8
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Teori yang Terkait
1.
Nata Nata
adalah makanan hasil fermentasi berbentuk gel, padat, kokoh, kuat, putih, dan kenyal yang mengapung pada permukaan media yang
mengandung gula dan asam.
Nata
dihasilkan oleh aktivitas bakteri
Acetobacter xylinum
Salim, 2012.
Nata
banyak mengandung serat, selulosa dan protein. Protein yang terkandung dalam
nata
berasal dari bakteri
A. xylinum
yang terperangkap di antara susunan benang-benang selulosa. Oleh karena itu,
nata
juga dapat digolongkan sebagai
probiotik
Pambayun, 2002.
Nata
merupakan makanan pencuci mulut
desert
yang bermanfaat bagi kesehatan dalam membantu pencernaan yang terjadi dalam usus halus
dan penyerapan air dalam usus besar.
Nata
sering dijumpai banyak digunakan sebagai campuran pokok minuman kemasan siap saji yang
banyak dijumpai di warung, toko, hingga supermarket. Di Indonesia, produk minuman kemasan berbahan baku
nata
banyak digemari dari kalangan anak-anak hingga orang dewasa Salim, 2012.
Nata
sangat baik apabila diolah menjadi makanan atau minuman penyegar, karena
nata
mengandung serat pangan
dietary fibre
.
Nata
baik digunakan sebagai makanan diet karena kandungan kalori yang rendah pada
nata
mengakibatkan makanan ini tepat sebagai makanan diet.
Nata
memiliki daya tarik yang tinggi karena mempunyai penampilan warna putih agak
bening, tekstur kenyal, aroma segar Litbang, 2011. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Puslitbang Biologi LIPI,
kandungan gizi
nata
per 100 g
nata
yaitu 80 air, 20 g karbohidrat, 146 kal kalori, 20 g lemak, 12 mg kalsium, 2 mg fosfor, dan 0,5 mg ferrum
besi. Kandungan gizi 100 g
nata
yang dikonsumsi dengan sirup adalah 67,7 air, 12 mg kalsium, 0,2 lemak, 2 mg fosfor jumlah yang sama
untuk vitamin B1 dan protein, 5 mg zat besi dan 0,01 mikrogram Riboflavin Wardah dkk, 2014.
Syarat-syarat mutu
nata
menurut Standar Nasional Indonesia SNI adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Syarat Mutu
Nata
SNI 01-4317-1996 NO
Jenis Uji Satuan
Persyaratan 1
Keadaan 1.1
Bau -
Normal 1.2
Rasa -
Normal 1.3
Warna -
Normal 1.4
Tekstur -
Normal 2
Bahan asing -
Tidak Boleh ada 3
Bobot tuntas Min. 50
4 Jumlah gula dihitung
sebagai sukrosa Min. 15
5 Serat makanan
Maks. 4,5 6
Berat tambahan makanan 6.1
Pemanis buatan Sakarin
Tidak boleh ada Siklamat
Tidak boleh ada 6.2
Pewarna tambahan Sesuai SNI
01-0222-1995 6.3
Pengawet Na Benzoat Sesuai SNI
01-0222-1995 7
Cemaran logam 7.1
Timbal mgkg
Maks. 0,2 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
NO Jenis Uji
Satuan Persyaratan
7.2 Tembaga
mgkg Maks. 2
7.3 Seng
mgkg Maks. 5,0
7.4 Timah
mgkg Maks. 40250,5
8 Cemaran arsen
Maks. 0,1 9
Cemaran mikroba: 9.1
Angka lempeng total kolonig
Maks. 2,0 x 10
2
9.2 Coliform
AMPg 3
9.3 Kapang
kolonig Maks. 50
9.4 Khamir
kolonig Maks. 50
Sumber: SNI 01-4317-1996 2.
