Pengaruh sumber nitrogen terhadap karakteristik nata de milko

PENGARUH SUMBER NITROGEN TERHADAP KARAKTERISTIK NATA DE MILKO

Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Teknologi Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Jurusan/Program Studi Teknologi Hasil Pertanian

Oleh : ENI ERNAWATI

H 0607053

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelisaikan penelitian skripsi yang berjudul “Pengaruh Sumber Nitrogen Terhadap Karakteristik Nata de Milko”. Dalam penelitian dan penulisan skripsi ini tentunya penulis tidak lepas dari bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Ir. Bambang Sigit Amanto, MSi selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.

3. Ir. Kawiji, MP selaku pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan selama menempuh kuliah di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.

4. Ir. M. A. Martina Andriani, MS selaku pembimbing utama yang telah

meberikan bimbingan selama penulisan dan penyusunan skripsi ini.

5. Esti Widowati, S.Si, MP selaku dosen pembimbing pendamping yang telah memberikan bimbingan selama penulisan dan penyusunan skripsi ini.

6. Ir. Nur Her Riyadi Parnanto, MS selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan.

7. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, terimakasih atas ilmu yang telah diberikan selama penulis menempuh kuliah. Semoga kelak bermanfaat.

8. Skripsi ini saya persembahkan kepada orang tua saya Bapak dan Ibu yang sangat saya sayangi, yang telah mendidik saya hingga mencapai gelar Sarjana. Terimakasih atas kepercayaannya, dukungan dan do’a yang selalu diberikan kepada saya.

seluruh keluarga besarku Mbah Kakung terimakasih atas do’anya yang selalu menantikan cucunya untuk segera meraih gelar sarjananya.

10. Teman-temanku “ten to end” terimakasih atas bantuannya, do’a dan selalu memberiku semangat dalam pengerjaan skripsi ini. Terima kasih atas kenangan-kenangan indah selama 4 tahun ini. Aku do’akan yang terbaik untuk kalian semua. Teman-teman “vortex” satu angkatan 2007 terimakasih atas kerjasamanya, bantuannya, dan kenangan selama perkuliahan “Viva La Vortex”.

11. Rumah keduaku “Kost Annisa” terimakasih buat Mb Ule, Rizka, Nunug, Wulan, Zus, Evi, Puput, Hana, Anas, Lala, Lia, Ayu terimakasih atas bantuan dan dukungan kalian semua. Spesial thank’s buat Puput yang telah rela berbagi kamar denganku selama penelitian ini.

12. Bu Lis, Pak Slamet, Pak Giyo, dan Pak Joko, terimakasih atas bantuannya selama penelitian dan penyusunan skripsi ini berlangsung. Pada penulisan skripsi ini penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini kecuali ciptaan-Nya. Namun penulis tetap berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Surakarta, Februari 2012

Penulis

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Komposisi Susu Pada Semua Jenis Kondisi dan Jenis Sapi Perah .. 5 Tabel 2.2 Syarat Mutu Nata Menurut SNI 01-4317-1996 ............................... 10 Tabel 2.3 Komposisi Zat Gizi Kecambah Kacang Hijau dan Kecambah Kedelai

dalam 100 g .................................................................................... 15

Tabel 3.1 Metode Analisis .............................................................................. 23 Tabel 4.1 Rendemen Nata de Milko ................................................................ 25 Tabel 4.2 Ketebalan Nata de Milko ................................................................. 28 Tabel 4.3 Tekstur Nata de Milko .................................................................... 31 Tabel 4.4 Kadar Air Nata de Milko ................................................................. 33 Tabel 4.5 Serat Pangan Nata de Milko ............................................................ 36 Tabel 4.6 Organoleptik Nata de Milko ............................................................

38

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian ............................................................

22

Gambar 4.1 Rendemen Nata de Milko .........................................................

26

Gambar 4.2 Ketebalan Nata de Milko ..........................................................

28

Gambar 4.3 Tekstur Nata de Milko ..............................................................

31

Gambar 4.4 Kadar Air Nata de Milko ..........................................................

35

Gambar 4.5 Serat Pangan Nata de Milko .....................................................

36

Gambar 4.6 Hasil Analisis Mutu Warna Nata de Milko ..............................

