Teori yang Terkait KAJIAN PUSTAKA

8

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Teori yang Terkait

1. Nata Nata adalah makanan hasil fermentasi berbentuk gel, padat, kokoh, kuat, putih, dan kenyal yang mengapung pada permukaan media yang mengandung gula dan asam. Nata dihasilkan oleh aktivitas bakteri Acetobacter xylinum Salim, 2012. Nata banyak mengandung serat, selulosa dan protein. Protein yang terkandung dalam nata berasal dari bakteri A. xylinum yang terperangkap di antara susunan benang-benang selulosa. Oleh karena itu, nata juga dapat digolongkan sebagai probiotik Pambayun, 2002. Nata merupakan makanan pencuci mulut desert yang bermanfaat bagi kesehatan dalam membantu pencernaan yang terjadi dalam usus halus dan penyerapan air dalam usus besar. Nata sering dijumpai banyak digunakan sebagai campuran pokok minuman kemasan siap saji yang banyak dijumpai di warung, toko, hingga supermarket. Di Indonesia, produk minuman kemasan berbahan baku nata banyak digemari dari kalangan anak-anak hingga orang dewasa Salim, 2012. Nata sangat baik apabila diolah menjadi makanan atau minuman penyegar, karena nata mengandung serat pangan dietary fibre . Nata baik digunakan sebagai makanan diet karena kandungan kalori yang rendah pada nata mengakibatkan makanan ini tepat sebagai makanan diet. Nata memiliki daya tarik yang tinggi karena mempunyai penampilan warna putih agak bening, tekstur kenyal, aroma segar Litbang, 2011. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Puslitbang Biologi LIPI, kandungan gizi nata per 100 g nata yaitu 80 air, 20 g karbohidrat, 146 kal kalori, 20 g lemak, 12 mg kalsium, 2 mg fosfor, dan 0,5 mg ferrum besi. Kandungan gizi 100 g nata yang dikonsumsi dengan sirup adalah 67,7 air, 12 mg kalsium, 0,2 lemak, 2 mg fosfor jumlah yang sama untuk vitamin B1 dan protein, 5 mg zat besi dan 0,01 mikrogram Riboflavin Wardah dkk, 2014. Syarat-syarat mutu nata menurut Standar Nasional Indonesia SNI adalah sebagai berikut: Tabel 2.1 Syarat Mutu Nata SNI 01-4317-1996 NO Jenis Uji Satuan Persyaratan 1 Keadaan 1.1 Bau - Normal 1.2 Rasa - Normal 1.3 Warna - Normal 1.4 Tekstur - Normal 2 Bahan asing - Tidak Boleh ada 3 Bobot tuntas Min. 50 4 Jumlah gula dihitung sebagai sukrosa Min. 15 5 Serat makanan Maks. 4,5 6 Berat tambahan makanan 6.1 Pemanis buatan Sakarin Tidak boleh ada Siklamat Tidak boleh ada 6.2 Pewarna tambahan Sesuai SNI 01-0222-1995 6.3 Pengawet Na Benzoat Sesuai SNI 01-0222-1995 7 Cemaran logam 7.1 Timbal mgkg Maks. 0,2 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI NO Jenis Uji Satuan Persyaratan 7.2 Tembaga mgkg Maks. 2 7.3 Seng mgkg Maks. 5,0 7.4 Timah mgkg Maks. 40250,5 8 Cemaran arsen Maks. 0,1 9 Cemaran mikroba: 9.1 Angka lempeng total kolonig Maks. 2,0 x 10 2 9.2 Coliform AMPg 3 9.3 Kapang kolonig Maks. 50 9.4 Khamir kolonig Maks. 50 Sumber: SNI 01-4317-1996 2. Mikroorganisme Pembentuk Nata 2.1 Klasifikasi A. xylinum Mikroorganisme yang berperan dalam pembentukan nata adalah A. xylinum . Berdasarkan klasifikasi ilmiah, bakteri A. xylinum termasuk dalam: Kingdom :Bacteria Phylum :Proteobacteria Class :Alpha Proteobacteria Order :Rhodospirillales Family :Psedomonadaceae Genus :Acetobacter Species : Acetobacter xylinum Salim, 2012 2.2 Sifat-sifat Acetobacter xylinum 2.2.1 Sifat morfologi Bakteri A. xylinum termasuk dalam golongan genus Acetobacter