan SPT dan surat lainnya, penyuluhan perpajakan, pelaksanaan registrasi WP, serta kerjasama perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

9. Unit Fiskal Luar Negeri

Unit Fiskal Luar Negeri bertugas member pelayanan fiscal luar negeri kepada warga negara yang hendak berpergian ke luar negeri. Unit ini berada di Bandara Internasional Polonia Medan, dan bertugas setiap hari.


(31)

Jumlah Pegawai dan struktur organisasi KPP Pratama Medan Polonia (7 Juni 2010) terdiri dari:

- Kepala Kantor = 1 orang

- Kepala Seksi = 6 orang

- Supervisor = 2 orang

- Account Representative = 16 orang

- Pemeriksa Pajak = 6 orang

- Pelaksana = 54 orang


(32)

BAB III

GAMBARAN DATA PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPNBM)

A. DASAR – DASAR PERPAJAKAN

Sebagian besar Negara di dunia ini memiliki sistem perpajakan untuk membiayai pengeluaran pemerintahnya. Tidak terkecuali dengan Indonesia di mana pajak menjadi tulang punggung untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah dalam rangka menyediakan barang publik dan jasa publik. Nah, saking pentingnya peranan pajak dalam zaman modern ini, sampai-sampai Benjamin Franklin berkata : “In this world nothing is certain except death and taxes.”

Di Indonesia, dikenal beberapa jenis pajak seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Meterai (BM), dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB). Di tingkat pemerintah daerah, di kenal juga beberapa macam pajak seperti Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Pajak Restoran, dan lain-lain.

1. Pengertian Pajak

Definisi pajak yang terkenal dalam dunia akademik dikemukakan oleh Prof. Rochmat Soemitro dalam Mardiasmo,2008:30, yaitu :

“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik yang


(33)

langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”

Dari definisi di atas terlihat bahwa pajak harus berdasarkan Undang-undang yang disusun dan dibahas bersama antara pemerintah dan DPR sehingga pajak merupakan ketentuan berdasarkan kehendak rakyat, bukan kehendak penguasa semata. Pembayar pajak tidak akan mendapat imbalan langsung. Manfaat dari pajak akan dirasakan oleh seluruh masyarakat baik yang membayar pajak maupun yang tidak membayar pajak.

Undang-undang perpajakan sendiri tidak memberikan definisi pajak sampai dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007.Dan b aru pada Undang-undang inilah definisi pajak dicantumkan. Adapun definisi pajak menurut Undang-undang ini adalah sebagai berikut :

“Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Definisi versi undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan ini nyaris hampir sama dengan definisi Rochmat Soemitro. Kata-kata “iuran” diganti dengan Kata-kata “kontribusi” yang nadanya lebih bersifat positif karena mengandung makna partisipasi masyarakat. Kemudian ada tambahan “bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat” yang membuat kata pajak lebih bernilai positif karena untuk tujuan kemakmuran rakyat melalui


(34)

27 penyediaan barang dan jasa publik seperti pertahanan, keamanan, pendidikan, kesehatan, jalan raya, dan fasilitas umum lainnya.

2. Fungsi Pajak

Sebenarnya, dari definisi pajak di atas sudah tergambarkan fungsi dari pajak yaitu untuk menyediakan barang-barang dan jasa-jasa publik. Namun demikian, dalam literatur-literatur perpajakan, dikenal dua macam fungsi pajak yaitu fungsi penerimaan (budgetair) dan fungsi mengatur (regulair).

Fungsi penerimaan adalah fungsi utama pajak. Pajak ditarik terutama untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah dalam rangka menyediakan barang dan jasa publik. Saat ini sekitar 70% APBN Indonesia dibiayai oleh pajak. Dua pajak penyumbang penerimaan terbesar adalah Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Dengan demikian, dua jenis pajak ini lebih memiliki fungsi penerimaan (budgetair) ketimbang fungsi mengatur.

Selain berfungsi sebagai sumber penerimaan negara, pajak juga memiliki fungsi mengatur. Dalam fungsi ini, pajak mengarahkan perilaku sekelompok warga negara agar bertindak sesuai yang diinginkan. Contoh, agar masyarakat Indonesia mendapatkan minyak goreng yang murah, maka terhadap ekspor CPO akan dikenakan pajak ekspor yang tinggi. Contoh lain, agar masyarakat tidak mengkonsumsi minuman beralkohol, maka terhadap jenis barang seperti


(35)

ini dikenakan PPnBM yang tinggi. Jenis pajak yang biasanya digunakan sebagai instrumen mengatur ini adalah Pajak Ekspor, Bea Masuk dan PPnBM.

Kalau ditelusuri lebih jauh, ada satu lagi fungsi pajak yang harus kita catat. Fungsi tersebut adalah fungsi distribusi kekayaan di mana kelompok yang lebih mampu akan membayar pajak lebih banyak sementara kelompok yang kurang mampu akan mendapatkan manfaat lebih banyak dibandingkan dengan pajak yang dia bayar. Bahkan untuk kelompok tertentu, seperti penerima BLT, penerima subsidi BBM, dan penerima subsidi pupuk, mungkin dia tidak membayar pajak tapi dia mendapatkan manfaat langsung dari pajak. Dan memang karena alasan itulah adanya pajak. Saya lebih senang menyebut fungsi ini sebagai fungsi sosial pajak.

3. Pengelompokan Pajak a. Menurut Golongannya

1. Pajak Langsung adalah pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.Contoh : Pajak Penghasilan.

2. Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.Contoh : Pajak Pertambahan Nilai.


(36)

29 b. Menurut Sifatnya

1. Pajak Subjektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya,dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.Contoh : Pajak Penghasilan.

2. Pajak Objektif adalah pajak yang berpangkal pada objeknya,tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. c. Menurut Lembaga Pemungutnya

1. Pajak Pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara.Contoh : Pajak Penghasilan,Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah,Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai

2. Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.Pajak Daerah terdiri atas :

- Pajak Propinsi,contoh : Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.

- Pajak Kabupaten/Kota,contoh : Pajak Hotel,Pajak Restoran dan Pajak Hiburan


(37)

B. PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

Apabila dilihat dari sejarahnya,Pajak Pertambahan Nilai merupakan pengganti dari Pajak Penjualan. Alasan penggantian ini karena Pajak Penjualan dirasa sudah tidak lagi memadai untuk menampung kegiatan masyarakat dan belum mencapai sasaran kebutuhan pembangunan, antara lain untuk meningkatkan penerimaan negara, mendorong ekspor, dan pemerataan pembebanan pajak.