38

Gambar 4.7 Hasil Analisis Mutu Aroma Nata de Milko ..............................

40

Gambar 4.8 Hasil Analisis Mutu Rasa Nata de Milko .................................

41

Gambar 4.9 Hasil Analisis Mutu Tekstur Nata de Milko ............................

42

Gambar 4.10 Hasil Analisis Mutu Overall Nata de Milko ............................

43

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Susu segar telah dikenal oleh masyarakat secara luas. Susu segar yang berasal dari ambing sapi ini banyak dikonsumsi oleh masyarakat umum. Menurut Standar Nasional Indonesia No. 01-3141-1998 susu segar merupakan susu murni yang tidak mendapatkan perlakuan apapun kecuali proses pendinginan dan tanpa mempengaruhi kemurniannya.

Daerah Boyolali, terdapat komunitas Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) yang menangani produksi susu segar untuk selanjutnya dipasarkan ke Indutri Pengolahan Susu (IPS). Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) ini bekerjasama dengan beberapa Koperasi Unit Desa (KUD) yang ada disekitar Boyolali dan Salatiga diantaranya adalah Andini Luhur, Pabelan, Kota, Nusuk, Cepogo, Mekar Ungaran, Getasan, dan Banyumanik. Susu segar yang sesuai dengan standar di GKSI maka akan dipasarkan ke Industri Pengolahan Susu (IPS) untuk diolah menjadi produk susu lainnya.

Adapun syarat mutu susu segar yang diterapkan di GKSI antara lain total solid (TS) minimal 11,3%, minimal protein 2,5%, suhu susu segar dingin maksimal 10 0 C dan susu segar panas minimal 25 0 C, berat jenis minimal 1,0230, titik beku – 0,520 sampai (-0,560), kadar lemak 3,4%, uji karbonat negatif, keasaman negatif, uji alkohol negatif, uji peroksida negatif, pH 6,0- 6,8 dan organoleptik normal. Susu segar yang tidak memenuhi salah satu dari standar mutu segar tersebut maka akan ditolak oleh GKSI dan dikembalikan ke pihak penyetor yaitu Koperasi Unit Desa (KUD). Setiap harinya, produksi susu segar di GKSI sekitar 45.000 liter dan susu segar yang tertolak ± 4.000 liter per harinya. Susu segar dari peternak yang tertolak di KUD karena salah satu standar mutu saja tidak terpenuhi maka akan dikembalikan ke peternak

Pembuatan nata dari susu yang tidak memenuhi standar merupakan salah satu alternatif pemanfaatan susu menjadi produk yang lebih bermanfaat dan mempunyai nilai ekonomis. Pada penelitian ini menggunakan susu segar yang tidak memenuhi standar dengan kriteria tertolak karena pH pada susu segar tersebut berkisar antara 5-5,7. Kandungan pH asam pada susu segar yang tidak memenuhi standar ini merupakan kondisi yang cocok untuk pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum dalam menghasilkan selulosa nata.

Untuk menghasilkan kualitas nata yang baik, maka aktivitas pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum harus diperhatikan baik dari segi nutrisi (sumber karbon dan nitrogen), kualitas mikrobia (dapat menghasilkan enzim pembentuk nata) dan lingkungan pertumbuhannya (pH, temperatur, oksigen). Menurut Pambayun (2002) untuk pertumbuhan optimalnya, bakteri Acetobacter xylinum membutuhkan karbon dan nitrogen dalam jumlah yang cukup. Selain dapat diperoleh dalam susu segar, karbon dan nitrogen ini perlu ditambah dari luar untuk mencukupi jumlah yang dibutuhkan. Sebagai sumber nitrogen dapat ditambahkan urea, ammonium sulfat yang merupakan sumber nitrogen anorganik atau ekstrak yeast (khamir) yang merupakan sumber nitrogen anorganik.