Mikroorganisme Pembentuk
Nata
2.1 Klasifikasi
A. xylinum
Mikroorganisme yang berperan dalam pembentukan
nata
adalah
A. xylinum
. Berdasarkan klasifikasi ilmiah, bakteri
A. xylinum
termasuk dalam:
Kingdom :Bacteria Phylum
:Proteobacteria Class
:Alpha Proteobacteria Order
:Rhodospirillales Family
:Psedomonadaceae Genus
:Acetobacter Species
:
Acetobacter xylinum
Salim, 2012 2.2 Sifat-sifat
Acetobacter xylinum
2.2.1 Sifat morfologi Bakteri
A. xylinum
termasuk dalam golongan genus
Acetobacter
yang mempunyai
ciri-ciri obligat
aerobik, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mikroaerofilik, berbentuk batang pendek atau kokus, panjang kurang lebih 2 mikron, membentuk kapsul, tidak membentuk
spora, bersifat non motil,
termal death point
pada suhu 65-70 ℃,
tidak membentuk spora dan permukaan dindingnya berlendir. Bakteri ini dapat membentuk rantai pendek dengan satuan 6-8 sel
Salim, 2012. Pada kultur sel yang masih muda, individu sel berada soliter dan transparan. Koloni yang sudah tua membentuk
lapisan menyerupai gelatin yang kokoh setelah 48 jam inokulasi Ernawati, 2012.
2.2.2 Sifat Fisiologi Bakteri
A. xylinum
membentuk asam dari glukosa, etil alkohol dan propil alkohol, tidak membentuk indol dan
mempunyai kemampuan mengoksidasi asam asetat menjadi CO
2
dan H
2
O. Sifat yang paling menonjol dari bakteri ini adalah mempunyai kemampuan untuk mempolimerisasi glukosa hingga
menjadi selulosa. Selanjutnya, selulosa tersebut membentuk matrik yang dikenal sebagai
nata
. Bakteri
A. xylinum
dapat tumbuh optimal pada media dengan nilai pH 4,3. Bakteri ini dapat
tumbuh pada rentang suhu 28 ℃-31℃ akan tetapi tumbuh optimal
pada suhu 30 ℃. Faktor-faktor dominan yang mempengaruhi sifat
fisiologi dalam pembentukan
nata
adalah ketersediaan nutrisi, derajat
keasaman, ketersediaan
oksigen dan
temperatur Pambayun, 2002.
2.3 Pertumbuhan Sel
A. xylinum
pada umumnya mengalami pertumbuhan dalam 4 fase, yaitu fase pertumbuhan eksponensial, fase pertumbuhan
stasioner, fase pertumbuhan tetap dan fase kematian. Fase pertumbuhan
A. xylinum
menurut Pambayun 2002 adalah sebagai berikut:
2.3.1 Fase Adaptasi Pada fase ini, bakteri akan menyesuaikan diri dengan
substrat dan lingkungan yang baru. Meskipun tidak mengalami perbanyakan sel, pada fase ini terjadi aktivitas metabolisme dan
pembesaran sel. Lama fase ini ditentukan oleh ketersediaan nutrisi
dalam medium,
lingkungan yang
mendukung pertumbuhan dan jumlah inokulum. Fase adaptasi ini bagi
A. xylinum
dicapai antara 0-24 jam atau sekitar 1 hari sejak inokulasi.
2.3.2 Fase Pertumbuhan Awal Pada fase ini, sel mulai membelah dengan kecepatan
rendah dan
menandai diawalinya
fase pertumbuhan
eksponensial. Waktu yang dibutuhkan fase ini hanya beberapa jam.
2.3.3 Fase Pertumbuhan Eksponensial Fase ini ditandai dengan pertumbuhan yang sangat cepat.
Pada
A. xylinum
, fase ini dicapai dalam waktu 1-5 hari PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tergantung kondisi lingkungannya. Pada fase ini
A
.
xylinum
mengeluarkan enzim ekstraseluler polimerase dalam jumlah banyak untuk menyusun polimer glukosa menjadi selulosa. Fase
ini menentukan tingkat kecepatan pembentukan
nata
. 2.3.4 Fase Pertumbuhan Lambat
Pada fase ini umur sel telah tua dan nutrisi mulai berkurang. Terdapat proses metabolik yang bersifat toksik sehingga dapat
menghambat pertumbuhan bakteri. Pada fase ini jumlah sel yang tumbuh masih lebih banyak daripada jumlah sel yang mati.
