Analisis Pengaruh Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPNBM) terhadap Daya Beli Konsumen pada Barang Elektronika (Studi Empiris pada Konsumen Barang Elektronika di Glodok Jakarta Kota)

(1)

ANALISIS PENGARUH PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPNBM) TERHADAP DAYA BELI KONSUMEN PADA BARANG ELEKTRONIKA

(Studi Empiris Pada Konsumen Barang Elektronika di Glodok Jakarta Kota)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh:

Fadilah

207082000105

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

ii

ANALISIS PENGARUH PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPNBM) TERHADAP DAYA BELI KONSUMEN PADA BARANG ELEKTRONIKA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Untuk memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh: Fadilah NIM: 207082000105 Di BawahBimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Ahmad Rodoni Atikah, Ms, Ak.

NIP. 196902032001121003 NIP. 198201202009102001

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

iii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF

Hari ini Jumat, 24 Februari 2012 telah dilakukanUjian Komprehensif atas mahasiswa:

1. Nama : Fadilah

2. NIM : 207082000105

3. Jurusan : Akuntansi Pajak

4. Judul Skripsi : Analisis pengaruh pengenaan pajak pertambahan nilai Dan pajak penjualan atas barang mewah terhadap daya Beli konsumen paa barang elektronika.

Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama proses ujian komprehensif, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut di atas dinyatakan lulus dan diberi kesempatan untuk melanjutkan ketahap Ujian Skripsi sebagai salah satu syara tuntuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 24 Februari 2012

1. Drs.Abdul Hamid Cebba, Ak, MBA,CPA. ( )

Ketua

2. Yessi Fitri, SE, Ak, M.Si ( )

Sekretaris

3. Herni Ali, HT, SE, MM ( )


(4)

iv

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI

Hariini ...., ... 2012 telahdilakukanUjianSkripsiatasnamamahasiswa :

1. Nama : Fadilah

2. NIM : 207082000105

3. Jurusan : Akuntansi Pajak

4. Judul Skripsi : Analisis pengaruh pengenaan pajak pertambahan nilai Dan pajak penjualan atas barang mewah terhadap daya Beli konsumen paa barang elektronika

Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama proses ujian Skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut di atas dinyatakan lulus dan skrips iini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, ... 2012

1. ( )

NIP. Ketua

2. ( )

NIP. Sekretaris

3. ( )

NIP. Penguji Ahli I

4. ( )


(5)

v

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Fadilah

No. Induk Mahasiswa : 207082000105 Fakultas : Ekonomi dan Bisnis

Jurusan : Akuntansi Pajak

Dengan ini menyatakan bahwa dalam penelitian skripsi ini, saya :

1. tidak menggunakan ide orang lain tanpa mamapu mengembangkan dan mempertanggungjawabkan

2. tidak melakukan plagiat terhadap naskah karya orang lain

3. tidak menggunaka karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli atau tanpa ijin pemilik karya

4. tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data

5. mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas karya ini

Jikalau di kemudian hari ada tuntutan dar ipihak lain atas karya saya, dan telah melalu ipembuktian yang dapat dipertanggung-jawabkan, ternyata memang ditemuka nbukti bahwa saya telah melanggar pernyataan di atas, maka saya siap untuk dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.

Jakarta, Desember 2012 Yang Menyatakan,


(6)

vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

1.Nama : Fadilah

2.Tempat & Tanggal lahir : Jakarta, 16 Januari 1990

3.Agama : Islam

4.Alamat : Jl.KampungJawaKebonSayur Gang 3 Rt/R: 013/009 Kel.Keagungan

Kec.Tamansari Jakarta Barat 11130 5.Telepon/HP : 021 633 4192/081219788582

6.Email :fadilahpratama@yahoo.com

II. PENDIDIKANFORMAL

1. SD (1995-2001) : SDN Keagungan 01

2. SMP (2001-2004) : MTSN 3 KhusnulKhotimah 3. SMA (2004-2007) : MAN 4 Model Jakarta

4. S1 (2007-2012) : UIN SyarifHidayatullah Jakarta, FakultasEkonomidanIlmuSosial JurusanAkutansi, KosentrasiPajak


(7)

vii III.PENGALAMAN KERJA

I. Marketing Investindo PT Monex, Jakarta (2008) II. Administrasi Toko Fath Comp, Jakarta (2009)

III. Sekretaris PT Altranstama Perkasa, Jakarta (2011-Sekarang)

IV. LATAR BELAKANG KELUARGA

1. Ayah :

2. Tempat & Tanggal Lahir :

3. Ibu :

4. Tempat & Tanggal Lahir :

5. Alamat :

6. Telepon :


(8)

viii

ABSTRACT

Fadilah, Effect Analysis of Value Added Tax (VAT) and Sales Tax on Luxury Goods (Sales Tax) on goods Elekronika (Empirical Studies on Consumer Goods Elekronika in Glodok Area Jakarta city).

This study aimed to analyze the effect of the imposition of VAT and luxury sales tax on the purchasing power of consumers. The population is consumer electronics goods that are in the area of Glodok Jakarta city and use purposive sampling method to determine the study sample. Samples are tested in several consumer electronics stores are located in the territory of Glodok Area Jakarta city with questionnaire distribution.The statistical test used is multiple regression model.The results showed that a significant variable VAT on consumer purchasing power. The result has coefificient of 0.559, it demonstrates the capacity of independent variableto explain the dependent variable of 55.9%, whereas the rest 44.1% is influenced by another variable and it is not part of this regression analysis.


(9)

ix

ABSTRAK

Fadilah, Analisis Pengaruh Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) terhadap Daya Beli Konsumen pada Barang Elekronika (Studi Empiris pada Konsumen Barang Elekronika di Wilayah Glodok Jakarta Kota).

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pengenaan PPN dan PPnBM terhadap daya beli konsumen. Populasi penelitian adalah konsumen barang elektronika yang berada di wilayah Glodok Jakarta Kota dan menggunakan purpossive sampling untuk menentukan sampel penelitian. Sampel yang diuji adalah konsumen di beberapa took elektronika yang berada diwilayah Glodok Jakarta Kota dengan penyebaran kuesioner. Ujistatistik yang digunakana dalah model regres iberganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif signifikan variabel PPN terhadap variable daya beli konsumen, sedangkan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak berpengaruh signifikan. Hasil Koefisien Determinasi sebesar 0.559, Hal ini berarti kemampuan independen menjelaskan dependen 55.9% sedangkan sisanya 44.1% dijelaskan oleh variable lain yang tidak termasuk kedalam regresi ini.


(10)

x

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil ’Alamin, segala puji dan syukur hanya milik Allah SWT.

Teriring shalawat dan salam kepada junjungan Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya. Dengan rahmat dan hidayahnya peneliti dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Analisis Pengaruh Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas BarangMewah (PPnBM) Terhadap Daya Beli Konsumen Pada Barang Elektronika”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat yang ditetapkan dalam rangka mengakhiri studi pada jenjang Strata Satu (S1) Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti tidak luput dari berbagai masalah dan menyadari sepenuhnya bahwa keberhasilan yang diperoleh bukan semata-mata hasil usaha peneliti sendiri, melainkan berkat bantuan, dorongan, bimbingan dan pengarahan yang tidak ternilai harganya. Ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Teristimewa untuk kedua orangtuaku, Untuk Ibuku tercinta yang selalu memberikan masukan, motivasi, doa, ridhanya serta kasih sayangnya sehingga peneliti mendapatkan semangat lebih untuk menyelesaikan skripsi ini, terima kasih atas segala bimbingan, asuhan, kasih sayangnya serta pengorbanannya dalam hidup peneliti selama ini. Dan untuk Ayahku tercinta, terima kasih banyak


(11)

xi

atas semua pengorbanan, kasih sayang, doa, motivasi, dan bantuannya, semoga ilmu yang didapat peneliti selama ini dapat memberikan kontribusi yang besar nantinya untuk menjaga, membanggakan, mencukupi dan membuat bangga. Amin.

2. Keempat Kakakkutersayang, Rosmania, Anwar Puad, Nurul Amelia, dan NabilahYulinda yang telahmembantu, memberiku dukungan dan semangat.Dan Ketiga Ponakanku teramat sayang, FathanFawwazMuzaqy, M.Albani Sultan, NabilqisAuliaAzzahra. Terimakasihatassemuakasih sayang, doa dan bantuannya yang telahdiberikankepadaku.

3. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni, selaku dosen pembimbing I (satu) yang telah berkenan meluangkan waktunya serta memberikan bimbingan, masukan, arahan, dan tambahan ilmu kepada peneliti sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

4. IbuAtiqah, Ms., Ak, selaku dosen pembimbing II (dua) yang telah memberikan masukan, arahan dan bimbingan dari setiap permasalahan dan kesulitan yang peneliti hadapi dalam menyelesaikan skripsi.

5. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi peneliti selama masa perkuliahan.

7. Seluruh Staf dan Karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (MbakAni, Mas Ajis, Mas Heri, Mas Alfred, dan Mpok).

8. Sahabatkutersayang (Team Oncom), terimah kasih untuk semuanya.

9. Teman-teman seperjuangan di Akuntansi-Audit dan Pajak yang membantu dan memberikanku semangat, khususnya teman-teman Akuntansi A.

10. Rekan-rekan mahasiswa Jurusan Akuntansi dan Manajemen Angkatan 2007 yang telah memberi saran-saran yang berguna dalam penyusunan skripsi ini.