Menurut Atmaka dan Sudadi (2000) ekstrak yeast dapat diganti dengan ekstrak kecambah. Pada proses perkecambahan kacang hijau terjadi mobilisasi protein pada biji yang berkecambah berkaitan dengan peningkatan aktivitas enzim-enzim protease yang menghidrolisis protein menjadi asam amino (Kanetro dan Hastuti, 2006). Menurut Rayati dkk. (2001) dalam penelitiannya menerangkan bahwa biomassa spora jamur entomopatogenik Paecilomyces fumosoroseus pada penggunaan sumber nitrogen organik (asam-asam amino) memberikan pertumbuhan yang lebih baik jika dibandingkan dengan penggunaan sumber nitrogen anorganik. Pertumbuhan yang lebih baik pada sumber nitrogen organik (asam-asam amino) ini dapat dimungkinkan dengan Menurut Atmaka dan Sudadi (2000) ekstrak yeast dapat diganti dengan ekstrak kecambah. Pada proses perkecambahan kacang hijau terjadi mobilisasi protein pada biji yang berkecambah berkaitan dengan peningkatan aktivitas enzim-enzim protease yang menghidrolisis protein menjadi asam amino (Kanetro dan Hastuti, 2006). Menurut Rayati dkk. (2001) dalam penelitiannya menerangkan bahwa biomassa spora jamur entomopatogenik Paecilomyces fumosoroseus pada penggunaan sumber nitrogen organik (asam-asam amino) memberikan pertumbuhan yang lebih baik jika dibandingkan dengan penggunaan sumber nitrogen anorganik. Pertumbuhan yang lebih baik pada sumber nitrogen organik (asam-asam amino) ini dapat dimungkinkan dengan

Komposisi nutrisi dalam media fermentasi akan berpengaruh terhadap karakteristik nata yang akan dihasilkan, untuk itu perlu diketahui jenis dan konsentrasi ekstrak kecambah supaya menghasilkan karakteristik fisik, kimia dan organoleptik nata de milko yang maksimal.

B. Perumusan Masalah

Dari latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pengaruh penambahan jenis dan konsentrasi sumber nitrogen yaitu ekstrak kecambah kacang hijau dan ekstrak kecambah kedelai terhadap karakteristik fisik (rendemen, ketebalan, dan tekstur) dan karakteristik kimia (kadar air dan serat pangan) nata de milko yang dihasilkan?

2. Bagaimana pengaruh penambahan jenis dan konsentrasi sumber nitrogen yaitu ekstrak kecambah kacang hijau dan ekstrak kecambah kedelai terhadap

aroma, rasa, tekstur/kekenyalan, dan overall) nata de milko?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui pengaruh penambahan jenis dan konsentrasi sumber nitrogen yaitu ekstrak kecambah kacang hijau dan ekstrak kecambah kedelai terhadap karakteristik fisik (rendemen, ketebalan, dan tekstur) dan karakteristik kimia (kadar air dan serat pangan) nata de milko yang dihasilkan.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memberikan wawasan tentang pengolahan susu segar yang tertolak menjadi produk pangan, salah satunya diolah menjadi nata.

2. Memberikan pengetahuan penggunaan sumber nitrogen organik berupa ekstrak kecambah pada pembuatan nata de milko sebagai salah satu alternatif pengganti sumber nitrogen anorganik.

II. LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Susu Sapi

Susu segar merupakan jenis makanan yang perisable atau mudah rusak. Kandungan nilai gizinya yang tinggi menyebabkan susu segar menjadi medium yang sangat disukai oleh mikrooganisme untuk pertumbuhan dan perkembangannya, sehingga dalam waktu yang sangat singkat (satu hari pada suhu ruang) susu menjadi tidak layak dikonsumsi bila tidak ditangani secara benar. Menurut Mukhtar (2006) pengujian kualitas susu segar di tingkat pengumpul dilakukan uji alkohol (Alcohol precipitation/ APT ) atau uji rebus (Cloton boiling) dan uji Berat Jenis. Sedangkan di tingkat KUD dilakukan uji lemak, kadar bahan kering (TS), bahan kering tanpa lemak (SNF), methylene blue, dan total bakteri.