Kelebihan Pajak Pertambahan Nilai dibandingkan Pajak Penjualan: a. Menghilangkan pajak berganda.

b. Menggunakan tarif tunggal, sehingga memudahkan pelaksanaan. c. Netral dalam persaingan dalam negeri.

d. Netral dalam perdagangan internsional. e. Netral dalam pola konsumsi.

f. Dapat mendorong ekspor. Pajak Pertambahan Nilai merupakan:

a. Pajak tidak langsung.

b. Pajak atas konsumsi dalam negeri.

1. Dasar Hukum

Undang-undang yang mengatur pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPn) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM) adalah undang-undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali


(38)

31 diubah terakhir dengan undang Nomor 18 Tahun 2000. Undang-undang ini disebut Undang-Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984.

2. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ditetapkan dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 jo. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000..Pajak Pertambahan Nilai merupakan pajak yang dikenakan terhadap pertambahan nilai (value added) yang timbul akibat dipakainya faktor-faktor produksi di setiap jalur perusahaan dalam menyiapkan,menghasilkan,menyalurkan dan memperdagangkan barang atau pemberian pelayanan jasa kepada para konsumen.Untuk barang yang tergolong mewah,diberlakukan dengan adanya Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

Baik Pajak Pertambahan Nilai maupun Pajak Penjualan Atas Barang Mewah akhirnya dibebankan pada konsumen.Pengusaha kena pajak hanya memungut dan kemudian menyetor ke Kantor Kas Negara.

3. Fungsi Pajak Pertambahan Nilai a. Penerimaan Negara

Salah satu fungsi pemungutan pajak yang umum adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah.Fungsi ini disebut juga sebagai fungsi Budgeter.Begitupula Pajak Pertambahan Nilai,dipergunakan sebagai sumber pembiayaan Negara.Sejak diterapkan,Undang-undang


(39)

Pajak Pertambahan Nilai telah cukup berperan sebagai sumber penerimaan utama yang semakin meningkat baik jumlah maupun jumlah relatifnya apabila dibandingkan dengan penerimaan Negara lainnya.

b. Pemerataan Beban Pajak

PPN sering dikatakan sebagai tambahan atau koreksi untuk Pajak Penghasilan (PPh).Karena PPh mengadakan pengecualian Subyek Pajak,ada Subyek Pajak yang dibebaskan dari pengenaan pajak.Dengan diadakannya PPN,subyek pajak yang terbebaskan pada PPh,secara tidak langsung menjadi penanggung pajak melalui konsumsi yang dilakukannya.Dengan demikian,beban pajak akan terbebani pada setiap orang,tanpa pengecualian.PPN dalam hal ini berperan sebagai alat untuk memeratakan beban pajak.

c. Mengatur Pola Konsumsi

PPN sering juga disebut sebagai pajak atas konsumsi.Yang menjadi pemikul beban pajak adalah Konsumen.Oleh karena itu PPN dapat juga dijadikan alat untuk membentuk pola konsumsi,dengan mengenakan pajak atas barang-barang tertentu,dan tidak mengenakan pajak atas barang lainnya sesuai dengan yang diinginkan.Dengan demikian pola konsumsi masyarakat diharapkan dapat dipengaruhi dan diarahkan.


(40)

33 d. Mendorong Ekspor

Untuk mendorong dan meningkatkan daya saing barang ekspor di pasaran luar negeri,tariff atas penyerahan ekspor ditetapkan sebesar 0%.

e. Mendorong Investasi

Dalam system Pajak Pertambahan Nilai,pajak yang dibayarkan atas perolehan atau impor barang modal,dibebaskan/dapat diminta kembali.Pembebasan/pengembalian PPN Barang Modal diharapkan akan mendorong investasi.

f. Membantu Pengusaha Kecil

Dengan mengecualikan Pengusaha Kecil dari kewajiban memungut PPN,diharapkan akan lebih membantu pengusaha kecil mengembangkan usahanya.

4. Barang Kena Pajak (BKP)

Barang Kena Pajak (BKP) adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud yang dikenakan pajak berdasarkan pajak berdasarkan Undang-undang PPN.

Pada dasarnya semua barang adalah BKP, kecuali undang-undang menetapkan sebaliknya.


(41)

Jenis barang yang tidak dikenakan PPN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah didasarkan atas kelompok-kelompok barang sebagai berikut:

a. Barang hasil pertambangan, penggalian, dan pengeboran, yang diambil langsung dari sumbernya.

b. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak.

c. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya meliputi makanan dan minuman baik yang di konsumsi di tempat atau tidak, tidak termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau catering.

d. Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga (saham, obligasi, dan lainnya).

5. Jasa Kena Pajak (JKP)

Jasa Kena Pajak (JKP) adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesanan yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai Nomor 18 Tahun 2000.

Pada dasarnya semua jasa dikenakan pajak, kecuali yang ditentukan lain oleh Undang-undang PPN. Jenis jasa yang tidak dikenakan PPN ditetapkan


(42)

35 dengan Peraturan Pemerintah didasarkan atas kelompok-kelompok jasa antara lain:

a. Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik,meliputi : - Jasa dokter umum,dokter spesialis dan dokter gigi - Jasa dokter hewan

- Jasa ahli kesehatan seperti akupuntur,ahli gizi dan fisioterapi - Jasa kebidanan dan dukun bayi

- Jasa paramedic dan perawat

- Jasa rumah sakit,rumah bersalin,klinik kesehatan, laboratorium, kesehatan dan sanatorium

b. Jasa di bidang pelayanan sosial,meliputi :

- Jasa pelayanan Panti Asuhan dan Panti Jompo

- Jasa pemadanm kebakaran kecuali yang bersifat komersial - Jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan

- Jasa Lembaga Rehabilitasi kecuali yang bersifat komersial - Jasa pemakaman termasuk crematorium

- Jasa di bidang olah raga kecuali yang bersifat komersial c. Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko

d. Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna dengan hak opsi,seperti :


(43)

- Jasa Perbankan,kecuali jasa penyediaan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga,jasa penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan surat kontrak (perjanjian),serta anjak piutang. - Jasa asuransi,tidak termasuk brokerasuransi

- Jasa Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi e. Jasa di bidang keagaman,meliputi :