(12)

xii

11. Para responden yang telah bersedia meluangkan waktunya membantu peneliti untuk memperoleh data yang diperlukan.

12. Pihak-pihak lain, yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu oleh peneliti. Akhirnya, peneliti menyadari bahwa apa yang terdapat dalam penelitian skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat peneliti harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Jakarta, 2012


(13)

xiii

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan Skripsi...

i

Lembar Pengesahan Ujian Skripsi

... ii

Lembar Pengesahan Uji Komprehensif

... iii

Surat Pernyataan...

iv

Daftar Riwayat Hidup

... v

Abstract ...

vi

Abstract ...

vii

Kata Pengatar

... iv

Daftar Isi...

iv

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuandan Manfaat Penelitian ... 8

1. Tujuan Penelitian ... 8

2. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

A. PAJAK... 10

1. Definisi Pajak ... 10

2. Fungsi Pajak ... 12

3. Sistem Pemungutan Pajak ... 14

B. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ... 15


(14)

xiv

2. Sifat Pemungutan PPN ... 16

3. Prinsip Pemungutan PPN ... 18

4. Subyek PPN... 19

5. Obyek PPN ... 20

6. Mekanisme PPN ... 21

7. Tarif PPN... 23

C. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) ... 23

1. Definisi PPnBM ... 23

2. Karakteristik PPnBM ... 24

3. Obyek PPnBM... 24

4. Mekanisme PPnBM... 25

5. Tarif PPnBM ... 25

D. Pengusaha Kena Pajak (PKP)... 33

1. Pengertian PKP... 33

a. Pengusaha ... 33

b. Pengusaha Kena Pajak... 33

2. Kewajiban PKP ... 34

3. Pengecualian Kewajiban PKP ... 34

E. Dasar Pengenaan Pajak ... 35

F. Daya Beli ... 36

G. Tinjauan Penelitian Sebelumnya ... 38

H. Diferensiasi Penelitian... 41

I. Keterkaitan Antar Variabel ... 41

J. Kerangka Pemikiran ... 43

K. Perumusan Hipotesis ... 45

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN... 47


(15)

xv

B. Metode Penentuan Sampel ... 48

C. Metode Pengumpulan Data ... 48

D. Metode Analisis Data ... 48

1. Statistik Deskripif... 45

2. Uji Kualitas Data ... 49

a. Uji Validitas... 49

b. Uji Reliabilitas... 49

3. Uji Hipotesis... 50

a. Uji R2... 51

b. Uji Statistik F... 52

c. Uji Statistik t... 52

4. Asumsi Klasik ... 52

1. Multikolonieritas ... 53

2. Heteroskedastisitas ... 54

3. Uji Normalitas Data... 55

E. Operasional Variabel Penelitian ... 55

DAFTAR PUSTAKA

... 86


(16)

1 BAB I

P E N D A H U L U A N

A. Latar Belakang Penelitian

Perkembangan ekonomi di dunia membawa konsekuensi terhadap peningkatan aktivitas perdagangan. Adanya sifat bergantung antara satu negara dengan negara lain dalam hal pemenuhan kebutuhan membuat aktivitas perdagangan semakin tidak dapat dipisahkan. Perdagangan sekarang bukanlah hal yang sulit untuk dilakukan. Terbukti bahwa batas negara sudah kabur. Jarak sudah tidak lagi menjadi halangan bagi semua orang untuk melakukan transaksi perdagangan.

Hal itu tentu saja berlaku pula bagi Indonesia. Banyaknya pulau-pulau yang terpisah menjadikan perdagangan sebagai salah satu aspek yang berperan penting. Apalagi sekarang Indonesia sudah masuk dalam era perdagangan bebas dimana bukan hanya melakukan aktivitas perdagangan antar daerah saja melainkan juga antar negara. Dengan kata lain aspek ekonomi adalah penting bagi kemajuan suatu negara. Kemajuan tersebut dapat dilihat dari berbagai sektor, terutama dari penerimaan negaranya.

Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang terbesar yang digunakan dalam meningkatkan pembangunan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Dimana hal tersebut sesuai dengan tujuan dari negara Indonesia. Seperti yang termaktub dalam pembukaan Undang-Undang


(17)

2 Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 alinea keempat yang salah satu maknanya yaitu bahwa Indonesia bertujuan untuk memajukan kesejahteraan umum. Maka, atas dasar inilah pemerintah terus melakukan upaya dalam mensejahterakan rakyat yang diantaranya adalah dengan memberlakukan pajak.

Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi-kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan (Adriani,1991). Dari definisi tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pajak adalah iuran wajib rakyat kepada negara yang bertujuan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara dalam rangka meningkatkan pembangunan. Jadi kemajuan suatu negara dapat dilihat dari penerimaan sektor pajaknya. Jika rakyat sadar akan kewajibannya sebagai warga negara yang baik, maka ia akan membayar pajak tepat waktu. Namun, yang terjadi sekarang adalah sebaliknya. Banyak warga negara yang belum atau tidak membayar pajak. Sehingga memunculkan slogan dari Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak yang

berbunyi, “orang bijak taat pajak”.

Dua hal yang tidak akan dapat dihindari dari kehidupan ini adalah mengenai kematian dan pajak. Saat ini pajak semakin tidak dapat dipisahkan dari manusia. Dimana gerak langkah manusia pasti berkaitan dengan pajak.


(18)

3 Hal ini dapat dikatakan demikian, karena setiap orang selalu bersinggungan dengan hal-hal yang baik secara langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan pajak. Misalnya seseorang yang membeli suatu barang maka orang tersebut harus membayar pajak (PPN), atau jika seseorang ingin menerima gaji atau penghasilan maka ia pun harus membayar pajak (PPh), bahkan sesorang yang berdiam diri dirumah juga harus membayar pajak pula (PBB). Jadi, segala aktivitas manusia selalu berhubungan dengan pajak.

Pajak Pertambahan Nilai sebagai penyumbang penerimaan pajak terbesar dikenakan hanya terhadap pertambahan nilainya saja dan dipungut beberapa kali pada berbagai mata rantai jalur perusahaan. Pertambahan nilai itu sendiri timbul karena digunakannya faktor-faktor produksi pada setiap jalur perusahaan dalam menyiapkan, menghasilkan, menyalurkan, dan memperdagangkan barang atau pemberian pelayanan jasa kepada para konsumen. Semua biaya untuk mendapatkan dan mempertahankan laba termasuk bunga modal, sewa, tanah, upah kerja, dan laba perusahaan merupakan unsur pertambahan nilai yang menjadi dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (Mulyo Agung, 2009).

Sesuai dengan legal karakternya sebagai pajak objektif maka PPN tidak membedakan tingkat kemampuan konsumennya. Konsumen yang memiliki kemampuan tinggi dengan konsumen yang memiliki kemampuan rendah diperlakukan sama. Dengan demikian PPN mengandung unsur regresif, yaitu semakin tinggi kemampuan konsumen semakin ringan beban pajak yang


(19)

4 dipikul, semakin rendah kemampuan konsumen semakin berat beban pajak yang dipikul. Sehingga dalam upaya mencapai keseimbangan pembebanan pajak dan dalam upaya mengendalikan pola konsumsi yang tidak produktif dari masyarakat, maka atas penyerahan atau atas impor barang-barang berwujud yang tergolong mewah, selain dikenakan Pajak Pertambahan Nilai juga dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Sebagaimana tercantum dalam Pasal 5 Undang-Undang No. 18 Tahun 2000 yang antara lain menegaskan bahwa atas konsumsi barang kena pajak yang tergolong mewah selain dikenakan Pajak Pertambahan Nilai juga dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagai upaya nyata untuk mencapai keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah dengan konsumen yang berpenghasilan tinggi. Diharapkan dengan pengenaan pajak tambahan berupa PPnBM terhadap konsumen yang mengkonsumsi barang kena pajak yang tergolong mewah, maka dampak regresif ini dapat ditekan. Dengan kata lain asas keadilanlah yang melatar belakangi adanya pungutan lain selain PPN untuk konsumsi barang kena pajak yang tergolong mewah. Suatu sistem pemungutan pajak akan mendekati asas keadilan apabila beban pajak yang dipikulkan oleh wajib pajak sepadan dengan kemampuannya.

Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) tidak dapat dikenakan tersendiri tanpa adanya Pajak Pertambahan Nilai dan dipungut satu kali pada sumbernya yaitu pada tingkat pabrikan, atau pada waktu barang impor. (Dyah, 2010). Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dilaksanakan berdasarkan sistem


(20)

5 faktur sehingga atas penyerahan barang dan atau penyerahan jasa wajib dibuat Faktur Pajak sebagai bukti transaksi penyerahan barang dan atau penyerahan jasa yang terutang pajak.

Namun sekarang yang menjadi masalah adalah pengertian dari barang mewah itu sendiri. Hal itu bisa dikatakan demikian, karena telah terjadi pergesaran dan perubahan dalam masyarakat. Sebagai contoh, sepuluh tahun yang lalu, ponsel atau telepon genggam merupakan barang mewah. Dahulu, ponsel sangat terbatas bagi orang yang memilikinya, selain harganya yang mahal tetapi juga belum banyak ditemui penjual-penjual ponsel. Hal itu berbanding terbalik bila kita melihat keadaan sekarang, banyaknya orang dari segala lapisan masyarakat yang sudah menggunakan ponsel, bukan hanya sekedar gaya hidup melainkan juga sudah menjadi suatu kebutuhan.

Perpajakan yang didalamnya terdapat unsur PPN dan PPnBM merupakan juga bagian dari kebijakan fiskal pemerintah. Konsumsi barang kena pajak yang tergolong mewah secara berlebihan pada umumnya dilakukan kelompok masyarakat yang berpenghasilan tinggi merupakan kegiatan yang kontraproduktif. Oleh karena itu, kegiatan konsumsi seperti ini perlu dikurangi. Salah satu sarana yang dapat ditempuh adalah diberikannya beban pajak tambahan terhadap kegiatan mengkonsumsi barang kena pajak yang tergolong mewah. Motif diatas itulah maka dengan kata lain, pemerintah dengan kebijakan fiskalnya yang termaterialkan dalam PPnBM, berusaha


(21)

6 untuk mempengaruhi perilaku konsumen khususnya pola konsumsi barang kena pajak yang tergolong mewah.