Komposisi susu sangat beragam, hal ini tergantung pada beberapa faktor, komposisi susu rata-rata untuk semua jenis kondisi dan jenis sapi perah dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Komposisi Susu Pada Semua Jenis Kondisi dan Jenis Sapi Perah

Komposisi Susu Kadar (%) Lemak 3,9 Protein 3,4 Laktosa 4,8 Abu 0,72 Air 87,10

Sumber: Buckle dkk, 1985

Berdasarkan Tabel 2.1 susu sapi mengandung 3,4% protein, 4,8% laktosa, 3,9% lemak, 0,72 abu dan 87,10% air. Menurut Bibek (1996) selain kandungan kasein dan laktalbumin, asam amino bebas yang terdapat pada susu sapi merupakan sumber nitrogen yang bagus (dan sumber karbon).

a) Warna susu Susu segar berwarna putih keabu-abuan sampai agak kuningkeemasan. Variasi warna ini dapat terjadi karena faktor keturunan atau karena faktor pakan yang diberikan. Warna susu yang putih kebiru-biruan disebabkan oleh pemantulan cahaya globula lemak yang terdispersi, kalium kaseinat, dan fosfat koloidal, karena globula- globula lemak dan protein (kasein) yang biasanya mengikat kalsium dan fosfat. Pada susu yang lemaknya telah dihilangkan atau yang kadar lemaknya rendah, warna kebiru-biruan akan terlihat lebih menonjol.

b) Bau dan rasa susu Bau susu akan lebih nyata diketahui jika susu dibiarkan beberapa jam terutama pada suhu kamar. Susu segar mempunyai rasa yang agak manis. Flavor yang khas dari susu ini mempunyai hubungan dengan kandungan laktosa tinggi dan klorida yang relatif rendah. Kandungan laktosa yang rendah dan klorida yang tinggi, mungkin akan menyebabkan flavor garam.

c) Berat jenis susu Berat jenis susu yang normal rata-rata adalah 1,030 atau berkisar antara 1,028-1,032. variasi berat jenis susu terjadi karena perbedaan besarnya kandungan lemak, laktosa, protein, dan garam- garam mineral dalam susu. Berat jenis lemak adalah 0,93, laktosa 1,666, kasein 1,31 dan berat jenis garam-garam mineral rata-rata adalah 4,12. dengan demikian semakin tinggi kandungan lemak susu, akan semakin rendah berat jenisnya. Sebaliknya semakin tinggi kandungan bahan padat bukan lemak (SNF) maka akan tinggi pula berat jenis susu tersebut.

d) Titik didih dan titik beku susu Titik didih susu berada sedikit diatas titik didih air yaitu sekitar d) Titik didih dan titik beku susu Titik didih susu berada sedikit diatas titik didih air yaitu sekitar

f) pH dan keasaman susu Susu segar bersifat agak asam, memiliki pH antara 6,5 – 6,6. sebagian besar asam yang ada dalam susu adalah asam laktat. Keasaman susu segar berhubungan dengan berbagai senyawa yang bersifat asam, seperti fosfat komplek, protein (casein dan albumin),

asam sitrat, dan sejumlah kecil CO 2 yang larut dalam susu. Ada tiga macam protein yang penting dalam susu, yaitu kasein, laktalbumin dan laktoglobulin. Protein yang masih tertinggal dalam larutan setelah kasein diendapkan disebut “whey protein” atau protein serum susu. Di dalam protein serum susu ini terdapat laktalbumim yang larut dan laktoglobulin yang tidak larut. Laktalbumim dan laktoglobulin masing-masing adalah protein albumim dan globulin. Albumim adalah protein yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam larutan-larutan garam encer (Dwiari dkk., 2008).

Whey adalah serum susu yang dihasilkan dari industri pembuatan keju setelah proses pemisahan kasein dan lemak selama pengendapan susu. Whey telah lama dikenal sebagai limbah industri pangan, khususnya dari pembuatan produk susu olahan yaitu keju. Whey tersebut merupakan polutan terbesar dari air limbah produksi keju diikuti dengan air pencuci dan air pasteurisasi. Setiap kilogram keju yang diproduksi akan menghasilkan 8-9 liter whey cair (Jenie dan Rahayu, 1993).