yang mempunyai ciri-ciri obligat aerobik, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI mikroaerofilik, berbentuk batang pendek atau kokus, panjang kurang lebih 2 mikron, membentuk kapsul, tidak membentuk spora, bersifat non motil, termal death point pada suhu 65-70 ℃, tidak membentuk spora dan permukaan dindingnya berlendir. Bakteri ini dapat membentuk rantai pendek dengan satuan 6-8 sel Salim, 2012. Pada kultur sel yang masih muda, individu sel berada soliter dan transparan. Koloni yang sudah tua membentuk lapisan menyerupai gelatin yang kokoh setelah 48 jam inokulasi Ernawati, 2012. 2.2.2 Sifat Fisiologi Bakteri A. xylinum membentuk asam dari glukosa, etil alkohol dan propil alkohol, tidak membentuk indol dan mempunyai kemampuan mengoksidasi asam asetat menjadi CO 2 dan H 2 O. Sifat yang paling menonjol dari bakteri ini adalah mempunyai kemampuan untuk mempolimerisasi glukosa hingga menjadi selulosa. Selanjutnya, selulosa tersebut membentuk matrik yang dikenal sebagai nata . Bakteri A. xylinum dapat tumbuh optimal pada media dengan nilai pH 4,3. Bakteri ini dapat tumbuh pada rentang suhu 28 ℃-31℃ akan tetapi tumbuh optimal pada suhu 30 ℃. Faktor-faktor dominan yang mempengaruhi sifat fisiologi dalam pembentukan nata adalah ketersediaan nutrisi, derajat keasaman, ketersediaan oksigen dan temperatur Pambayun, 2002. 2.3 Pertumbuhan Sel A. xylinum pada umumnya mengalami pertumbuhan dalam 4 fase, yaitu fase pertumbuhan eksponensial, fase pertumbuhan stasioner, fase pertumbuhan tetap dan fase kematian. Fase pertumbuhan A. xylinum menurut Pambayun 2002 adalah sebagai berikut: 2.3.1 Fase Adaptasi Pada fase ini, bakteri akan menyesuaikan diri dengan substrat dan lingkungan yang baru. Meskipun tidak mengalami perbanyakan sel, pada fase ini terjadi aktivitas metabolisme dan pembesaran sel. Lama fase ini ditentukan oleh ketersediaan nutrisi dalam medium, lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan jumlah inokulum. Fase adaptasi ini bagi A. xylinum dicapai antara 0-24 jam atau sekitar 1 hari sejak inokulasi. 2.3.2 Fase Pertumbuhan Awal Pada fase ini, sel mulai membelah dengan kecepatan rendah dan menandai diawalinya fase pertumbuhan eksponensial. Waktu yang dibutuhkan fase ini hanya beberapa jam. 2.3.3 Fase Pertumbuhan Eksponensial Fase ini ditandai dengan pertumbuhan yang sangat cepat. Pada A. xylinum , fase ini dicapai dalam waktu 1-5 hari PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI tergantung kondisi lingkungannya. Pada fase ini A . xylinum mengeluarkan enzim ekstraseluler polimerase dalam jumlah banyak untuk menyusun polimer glukosa menjadi selulosa. Fase ini menentukan tingkat kecepatan pembentukan nata . 2.3.4 Fase Pertumbuhan Lambat Pada fase ini umur sel telah tua dan nutrisi mulai berkurang. Terdapat proses metabolik yang bersifat toksik sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Pada fase ini jumlah sel yang tumbuh masih lebih banyak daripada jumlah sel yang mati. 2.3.5 Fase Pertumbuhan Tetap Pada fase ini jumlah sel yang tumbuh sama dengan jumlah sel yang mati karena kekurangan nutrisi, umur sel semakin tua dan pengaruh metabolik toksik lebih besar. Pada fase ini sel mempunyai ketahanan terhadap lingkungan ekstrim apabila dibandingkan dengan ketahanannya pada fase yang lain. Matrik nata lebih banyak diproduksi pada fase ini. 2.3.6 Fase Menuju Kematian Pada fase ini nutrisi dalam media mulai habis dan sel kehilangan banyak energi cadangannya sehingga bakteri mulai mengalami kematian. 