Tetapi PPN berbeda dengan PPnBM. Bahkan bisa dikatakan bahwa PPnBM merupakan pajak yang kurang populer di masyarakat umum. Hal itu bisa disebabkan karena karakter dari PPnBM itu sendiri yaitu; merupakan pungutan tambahan disamping PPN dan hanya dipungut satu kali yaitu pada saat impor dan penyerahan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) pabrikan. Yang selanjutnya tidak ada mekanisme pajak keluaran dan pajak masukan. PPnBM oleh distributor akan dimasukkan ke harga pokok barang kena pajak yang tergolong mewah tersebut. Maka tidak heran ada beberapa konsumen yang mengkonsumsi barang kena pajak yang tergolong mewah tersebut tidak mengetahui tentang PPnBM. Karena dari pihak Direktorat Jendral Pajak hanya mensosialisasikan PPnBM ke importir dan PKP pabrikan.

Salah satu kelompok barang kena pajak yang tergolong mewah adalah barang elektronika. Barang elektronika yang dikenakan PPnBM antara lain TV diatas 21’, air conditioner (AC), radio cassette,mesin cuci, alat perekam atau reproduksi gambar, alat fotografi dan lain – lain. Bahkan bisa dikatakan sebagian besar kelompok barang kena pajak yang tergolong mewah selain kendaraan bermotor adalah barang elektronika. Di masyarakat sendiri barang elektronika merupakan barang yang paling cepat mengalami reposisi, yaitu dari barang mewah ke barang yang banyak dikonsumsi hampir semua lapisan masyarakat. Bahkan pada tanggal 30 Januari 2003 dengan keluarnya Surat


(22)

7 Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-06/PJ.51/2003 sebanyak 20 item barang elektronika dikeluarkan dari kelompok barang kena pajak yang tergolong mewah yang berarti tidak dikenakan lagi PPnBM serta 9 item barang elektronika yang mengalami penurunan tarif PPnBM.

Berkaitan dengan hal tersebut, maka dapat terlihat bahwa barang elektronika mempunyai pengenaan pajak yang berbeda. Untuk barang elektronika yang tergolong mewah tetap dikenakan PPnBM, sedangkan untuk barang elekronika yang bukan termasuk atau tidak lagi menjadi barang mewah akan dikenakan PPN. Barang elektronika meskipun hanya merupakan barang sekunder, akan tetapi keberadaannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Dengan adanya pengenaan pajak terhadap barang elektronika, masyarakat sebagai konsumen harus lebih teliti dalam mengelola keuangan antara pendapatan dan pengeluaran yang berpengaruh terhadap daya beli atas barang elektronika sebagai barang kena pajak.

Berdasarkan penelitian sebelumnya, peneliti merasa bahwa penelitian ini penting karena daya beli adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi konsumen dalam membeli suatu barang dimana dalam hal ini barang yang dikenakan pajak. Penelitian ini juga merupakan pengembangan dari peneliti sebelumnya Dyah Ayuningtias Tria Hapsari (2008) yang mengamati pengaruh PPN terhadap daya beli konsumen. Kemudian peneliti menambahkan variabel independen yaitu Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), karena PPnBM merupakan pajak yang mempunyai keterkaitan dengan Pajak


(23)

8 Pertambahan Nilai (PPN) yaitu PPnBM tidak dapat dikenakan tersendiri tanpa adanya PPN.

Dengan demikian, penulis akan merumuskannya dalam skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) terhadap Daya Beli Konsumen pada Barang Elektronika (Studi Empiris pada Konsumen Barang Elektronika di Wilayah Glodok Jakarta Kota).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh pengenaan PPN dan pengenaan PPnBM terhadap daya beli konsumen?

2. Berapa besar pengaruh PPN dan PPnBM mampu mampu menjelaskan ataupun mempengaruhi daya beli konsumen?

C. Tujuan dan Manfaat penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk menemukan bukti empiris atas hal-hal sebagai berikut:

a. Menganalisis pengaruh pengenaan PPN dan pengenaan PPnBM atas barang elektonika terhadap daya beli konsumen.

b. Menganalisis Berapa besar pengaruh PPN dan PPnBM mampu mampu menjelaskan ataupun mempengaruhi daya beli konsumen.


(24)

9 2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, diantaranya: a. Bagi Peneliti

Untuk memenuhi sebagian dari persyaratan akademis dalam menyelesaikan studi program strata satu (S1) Fakultas Ekonomi Dan Bisnis, Jurusan Akutansi Universitas Islam Negeri Jakarta, serta menambah wawasan tentang pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah.

b. Bagi Pembaca

Untuk memahami pengaruh antara pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) terhadap daya beli konsumen pada barang elektronika

c. Bagi Konumen

Dapat memberikan informasi yang riil dan pengetahuan mengenai tarif pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah. d. Bagi Pihak Lain

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi para pihak-pihak yang berkepentingan dan Penulis mengharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai media informasi dan referensi untuk penelitian selanjutnya dalam mengembangkan dan mendalami kembali masalah ini.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pajak

1. Definisi Pajak

Pada dasarnya, pajak merupakan iuran wajib dari rakyat kepada pemerintah. Namun, karena pajak selalu mengikuti perkembangan zaman, maka banyak para ahli yang memberikan batasan mengenai pajak. Hal ini disebabkan karena pengertian pajak itu sendiri dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, baik dari segi penghasilan, segi daya beli, dan segi ekonomi.

Definisi pajak menurut para ahli:

Definisi pajak menurut Undang-Undang KUP No. 28 Tahun 2007 menyatakan:

“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”

Menurut Adriani yang diterjemahkan oleh R. Santoso Brotodiharjo dalam buku“Pengantar Ilmu Hukum Pajak”(1991: 2):

”Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang


(26)

mendapat prestasi-kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum

berhubung dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan.”

Pengertian pajak menurut Smeets dalam buku ”De Economische Betekenis belastingen”(terjemahan):

”Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma -norma umum dan yang dapat dipaksakannya, tanpa adanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual, dimaksudkan untuk

membiayai pengeluaran pemerintah.”

Adapun pengertian pajak menurut Soeparman Soemahamidjaja dari disertasinya yang berjudul ”Pajak Berdasarkan Azas Gotong Royong”, menyatakan bahwa:

”Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh

penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan

umum.”

Dari beberapa definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur:

a. Iuran dari rakyat kepada negara.

Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang).


(27)

b. Dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya yang sifatnya memaksa.

c. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.

d. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

e. Pajak dapat pula mempunyai tujuan selainbudgeter,yaitu mengatur. 2. Fungsi Pajak

Menurut Mardiasmo (2009) dan Waluyo (2007), terdapat dua fungsi pajak, yaitu fungsi budgeter (sumber keuangan negara) dan fungsi regulerend(mengatur).

a. FungsiBudgeter(Sumber Keuangan Negara)

Pajak mempunyai fungsi budgeter yaitu sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya baik pengeluaran secara rutin maupun untuk pembangunan. Dengan pajak sebagai sumber keuangan negara, maka pemerintah terus berupaya dalam memaksimalkan penerimaan Negara. Jadi, pajak merupakan sektor penerimaan negara yang penting karena dengan pajak inilah negara (pemerintah) dapat membiayai pengeluaran-pengeluaran umum yang tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat, sehingga besar


(28)

kecilnya penerimaan negara sangat ditentukan oleh besar kecilnya penerimaan dari sektor pajak.

b. FungsiRegulerend(Mengatur)

Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi merupakan fungsi regulerend pajak. Jadi, dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.

Sedangkan menurut Wikipedia (2010), selain fungsibudgeterdan fungsi regulerend, terdapat dua fungsi lain dari pajak, yaitu fungsi stabilitas dan fungsi redistribusi pendapatan.

a. Fungsi Stabilitas

Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan. Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efesien. b. Fungsi Redistribusi Pendapatan


(29)

Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa fungsi pajak adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara yang bersifat umum guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, tidak salah jika kemajuan suatu negara dapat dilihat dari penerimaan pajaknya.

3. Sistem Pemungutan Pajak

Menurut Mardiasmo (2009) terdapat tiga sistem pemungutan pajak, yaitu Official Assessment System, Self Assessment System, dan With Holding Assessment System.

a. Official Assessment System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Jadi, yang menentukan besarnya pajak yang terutang adalah pemerintah dimana wajib pajak bersifat pasif, sehingga wajib pajak tidak turut serta dalam menentukan besarnya pajak yang terutang.


(30)

6 b. Self Assessment System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang terutang. Dalam hal ini, wajib pajak bersifat aktif karena wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada wajib pajak itu sendiri. Jadi, wajib pajak mempunyai hak untuk ikut serta dalam menentukan besarnya pajak yang terutang. Namun, pada sistem ini sangat mungkin terjadinya manipulasi dalam jumlah pajak yang akan dilaporkan.

c. With Holding System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. jadi, baik pemerintah ataupun wajib pajak tidak mempunyai hak untuk menentukan besarnya pajak yang terutang. Contohnya, seorang karyawan yang bekerja pada PT. X, maka yang mempunyai wewenang untuk memotong besarnya pajak yang terutang oleh karyawan tersebut adalah PT. X.

Jadi, dari beberapa sistem pemungutan pajak seperti yang diuraikan di atas maka yang diterapkan di Indonesia saat ini adalah sistem Self Assessment, dimana tujuannya adalah agar masyarakat semakin patuh dalam membayar pajak karena adanya transparansi


(31)

dalam menghitung, menentukan, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang terutang.

B. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 1. Pengertian PPN

Pajak Pertambahan Nilai menurut Undang-Undang No.18 Tahun 2000 yang disempurnakan lagi dalam Undang-Undang No.42 Tahun 2009 adalah Pajak atas konsumsi Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dilakukan di dalam Daerah Pabean. Daerah pabean itu sendiri merupakan wilayah teritorial Indonesia.

Dengan demikian, pajak pertambahan nilai bukan hanya dikenakan atas barang saja, melainkan juga atas jasa yang sesuai dengan syarat-syarat yang terdapat dalam Undang-Undang perpajakan.