2.3.5 Fase Pertumbuhan Tetap Pada fase ini jumlah sel yang tumbuh sama dengan
jumlah sel yang mati karena kekurangan nutrisi, umur sel semakin tua dan pengaruh metabolik toksik lebih besar. Pada
fase ini sel mempunyai ketahanan terhadap lingkungan ekstrim apabila dibandingkan dengan ketahanannya pada fase yang lain.
Matrik
nata
lebih banyak diproduksi pada fase ini. 2.3.6 Fase Menuju Kematian
Pada fase ini nutrisi dalam media mulai habis dan sel kehilangan banyak energi cadangannya sehingga bakteri mulai
mengalami kematian. 2.3.7 Fase Kematian
Pada fase ini sel
A. xylinum
mengalami lisis dan melepaskan komponen yang terdapat di dalamnya sehingga sel
dengan cepat mengalami kematian. Fase ini terjadi setelah hari ke 8-15.
2.4 Aktivitas
A. xylinum
pada Fermentasi
Nata
Bakteri
A. xylinum
akan memecah sukrosa ekstraseluler dalam media menjadi glukosa dan fruktosa. Bakteri
A. xylinum
merombak gula untuk mendapatkan energi yang diperlukan bagi metabolisme sel.
Senyawa glukosa dan fruktosa dikonsumsi sebagai bahan metabolisme sel. Fruktosa selain sebagai sumber energi juga berperan sebagai
induser bagi sintesis enzim ekstraseluler polimerase yang bekerja menyusun benang-benang
nata
.
A. xylinum
juga mampu mempolimerisasi senyawa glukosa menjadi polisakarida yang dikenal
dengan selulosa ekstraseluler. Pembentukan
nata
diawali dengan pembentukan lembaran benang-benang selulosa. Selanjutnya bakteri
A. xylinum
membentuk mikrofibril selulosa di sekitar permukaan tubuhnya hingga
membentuk serabut selulosa yang sangat banyak dan mencapai ketebalan tertentu. Susunan selulosa tersebut akan tampak seperti
lembaran putih transparan dengan permukaan licin dan halus yang disebut
nata
Pambayun, 2002. 2.5 Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan
A. xylinum
Faktor-faktor yang
mempengaruhi keberhasilan
dan optimalitas produksi selulosa dari
A. xylinum
dan sifat fisiologi dalam pembentukan
nata
adalah sebagai berikut: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2.5.1 Sumber Karbon Sumber karbon yang dapat digunakan dalam fermentasi
nata
adalah senyawa karbohidrat yang tergolong disakarida dan monosakarida. Pembentukan
nata
dapat terjadi apabila dalam media mengandung glukosa, sukrosa dan laktosa. Sementara
yang paling banyak digunakan adalah sukrosa atau gula pasir. Penambahan sukrosa yang berlebihan dapat menciptakan limbah
baru berupa sisa sukrosa tersebut, sedangkan penambahan yang terlalu sedikit menyebabkan
A. xylinum
tidak dapat tumbuh secara optimal Pambayun, 2002.
A. xylinum
tidak dapat tumbuh pada media dengan total gula melebihi 40 Tjandra,
2001. 2.5.2 Sumber Nitrogen
Sumber nitrogen yang digunakan dalam pertumbuhan
nata
dapat berasal dari bahan organik dan umumnya anorganik. Sumber
nitrogen anorganik
yang ditambahkan
adalah ammonium sulfat atau amonium nitrat, sedangkan sumber
nitrogen organik berupa protein dan ekstrak yeast. Sumber nitrogen anorganik tersedia berupa gas ammonia dan nitrat,
sedangkan sumber nitrogen organik ditambahkan dalam bentuk protein Pambayun, 2002. Menurut Atmaka dan Sudadi dalam
Ernawati 2012 ekstrak yeast dapat diganti dengan ekstrak kecambah. Pada kecambah kacang hijau mempunyai kandungan
protein yang tinggi sehingga dapat mendukung pertumbuhan
A. xylinum
secara optimal. 2.5.3 Temperatur
Berdasarkan kebutuhannya terhadap suhu,
A. xylinum
termasuk ke dalam jenis bakteri mesofil, yang hidup pada suhu ruang. Suhu ideal bagi pertumbuhan bakteri ini adalah 28
℃– 31
℃. Pada suhu di atas 40℃
A. xylinum
akan mengalami kematian sedangkan apabila suhu di bawah 28
℃ maka pertumbuhan bakteri akan terhambat Pambayun, 2002.