2.3.7 Fase Kematian Pada fase ini sel A. xylinum mengalami lisis dan melepaskan komponen yang terdapat di dalamnya sehingga sel dengan cepat mengalami kematian. Fase ini terjadi setelah hari ke 8-15. 2.4 Aktivitas A. xylinum pada Fermentasi Nata Bakteri A. xylinum akan memecah sukrosa ekstraseluler dalam media menjadi glukosa dan fruktosa. Bakteri A. xylinum merombak gula untuk mendapatkan energi yang diperlukan bagi metabolisme sel. Senyawa glukosa dan fruktosa dikonsumsi sebagai bahan metabolisme sel. Fruktosa selain sebagai sumber energi juga berperan sebagai induser bagi sintesis enzim ekstraseluler polimerase yang bekerja menyusun benang-benang nata . A. xylinum juga mampu mempolimerisasi senyawa glukosa menjadi polisakarida yang dikenal dengan selulosa ekstraseluler. Pembentukan nata diawali dengan pembentukan lembaran benang-benang selulosa. Selanjutnya bakteri A. xylinum membentuk mikrofibril selulosa di sekitar permukaan tubuhnya hingga membentuk serabut selulosa yang sangat banyak dan mencapai ketebalan tertentu. Susunan selulosa tersebut akan tampak seperti lembaran putih transparan dengan permukaan licin dan halus yang disebut nata Pambayun, 2002. 2.5 Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan A. xylinum Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan optimalitas produksi selulosa dari A. xylinum dan sifat fisiologi dalam pembentukan nata adalah sebagai berikut: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2.5.1 Sumber Karbon Sumber karbon yang dapat digunakan dalam fermentasi nata adalah senyawa karbohidrat yang tergolong disakarida dan monosakarida. Pembentukan nata dapat terjadi apabila dalam media mengandung glukosa, sukrosa dan laktosa. Sementara yang paling banyak digunakan adalah sukrosa atau gula pasir. Penambahan sukrosa yang berlebihan dapat menciptakan limbah baru berupa sisa sukrosa tersebut, sedangkan penambahan yang terlalu sedikit menyebabkan A. xylinum tidak dapat tumbuh secara optimal Pambayun, 2002. A. xylinum tidak dapat tumbuh pada media dengan total gula melebihi 40 Tjandra, 2001. 2.5.2 Sumber Nitrogen Sumber nitrogen yang digunakan dalam pertumbuhan nata dapat berasal dari bahan organik dan umumnya anorganik. Sumber nitrogen anorganik yang ditambahkan adalah ammonium sulfat atau amonium nitrat, sedangkan sumber nitrogen organik berupa protein dan ekstrak yeast. Sumber nitrogen anorganik tersedia berupa gas ammonia dan nitrat, sedangkan sumber nitrogen organik ditambahkan dalam bentuk protein Pambayun, 2002. Menurut Atmaka dan Sudadi dalam Ernawati 2012 ekstrak yeast dapat diganti dengan ekstrak kecambah. Pada kecambah kacang hijau mempunyai kandungan protein yang tinggi sehingga dapat mendukung pertumbuhan A. xylinum secara optimal. 2.5.3 Temperatur Berdasarkan kebutuhannya terhadap suhu, A. xylinum termasuk ke dalam jenis bakteri mesofil, yang hidup pada suhu ruang. Suhu ideal bagi pertumbuhan bakteri ini adalah 28 ℃– 31 ℃. Pada suhu di atas 40℃ A. xylinum akan mengalami kematian sedangkan apabila suhu di bawah 28 ℃ maka pertumbuhan bakteri akan terhambat Pambayun, 2002. 