2. Sifat Pemungutan PPN

Sifat pemungutan PPN menurut Untung Sukardji (2002), yaitu sebagai pajak tidak langsung, pajak objektif, multi stage levy, non-kumulatif, indirect substraction method,tarif tunggal, pajak atas konsumsi dalam negeri, PPN tipe konsumsi, dan netralitas PPN.

a. PPN adalah Pajak Tidak Langsung

Sifat pemungutan ini menggambarkan pengertian PPN ditinjau dari sudut ilmu hukum yaitu suatu jenis pajak yang menempatkan kedudukan pemikul beban pajak dengan kedudukan penanggung jawab


(32)

8

pembayaran pajak ke kas negara pada pihak-pihak yang berbeda. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi pembeli atau penerima jasa dari tindakan sewenang-wenang negara (pemerintah). Jadi, pengenaan PPN itu dibebankan kepada pembeli BKP dimana perusahaan yang melaporkan PPN tersebut kepada negara.

b. PPN adalah Pajak Objektif

Timbulnya kewajiban pajak di bidang PPN sangat ditentukan oleh adanya objek pajak, yaitu seperti keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum yang dapat dikenakan pajak. Jadi, PPN tidak membedakan tingkat kemampuan konsumen dalam pengenaan pajaknya.

c. PPN bersifatmulti stage levy

“Multy stage levy” mengandung pengertian bahwa PPN dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi dan jalur distribusi BKP atau JKP. PPN dikenakan pada setiap proses distribusi BKP atau JKP karena didasarkan pada digunakannya faktor-faktor produksi pada setiap jalur perusahaan dalam menyiapkan, menghasilkan, menyalurkan, dan memperdagangkan barang atau pemberian pelayanan jasa kepada para konsumen.

d. PPN bersifat non-kumulatif

PPN yang bersifat “multi stage levy” namun bersifat non-kumulatif yaitu tidak menimbulkan pengenaan pajak berganda. Berbeda ketika


(33)

9

dahulu PPN disebut sebagai pajak penjualan yang menimbulkan pajak berganda.

e. Penghitungan PPN terutang untuk dibayar ke kas negara menggunakan indirect substraction method

Indirect Substraction Method adalah metode penghitungan PPN yang akan disetor ke kas negara dengan cara mengurangkan pajak atas perolehan dengan pajak atas penyerahan barang atau jasa. Jadi, yang disetor ke kas negara hanya selisihnya saja.

f. PPN Indonesia menggunakan tarif tunggal (single rate)

PPN Indonesia menganut tarif tunggal yang dalam hukum positif yaitu Undang-Undang PPN Tahun 1984 ditetapkan sebesar 10%. Dengan Peraturan Pemerintah tarif ini dapat dinaikkan paling tinggi menjadi 15% atau diturunkan paling rendah 5%.

g. PPN adalah pajak atas konsumsi dalam negeri

Sebagai pajak atas konsumsi dalam negeri maka PPN hanya dikenakan atas barang atau jasa yang dikonsumsi di dalam daerah pabean Republik Indonesia. Jadi, PPN tidak berlaku jika barang atau jasa dikonsumsi diluar wilayah Indonesia.

h. PPN yang diterapkan di Indonesia adalah PPN tipe konsumsi (consumption type VAT)

Di lihat dari sisi perlakuan terhadap barang modal, PPN Indonesia termasuk tipe konsumsi (consumption type VAT) artinya seluruh biaya


(34)

0

yang dikeluarkan untuk perolehan barang modal dapat dikurangi dari dasar pengenaan pajak.

i. Netralitas PPN

Dengan legal karakter PPN tersebut di atas, PPN mampu merealisasi dirinya netral dalam dunia perdagangan baik domestik maupun internasional. PPN tidak menghendaki dirinya mempengaruhi kompetisi dalam dunia bisnis. Salah satu legal karakter PPN adalah pajak atas konsumsi. Karena yang dapat di konsumsi bukan hanya barang tetapi juga jasa, maka PPN memberikan perlakuan yang sama terhadap konsumsi barang dan konsumsi jasa, yaitu kedua-duanya dikenakan PPN.

3. Prinsip Pemungutan PPN

Menurut Mulyo Agung (2009) terdapat dua prinsip pemungutan PPN, yaitu Prinsip Tempat Tujuan (Destination) dan Prinsip Tempat Asal (Origin Principle)dan akan dijelaskan sebagai berikut:

a. Prinsip Tempat Tujuan(Destination)

Pada prinsip ini, PPN di pungut di tempat barang atau jasa tersebut dikonsumsi. Maksudnya, pada saat barang atau jasa sampai di tempat tujuan untuk konsumsi, maka barang atau jasa tersebut dikenakan PPN. b. Prinsip Tempat Asal(Origin Principle)

Pada prinsip tempat asal ini diartikan PPN di pungut di tempat asal barang atau jasa yang akan dikonsumsi. Jadi, PPN dipungut bukan


(35)

pada tempat barang atau jasa tersebut dikonsumsi, melainkan tempat barang atau jasa tersebut berasal.

4. Subyek PPN

Subyek PPN menurut Mardiasmo (2009) berdasarkan Undang-Undang PPN No.18 Tahun 2000, yaitu:

a. Pengusaha yang menurut Undang-Undang harus dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak, yang meliputi:

1. Pabrikan / Produsen 2. Importir dan Investor

3. Pengusaha yang mempunyai hubungan istimewa dengan pabrikan atau importir

4. Agen utama dan penyalur utama dari pabrikan dan importir 5. Pemegang hak paten dan merk dagang

b. Pengusaha yang memilih untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP), dapat berbentuk:

1. Eksportir

2. Pedagang yang menjual BKP kepada PKP yang biasanya merupakan jalur produksi.

5. Obyek PPN

Objek PPN dapat dikelompokkan ke dalam 2 (dua) macam, yaitu: a. Barang Kena Pajak (BKP);


(36)

Barang Kena Pajak adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak dan barang tidak berwujud yang dikenakan PPN.

b. Jasa Kena Pajak (JKP).

Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan yang dikenakan PPN. PPN dikenakan atas:

a. Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak. Syarat-syaratnya adalah:

1. Barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP;

2. Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan BKP tidak berwujud;

3. Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean;

4. Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya;

b. Impor BKP;

c. Penyerahan JKP yang dilakukan di dalam Daerah Pabean oleh Pengusaha Kena Pajak. Syarat-syaratnya adalah:


(37)

2. Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean;

3. Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaanya.

d. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;

e. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;

f. Ekspor BKP oleh Pengusaha Kena Pajak;

g. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain;

h. Penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan.

6. Mekanisme Pengenaan PPN

Pengenaan PPN atas nilai tambah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang diserahkan Pengusaha Kena Pajak. Nilai tambah ini adalah selisih harga jual dan harga pokok barang tersebut. Menurut Mulyo Agung (2009), besarnya pajak yang terutang atas nilai tambah dapat dihitung dengan menggunakan tiga (3) metode, yaituAddition Method,Substraction Method,danCredit Method, yang akan dijelaskan sebagai berikut:


(38)

a. Addition Method

Pada metode ini besarnya PPN dihitung dari tarif dikalikan seluruh penjumlahan nilai tambah, dengan syarat setiap Pengusaha Kena Pajak harus mempunyai pembukuan yang tertib dan rinci atas biaya yang dikeluarkan.

b. Substraction Method

Pada metode ini, PPN yang terutang dihitung dari tarif dikalikan selisih antara harga penjualan dengan harga pembelian.

c. Credit Method

Metode ini hampir sama dengan substraction method. Pada credit method ini harus dicari selisih antara pajak yang dibayar saat pembelian dengan pajak yang dipungut saat penjualan. Pada metode kredit hasilnya lebih akurat karena dimungkinkan pada komponen harga beli terdapat komponen yang tidak terutang PPN. Dalam hal metode pengkreditan menggunakan substraction method yang menghasilkan pajak atas nilai tambah secara tidak langsung, disebut indirect substraction method. Demikian pula penyebutan invoice method sebagai akibat dituntut alat bukti berupa faktur pajak (Tax Invoice).

7. Tarif PPN

Adapun Pajak Pertambahan Nilai menganut tarif tunggal yaitu 10%. Dengan Peraturan Pemerintah, tarif PPN dapat diubah menjadi


(39)

serendah-rendahnya 5% dan setinggi-tingginya 15%. Sedangkan tarif PPN atas ekspor Barang Kena Pajak adalah 0%. Pengenaan tarif 0%, ini bukan berarti pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai akan tetapi pajak masukan yang telah dibayar dari barang yang diekspor tetap dapat dikreditkan.

Namun, saat ini yang berlaku adalah PPN dengan tarif 10% untuk seluruh barang atau jasa yang dikenakan pajak. jadi, PPN ini mengandung unsur objektif artinya dalam pengenaan pajaknya tidak memperhatikan keadaan diri wajib pajak atau semua wajib pajak dikenakan pajak yang sama. Untuk menentukan besarnya PPN terutang dihitung dengan mengalikan tarif pajak (10%) dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP).

C. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) 1. Definisi Pajak Penjualan atas Barang Mewah

Menurut Undang-Undang PPN No.18 Tahun 2000 yang disempurnakan lagi dalam Undang-Undang PPN No. 42 Tahun 2009, pengertian Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) adalah pajak yang dipungut atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) yang tergolong sebagai barang mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut didalam daerah pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya, ataupun impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah.


(40)

6

Dengan demikian, berbeda dengan PPN, PPnBM yang sudah dibayar pada waktu perolehan atau impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut, tidak dapat dikreditkan dengan PPN maupun PPnBM yang dipungut atau PPnBM ini hanya dipungut satu kali saja.