- Jasa pelayanan rumah ibadah

- Jasa pemberian khotbah atau dakwah - Jasa lainnya di bidang keagamaan f. Jasa di bidang pendidikan,meliputi :

- Jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah,seperti jasa penyelenggaraan pendidikan umum,pendidikan kejuruan,pendidikan luar biasa,pendidikan kedinasan,pendidikan keagaaman,pendidikan akademik dan pendidikan professional - Jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah,seperti

kursus-kursus

g. Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan termasuk jasa di bidang kesenian yang tidak bersifat komersial,seperti pementasan kesenian tradisional yang diselenggarakan secara cuma-cuma.

h. Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan seperti jasa penyiaran radio atau televise baik yang dilakukan oleh instansi


(44)

37 Pemerintah maupun swasta yang bukan bersifat iklan dan tidak dibiayai oleh sponsor yang bertujuan komersial.

i. Jasa di bidang angkutan umum di darat dan air,meliputi jasa angkutan umum di darat,di laut,di danau maupun di sungai yang dilakukan oleh Pemerintah maupun swasta.

j. Jasa di bidang tenaga kerja,meliputi : - Jasa tenaga kerja

- Jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang Pengusaha penyedia tenaga kerja tidak bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tersebut

- Jasa penyelenggaraan latihan bagi tenaga kerja k. Jasa di bidang perhotelan,meliputi :

- Jasa persewaan kamar termasuk tambahannya di hotel,rumah,penginapan,motel,losmen,hostel,serta fasilitas yang terkait dengan kegiatan perhotelan untuk tamu yang menginap - Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di

hotel,rumah penginapan,motel,losmen dan hostel.

l. Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum,meliputi jenis-jenis jasa yang dilaksanakan oleh instansi Pemerintah seperti pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB),pemberian Ijin Usaha


(45)

Perdagangan,pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak dan pembuatan Kartu Tanda Penduduk.

6. Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang PPN 1984, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan, kecuali pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

Pengusaha Kena Pajak berkewajiban antara lain untuk: a. Melaporkan usahanya unutk dikukuhkan menjadi PKP. b. Memungut PPN dan PPn BM yang terutang.

c. Membuat Faktur Pajak atas setiap penyerahan kena pajak. d. Membuat nota retur dalam hal terdapat pengambilan BKP

e. Melakukan pencatatan atau pembukuan mengenai kegiatan usahanya.

f. Menyetor PPN dan PPn BM yang terutang g. Menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN.

Pengusaha yang dikecualikan dari kewajiban sebagai Pengusaha Kena Pajak adalah:


(46)

39 b. Pengusaha yang semata-mata menyebabkan barang atau jasa yang

tidak dikenakan PPN.

7. Penyerahan Barang Kena Pajak

Penyerahan barang yang termasuk dalam pengertian penyerahan BKP adalah:

a. Penyerahan hak atas BKP karena suatu perjanjian.

b. Pengalihan BKP oleh karena suatu perjanjian sewa beli dan perjanjian leasing

c. Penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang. d. Pemakaian sendiri dan atau pemberian cuma-cuma atas BKP.

e. Persediaan BKP dan aktiva yang menurut tujuan semula tidak diperjualbelikan,yang masih tersisa pada pembubaran perusahaan,sepanjang PPN atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan dapat dikreditkan

f. Penyerahan BKP dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan penyerahan BKP antar Cabang

g. Penyerahan BKP secara konsiyasi.

Sedangkan penyerahan barang yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan BKP adalah:

a. Penyerahan BKP kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang.


(47)

b. Penyerahan BKP untuk jaminan utang piutang.

c. Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan. BKP antar cabang dalam hal Pengusaha Kena Pajak memperoleh ijin pemusatan tempat pajak terutang.

8. Obyek Pajak Pertambahan Nilai Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:

a. Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak.

b. Impor BKP.

c. Penyerahan JKP yang dilakukan di dalam Daerah Pabean oleh Pengusaha Kena Pajak.

d. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.

e. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.

f. Ekspor BKP oleh Pengusaha Kena Pajak.

C. PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPnBM)

PPnBM merupakan jenis pajak yang merupakan satu paket dalam Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai. Namun demikian, mekanisme pengenaan PPnBM


(48)

41 ini sedikit berbeda dengan PPN. Berdasarkan Pasal 5 Ayat (1) Undang-undang PPN, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dikenakan terhadap :

1. Penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang dilakukan oleh Pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya; 2. Impor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah.

Dengan demikian, PPnBM hanya dikenakan pada saat penyerahan BKP Mewah oleh pabrikan (pengusaha yang menghasilkan) dan pada saat impor BKP Mewah. PPnBM tidak dikenakan lagi pada rantai penjualan setelah itu. Adapun pihak yang memungut PPnBM tentu saja pabrikan BKP Mewah pada saat melakukan penyerahan atau penjualan BKP Mewah. Sementara itu, PPnBM atas impor BKP mewah dilunasi oleh importir berbarengan dengan pembayaran PPN impor dan PPh Pasal 22 Impor.

1. Dasar Pertimbangan Pengenaan PPnBM

a. Perlu keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah dengan konsumen yang berpenghasilan tinggi;

b. Perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah;

c. Perlu adanya perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional;


(49)

d. Perlu untuk mengamankan penerimaan negara;

2. Pengertian Barang Kena Pajak Mewah

a. Bahwa barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok; atau

b. Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; atau

c. Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi; atau

d. Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status; atau

e. Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu ketertiban masyarakat, seperti minuman beralkohol.

3. Pengertian Menghasilkan

PPnBM dikenakan pada saat Pengusaha yang menghasilan BKP Mewah menyerahkan kepada fihak lain. Termasuk dalam pengertian menghasilkan adalah sebagai berikut ;

a. Merakit : menggabungkan bagian-bagian lepas dari suatu barang menjadi barang setengah jadi atau barang jadi, seperti merakit mobil, barang elektronik, perabot rumah tangga, dan sebagainya; b. Memasak : mengolah barang dengan cara memanaskan baik


(50)

43 c. Mencampur : mempersatukan dua atau lebih unsur (zat) untuk

menghasilkan satu atau lebih barang lain;

d. Mengemas : menempatkan suatu barang ke dalam suatu benda yang melindunginya dari kerusakan dan atau untuk meningkatkan pemasarannya;

e. Membotolkan : memasukkan minuman atau benda cair ke dalam botol yang ditutup menurut cara tertentu;

4. Dasar Pengenaan Pajak

Untuk menghitung besarnya pajak (PPN dan PPn BM) yang terutang perlu adanya Dasar Pengenaan pajak (DPP).Yang menjadi DPP adalah:

a. Harga Jual b. Penggantian c. Nilai Impor d. Nilai Ekspor

e. Nilai lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. Penerapan DPP diatur dalam berbagai peraturan pelaksanaan undang-undang sebagaimana berikut:

a. Untuk penyerahan atau penjualan BKP, yang menjadi DPP adalah jumlah harga jual.

b. Untuk penyerahan JKP, yang menjadi DPP adalah penggantian. c. Untuk impor, yang menjadi DPP adalah nilai impor.