Menurut Spreer (1998), walaupun whey merupakan limbah, namun whey mempunyai nilai nutrisi protein dan karbohidrat sehingga dapat

2. Nata

Menurut Suliantari (1983) dan Natalia dan Sulvia (2009) Nata adalah sejenis makanan hasil fermentasi oleh bakteri Acetobacter xylinum, membentuk gel yang mengapung pada permukaan media atau tempat yang mengandung gula dan asam yang berbentuk padat, kokoh, kuat, putih, dan kenyal. Selama ini nata yang dikenal oleh masyarakat umum adalah nata yang dibuat dari air kelapa yang disebut nata de coco. Nata dihasilkan dari aktivitas bakteri Acetobacter xylinum yang merombak gula menjadi serabut-serabut selulosa. Pembentukan nata terjadi karena proses sintesis glukosa untuk sumber energi menjadi selulosa. Selanjutnya glukosa akan membentuk selulosa diluar sel. Selulosa ini akan membentuk jaringan mikrofibril yang panjang dalam cairan fermentasi. Gelembung-gelembung

CO 2 yang dihasilkan selama proses fermentasi melekat pada selulosa, sehingga selulosa tersebut cenderung terangkat ke permukaan cairan. Selulosa merupakan salah satu polimer alam yang banyak digunakan. Sekarang ini bacterial sellulose, yakni selulosa yang dihasilkan secara fermentasi menggunakan bakteri dikenal sebagai salah satu sumber selulosa. Selulosa adalah polimer tak bercabang dari glukosa yang dihubungkan melalui ikatan 1,4- β-glikosida. Serat selulosa mempunyai kekuatan fisik yang tinggi terbentuk dari fibril-fibril yang tergulung seperti spiral (Tahir dkk, 2008).

Aktivitas enzim pada bakteri Acetobacter xylinum pada sintesis selulosa sebagai berikut (Krystynowicz et al, 2005):

a. Glukokinase (E.C 2.7.1.2), untuk fosforilasi glukosa C-6

b. Fosfoglukomutase (E.C 5.4.2.2) yang akan mengkatalis isomerasi dari glukosa-6-fosfat menjadi glukosa-1-fosfat

c. Glukosa-1-fosfat uridylyltransferase (E.C 2.7.7.9) yang akan mensistesis UDP-glukosa (UDPG)

Selama fermentasi, bakteri Acetobacter xylinum mengubah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Glukosa melalui reaksi heksokinase yang melakukan fosforilasi glukosa menjadi glukosa 6-fosfat. Glukosa 6-fosfat dirubah menjadi glukosa-1 fosfat dalam reaksi dengan katalis enzim fosfoglukomutase. Reaksi selanjutnya adalah pembentukan uridin difosfat- glukosa atau GDP-glukosa dengan uridin trifosfat (UTP) oleh kerja enzim glukosa 1 fosfaturidiltransferase. Reaksi ini dialihkan oleh kerja pirofosfatase yang menghidrolisis pirofosfat (Ppi) menjadi ortofosfat (Pi). UDP-glukosa adalah donor langsung residu glukosa di dalam pembentukan enzimatik selulosa oleh kerja selulose sintase yang terjadi pemindahan residu glukosil dari UDP-glukosa ke ujung nonresidu molekul selulosa (Djajati dkk., 2009).

Selama ini nata biasanya terbuat dari air kelapa yang kemudian disebut dengan nata de coco. Beberapa tahun terakhir ini nata tidak hanya dibuat dari air kelapa, tetapi juga pada berbagai jenis bahan yang mengandung gula, protein, dan mineral, misalnya pada sari buah-buahan, sari kedelai dan masih banyak lagi. Oleh karena itu, ada berbagai macam nama nata yang disesuaikan dengan bahan yang digunakan, misalnya dari sari kedelai disebut nata de soya, nata de pina dari sari buah nanas, nata de coco dari air kelapa, nata de milko dari susu segar, dan lain-lainya. Menurut Atmaka dan Sudadi (2000) nata sebagian besar tersusun dari jalinan selulosa (sekitar 90%) yang sebenarnya tidak dapat dicerna dalam tubuh manusia, maka makanan ini dinyatakan berkalori rendah. Komposisi yang didominasi oleh serat ini, menyebabkan nata dapat membantu melancarkan pencernaan. Para ahli pangan dan gizi menyebutkan bahwa nata sebagai serat pangan (dietary fiber). Adapun syarat-syarat mutu nata menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) dapat dilihat dalam Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Syarat Mutu Nata Menurut SNI 01-4317-1996

Sumber: SNI 01-4317-1996

3. Acetobacter Xylinum

Nata dibentuk oleh bakteri asam asetat yaitu Acetobacter xylinum. Bakteri ini merupakan jenis Acetobacter, famili Pseudomonadaceae yang melakukan oksidasi metil alkohol menjadi asam asetat dan mampu mengoksidasi komponen organik lain termasuk asam asetat lebih lanjut

menjadi karbondioksida (CO 2 ) (Joseph, 1988) dalam Handadari (2002). Menurut Fardiaz (1989) Acetobacter bersifat nonmotil dan memproduksi

No.