2. Karakteristik PPnBM

Yang menjadi karakteristik PPnBM adalah sebagai berikut: a. PPnBM merupakan pungutan tambahan BKP mewah selain PPN. b. PPnBM hanya dikenakan sekali yaitu pada saat impor atau pada saat

penyerahan BKP mewah oleh PKP pabrikan.

c. PPnBM tidak dapat dikreditkan sehingga diperlakukan sebagai biaya. d. Dalam hal BKP mewah diekspor, maka PPnBM yang dibayar pada saat

perolehannya dapat diminta kembali (restitusi). 3. Obyek PPnBM

Yang menjadi obyek PPnBM adalah:

a. Penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut didalam daerah pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.

b. Impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah. 4. Mekanisme PPnBM

Mekanisme PPnBM sebagaimana diatur dalam Pasal 5, Pasal 8 dan Pasal 10 dalam Undang-Undang PPN, yang secara garis besar yaitu:


(41)

a. Atas impor dan penyerahan BKP yang tergolong Mewah oleh PKP yang menghasilkan BKP yang tergolong mewah tersebut disamping dikenakan PPN juga dikenakan PPnBM.

b. PPnBM hanya dipungut satu kali, yaitu pada waktu impor atau pda waktu meyerahkan BKP yang tergolong mewah tersebut oleh pabrikan. c. PPnBM tidak dapat dikreditkan baik terhadap PPN maupun terhadap

PPnBM.

d. Tarif PPnBM yang berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 berkisar antara 10% sampai dengan 35% dengan Undang-Undang No. 11 Tahun 1994 diubah menjadi setinggi-tingginya 50% dan dengan Undang-Undang No. 18 Tahun 2000 diubah lagi menjadi setinggi-tingginya 75%.

e. Atas ekspor BKP yang tergolong mewah dapat meminta kembali PPnBM yang telah dibayar pada waktu perolehan BKP yang tergolong mewah yang diekspor tersebut.

5. Tarif PPnBM

Tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dengan peraturan pemerintah, dapat ditetapkan dalam beberapa pengelompokan tarif, yaitu tarif paling rendah sebesar 10% dan tarif paling tinggi sebesar 75%. Tarif PPnBM yang berlaku saat ini adalah 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, dan 75%.


(42)

8

1. Kelompok selain kendaraan bermotor 2. Kelompok berupa kendaraan bermotor

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 145 Tahun 2000 Tanggal 22 Desember 2000 telah diatur kelompok barang kena pajak tergolong mewah yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah selain kendaran bermotor ditindaklanjuti dengan Kepmen Nomor (569/KMK 04/2000) yaitu:

1. Tarif 10%;

a. Kelompok kepala susu atau susu yang diasamkan/diragi, mengandung tambahan gula atau pemanis lainnya tidak, diberi aroma atau tidak, diberi rasa atau tidak, mengandung tambahan buah-buahan, biji-bijian, kokoa, atau tidak. Yoghurt, kephir, whey, keju, mentega atau lemak atau minyak yan diperoleh dari susu, yang dibotolkan/tidak.

b. Kelompok air buah, dan air sayuran, yang belum meragi dan tidak mengandung alkohol, mengandung tambahan gula atau pemanis lainnya atau maupun tidak mengandung aroma mapun tidak, yang dibotolkan /dikemas.

c. Kelompok minuman yang tidak mengandung alkohol, mengandung tambahan gula, atau pemanis lainnya atau tidak, mengandung aroma atau tidak, yang dibotolkan/dikemas, serta air soda yang dibotlkan/dikemas.


(43)

9

d. Kelompok produk kecantikan untuk pemeliharaan kulit, tangan, kaki, dan rambut, serta preparat rias lainnya, yang dikemas/dibotolkan.

e. Kelompok alat rumah tangga, pesawat dingin, pesawat pemanas, mesin jual barang otomatis termasuk mesin penukar uang, dan pesawat penerima siaran televisi.

f. Kelompok peralatan dan perlengkapan olahraga. g. Kelompok mesin pengatur suhu

h. Kelompok alat perekam atau reproduksi gambar, pesawat penerima siaran radio.

i. Kelompok alat fotografi, alat sinematografi, dan perlengkapan. 2. Tarif 20%;

a. Kelompok alat rumah tangga, pesawat pendingin dan pesawat pemanas selain yang disebut dalam kelompok 1 (10%).

b. Kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium,town house, dan sejenisnya.

c. Kelompok pesawat penerima siaran televisi, dan antena serta reflektor antena, selain yang termasuk dalam kelompok yang bertarif 10%.

d. Kelompok mesin pengatur suhu udara, mesin cuci piring, mesin pengering, pesawat elektromagnetik, dan instrument musik.


(44)

0

f. Kelompok permadani tertentu selain yang terbuat dari serabut kelapa (coir), sutera, wol atau bulu hewan halus.

3. Tarif 30%;

a. Kelompok kapal atau kendaraan lainnya, sampan dan kano, kecuali untuk keperluan negara dan angkutan umum.

b. Keperluan peralatan dan perlengkapan olahraga, selain yang termasuk dalam kelompok yang bertarif 10%.

4. Tarif 40%;

a. Kelompok minuman tertentu yang mengandung alkohol. b. Kelompok barangyang terbuat dari sutera atau wol.

c. Kelompok permadani tertentu yang terbuat dari sutera atau wol. d. Kelompok barang kaca dari timah hitam dari jenis yang digunakan

untuk meja, dapur, rias, kantor, dekorasi dalam ruangan atau keperluan semacam itu.

e. Kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari logam mulia atau campuran daripadanya.

f. Kelompok kapal atau kendaraan air lainnya, selain yang disebut dalam kelompok 30%, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan umum.

g. Kelompok balon udara dan balon udara yang dapat dikemudikan , pesawat udara lainnya tanpa tenaga penggerak.


(45)

h. Kelompok peluru senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara.

i. Kelompok jenis kaki.

j. Kelompok barang-barang perabot rumah tangga dan kantor.

k. Kelompok barang-barang yang terbuat dari porselin, tanah lempung China atau keramik.

l. Kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari batu, selain batu jalan dan batu tepi jalan.

5. Tarif 50%;

a. Kelompok permadani tertentu yang terbuat dari wol atau bulu hewan halus.

b. Kelompok pesawat udara selain yang disebut dalam kelompok 40%, kecuali yang digunakan untuk keperluan negara atau angkutan udara siaga.

c. Kelompok peralatan dan perlengkapan olahraga selain yang disebut dalam tarif 10% dan 30%.

d. Kelompok senjata api dan senjata api lainya, kecuali untuk keperluan negara.

6. Tarif 75%;

a. Kelompok minuman yang mengandung alkohol selian yang termasuk dalam tarif 40%.


(46)

b. Kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari batu mulia dan atau mutiara atau campuran dari padanya. c. Kelompok kapal pesiar mewah kecuali untuk keperluan negara atau

angkutan umum.

Pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah berdasarkan kelompok BKP yang tergolong mewah yang berupa kendaraan bermotor sebagai berikut.

1. Tarif 10%;

a. Kendaraan bermotor untuk pengangkutan 10 (sepuluh) sampai dengan 15 (lima belas) orang termasuk pengemudi, dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan semua kapasitas isi silinder.

b. Kendaraan bermotor untuk pengangkutan orang kurang dari 10 orang termasuk pengemudi selain sedan atau station wagondengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan sistem 1 gardan penggerak (4X2), dengan kapasitas isi silinder tidak lebih dari 1500 CC.

2. Tarif 20%;

a. Kendaraan bermotor untuk pengangkutan orang kurang dari 10 orang termasuk pengemudi selain sedan dan station wagon dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel),


(47)

dengan sistem 1 gardan penggerak (4X2), dengan kapasitas isi silinder tidak lebih dari 1500 CC sampai dengan 2500 CC.

b. Kendaraan bermotor dengan kabin ganda (double cabin) dalam untuk kendaraan bak terbuka atau bak tertutup, dengan penumpang lebih dari 3 orang termasuk pengemudi dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan sistem 1 gardan penggerak (4X2), atau dengan sistem 2 gardan penggerak (4X4), dengan kapasitas isi silinder, dengan masa total tidak lebih dari 5 ton.

3. Tarif 30%;

Kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 orang termasuk pengemudi, berupa:

a. Kendaraan bermotor sedan/station wagon dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel) dan kendaraan bermotor angkutan kurang dari 10 orang termasuk pengemudi serta van dengan kapasitas isi silinder lebih dari 1500 CC.

b. Kendaraan bermotor selain sedan atau station wagondengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan sistem 2 gardan penggerak (4X4), dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 1500 CC.


(48)

Kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 orang termasuk pengemudi berupa:

a. Kendaraan bermotor selain sedan atau station wagondengan motor bakar cetus api, dengan sistem 1 gardan penggerak (4X2), dengan kapasitas isi silinder lebih dari 2500 CC sampai dengan 3000 CC. b. Kendaraan bermotor dengan motor bakar cetus api berupa sedan

atau station wagon dan selain sedan atau station wagon dengan sistem 2 gardan penggerak (4X4), dengan kapasitas isi silinder lebih dari 1500 CC sampai dengan 3000 CC.

c. Kendaraan bermotor dengan motor bakar nyala kompresi (diesel/semi diesel), berupa sedan atau station wagon dan selain sedan ataustation wagondengan sistem 2 gardan penggerak (4X4), dengan kapasitas isi silinder lebih dari 1500 CC sampai dengan 2500 CC.

5. Tarif 50%;

Semua jenis kendaraan khusus yang dibuat untuk permainan golf. 6. Tarif 60%;

Dikenakan untuk kendaraan berupa:

a. Kendaraan bermotor beroda 2 (dua) dengan kapasitas isi silinder lebih dari 250 CC sampai dengan 500 CC.

b. Kendaraan khusus yang dibuat untuk perjalanan diatas salju, di pantai, di gunung, dan kendaraan sejenisnya.


(49)

7. Tarif 75%;

Dikenakan untuk kendaraan berupa:

a. Kendaraan bermotor untuk pengangkutan dari 10 orang termasuk pengemudi dengan motor bakar cetus api, berupa sedan ataustation wagondan selain sedan ataustation wagondengan sistem 2 gardan penggerak (4X4), dengan kapasitas isi silinder lebih dari 3000 CC. b. Kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 orang

termasuk pengemudi dengan motor bakar nyala kompresi (diesel/semi diesel), berupa sedan atau station wagon dan selain sedan ataustation wagon dengan sistem 1 gardan penggerak (4X2) atau dengan sistem 2 gardan penggerak (4x4), dengan kapasitas isi silinder tidak lebih dari 2500 CC.

c. Kendaraan bermotor beroda 2 (dua) dengan kapasitas isi silinder lebih dari 500 CC.

d. Trailer, semi trailer dari tipe caravan, untuk perumahan atau perkemahan.