(51)

d. Untuk ekspor, yang menjadi DPP adalah nilai ekspor.

e. Atas kegiatan membangun sendiri bangunan permanen dengan luas 200 m² atau lebih, yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya, DPP-nya adalah 40% dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk membangun. f. Untuk pemanfaatan BKP yang tidak berwujud atau JKP dari luar

Daerah Pabean, DPP-nya adalah sebesar jumlah yang seharusnya dibayarkan kepada pihak yang menyerahkan BKP atau JKP tersebut. g. Untuk pemakaian sendiri maupun pemberian cuma-cuma, DPP-nya

adalah harga jual dikurangi harga kotor.

h. Untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar, DPP-nya adalah perkiraan harga jual rata-rata.

i. Dalam hal penyerahan film cerita, DPP-nya adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film.

j. Untuk persediaan BKP maupun aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, DPP-nya adalah harga pasar wajar.

k. Untuk penyerahan jasa biro perjalanan maupun jasa pengiriman paket, DPP-nya adalah 10% dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.

l. Untuk penyerahan kendaraan bermotor bekas, DPP-nya adalah 10% dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.


(52)

45 m. Untuk penyerahan jasa anjak piutang, DPP-nya adalah 5% dari

jumlah seluruh imbalan.

5. Tarif PPN dan PPnBM

Tarif Pajak Pertambahan Nilai yang berlaku saat ini adalah 10%.Sedangkan tarif PPN atas ekpor BKP adalah 0%. Pengenaan tarif 0% bukan berarti pembebasan dari pengenaan PPN, tetapi Pajak Masukan yang telah dibayar dari barang yang diekspor dapat dikreditkan.Berdasarkan pertimbangan perkembangan ekonomi dan atau peningkatan kebutuhan dana untuk pembangunan, dengan peraturan pemerintah tarif PPN dapat diubah serendah-rendahnya 5% dan setinggi-tingginya 15% dengan tetap memakai prinsip tarif tunggal.

Tarif Pajak atas Penjualan Barang Mewah Tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM), dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 dan peraturan pemerintah, dapat ditetapkan dalam beberapa pengelompokan tarif, yaitu tarif paling rendah sebesar 10% dan tarif paling tinggi sebesar 75%. Tarif PPnBM ini adalah 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, dan 75%.Tarif PPn BM dikelompokan menjadi:

a. Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar:


(53)

1) Kendaraan bermotor untuk pengangkutan 10 sampai 15 orang termasuk pengemudi dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel) dengan semua kapasitas isi silinder.

2) Kendaraan bermotor unutk pengangkutan kurang dari 10 orang termasuk pengemudi selain sedan dan station wagon, dengan motor bakar cetius api atau nyala kompresi, dengan sistem 1 gandar penggerak (4x2), dengan kapasitas isi silinder tidak lebih dari 1500 cc.

- 20% (dua puluh persen)

1) Kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 orang termasuk pengemudi selain sedan dan station wagon, dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi, dengan sistem 1 gandar penggerak (4x2), dengan kapasitas isi silinder lebih dari 1500 cc sampai dengan 2200 cc.

2) Kendaraan bermotor dengan kabin ganda dalam bentuk kendaraan bak terbuka atau bak tertutup, dengan penumpang lebih dari 3 orang termasuk pengemudi, dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi, dengan sistem 1 gandar penggerak (4x2) atau dengan sistem 2 gandar penggerak (4x4), dengan semua kapasitas isi silinder, dengan masa total tidak lebih dari 5 ton.


(54)

47 - 30% (tiga puluh persen), adalah kendaraan bermotor untuk

pengakutan kurang dari 10 orang termasuk pengemudi, berupa: 1) Kendaraan bermotor sedan atau station wagon dengan

motor bakar cetus api atau nyala kompresi dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 1500 cc.

2) Kendaraan bermotor selain sedan atau station wagon dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi dengan sistem 2 gandar penggerak (4x4), dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 1500 cc.

- 40% (empat puluh persen), adalah kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 orang termasuk pengemudi, berupa:

1) Kendaraan bermotor selain sedan atau station wagon dengan motor bakar cetus api, dengan sistem 1 gandar penggerak (4x2), dengan kapasitas isi silinder lebih dari 2500 cc sampai dengan 3000 cc.

2) Kendaraan bermotor selain sedan atau station wagon dengan motor bakar cetus api, dengan sistem 2 gandar penggerak (4x4), dengan kapasitas isi silinder lebih dari 1500 cc sampai dengan 3000 cc.

3) Kendaraan bermotor dengan motor bakar nyala kompresi, berupa sedan atau station wagon dan selain sedan atau


(55)

station wagon dengan sistem 2 gandar penggerak (4x4), dengan kapasitas isi silinder lebih dari 1500 cc sampai dengan 2500 cc.

- 50% (lima puluh persen), adalah semua jenis kendaraan khusus yang dibuat untuk golf.

- 60% (enam puluh persen)

1) Kendaraan bermotor beroda dua dengan kapasitas isi silindernya lebih dari 250 cc sampai dengan 500 cc

2) Kendaraan khusus yang dibuat untuk perjalanan di atas salju, di pantai, di gunung, dan kendaraan semacam itu. - 75% (tujuh puluh lima persen)

1) Kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 orang termasuk pengemudi, dengan motor cetus api, berupa sedan atau station wagon dan selain sedan atau station wagon dengan sistem 1 gandar penggerak (4x2) atau dengan sistem 2 gandar penggerak (4x4) dengan kapasitas isi silinder lebih dari 3000 cc.

2) Kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 orang termasuk pengemudi, dengan motor bakar nyala kompres, berupa sedan atau station wagon dan selain sedan atau station wagon dengan sistem 1 gandar penggerak (4x2) dengan kapasitas isi silinder lebih dari 2500 cc.