2.5.4 Ketersediaan Oksigen A. xylinum termasuk mikrobia aerobik sehingga dalam pertumbuhan, perkembangan, dan aktivitasnya sangat memerlukan oksigen. Apabila bakteri ini kekurangan oksigen maka akan mengalami gangguan dalam pertumbuhannya dan jika kekurangan oksigen terlalu e kstrem maka akan mengakibatkan kematian Pambayun, 2002. 2.5.5 Tingkat Keasaman A. xylinum sangat cocok tumbuh dalam suasana asam pH 4,3, tetapi masih bisa tumbuh dalam kisaran pH 3,5 – 7,5. Apabila kondisi lingkungan dalam keadaan basa maka bakteri ini akan mengalami gangguan proses metabolisme selnya Pambayun, 2002. 2.5.6 Konsentrasi dan Starter Menurut Rahman 1992 dalam Melina 2016, A. xylinum adalah starter yang lebih produktif dibandingkan starter yang lainnya, sedangkan konsentrasi starter yang diinokulasikan paling baik adalah 10. 3. Proses Pembuatan Nata dan Pengendaliannya Tahap pembuatan nata menurut Pambayun 2002 terdiri atas beberapa kegiatan sebagai berikut: 3.1 Penyaringan Penyaringan dapat dilakukan dengan penyaring plastik, tetapi lebih baik dengan penyaring kain jenis mori seperti yang digunakan dalam penyaringan kedelai pada saat pembuatan tahu. Penyaringan bertujuan untuk memisahkan kotoran yang tercampur dalam substrat. Penyaringan dilakukan saat substrat akan dituangkan ke dalam panci ataupun dandang perebus. 3.2 Penambahan Gula Pasir dan Amonium Sulfat ZA Perbandingan antara gula dan ZA yang ditambahkan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan dalam proses pembuatan nata . Penambahan gula pasir minimal 2,5 sedangkan untuk amonium sulfat ZA sebanyak 0,5 . Penambahan gula pasir dan ZA dilakukan pada saat substrat dipanaskan, sambil diaduk hingga larut merata. 3.3 Perebusan Perebusan dilakukan sampai mendidih menggunakan panci besar. Setelah mendidih, perebusan dipertahankan hingga 15 menit untuk memastikan mikrobia kontaminan telah mati dan gula pasir beserta ZA telah larut. 3.4 Penambahan Cuka Tujuan penambahan asam asetat adalah untuk menurunkan pH substrat sampai mencapai 4,3. Presentase penambahan asam asetat dapat berbeda-beda, tergantung pada tingkat keasaman pH awal dari substrat sebelum digunakan serta jenis kepekatan asam yang ditambahkan. 3.5 Pendinginan Pendinginan dilakukan dengan membiarkan cairan selama satu malam dalam nampan. Pendinginan selama satu malam juga digunakan untuk melihat ada tidaknya kontaminan pada cairan. Setelah cairan dingin dilanjutkan dengan inokulasi bibit nata . 3.6 Pemberian Bibit Inokulasi Saat pemberian bibit bagian cairan media maupun media tidak boleh tersentuh oleh tangan. Inokulasi cukup dilakukan di salah satu sudut nampan dan tidak diaduk. Setiap satu botol bibit dengan volume 600 ml, digunakan untuk 5-6 nampan yang setiap nampan berisi sekitar 1 liter cairan media. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3.7 Fermentasi Pemeraman Bibit nata akan berkembang dengan pesat setelah proses inokulasi hingga hari kelima. Fermentasi dilakukan dalam nampan- nampan plastik yang disusun di atas rak-rak fermentasi. Rak fermentasi diletakkan di tempat yang bebas dari getaran dan agak jauh dari posisi ventilasi ruangan. Pada hari ke delapan dari hari inokulasi seluruh substrat sudah berubah menjadi nata . 