D. Pengusaha Kena Pajak (PKP) 1. Pengertian PKP

a. Pengusaha

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No.28 Tahun 2007, pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang


(50)

'6

dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean. Jadi, pengusaha ini merupakan pihak yang menghasilkan atau memproduksi suatu barang yang akan dikonsumsi oleh pihak lain. b. Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Berdasarkan Undang-Undang No. 18 Tahun 2000 pasal 1 angka 15, Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha sebagaimana dimaksud pada poin a yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang PPN 1984, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

2. Kewajiban Pengusaha Kena Pajak

Pengusaha Kena Pajak berkewajiban, antara lain: a. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi PKP b. Memungut PPN dan PPn BM yang terutang

c. Membuat faktur pajak atas setiap penyerahan kena pajak d. Membuat nota retur dalam hal terdapat pengambilan BKP


(51)

f. Menyetor PPN dan PPN BM yang terutang g. Menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN 3. Pengecualian Kewajiban Pengusaha Kena Pajak

Pengusaha yang dikecualikan dari kewajiban sebagai Pengusaha Kena Pajak adalah:

a. Pengusaha Kecil.

b. Pengusaha yang semata-mata menyerahkan barang dan atau jasa yang tidak dikenakan PPN.

E. Dasar Pengenaan Pajak

Untuk menghitung besarnya Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang terutang diperlukan adanya dasar pengenaan pajak. Dasar Pengenaan Pajak (DPP) adalah harga jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor, serta nilai lain yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Keuangan.

Di bawah ini adalah Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai: a. Harga Jual

Dalam Pasal 1 angka 18 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, harga jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-Undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak. Biaya yang dimaksud yaitu seperti pengangkutan, asuransi, bantuan tekhnik, pemeliharaan, garansi, dan biaya pemasangan.


(52)

*8

b. Penggantian

Adapun pengertian penggantian menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 Pasal 1 angka 19, yaitu nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak.

c. Nilai Impor

Pada Pasal 1 angka 20 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, nilai impor mempunyai pengertian sebagai nilai berupa uang yang menjadi dasar perhhitungan bea masuk ditambah pungutan yang dikenakan sesuai Undang-Undang Pabean tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.

d. Nilai Ekspor

Adapun Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 dalam Pasal 1 angka 26 menyatakan bahwa nilai ekspor merupakan nilai berupa uang yang termasuk biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir. Nilai Ekspor dapat diketahui dari dokumen ekspor. Oleh karena itu, tarif Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor adalah 0%.

e. Nilai lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan

Yang termasuk nilai lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan adalah nilai-nilai yang menjadi dasar pengenaan pajak selain


(53)

+9

harga jual, penggantian, nilai impor dan nilai ekspor, dimana harus dengan persetujuan Menteri Keuangan.

F. Daya Beli

Daya beli (Purchasing Power) merupakan kemampuan seseorang dalam mengkonsumsi suatu produk. Daya beli antara satu orang dengan orang lainnya pastilah berbeda. Hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti dilihat dari status orang tersebut, pekerjaan, penghasilan, dan sebagainya.

Daya beli juga mempunyai hubungan erat dengan suatu barang atau produk. Bila barang atau produk tersebut mempunyai harga yang murah, maka daya beli masyarakat terhadap barang tersebut juga akan meningkat. Hal ini berlaku seperti pada hukum permintaan.

Pada kurva permintaan individual akan suatu barang adalah suatu kurva atau suatu daftar yang menunjukkan jumlah-jumlah suatu barang untuk setiap satuan waktu yang oleh seorang konsumen ingin dan sanggup untuk membeli barang tersebut pada berbagai harga satuan barang tersebut (Samuelson, 2003). Terdapat 4 (empat) penyebab perubahan permintaan menurut Soediyono dalam Dyah (2010:28), yaitu:

a. Perubahan pendapatan konsumen

Untuk barang-barang normal, bertambah besarnya pendapatan yang diperoleh konsumen mengakibatkan kurva permintaan terhadap konsumen


(54)

,0

bergeser ke kanan. Sebaliknya, menurunnya pendapatan menyebabkan kurva permintaan bergeser ke kiri. Untuk barang-barang inferior, yaitu barang konsumsi yang tidak disukai oleh konsumen dan hanya dikonsumsi jika terpaksa, akan menurun permintaannya jika pendapatan konsumen meningkat.

b. Perubahan harga barang pengganti

Jika suatu barang naik, maka permintaan akan barang substitusinya juga akan naik.

c. Perubahan harga barang komplementer

Meningkatnya harga salah satu barang, menyebabkan penurunan permintaan terhadap barang komplementernya.

d. Perubahan cita rasa konsumen

Selera atau cita rasa konsumen yang berubah-ubah mempengaruhi permintaan akan suatu barang yang sedang digemari. Jika selera konsumen bertambah maka permintaan akan suatu barang juga akan naik.

G. Tinjauan Penelitian Sebelumnya

Penelitian mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Tabel 2.1 menunjukkan hasil-hasil peneliti-penelitian terdahulu mengenai PPN dan PPnBM.


(55)

Tabel 2.1

Tabel Penelitian Sebelumnya

No. Peneliti Judul Variabel Metodologi Analisis/Penelitian 1. 2. Ratnawat i Salim Liberti Pandiang an Evaluasi Terhadap Alternatif Penerapan Perhitunga n PPN pada PKP Pedagang Eceran Perhitunga n Potensi PPN dengan Addition Method a. Mekanisme pengkredita n pajak masukan dan pajak keluaran (tarif 10%)

b. Nilai lain sebagai DPP (tarif 2% ) a. PPN b. PDB (Produk Domestik Bruto) Metode observasi, pada sebuah perusahaan retail dengan memilih salah satu dari dua alternatif mekanisme pengenaan PPN. Metode Observasi Perusahaan retail akan lebih menguntungkan menggunakan metode 10% dibandingkan metode tarif 2% karena terdapat penghematan pajak.

Antara PDB dengan PPN mempunyai pola dasar yang sama yakni didasarkan atas akumulasi nilai


(56)

3. Hanantha Bwoga

Menuai Rupiah melalui PPN (Suatu

a. PPN b. Faktur

Pajak

Metode Observasi

tambah dari setiap kegiatan ekonomi, sehingga dengan adanya kesamaan pola dasar

perhitungan tersebut, bahwa data PDB dapat digunakan dan pajak serta

memenuhi syarat dijadikan sebagai suatu pendekatan dalam perhitungan potensi PPN, yang secara teoritis disebut berdasarkan Addition Method. PPN mengakibatkan terjadinya praktek pemalsuan faktur pajak yang memanfaatkan


(57)

4. Untung Sukardji Studi Kasus dalam Pemeriksaa n Pajak) Mekanism Pengenaan PPN atas PKP Pedagang Eceran mulai Masa Pajak Juni Pajak Pertambahan Nilai Metode Observasi sistem dan mekanisme PPN. Pemalsuan faktur pajak yang

dilakukan oleh WP bertujuan untk mengambil kas negara dengan dalih kelebihan

pembayaran PPN atau PPN masukan lebih besar daripada PPN keluaran. Mulai masa pajak Juni 2002, PKP pedagang eceran dalam menghitung PPN terutang data menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak


(58)

5. Dr. K. Shankara iah dan D. N. Rao 2002 (Akuntansi PPN: Konsep dan Isu) Pajak Pertambahan Nilai, isu, konstitusi, administrasi. Metode Observasi

masukan dan mulai masa pajak Juni 2002, SPT Masa PPN 1195PE tidak berlaku seiring dengan mulai berlaku Keputusan Menteri Keuangan No. 252/KMK.04/2002 tertanggal 31 Mei 2002.

Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai dapat menyebabkan harmonisasi

pajak standar, yang pada gilirannya dapat meningkatkan pemasaran

internasional, seperti memastikan


(59)

Sumber: Diolah dari berbagai referensi 6. Alan Schenk Worldwide Versus Sistem Pajak Wilayah: Perbanding an PPN dan PPh Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penghasilan. Metode Observasi pemahaman yang tepat mengenai kebijakan pajak dan mempromosikan perdagangan global. Dalam merancang pajak pendapatan atau PPN, sebuah negara umumnya harus memutuskan bagaimana luas, secara geografis, ia ingin untuk

menuntut otoritas pajak. Negara dapat memilih untuk memaksakan pajak penghasilan atau PPN di bawah di seluruh dunia atau prinsip teritorial.


(60)

66

H. Diferensiasi Penelitian

Penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) Terhadap Daya Beli Konsumen Pada Barang Elektronika (Studi Empiris Pada Konsumen Barang Elektronika di Wilayah Glodok Jakarta Kota)” berbeda

dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini menggunakan variabel bebas Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan melakukan studi empiris dengan menyebarkan kuesioner terhadap konsumen yang berada di wilayah Tangerang Selatan.

I. Keterkaitan Antar Variabel

1. Pengenaan PPN terhadap Daya Beli Konsumen

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pengenaan PPN mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap daya beli konsumen. Hal ini dikarenakan masyarakat secara langsung dibebankan pajak dalam setiap konsumsinya,dimana kondisi perekonomian yang belum mapan dan berbeda beda menyebabkan masyarakat menekan konsumsinya sehingga daya beli menurun.

2. Pengenaan PPnBM terhadap Daya Beli Konsumen

Penelitian mengenai pengenaan PPnBM terhadap daya beli konsumen hasilnya belum dapat diketahui karena belum ada penelitian lebih lanjut mengenai penelitian ini sebelumnya.