2.5.4 Ketersediaan Oksigen
A. xylinum
termasuk mikrobia aerobik sehingga dalam pertumbuhan,
perkembangan, dan
aktivitasnya sangat
memerlukan oksigen. Apabila bakteri ini kekurangan oksigen maka akan mengalami gangguan dalam pertumbuhannya dan
jika kekurangan
oksigen terlalu
e
kstrem
maka akan
mengakibatkan kematian Pambayun, 2002. 2.5.5 Tingkat Keasaman
A. xylinum
sangat cocok tumbuh dalam suasana asam pH 4,3, tetapi masih bisa tumbuh dalam kisaran pH 3,5
– 7,5. Apabila kondisi lingkungan dalam keadaan basa maka bakteri
ini akan mengalami gangguan proses metabolisme selnya Pambayun, 2002.
2.5.6 Konsentrasi dan
Starter
Menurut Rahman 1992
dalam
Melina 2016,
A. xylinum
adalah
starter
yang lebih produktif dibandingkan
starter
yang lainnya, sedangkan konsentrasi
starter
yang diinokulasikan paling baik adalah 10.
3. Proses Pembuatan
Nata
dan Pengendaliannya Tahap pembuatan
nata
menurut Pambayun 2002 terdiri atas beberapa kegiatan sebagai berikut:
3.1 Penyaringan Penyaringan dapat dilakukan dengan penyaring plastik, tetapi
lebih baik dengan penyaring kain jenis mori seperti yang digunakan dalam penyaringan kedelai pada saat pembuatan tahu. Penyaringan
bertujuan untuk memisahkan kotoran yang tercampur dalam substrat. Penyaringan dilakukan saat substrat akan dituangkan ke dalam panci
ataupun dandang perebus. 3.2 Penambahan Gula Pasir dan Amonium Sulfat ZA
Perbandingan antara gula dan ZA yang ditambahkan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan dalam proses
pembuatan
nata
. Penambahan gula pasir minimal 2,5 sedangkan untuk amonium sulfat ZA sebanyak 0,5 . Penambahan gula pasir
dan ZA dilakukan pada saat substrat dipanaskan, sambil diaduk hingga larut merata.
3.3 Perebusan Perebusan dilakukan sampai mendidih menggunakan panci
besar. Setelah mendidih, perebusan dipertahankan hingga 15 menit untuk memastikan mikrobia kontaminan telah mati dan gula pasir
beserta ZA telah larut. 3.4 Penambahan Cuka
Tujuan penambahan asam asetat adalah untuk menurunkan pH substrat sampai mencapai 4,3. Presentase penambahan asam asetat
dapat berbeda-beda, tergantung pada tingkat keasaman pH awal dari substrat sebelum digunakan serta jenis kepekatan asam yang
ditambahkan. 3.5 Pendinginan
Pendinginan dilakukan dengan membiarkan cairan selama satu malam dalam nampan. Pendinginan selama satu malam juga
digunakan untuk melihat ada tidaknya kontaminan pada cairan. Setelah cairan dingin dilanjutkan dengan inokulasi bibit
nata
. 3.6 Pemberian Bibit Inokulasi
Saat pemberian bibit bagian cairan media maupun media tidak boleh tersentuh oleh tangan. Inokulasi cukup dilakukan di salah satu
sudut nampan dan tidak diaduk. Setiap satu botol bibit dengan volume 600 ml, digunakan untuk 5-6 nampan yang setiap nampan berisi
sekitar 1 liter cairan media. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3.7 Fermentasi Pemeraman Bibit
nata
akan berkembang dengan pesat setelah proses inokulasi hingga hari kelima. Fermentasi dilakukan dalam nampan-
nampan plastik yang disusun di atas rak-rak fermentasi. Rak fermentasi diletakkan di tempat yang bebas dari getaran dan agak jauh
dari posisi ventilasi ruangan. Pada hari ke delapan dari hari inokulasi seluruh substrat sudah berubah menjadi
nata
. 3.8 Pemanenan dan Pasca Fermentasi
Pemanenan dilakukan pada hari ke 7-8 setelah proses inokulasi. Penundaan pemanenan bisa ditolerir sampai hari ke 14. Jika fermentasi
berjalan sempurna maka pada saat pemanenan dalam nampan hanya ada
nata
dan tidak tersisa air. Selanjutnya proses pencucian terhadap setiap lembaran
nata
. Lembaran
nata
yang sudah bersih diiris-iris hingga bentuk irisan
nata
yang berukuran sekitar 1 cm
3
.