(56)

49 3) Kendaraan bermotor beroda 2 dengan kapasitas isi silinder

lebih dari 500 cc.

4) Trailer, semi trailer dari tipe caravan, untuk perumahan atau kemah.

b. Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar:

- 10% (sepuluh persen)

1) Kelompok alat rumah tangga, pesawat pendingin, pesawat pemanas, dan pesawat penerima siaran televisi. 2) Kelompok peralatan dan perlengkapan olah raga. 3) Kelompok mesin pengatur suhu udara

4) Kelompok alat perekam atau reproduksi gambar, pesawat penerima siaran radio.

5) Kelompok alat forografi, alat sinematografi, dan perlengkapannya.

- 20% (dua puluh persen)

1) Kelompok alat rumah tangga, pesawat pendingin, dan pesawat pemanas, selain yang disebut dalam kelompok tarif 10%.

2) Kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house , dan sejenisnya.


(57)

3) Kelompok pesawat penerima siaran televisi, dan antena serta reflektor antena, selain yang disebut dalam kelompok tarif 10%.

4) Kelompok mesin pengatur suhu udara, mesin setrika, mesin cuci piring, mesin pengering, pesawat elektromagnetik, dan instrumen musik.

5) Kelompok wangi-wangian. - 30% (tiga puluh persen)

1) Kelompok kapal atau kendaraan air lainnya, sampan dan kano, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan umum. 2) Kelompok peralatan dan perlengkapan olah raga, selain

yang disebut dalam kelompok tarif 10%. - 40% (empat puluh persen)

1) Kelompok minuman yang mengandung alkohol.

2) Kelompok barang yang terbuat dari kulit atau kulit tiruan. 3) Kelompok permadani yang terbuat dari sutera atau wool. 4) Kelompok barang kaca dari kristal timah hitam dari jenis

yang digunakan untuk meja, dapur, rias, kantor, dekorasi dalam ruangan atau keperluan semacam itu.

5) Kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari logam mulia atau logam yang dilapisi logam mulia atau campuran dari padanya.


(58)

51 6) Kelompok kapal atau kendaraan air lainnya, sampan dan

kano, selain yang disebutkan dalam kelompok tarif 30% kecuali untuk keperluan negara atau keperluan umum. 7) Kelompok balon udara dan balon udara yang dapat

dikemudikan, pesawat udara lainnya tanpa tenaga penggerak.

8) Kelompok peluru senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara.

9) Kelompok jenis alas kaki.

10) Kelompok barang-barang perabot rumah tangga dan kantor.

11) Kelompok barang-barang yang terbuat dari porselin, tanah, tanah lempung cina atau keramik.

12) Kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari batu, selain batu jalan dan batu tepi jalan. - 50% (lima puluh persen)

1) Kelompok permadani yang terbuat dari bulu hewan halus. 2) Kelompok pesawat udara, selain yang dimaksud dalam

kelompok tarif 40% kecuali untuk keperluan negara atau angkutan udara niaga.


(59)

3) Kelompok peralatan dan perlengkapan olah raga selain yang disebutkan dalam kelompok tarif 10% dan kelompok tarif 30%.

4) Kelompok sejata api dan senjata api lainnya, kecuali unutk keperluan negara.

- 75% (tujuh puluh lima persen)

1) Kelompok minuman yang mengandung alkohol selain yang disebut dalam dalam kelompok tarif 40%.

2) Kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari batu mulia dan atau mutiara atau campuran dari padanya.

3) Kelompok kapal pesiar mewah, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan umum.

Untuk ekspor BKP yang Tergolong Mewah, dikenakan tarif 0%. PPn BM yang telah dibayar atas perolehan BKPTM yang diekspor dapat diminta kembali (restitusi).

6. Mekanisme Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai

Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 menganut metode kredit pajak serta metode faktur pajak. Dalam metode ini Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak. PPN dipungut secara bertingkat pada setiap jalur


(60)

53 produksi dan distribusi. Unsur pengenaan pajak berganda atau pengenaan apajak atas pajak dapat dihindari dengan diterapkannya mekanisme pengkreditan pajak masukan. Untuk melakukan pengkreditan pajak masukan, sarana yang digunakan adalah faktur pajak.

Mekanisme pengenaan PPN digambarkan sebagai berikut:

a. Pada saat membeli/memperoleh BKP/JKP, akan dipungut PPN oleh PKP penjual. Bagi pembeli, PPN yang dipungut oleh PKP penjual tersebut merupakan pembayaran pajak di muka dan disebut dengan Pajak Masukan. Pembeli berhak menerima bukti pemungutan berupa faktur pajak.

b. Pada saat menjual/menyerahkan BKP/JKP kepada pihak lain, wajib memungut PPN. Bagi penjual, PPN tersebut merupakan Pajak Keluaran. Sebagai bukti telah memungut PPN, PKP penjual wajib membuat faktur pajak.

c. Apabila dalam suatu masa pajak jumlah Pajak Keluaran lebih besar daripada jumlah Pajak Masukan, selisihnya harus disetorkan ke kas negara.

d. Apabila dalam suatu masa pajak jumalah Pajak Keluaran lebih kecil daripada jumlah Pajak Masukan, selisihnya dapat direstitusi atau dikompensasikan ke masa pajak berikutnya.


(61)

e. Pelaporan penghitungan PPN dilakukan setiap masa pajak dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN).

7. Cara Menghitung PPN dan PPnBM

a. Cara menghitung PPN adalah sebagai berikut :

Contoh: Seorang mengimpor BKP dari luar daerah Pabean dengan Nilai Impor Rp 15.000.000,00. PPN yang dipungut melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah :

10% x Rp 15.000.000,00. = Rp 1.500.000,00 b. Cara menghitung PPn BM adalah sebagai berikut :

Contoh: PKP "XYZ" sebagai pabrikan menyerahkan barang hasil produksinya dengan harga jual Rp 10.000.000,00. Barang tersebut merupakan BKP yang Tergolong Mewah dengan tarif PPn BM sebesar 40%. Perhitungan pajak yang harus dipungut adalah :

PPN = 10% x Rp 10.000.000,00 = Rp 1.000.000,00 PPn BM = 40% x Rp 10.000.000,00 = Rp 4.000.000,00 PPN = Dasar Pengenaan Pajak x Tarif Pajak


(62)

55 8. Tata Cara Pemungutan

a. Dasar Pemungutan

Dasar Pemungutan PPN dan PPn BM adalah jumlah pembayaran yang dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah atau jumlah pembayaran yang dilakukan oleh KPPN sebagaimana tersebut dalam Surat Perintah Pembayaran (SPM).

b. Jumlah atau PPn BM yang Dipungut,antara lain :

- Dalam hal penyerahan BKP hanya terutang PPN, maka jumlah PPN yang dipungut adalah 10/110 bagian dari jumlah pembayaran.