(61)

J. Kerangka Pemikiran

Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran

LATAR BELAKANG : Perkembangan ekonomi di dunia membawa konsekuensi terhadap peningkatan aktivitas perdagangan. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) tidak dapat dikenakan tersendiri tanpa adanya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan dipungut satu kali pada sumbernya yaitu pada tingkat pabrikan, atau pada waktu barang impor.

Independen Dependen

(X1) :Pajak Pertambahan Nilai

(PPN)

(X2) : Pajak Penjualan atas

Barang Mewah

(Y) :Daya Beli Konsumeen

Metode Analisis Regresi

Uji Asumsi Klasik: a. Uji multikolinearitas b. Uji heteroskedastisitas c. Uji normalitas

Uji Kualitas Data: a. Uji validitas b. Uji reliabilitas


(62)

98

K. Perumusan Hipotesis

Hipotesis merupakan dugaan sementara atau kesimpulan yang masih perlu diuji kebenarannya terhadap suatu masalah atau penelitian yang akan diuji. Bila hasil hipotesa sama dengan hasil pengujian maka hipotesa tersebut diterima. Sebaliknya, hipotesa akan ditolak jika hasil pengujian berbeda dengan hipotesa sebelumnya.

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka hipotesis yang dapat diajukan penulis dalam penelitian ini adalah:

Ha1 : Pengenaan PPN berpengaruh terhadap daya beli konsumen Ha2 : Pengenaan PPnBM berpengaruh terhadap daya beli konsumen.

Uji Regresi Berganda : a. Uji T

b. Uji F c. Uji R2


(63)

:9

BAB III

METODE PENELITIAN

A. RuangLingkupPenelitian

Dalam rangka menganalisis pengenaan PPN dan PPnBM pada barang elektronika, maka objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsumen barang elektronika, dengan populasi penelitian konsumen barang elektronika yang berada di wilayah Jakarta kota glodok dengan kriteria perusahaan dagang yang menjual barang elektronika yang terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak di wilayah Jakarta kota glodok.

B. MetodePengumpulanSampel

Metode penentuan sampel dalam penelitian ini adalah metede penentuan sampel probabilitas dan metode non-probabilitas. Metode probabilitas menggunakan metode sampel area (area sampling) dengan menetapkan kriteria konsumen yang berada di wilayah Jakarta kota glodok. Sedangkan pada metode non-probabilitas yaitu dengan pendekatan metode purposive sampling, artinya bahwa populasi yang akan dijadikan sampel penelitian ini adalah populasi yang memenuhi kriteria sampel tertentu sesuai yang dikehendaki penulis.

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas; objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari adan kemudian ditarik kesimpulan. (sugiono, 2006:89)


(64)

Adapun jenis data yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu menggunakan persepsi setiap individu (konsumen) mengenai pengaruh daripengenaan PPN dan PPnBM terhadap daya beli konsumen pada barang elektronika di wilayah Jakarta kota glodok. Jenis data ini disebut unit analisis tingkat individual (self reported data). Daya beli konsumen diukur berdasarkan tingkat harga barang elektronik dengan pendapatan konsumen. C. MetodePengumpulan Data

Adapun metode pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah dengan menggunakan data primer dengan tujuan agar dapat memberikan gambaran mengenai pengaruh pengenaan PPN dan PPnBMterhadap daya beli konsumen atas barang elektronika. Adapun perolehan data primer dilakukan dengan menggunakan penelitian lapangan. Pengumpulan data tersebut diperoleh dengan cara menyebarkan kuesioner yang diberikan kepada konsumen barang elektronika diwilayah Jakarta kota glodok. Kuesioner-kuesioner tersebut disebarkan dengan cara datang lansung ke toko-toko elektronik yang dituju dan juga melalui beberapa perantara (contact person).

D. MetodeAnalisis Data 1. Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif digunakan untuk memberikan informasi deskripsi mengenai karakteristik variable penelitian dan demografi responden. Statistik deskriptif menjelaskan skala jawaban responden pada setiap


(65)

variabel yang diukur dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, minimum maksimum, kurtosis, danswekness (kemencengan distribusi). 2. Uji Kualitas Data

a. Uji Validitas

Uji validitas dilakukan untuk memastikan bahwa masing-masing item dalam instrument penelitian mampu mengukur variabel yang ditetapkan dalam penelitian ini. Sebuah instrument dikatakan valid, jika mampu mengukur apa yang dinginkan dan mengungkapkan data variabel yang diteliti secara tepat (Ghozali, 2005:45). Pengujian validitas dengan menggunakan Pearson correlation yaitu dengan cara menghitung korelasi antara skor masing-masing pertanyaan dengan total skor (Ghozali, 2005:46). Kriteria yang digunakan valid atau tidak valid adalah jika korelasi antara skor masing-masing butir pertanyaan dengan total skor mempunyai tingkat signifikasi dibawah 0,05 maka butir pertanyaan tersebut dikatakan valid, dan jika korelasi skor masing-masing butir pertanyaan mempunyai tingkat diatas 0,05 maka butir pertanyaan tersebut dikatakan tidak valid (Santoso, 2000:168).

b. UjiReliabilitas

Uji reabilitas adalah alat untuk menguji konsistensi jawaban responden. Suatu kuesioner dikatakan reliable jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten dari waktu ke waktu. Pengujian ini menggunakan metode statisticCronbach Alpha dengan nilai sebesar


(66)

0,06. Apabila Cronbach Alpha dari suatu variabel ≥ 0,06 maka butir pertanyaan dalam instrument penelitian tersebut adalah reliable atau dapat diandalkan, dan sebaliknya jika nilai Cronbach Alpha < 0,06 maka butir pertanyaan tersebut tidak reliabel (Nunnaly,1967) dalam Ghozali (2005:41-42).

3. Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis ini dilakukan dengan menggunakan metode analisis regresi linier berganda yang bertujuan untuk menguji hubungan pengaruh antara satu variable terhadap variabel lain. Variabel yang dipengaruhi disebut variable tergantung atau dependen, sedangkan variabel yang mempengaruhi disebut variable bebas atau independen. Model persamaannya dapat digambarkan sebagai berikut:

Y = a + b1x1+ b2x2+ e Keterangan :

Y : Daya Beli Konsumen

X1 : Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

X2 : Pajak Penjulan atas Barang Mewah (PPnBM) a : Konstanta

bx : Koefisienregresi e : Error

Linearitas hanya dapat diterapkan pada regresi berganda karena memiliki variable independen lebih dari satu, suatu model regresi berganda


(67)

dikatakan linier jika memenuhi syarat-syarat linieritas, seperti normalitas data (baik secara individu maupun model), bebas dari asumsi klasik statistic multikolineritas, autokorelasi, heteroskedastisitas. Model regresi linear berganda dikatakan model yang baik jika memenuhi asumsi normalitas data dan terbebas dari asumsi-asumsi klasik statistik.

Dalam membuktikan kebenaran uji hipotesis yang diajukan digunakan uji statistic terhadap output yang dihasilkan dari persamaan regresi, uji statistic ini meliputi:

a. Uji R2(koefisien Determinasi)

Koefisien determinasi (R2) bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan variable independen menjelaskan variable dependen. Dalam output SPSS, koefisien determinasi terletak pada table Model Summarybdan tertulisAdjusted R Square.

Nilai R2sebesar 1, berarti fluktuasi variable dependen seluruhnya dapat dijelaskan oleh variable independen dan tidak ada faktor lain yang menyebabkan fluktuasi variable dependen. Jika nilai R2berkisar antara 0 sampai dengan 1, berarti semakin kuat kemampuan variable independen dapat menjelaskan fluktuasi variable dependen (Imam Ghozali, 2009:87).

Korelasi tidak menunjukkan sebab akibat, namun pada korelasi dijelaskan kuat atau besarnya tingkat hubungan antara variabel yang


(68)

satu dengan variabel yang lainnya. Sebagai pedoman digunakan tabel di bawah ini.

Tabel 3.1 Tingkat Hubungan

Sumber : Istiyanto, RisetSumberDayaManusia (2006) b. Uji signifikansi simultan (uji statistik F)

Uji F dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel independen secara simultan (bersama-sama) terhadap variable dependen. Hasil uji F pada output SPSS dapat dilihat pada tabel ANOVA.

Untuk mengetahui variabel-variabel independen secara simultan mempengaruhi variable dependen, dilakukan dengan membandingkan p-value pada kolom Sig. Dengan tingkat signifikansi yang digunakan sebesar 0,05. Jika p-value lebih kecil dari 0,05 maka Ha diterima dan Ho ditolak, sebaliknyajikap-value lebihbesardari 0,05 maka Ha ditolak dan Ho diterima (Nugroho, 2005:53).

Interval koefisien Tingkat hubungan 0,00–0,199 Sangatrendah

0,20–0,399 Rendah

0,40–0,599 Sedang

0,60–0,799 Kuat


(69)

c. Uji signifikansi parameter individual (uji statistik t)

Uji t dilakukan untuk mengetahui besarnya pengaruh masing-masing variable independen secara individual terhadap variable dependen. Hasil uji ini pada output SPSS dapat dilihat pada table Coefficientsa.

Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh masing-masing variable independen secara individual terhadap variable dependen, dilakukan dengan membandingkan p-value pada kolom Sig. Masing-masing variable independen dengan tingkat signifikansi yang digunakan 0,05. Jika p-value lebih kecil dari 0,05 maka Ha diterima dan Ho ditolak. Sebaliknya jika p-value lebih besar dari 0,05 maka Ha ditolak dan Ho diterima (Nugroho, 2005:55).

4. Uji Asumsi Klasik a. Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas ini diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya variabel independen yang memiliki kemiripan dengan variabel independen lain dalam satu model. Kemiripan antar variabel independen dalam satu model akan menyebabkan terjadinya korelasi yang sangat kuat antara suatu variabel independen dengan variabel independen yang lain. Selain itu, deteksi terhadap multikolinieritas juga bertujuan untuk menghindari kebiasaan dalam proses pengambilan kesimpulan mengenai pengaruh pada uji parsial masing-masing variabel terhaap variabel


(70)

F6

dependen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen.