Nata
yang telah diiris- iris tersebut dipanaskan dengan direbus selama sekitar 5 menit.
Pemanasan bertujuan untuk menghentikan aktivitas A. xylinum dan menurunkan kadar asam asetat. Setelah perebusan, selanjutnya
dilakukan perendaman air dingin selama 3 hari dengan mengganti air perendaman setiap hari dengan air yang baru.
Nata
yang telah direndam selama 3 hari telah siap dimasak sebagai bahan campuran minuman.
4.
Molase Molase
tetes merupakan sisa dari proses pengkristalan gula pasir yang masih mengandung gula dan asam-asam organik.
Molase
berbentuk PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
cairan kental dengan warna cokelat gelap, berbau karamel tidak menyengat, mempunyai nilai pH asam sekitar 5 yang disebabkan oleh
adanya asam-asam organik bebas dan mempunyai titik didih di atas 100 C.
Molase
memiliki kandungan sukrosa sekitar 30 di samping gula reduksi sekitar 25 berupa glukosa dan fruktosa. Sukrosa dalam
molase
merupakan komponen yang tidak dapat dikristalkan karena mempunyai nilai
Sucrose Reducing sugar Ratio
yang rendah berkisar antara 0,98 –
2,06. Brix dalam
molase
sebesar 88,6, polarisasi sebesar 31,09, kadar abu 7,73 Puspitasari, 2008.
Tingginya kandungan gula pada
molase
membuat
molase
sering dijadikan sebagai tambahan sumber karbohidrat pada medium
pertumbuhan mikroorganisme.
Molase
selain dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan biogas, juga dapat digunakan sebagai bahan dasar
pembuatan etanol. Pemanfaatan
molase
dalam skala industri masih terbatas menjadi alkohol dan MSG Mono Sodium Glutamat. Berikut
merupakan komposisi rata-rata yang terkandung dalam
molase
: Tabel 2.2 Kandungan
Molase
No Komposisi
1 Air
20,0 2
Gula : Sukrosa Glukosa
Fruktosa 32,0
14,0 16,0
No Komposisi
3 Non Gula : SIO
2
K
2
O CaO
MgO P
2
O
3
Fe
2
O
3
Residu Sulfat Klorida
0,5 3,5
1,5 0,1
0,2 0,2
1,6 0,4
4 Vitamin :
Biotin Cholin
Asam folat Niacin
Riboflavin Asam
pantothenat Pyridoxine
Thiamine 2
8,8 0,35
23 40
2,5 4
0,80
Sumber : Santosa dalam Puspitasari, 2008. 5.
Singkong Singkong
Manihot esculenta
merupakan tanaman pangan berupa perdu. Singkong pertama kali dikenal di Amerika Selatan, kemudian
dikembangkan pada masa prasejarah di Brazil dan Paraguay. Singkong ditanam secara komersil di Indonesia pada masa pemerintahan Hindia
Belanda sekitar tahun 1810, setelah sebelumnya sudah diperkenalkan oleh orang Portugis pada abad ke- 16 di Indonesia Salim, 2012.
Singkong merupakan tanaman yang dapat hidup di dataran rendah sampai dataran tinggi dengan ketinggian 1300 mdpl, dengan suhu rata-rata
20 C serta curah hujan 500-5000 mm Hasbullah, 2000. Menurut Salim
2012, taksonomi singkong diklasifikasikan sebagai berikut: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kingdom :Plantae
Phylum :Magnoliophyta
Class :Magnoliopsida
Order :Malpighiales
Family :Euphorbiaceae
Genus :Manihot
Species :
Manihot esculenta
Kandungan gizi yang terdapat dalam singkong per 100 g adalah sebagai berikut:
Tabel 2.3 Kandungan Gizi Singkong Zat Gizi
Kandungan Kalori
Protein Lemak
Hidrat arang Kalsium
Fosfor Zat Besi
Vitamin B1 Vitamin C
146 kal 1,2 g
0,3 g 34,7 g
33 mg 40 mg
0,7 mg 0,06 mg
20 mg
Sumber: Salim, 2012 6.