- Dalam hal penyerahan BKP yang tergolong mewah dari pengusaha yang menghasilkan BKP yang tergolong mewah tersebtu, di samping terutang PPN juga terutang PPn BM. Dalam hal terutang PPn Bm sebesar 20%, maka jumlah PPN yang dipungut sebesar 10/130 bagisn dari jumlah pembayaran sedangkan jumlah PPn BM yang dipungut sebesar 20/130 bagian dari jumlah pembayaran.

- Dalam hal pembayaran berjumlah paling banyak Rp 1.000.000,00 dan tidak merupakan jumlah yang terpecah-pecah, maka PPN dan Ppn BM tidak perlu dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah. Batas jumlah pembayaran sebesar Rp 1.000.000,00


(63)

9. Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa) PPN

Surat Pemberitahuan Masa merupakan laporan yang dapat disampaikan oleh Pengusaha Kena Pjaka, mengenai perhitungan:

1) Pajak Masukan berdasarkan realisasipembelian BKP atau relaisasi penerimaan JKP.

2) Pajak keluaran berdasarkan realisasi pengeluaran BKP/JKP. 3) Penyetoran pajak atau kompensasi

Bagi Pengusaha Kena Pajak penyampaian SPT:

1) PKP wajib melaporkan perhitungan pajak tersebut kepada Direktorat Jenderal Pajak

2) Dilakukan paling lambat tanggal 20 setelah akhir Masa Pajak.

3) Menggunakan formulir SPT Masa. d. Keterangan dan dokumen yang dicantumkan dan atau dilampirkan pada SPT Masa ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

4) SPT dianggap tidak dimasukan jika tidak atau tidak sepenuhnya melaksanakan ketentuan Undang-undang PPN Tahun 1984


(64)

BAB IV

ANALISIS DAN EVALUASI

Pada 1 April 2010 pemerintah menghapus atau tidak mengenakan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) atas minuman beralkohol seiring diberlakukannya Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM). Besaran tarif tertinggi PPnBM disepakati naik dari 75% menjadi 200%. Ini untuk memberi ruang kepada pemerintah dalam rangka melaksanakan regulasi.Pemerintah sudah berancang-ancang mengeluarkan minuman beralkohol dari daftar objek PPN dan PPnBM ini sudah sejak tahun lalu. Penghapusan pajak minuman beralkohol tersebut merupakan bentuk tanggapan atas masukan yang disampaikan masyarakat dan para pelaku usaha kepada pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

DPR telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah pada hari Rabu 16 September 2009. Berikut ini disampaikan Pokok-Pokok Perubahan Undang-Undang PPN dan PPnBM berdasarkan Pendapat Akhir Pemerintah terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tanggal 16 September 2009 (sumber: www.depkeu.go.id).


(65)

Pokok-Pokok Perubahan Undang-Undang PPN dan PPnBM 2009 adalah sebagai berikut :

1. Objek dan Non Objek Pajak

- Dalam rangka menetralkan pembebanan PPN dan menambah daya saing kegiatan jasa yang dilakukan oleh pengusaha Indonesia di luar Daerah Pabean dan pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari Indonesia di Luar Daerah Pabean, maka atas ekspor JKP dan BKP Tidak Berwujud dalam RUU PPN dikenakan tarif 0% (nol persen).

- Barang hasil pertanian yang diambil langsung dari sumbernya tetap sebagai BKP yang pengenaan PPN-nya akan menggunakan mekanisme pedoman pengkreditan Pajak Masukan (Deemed Pajak Masukan).

2. Bukan Objek

- Untuk memberikan kepastian hukum, pengaturan jenis barang dan jasa yang tidak dikenakan PPN, yang semula diatur dengan Peraturan Pemerintah dinaikkan ke batang tubuh UU PPN dan PPnBM.

- Untuk menjamin ketersediaan bahan baku industri energi dalam negeri, barang hasil pertambangan umum yang diambil langsung dari sumbernya termasuk batubara tetap sebagai barang yang tidak dikenakan PPN.


(66)

59

- Dalam rangka pemenuhan gizi rakyat Indonesia dengan harga yang terjangkau, maka daging segar, telur yang belum diolah, susu perah, sayuran segar dan buah-buahan segar ditetapkan sebagai barang kebutuhan pokok yang tidak dikenakan PPN.

- Untuk menghindari pengenaan pajak berganda terhadap suatu objek yang sama, maka objek-objek tertentu yang sudah dikenakan pajak daerah dikecualikan dari pengenaan PPN, yaitu barang hasil pertambangan galian C, makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran. rumah makan, warung dan sejenisnya, jasa perhotelan, jasa boga atau katering.

- Untuk memberikan perlakuan yang sama, Jasa keuangan yang dilakukan oleh siapapun termasuk perbankan syariah ditetapkan sebagai bukan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya tidak dikenakan PPN.

3. Pengembalian (Retur) Jasa Kena Pajak (JKP)

- Agar paralel dengan perlakuan pengembalian (retur) Barang Kena Pajak, dalam RUU PPN diatur mengenai perlakuan PPN atas penyerahan JKP yang dibatalkan/dikembalikan sebagian atau seluruhnya.

4. Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

- Dengan tujuan untuk memberikan ruang kepada Pemerintah dalam rangka melaksanakan fungsi regulasinya, maka batas atas tarif


(67)

PPnBM dinaikkan dari 75% (tujuh puluh lima persen) menjadi 200% (dua ratus persen). Tarif tertinggi sebesar 200% (dua ratus persen) akan diterapkan apabila benar-benar diperlukan.

5. Pengkreditan Pajak Masukan.

- Dalam RUU PPN diatur bahwa Pengusaha yang belum berproduksi tetap dapat mengkreditkan PPN yang telah dibayar atas pembelian barang modal. Namun demikian, apabila dalam kurun waktu tertentu pengusaha terse but ternyata gagal berproduksi maka atas PPN yang telah dikreditkan dan telah dimintakan pengembaliannya wajib dibayar kembali. Pengaturan batasan jangka waktu untuk Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang gagal berproduksi disepakati 3 (tiga) tahun sejak pengkreditan Pajak Masukan, dan berlaku untuk semua sektor usaha.