Jenis Uji

Keadaaan Bau Rasa Warna Tekstur Bahan asing Bobot tuntas Jumlah gula (dihitung sebagai sakrosa) Serat makanan Berat tambahan makanan Pemanis buatan: -sakarin -siklamat Pewarna tambahan Pengawet (Na Benzoat) Cemaran logam Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Seng (Zn) Timah (Sn) Cemaran Arsen (As) Cemaran mikroba: Angka lempeng total Coliform Kapang Khamir

Sesuai SNI Sesuai SNI

mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg

Koloni/g AMP/g Koloni/g Koloni/g

Normal Normal Normal Normal Tidak boleh ada Min. 50 Min. 15 Maks. 4,5

Tidak boleh ada Tidak boleh ada 01-0222-1995 01-0222-1995

Maks. 0,2 Maks. 2 Maks. 5,0 Maks. 40,0/250,5* Maks. 0,1

Maks. 2,0 x 10 2 <3 Maks. 50 Maks. 50

Suhu optimum untuk pertumbuhan Acetobacter xylinum adalah 25-

30 0 C dan pH optimum sekitar pH 5,4 sampai pH 6,2. Selain itu Acetobacter xylinum dapat memproduksi selulosa pada permukaan dari media cair maupun padat (Krystynowicz, et al. 2005). Menurut Pambayun

(2002) Acetobbacter xylinum tumbuh pada suhu optimum 28-31 0 C dan pH 3,5-7,5 namun bakteri ini sangat cocok tumbuh pada suasana asam pada pH 4,3.

Pada pembuatan produk hasil fermentasi seperti nata, diperlukan bibit nata yang disebut starter. Untuk menghasilkan kualitas nata yang bagus maka diperlukan pengetahuan mengenai sifat-sifat dari bakteri Acetobacter xylinum . Menurut Pambayun (2002) sifat-sifat dari Acetobacter xylinum dapat diketahui dari sifat morfologi, sifat fisiologi dan pertumbuhan selnya.

a. Sifat Morfologi Bakteri Acetobacter xylinum berbentuk batang pendek dengan panjang 2 µm dan lebar 0,6 µm, dengan permukaan dinding yang berlendir. Bakteri ini bisa membentuk rantai pendek dengan satuan 6-8 sel. Bakteri ini bersifat nonmotil dan tidak membentuk endospora maupun pigmen. Pada kultur sel yang masih muda, individu sel berada soliter dan transparan. Koloni yang sudah tua membentuk lapisan menyerupai gelatin yang kokoh pada medium cair setelah 48 jam inokulasi akan membentuk lapisan pelikel dan dapat dengan mudah diambil dengan jarum oose.

b. Sifat Fisiologi Bakteri ini dapat membentuk asam dari glukosa, etil alkohol, dan propil alkohol, tidak membentuk indol dan mempunyai kemampuan mengoksidasi asam asetat menjadi CO 2 dan H 2 O yang dilakukan di dalam kultur batch. Sifat yang paling menonjol dari b. Sifat Fisiologi Bakteri ini dapat membentuk asam dari glukosa, etil alkohol, dan propil alkohol, tidak membentuk indol dan mempunyai kemampuan mengoksidasi asam asetat menjadi CO 2 dan H 2 O yang dilakukan di dalam kultur batch. Sifat yang paling menonjol dari

c. Pertumbuhan sel

1) Fase Adaptasi

Pada fase ini, bakteri akan menyesuaikan diri dengan substrat dan kondisi lingkungan barunya. Walaupun tidak mengalami perbanyakkan sel pada fase ini terjadi aktivitas metabolisme dan pembesaran sel. Fase adaptasi bagi Acetobacter xylinum dicapai antara 0-24 jam atau kurang lebih 1 hari sejak inokulasi.

2) Fase Pertumbuhan Awal

Pada fase ini, sel mulai membelah dengan kecepatan rendah dan dengan ini menandai diawalinya fase pertumbuhan eksponensial.