Limbah Cair Tapioka Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada tempat tertentu tidak
dikehendaki lingkungan karena tidak mempunyai nilai ekonomis. Limbah cair tapioka merupakan limbah yang dihasilkan dari proses pemisahan pati
dari airnya. Hasil limbah dari pengolahan tepung tapioka sebesar 75 berwujud cair Sumiyati, 2009.
Limbah cair tapioka berwarna putih kecoklatan dengan kisaran pH 6- 6,5. Kisaran pH ini dapat mengalami penurunan menjadi 4 jika terdapat
aktifitas mikroorganisme yang menguraikan bahan-bahan organik tersebut menjadi asam-asam Prayitno, 2008. Kandungan dari limbah tersebut di
antaranya padatan tersuspensi yang berupa kasar dan halus serta senyawa organik. Menurut Widayatno 2008, kehadiran limbah cair tersebut dapat
menimbulkan gangguan-gangguan sebagai berikut: a.
Mengakibatkan bau yang tidak sedap b.
Menimbulkan penyakit gatal-gatal c.
Menurunkan kualitas sumur di sekitar pabrik tapioka Berdasarkan penelitian yang dilakukan Naufalin 2004, limbah
cair tapioka masih mengandung bahan organik, yaitu karbohidrat 68, protein 1,57, lemak 0,26, serat kasar 10.
7. Kecambah Kacang Hijau
Kacang hijau merupakan tanaman yang tumbuh di dataran rendah hingga daerah dengan ketinggian 500 meter dari permukaan laut. Buah
kacang hijau berbentuk polong. Panjang polong sekitar 5-16 cm, setiap polong berisi 10-15 biji. Bijinya berbentuk bulat dengan berat sebesar 0,5-
0,8 mg, mempunyai warna hijau sampai hijau mengkilap Purwono dan Hartono, 2005.
Biji kacang hijau memerlukan lingkungan yang memenuhi syarat untuk proses perkecambahan, yaitu kandungan air kacang hijau dan
kelembaban udara sekitar harus tinggi. Kadar air biji kacang hijau sekitar PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5-15 sehingga diperlukan perendaman atau ditempatkan pada lingkungan yang jenuh uap air Anggrahini, 2009. Proses perkecambahan
biji kacang hijau disertai dengan mobilisasi cadangan makanan dari keping biji ke bagian lembaga. Germinasi selama 2 hari dapat menghasilkan
kecambah dengan panjang mencapai 4 cm, dan dalam 3-5 hari dapat mencapai 5-7 cm jika dalam temperatur optimum sekitar 34
℃. Faktor- faktor yang berpengaruh dalam perkecambahan adalah gas, air, suhu dan
cahaya Astawan, 2005. Saat perkecambahan terjadi hidrolisis karbohidrat, protein dan
lemak menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Selama perkecambahan terjadi peningkatan jumlah protein, vitamin B1 thamin,
B2riboflavin, B3 niasin, piridoksin, biotin, sedangkan kadar lemaknya mengalami penurunan Astawan, 2005.
8. Uji Organoleptik
Organoleptik merupakan pengujian secara subyektif yaitu suatu pengujian penerimaan selera makanan yang didasarkan atas pengujian
kegemaran dan analisa pembeda. Mutu organoleptik didasarkan pada kegiatan penguji panelis yang pekerjaannya mengamati dan menilai
secara organoleptik. Mutu organoleptik yang diamati adalah bau atau aroma, rasa, warna dan tekstur Winarno, 2004.
Penilaian aroma makanan berkaitan dengan kelezatan bahan makanan tersebut, dalam hal aroma kepekaan indra pembau sangat
menentukan, penilaian rasa makanan yang terletak pada
papilla
lidah, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
penilaian warna dapat dikenali oleh indera penglihatan, penilaian tekstur makanan dapat dikenali oleh indera lidah dan indera kulit, penilaian tekstur
dapat digunakan untuk menguji kerenyahan makanan Winarno, 2004.
B. Hasil Penelitian yang Relevan