6. Restitusi PPN

- Apabila dalam suatu Masa Pajak terdapat kelebihan pajak maka atas kelebihan pajak tersebut dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya dan dapat direstitusi pada akhir tahun buku, kecuali Wajib Pajak tertentu yang secara mekanisme PPN akan mengalami lebih bayar seperti eksportir dan penyalur/pemasok pemerintah, diperkenankan untuk restitusi di setiap Masa Pajak. Dengan pertimbangan untuk membantu likuiditas, memberikan pelayanan yang lebih baik dan mendorong kepatuhan sukarela Wajib Pajak


(68)

61 dalam melaksanakan kewajiban pajaknya (self assessment), Wajib Pajak tertentu yang memiliki resiko rendah, dapat diberikan restitusi dengan pengembalian pendahuluan tanpa melalui pemeriksaan terlebih dahulu. Pemeriksaan dapat dilakukan kemudian bila diperlukan. Sanksi yang dikenakan lebih rendah dari Undang-Undang KUP yaitu 2% (dua persen) perbulan, kecuali terdapat indikasi tindak pidana perpajakan maka sanksi yang berlaku sesuai ketentuan sebagaimana diatur dalam UU KUP. 7. DeemedPajak Masukan.

- RUU ini mengatur mengenai Deemed Pajak Masukan yaitu

mekanisme penetapan besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan bagi Wajib Pajak tertentu, baik berdasarkan omzet maupun kegiatan usaha (sektoral), yang bertujuan untuk memberikan kemudahan Wajib Pajak dalam menghitung kewajiban PPN-nya.

8. Pemusatan tempat PPN terutang.

- Dalam rangka mengurangi beban administrasi Wajib Pajak, RUU memberikan kemudahan prosedur penetapan pemusatan tempat terutang yaitu cukup dengan melakukan pemberitahuan secara tertulis kepada Oirektur Jenderal pajak.


(69)

9. Saat pembuatan Faktur Pajak.

- Dalam rangka meringankan beban administrasi Wajib Pajak maka saat pembuatan Faktur Pajak adalah pada saat terutangnya pajak, yaitu pada saat penyerahan, atau dalam hal pembayaran mendahului penyerahan maka Faktur Pajak dibuat pada saat pembayaran. Oengan pengaturan ini, Wajib Pajak tidak perlu lagi membuat faktur penjualan (invoice) yang berbeda dengan Faktur Pajak.

- Untuk membantu likuiditas Wajib Pajak, saat penyetoran PPN dan pelaporan SPT Masa PPN yang semula paling lambat tanggal 15 (lima belas) dan tanggal 20 (dua puluh) setelah Masa Pajak berakhir sebagaimana diatur dalam Undang-Undang KUP, diperlonggar menjadi paling lambat akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Mengingat ketentuan ini tidak diatur dalam Undang-Undang KUP, maka ketentuan tersebut diatur dalam RUU PPN.

10. Fasilitas Perpajakan.

- Untuk memberikan kepastian hukum bagi pemberian fasilitas perpajakan maka diberikan penambahan fasilitas, antara lain untuk:


(70)

63 2) impor dan penyerahan BKP/JKP dalam rangka pelaksanaan

proyek pemerintah yang dibiayai pinjaman/hibah/bantuan luar negeri

3) listrik dan air

4) kegiatan penanggulangan bencana alam nasional

5) menjamin tersedianya angkutan umum di udara untuk mendorong kelancaran perpindahan arus barang dan orang di daerah tertentu yang tidak tersedia sarana transportasi lainnya yang memadai, dimana perbandingan antara volume barang dan orang yang harus dipindahkan dengan sarana transportasi yang tersedia sangat tinggi.

6) bahan baku kerajinan perak 11. Restitusi Turis Asing

- Dalam RUU PPN diatur mengenai pemberian pengembalian PPN dan PPn BM atas barang bawaan yang dibawa ke luar daerah pabean oleh orang pribadi pemegang paspor luar negeri (Turis Asing), dengan syarat nilai PPN minimal sebesar Rp. 500.000 (lima ratus ribu).

12. Tanggung Renteng.

- Pengaturan mengenai tanggung renteng PPN yang pada waktu

pembahasan RUU KUP diputuskan dihapus karena merupakan pengaturan material, dimasukkan ke dalam RUU PPN, mengingat


(71)

ketentuan ini masih sangat diperlukan untuk melindungi pembeli maupun penjual.

13. Masa Berlaku RUU PPN dan PPnBM.

- Mengingat diperlukannya waktu untuk mempersiapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini, penyempurnaan sistem dan prosedur, serta pelaksanaan sosialisasi baik internal maupun eksternal maka RUU PPN dan PPnBM ini diberlakukan mulai 1 April 2010.

Keputusan ini pun disambut baik oleh para produsen minuman beralkohol.Karena ongkos produksi akan menjadi murah dan memungkinkan penurunan harga jual dari minuman berlkohol tersebut.Selain itu juga dapat membantu wajib pajak alias masyarakat yang terbiasa mengkonsumsi minuman beralkohol.Kebijakan baru ini juga bisa membantu pemerintah,yaitu membenahi administrasi pencatatan penerimaan negara dari minuman beralkohol,antara penerimaan dari cukai dan penerimaan dari PPnBM.

Salah satu alasan Pemerintah tidak mengenakan PPnBM atas minuman beralkohol adalah untuk mengurangi impor maupun penyeludupan minuman beralkohol illegal.

Namun di sisi lain,dengan adanya undang-undang PPN dan PPnBM yang baru, maka untuk minuman beralkohol nantinya hanya akan dipungut biaya cukai saja.Yang sebelumnya dikenakan PPnBM juga.Maka dari itu tarif cukai atas


(1)

2) impor dan penyerahan BKP/JKP dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai pinjaman/hibah/bantuan luar negeri

3) listrik dan air

4) kegiatan penanggulangan bencana alam nasional

5) menjamin tersedianya angkutan umum di udara untuk mendorong kelancaran perpindahan arus barang dan orang di daerah tertentu yang tidak tersedia sarana transportasi lainnya yang memadai, dimana perbandingan antara volume barang dan orang yang harus dipindahkan dengan sarana transportasi yang tersedia sangat tinggi.