3.8 Pemanenan dan Pasca Fermentasi Pemanenan dilakukan pada hari ke 7-8 setelah proses inokulasi. Penundaan pemanenan bisa ditolerir sampai hari ke 14. Jika fermentasi berjalan sempurna maka pada saat pemanenan dalam nampan hanya ada nata dan tidak tersisa air. Selanjutnya proses pencucian terhadap setiap lembaran nata . Lembaran nata yang sudah bersih diiris-iris hingga bentuk irisan nata yang berukuran sekitar 1 cm 3 . Nata yang telah diiris- iris tersebut dipanaskan dengan direbus selama sekitar 5 menit. Pemanasan bertujuan untuk menghentikan aktivitas A. xylinum dan menurunkan kadar asam asetat. Setelah perebusan, selanjutnya dilakukan perendaman air dingin selama 3 hari dengan mengganti air perendaman setiap hari dengan air yang baru. Nata yang telah direndam selama 3 hari telah siap dimasak sebagai bahan campuran minuman. 4. Molase Molase tetes merupakan sisa dari proses pengkristalan gula pasir yang masih mengandung gula dan asam-asam organik. Molase berbentuk PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI cairan kental dengan warna cokelat gelap, berbau karamel tidak menyengat, mempunyai nilai pH asam sekitar 5 yang disebabkan oleh adanya asam-asam organik bebas dan mempunyai titik didih di atas 100 C. Molase memiliki kandungan sukrosa sekitar 30 di samping gula reduksi sekitar 25 berupa glukosa dan fruktosa. Sukrosa dalam molase merupakan komponen yang tidak dapat dikristalkan karena mempunyai nilai Sucrose Reducing sugar Ratio yang rendah berkisar antara 0,98 – 2,06. Brix dalam molase sebesar 88,6, polarisasi sebesar 31,09, kadar abu 7,73 Puspitasari, 2008. Tingginya kandungan gula pada molase membuat molase sering dijadikan sebagai tambahan sumber karbohidrat pada medium pertumbuhan mikroorganisme. Molase selain dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan biogas, juga dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan etanol. Pemanfaatan molase dalam skala industri masih terbatas menjadi alkohol dan MSG Mono Sodium Glutamat. Berikut merupakan komposisi rata-rata yang terkandung dalam molase : Tabel 2.2 Kandungan Molase No Komposisi 1 Air 20,0 2 Gula : Sukrosa Glukosa Fruktosa 32,0 14,0 16,0 No Komposisi 3 Non Gula : SIO 2 K 2 O CaO MgO P 2 O 3 Fe 2 O 3 Residu Sulfat Klorida 0,5 3,5 1,5 0,1 0,2 0,2 1,6 0,4 4 Vitamin : Biotin Cholin Asam folat Niacin Riboflavin Asam pantothenat Pyridoxine Thiamine 2 8,8 0,35 23 40 2,5 4 0,80 Sumber : Santosa dalam Puspitasari, 2008. 5. Singkong Singkong Manihot esculenta merupakan tanaman pangan berupa perdu. Singkong pertama kali dikenal di Amerika Selatan, kemudian dikembangkan pada masa prasejarah di Brazil dan Paraguay. Singkong ditanam secara komersil di Indonesia pada masa pemerintahan Hindia Belanda sekitar tahun 1810, setelah sebelumnya sudah diperkenalkan oleh orang Portugis pada abad ke- 16 di Indonesia Salim, 2012. Singkong merupakan tanaman yang dapat hidup di dataran rendah sampai dataran tinggi dengan ketinggian 1300 mdpl, dengan suhu rata-rata 20 C serta curah hujan 500-5000 mm Hasbullah, 2000. Menurut Salim 2012, taksonomi singkong diklasifikasikan sebagai berikut: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Kingdom :Plantae Phylum :Magnoliophyta Class :Magnoliopsida Order :Malpighiales Family :Euphorbiaceae Genus :Manihot Species : Manihot esculenta Kandungan gizi yang terdapat dalam singkong per 100 g adalah sebagai berikut: Tabel 2.3 Kandungan Gizi Singkong Zat Gizi Kandungan Kalori Protein Lemak Hidrat arang Kalsium Fosfor Zat Besi Vitamin B1 Vitamin C 146 kal 1,2 g 0,3 g 34,7 g 33 mg 40 mg 0,7 mg 0,06 mg 20 mg Sumber: Salim, 2012 6. Limbah Cair