Uji multikolinieritas dilakukan menghitung nilai variance inflation factor(VIF) dari tiap-tiap variabel independen. Nilai VIF kurang dari 10 menunjukkan bahwa korelasi antar variabel independen masih bisa ditolerir (Ghozali, 2005).

b. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dan residual satu pengamatan kepengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan kepengamatan yang lain tetap, maka disebu thomoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Ada beberapa cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas:

1) Melihat Grafik Plot antara nilai prediksi variabel terikat (dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual (Y prediksi–Y sesungguhnya) yang telah di-studentized.


(71)

57 (a) Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.

(b) Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 (nol) pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskendastisitas (Imam Ghozali, 2009:125-126).

c. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui uji t dan uji F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sample kecil. Dengan mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan menggunakan analisis grafik atau lebih dikenal di SPSS yakni Normal Probability Plot (Normal P-P Plot). Dengan menggunakan Normal P-P Plot data yang garis diagonal, maka model regresi dapat dikatakan memenuhi asumsi normalitas (Imam Ghozali, 2009:147).

E. Operasional Variabel Penelitian

Menurut Sugiyono (2005:2), variable penelitian adalah suatu hal yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi, kemudian ditarik kesimpulannya. Operasional variable


(72)

58 penelitian adalah sebuah konsep yang mempunyai penjabaran dari variabel yang ditetapkan dalam suatu penelitian yang dimakudkan untuk memastikan agar variabel yang ditelitisecara jelas dapat ditetapkan indikatornya.

1. Variabel bebas (variable independen/X)

Variabel bebas adalah variabel yang menjelaskan atau mempengaruhi variable lainnya. Penelitian inimenggunakan dua variable bebas (Independent Variable), yaitu Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Variabel bebas dalam penelitian ini terderi dari: a. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak atas Konsumsi Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dilakukan didalam daerah pabean. Penelitian ini akan memfokuskan pada PPN atas konsumsi BKP, dalam hal ini adalah barang elektronika. PPN itu diantaranya mengenai tarif, harga, pengusaha kena pajak, mekanisme pengenaan pajak, dan sistem pengenaan PPN. Metode pengukuran skala likert yang terdiri dari lima point penilaian, yaitu: (1) sangat setuju (2) setuju (3) tidak pasti (4) tidak setuju (5) sangat tidak setuju.

b. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)

Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) adalah pajak yang dipungut atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) yang digolongkan sebagai barang mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang


(73)

59 menghasilkan, mengimpor, atau mengekspor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut didalam daerah pabean dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya. PPnBM itu diantaranya penggolongan barang mewah, tarif, pemungutan PPnBM, pengusaha kena pajak, dan pengenaan PPnBM. Skala yang digunakan dalam menyusun kuesioner ini adalah skala ordinal atau yang sering disebut skala likert yang berisi 5 point antara 1 (sangat rendah) sampai 5 (sangat tinggi).

2. Variabel Dependen (Y) Daya Beli Konsumen

Variabel terikat (Dependent Variable) yang digunakan dalam penelitian ini adalah daya beli konsumen. Daya beli (Purchasing Power) merupakan kemampuan seseorang dalam mengkonsumsi suatu produk. Dengan asumi bahwa daya beli konsumen terhadap pengenaan PPN dan PPnBM atas barang elektronika. Setiap responden diminta menjawab 8 pertanyaan. Jawaban pertanyaan disusun dengan menggunakan skala likert 5 poin antara 1 (sangat rendah) sampai 5 (sangat tinggi).

Tabel 3.2

Variabel, Indikator, danSkalaPengukuran

No Variabel Indikator No.

Pernyataan

SkalaPengu kuran


(74)

60 1. 2. 3. PajakPertamb ahanNilai (PPN) (X1) PajakPenjual anatasBarang Mewah (PPnBM) (X2)

Daya Beli Konsumen (Y)

Unsur-unsur : a. Tarif PPN b. Kepatuhan c. Pengenaan PPN d. Mekanismepengenaan

PPN

e. Subjek Pajak

Unsur-unsur : a. Objek PPnBM b. MekanismePPnBM

c. TarifPPnBM d. Subjek PPnBM e. Fungsi PPnBM

Unsur-unsur :

a.Perubahan Pendapatan Konsumen 1 2 3 4 5 1 2 5 6 3 7 4 8 1 2 3 Likert Likert Likert


(75)

61 b.Perubahan Harga

Barang

c.Perubahan Cita Rasa Konsumen

4 5 8 6 7


(76)

62

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di perusahaan-perusahaan dagang atau toko-toko yang menjual barang elektronika yang berada di wilayah Glodok Jakarta Kota. Pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran kuesioner kepada para konsumen.

Penyebaran kuesioner dilakukan pada awal bulan Agustus 2011 dan pengembaliannya diharapkan 1 minggu setelah kuesioner diterima responden. Dalam penyebaran kuesioner ini tidak dilakukan secara rutin atau setiap hari, akan tetapi dilakukan pada waktu-waktu tertentu disesuaikan dengan waktu yang ditentukan pihak perusahaan atau toko elektronik setelah dikonfirmasi terlebih dahulu dan mendapat izin. Pengumpulan data dilakukan lebih kurang 2 bulan yaitu sampai dengan awal Oktober 2011.

1. Tingkat Pengembalian Kuesioner

Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan dalam penelitian, kuesioner yang dibagikan berjumlah 72 eksemplar. Dari 72 kuesioner yang dikirimkan, yang kembali sebanyak 56 eksemplar dengan tingkat pengembalian sebesar 80%. Dari 56 kuesioner yang kembali, terdapat 50


(1)

108

Sum of Squares and

Cross-products 2.100 -2.900 19.500 15.500 32.500 15.400 6.600 -5.400 83.300

Covariance .043 -.059 .398 .316 .663 .314 .135 -.110 1.700

N 50 50 50 50 50 50 50 50 50

dbk6 Pearson Correlation .131 -.229 .337* .447** .537** 1 .413** .074 .614**

Sig. (2-tailed) .364 .110 .017 .001 .000 .003 .609 .000

Sum of Squares and

Cross-products 4.120 -7.480 13.800 12.400 15.400 25.280 10.520 2.520 76.560

Covariance .084 -.153 .282 .253 .314 .516 .215 .051 1.562

N 50 50 50 50 50 50 50 50 50

dbk7 Pearson Correlation -.092 -.192 .271 .129 .228 .413** 1 -.126 .350*

Sig. (2-tailed) .524 .182 .057 .373 .111 .003 .383 .013

Sum of Squares and

Cross-products -2.920 -6.320 11.200 3.600 6.600 10.520 25.680 -4.320 44.040

Covariance -.060 -.129 .229 .073 .135 .215 .524 -.088 .899

N 50 50 50 50 50 50 50 50 50

dbk8 Pearson Correlation .357* .175 .185 .150 -.140 .074 -.126 1 .459**


(2)

Sum of Squares and

Cross-products 15.080 7.680 10.200 5.600 -5.400 2.520 -4.320 45.680 77.040

Covariance .308 .157 .208 .114 -.110 .051 -.088 .932 1.572

N 50 50 50 50 50 50 50 50 50

dbktotal Pearson Correlation .541** .352* .683** .528** .589** .614** .350* .459** 1

Sig. (2-tailed) .000 .018 .000 .000 .000 .000 .013 .001

Sum of Squares and

Cross-products 83.740 40.540 138.100 72.300 83.300 76.560 44.040 77.040 615.620

Covariance 1.709 .827 2.818 1.476 1.700 1.562 .899 1.572 12.564

N 50 50 50 50 50 50 50 50 50

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


(3)

110

Uji realibilitas

Reliability Statistics Cronbach's Alpha Cronbach's Alpha Based on

Standardized

Items N of Items

.772 .782 8

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Change Statistics

Durbin-Watson

R Square Change F Change df1 df2 Sig. F Change

1 .638a .589 .559 3.05171 .289 9.552 2 47 .000 2.393

a. Predictors: (Constant), ppnbm, ppn b. Dependent Variable: dbk

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on

Standardized

Items N of Items

.624 .665 5

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on

Standardized

Items N of Items


(4)

ANOVAb

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression 177.912 2 88.956 9.552 .000a

Residual 437.708 47 9.313

Total 615.620 49

a. Predictors: (Constant), ppnbm, ppn b. Dependent Variable: dbk

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardiz ed Coefficient

s

t Sig.

95% Confidence Interval

for B Correlations Collinearity Statistics

B Std. Error Beta

Lower

Bound Upper Bound

Zero-order Partial Part Tolerance VIF


(5)

112

ppn .424 .131 .446 3.230 .002 .160 .689 .519 .426 .397 .792 1.263

ppnbm .199 .174 .159 1.147 .257 -.150 .549 .362 .165 .141 .792 1.263


(6)

Dokumen yang terkait

Prosedur pembayaran Dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) Di KPP Pratama Medan Kota

1 83 72

Analisis pengaruh pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualanatas barang mewah (PPNBM) terhadap daya beli konsumen pada barang elektronika : studi empiris pada konsumen barang elektronikka di wilayah tangerang selatan

1 21 105

Pengaruh penerapan PMK NO-121/PMK.011/2013 atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPNBM) terhadap daya beli konsumen pada barang elektronika: studi empiris konsumen barang elektronika di Wilayah DKI Jakarta

3 13 134

Pengaruh Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Terhadap Daya Beli Konsumen (Studi Kasus di KPP Pratama Cirebon)

17 77 46

Pengaruh Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) terhadap Daya Beli Konsumen Barang Elektronika (Studi Empiris pada Konsumen Barang Elektronika di Wilayah Jalan ABC Kota Bandung).

1 10 35

Pengaruh Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPNBM) terhadap Daya Beli Konsumen Alat Fotografi (Studi Empiris pada Perhimpunan Amatir Foto di Kota Bandung).

1 7 18

Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

0 0 26

Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

0 0 49

Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

0 1 55

PENGARUH PENGENAAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA TERHADAP DAYA BELI KONSUMEN DI KOTA PALEMBANG

0 0 12