6) bahan baku kerajinan perak 11. Restitusi Turis Asing

- Dalam RUU PPN diatur mengenai pemberian pengembalian PPN dan PPn BM atas barang bawaan yang dibawa ke luar daerah pabean oleh orang pribadi pemegang paspor luar negeri (Turis Asing), dengan syarat nilai PPN minimal sebesar Rp. 500.000 (lima ratus ribu).

12. Tanggung Renteng.

- Pengaturan mengenai tanggung renteng PPN yang pada waktu pembahasan RUU KUP diputuskan dihapus karena merupakan pengaturan material, dimasukkan ke dalam RUU PPN, mengingat


(2)

64 ketentuan ini masih sangat diperlukan untuk melindungi pembeli maupun penjual.

13. Masa Berlaku RUU PPN dan PPnBM.

- Mengingat diperlukannya waktu untuk mempersiapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini, penyempurnaan sistem dan prosedur, serta pelaksanaan sosialisasi baik internal maupun eksternal maka RUU PPN dan PPnBM ini diberlakukan mulai 1 April 2010.

Keputusan ini pun disambut baik oleh para produsen minuman beralkohol.Karena ongkos produksi akan menjadi murah dan memungkinkan penurunan harga jual dari minuman berlkohol tersebut.Selain itu juga dapat membantu wajib pajak alias masyarakat yang terbiasa mengkonsumsi minuman beralkohol.Kebijakan baru ini juga bisa membantu pemerintah,yaitu membenahi administrasi pencatatan penerimaan negara dari minuman beralkohol,antara penerimaan dari cukai dan penerimaan dari PPnBM.

Salah satu alasan Pemerintah tidak mengenakan PPnBM atas minuman beralkohol adalah untuk mengurangi impor maupun penyeludupan minuman beralkohol illegal.

Namun di sisi lain,dengan adanya undang-undang PPN dan PPnBM yang baru, maka untuk minuman beralkohol nantinya hanya akan dipungut biaya cukai saja.Yang sebelumnya dikenakan PPnBM juga.Maka dari itu tarif cukai atas


(3)

minuman beralkohol dinaikkan hingga mencapai 300 persen sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.011/2010

Dengan dinaikkannya tarif cukai atas minuman beralkohol,maka akan cukup berpangaruh juga terhadap harga jual minuman beralkohol walaupun PPnBM atas minuman beralkohol sudah tidak dikenakan lagi.

Adapun dari analisis di atas,maka dapat dievaluasikan bahwa :

a. Penghapusan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) adalah sebagai salah satu alasan untuk mengurangi impor atau penyeludupan minuman beralkohol illegal dan melaksanakan regulasi tentang pengenaan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas minuman beralkohol,yaitu dengan mengenakan Cukai ataupun dengan peraturan di bidang industri maupun perdagangan.

b. Tarif Cukailah yang kemudian menjadi pengatur tarif minuman beralkohol setelah dihapuskannya Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas minuman beralkohol

c. Kenaikan tarif Cukai atas minuman beralkohol yang mencapai hingga 300 persen memaksa produsen atau penjual minuman beralkohol menaikkan harga jual minuman beralkoholnya dan memungkinkan akan bertambahnya produsen atau penjual yang mengimpor atau menyeludupkan minuman beralkohol secara illegal.Hal ini menjadi berbanding terbalik dengan salah satu alasan dari penghapusan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas minuman beralkohol.


(4)

66 d. Tingginya tarif cukai atas minuman beralkohol,menurut produsen atau

penjual juga cukup merugikan,karena dengan menaikkan harga minuman beralkohol berdampak dengan berkurangnya konsumen yang membeli minuman beralkoohol.Yang mana seharusnya cukup bagus karena mengurangi tingkat konsumsi masyarakat akan minuman beralkohol.Karena yang seperti kita ketahui,minuman beralkohol tidaklah baik untuk kesehatan.

e. Kenaikan harga minuman beralkohol juga berdampak pada konsumen yang kemudian harus berpikir dua kali untuk mengkonsumsi minuman beralkohol.Maka dari itu,banyak konsumen yang mengurangi atau berhenti menkonsumsi minuman beralkohol.Namun,tidak sedikit juga yang konsumen yang tetap mengkonsumsi minuman beralkohol walaupun dengan harga yang mahal.Dan tidak sedikit juga konsumen yang beralih ke minuman beralkohol tradisonal yang harganya jauh lebih murah,yaitu tuak.


(5)

KESIMPULAN DAN SARAN

Produk-produk sejenis minol, masuk dalam barang yang harus dikenakan pajak (cukai) yang tinggi untuk melakukan pengawasan. Setelah menaikkan cukai tinggi, maka Pemerintah juga sebaiknya melakukan pengawasan ketat peredaran barang-barang tersebut dengan memperbaiki sistem distribusi agar minol tidak beredar di sembarang tempat dan tidak menjadi konsumsi bebas masyarakat yang mungkin masih di bawah umur atau 17 tahun ke bawah.

Dampak dari tingginya tarif cukai adalah kenaikan harga minuman beralkohol di pihak produsen maupun penjual yang dapat mengakibatkan meningkatnya impor atau penyeludupan minuman beralkohol secara illegal,maka dari itu sebaiknya disarankan besaran tarif cukai yang dikenakan tidak terlampau jauh bedanya dengan negara tetangga untuk menghindari menguapnya minuman impor ilegal.Namun di sisi lain hal ini juga berdampak positif yaitu mengurangi tingkat konsumsi masyarakat akan minuman beralkohol.

Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas minuman beralkohol sebaiknya juga diubah lebih spesifik yaitu tidak lagi dalam bentuk persentase tetapi dihitung berdasarkan volume atau satuan unit (botol).Kemudian meningkatkan pemberantasan impor produk minuman beralkohol yang dilakukan secara ilegal.Dan juga peenumpang dari luar negeri sebaiknya dilarang untuk membawa minuman beralkohol.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo,2006,Perpajakan,Andi,Yogyakarta

Rusjdi,Muhammad,2004,PPN & PPnBM Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah,PT Indeks,Jakarta

Sukardji,Untung,2003,Pokok-Pokok Pajak Pertambahan Nilai Indonesia,PT Raja Grafindo Persada,Jakarta

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.011/ 2010 Tentang Tarif Cukai Etil Alkohol,Minuman Yang Mengandung Etil Alkohol,dan Konsentrat Yang Mengandung Etil Alkohol