Tapioka Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak mempunyai nilai ekonomis. Limbah cair tapioka merupakan limbah yang dihasilkan dari proses pemisahan pati dari airnya. Hasil limbah dari pengolahan tepung tapioka sebesar 75 berwujud cair Sumiyati, 2009. Limbah cair tapioka berwarna putih kecoklatan dengan kisaran pH 6- 6,5. Kisaran pH ini dapat mengalami penurunan menjadi 4 jika terdapat aktifitas mikroorganisme yang menguraikan bahan-bahan organik tersebut menjadi asam-asam Prayitno, 2008. Kandungan dari limbah tersebut di antaranya padatan tersuspensi yang berupa kasar dan halus serta senyawa organik. Menurut Widayatno 2008, kehadiran limbah cair tersebut dapat menimbulkan gangguan-gangguan sebagai berikut: a. Mengakibatkan bau yang tidak sedap b. Menimbulkan penyakit gatal-gatal c. Menurunkan kualitas sumur di sekitar pabrik tapioka Berdasarkan penelitian yang dilakukan Naufalin 2004, limbah cair tapioka masih mengandung bahan organik, yaitu karbohidrat 68, protein 1,57, lemak 0,26, serat kasar 10. 7. Kecambah Kacang Hijau Kacang hijau merupakan tanaman yang tumbuh di dataran rendah hingga daerah dengan ketinggian 500 meter dari permukaan laut. Buah kacang hijau berbentuk polong. Panjang polong sekitar 5-16 cm, setiap polong berisi 10-15 biji. Bijinya berbentuk bulat dengan berat sebesar 0,5- 0,8 mg, mempunyai warna hijau sampai hijau mengkilap Purwono dan Hartono, 2005. Biji kacang hijau memerlukan lingkungan yang memenuhi syarat untuk proses perkecambahan, yaitu kandungan air kacang hijau dan kelembaban udara sekitar harus tinggi. Kadar air biji kacang hijau sekitar PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5-15 sehingga diperlukan perendaman atau ditempatkan pada lingkungan yang jenuh uap air Anggrahini, 2009. Proses perkecambahan biji kacang hijau disertai dengan mobilisasi cadangan makanan dari keping biji ke bagian lembaga. Germinasi selama 2 hari dapat menghasilkan kecambah dengan panjang mencapai 4 cm, dan dalam 3-5 hari dapat mencapai 5-7 cm jika dalam temperatur optimum sekitar 34 ℃. Faktor- faktor yang berpengaruh dalam perkecambahan adalah gas, air, suhu dan cahaya Astawan, 2005. Saat perkecambahan terjadi hidrolisis karbohidrat, protein dan lemak menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Selama perkecambahan terjadi peningkatan jumlah protein, vitamin B1 thamin, B2riboflavin, B3 niasin, piridoksin, biotin, sedangkan kadar lemaknya mengalami penurunan Astawan, 2005. 8. Uji Organoleptik Organoleptik merupakan pengujian secara subyektif yaitu suatu pengujian penerimaan selera makanan yang didasarkan atas pengujian kegemaran dan analisa pembeda. Mutu organoleptik didasarkan pada kegiatan penguji panelis yang pekerjaannya mengamati dan menilai secara organoleptik. Mutu organoleptik yang diamati adalah bau atau aroma, rasa, warna dan tekstur Winarno, 2004. Penilaian aroma makanan berkaitan dengan kelezatan bahan makanan tersebut, dalam hal aroma kepekaan indra pembau sangat menentukan, penilaian rasa makanan yang terletak pada papilla lidah, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI penilaian warna dapat dikenali oleh indera penglihatan, penilaian tekstur makanan dapat dikenali oleh indera lidah dan indera kulit, penilaian tekstur dapat digunakan untuk menguji kerenyahan makanan Winarno, 2004.

B. Hasil Penelitian yang Relevan