3) Fase Pertumbuhan Eksponensial

Fase ini disebut juga fase pertumbuhan logaritmik, yang ditandai dengan pertumbuhan yang sangat cepat. Pada fase ini bakteri nata mengeluarkan enzim ekstraseluler polimerase sebanyak-banyaknya, untuk menyusun polimer glukosa menjadi selulosa (matrik nata). Sehingga pada fase ini nata yang akan terbentuk maksimal.

4) Fase Pertumbuhan Lambat

Pertumbuhan mulai diperlambat pada fase ini karena ketersediaan nutrisi telah berkurang, terdapatnya metabolit yang bersifat toksik yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri, dan umur sel telah tua. Selain itu, pertumbuhan tidak lagi stabil, tetapi

5) Fase Pertumbuhan Tetap

Jumlah sel yang tumbuh relatif sama dengan jumlah sel yang mati. Hal ini dikarenakan di dalam media terjadi kekurangan nutrisi, pengaruh metabolit toksik lebih besar, dan umur sel semakin tua. Sehingga perbanyakan sel terhambat dan menyebabkan kematian sel. Lamanya fase ini tergantung kepada kepekaan sel terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan sel tersebut.

6) Fase Menuju Kematian

Bakteri akan mengalami kematian karena nutrisi telah habis dan sel kehilangan banyak energi cadangannya.

7) Fase Kematian

Pada Fase ini, sel dengan cepat mengalami kematian, hampir merupakan kebalikan dari fase logaritmik. Sel yang hidup semakin lama semakin sedikit karena sel yang mati semakin banyak. Kecepatan kematian dipengaruhi oleh nutrisi, lingkungan dan bakteri. Untuk Acetobacter xylinum, fase ini dicapai setelah hari kesepuluh hingga keempat belas. Pada fase ini, Acetobacter xylinum tidak baik apabila digunakan sebagai bibit nata. Bakteri dari spesies Aerobacter, Acetobacter, Achromobacter,

Agrobacterium , Alcaligenes, Azotobacter, Pseudomonas, Rhizobium dan Sarcina dapat mensintesis selulosa. Namun, hanya golongan dari spesies Acetobacter yang paling maksimal dalam memproduksi selulosa (Tsucida and Yoshinaga, 1997) dalam Ch’ng dan Muhamad (2011).

4. Media Pertumbuhan

Pada umumnya, senyawa karbohidrat berupa monosakarida atau disakarida dapat digunakan menjadi bahan tambahan dalam pembuatan Pada umumnya, senyawa karbohidrat berupa monosakarida atau disakarida dapat digunakan menjadi bahan tambahan dalam pembuatan

Sumber nitrogen yang dapat digunakan untuk mendukung pertumbuhan nata dapat berasal dari sumber nitrogen organik dan nitrogen anorganik. Biasanya nitrogen anorganik yang ditambahkan adalah ammonium sulfat dan ammonium nitrat, sedangkan sumber nitrogen organik berupa protein dan ekstrak yeast. Menurut Stanbury and Whitaker (1984) sumber nitrogen anorganik tersedia dalam bentuk gas ammonia, garam ammonium atau nitrat. Nitrogen organik biasanya ditambahkan dalam bentuk asam amino, protein atau urea. Menurut Atmaka dan Sudadi (2000) ekstrak yeast dapat diganti dengan ekstrak kecambah. Pada kecambah kacang hijau dan kedelai memiliki kandungan protein yang tinggi sehingga dapat digunakan untuk pertumbuhan dari bakteri Acetobacter xylinum . Selain itu menurut Rahayu (1993) dalam Nugraheni (2007) penggunaan kecambah kacang hijau dengan pertimbangan bahwa pada peristiwa perkecambahan menyebabkan perubahan baik dari sifat fisik maupun kimia biji. Selain biji menjadi lebih lunak, komponen yang terlarutpun meningkat, sehingga hasil ekstraksi kecambah kacang hijau merupakan cairan yang bernutrisi. Demikian juga pada kecambah kedelai diharapkan komponen terlarutnya pada saat proses perkecambahan mengandung cairan yang bernutrisi.

5. Kecambah

Mobilisasi protein pada biji yang berkecambah berkaitan dengan peningkatan aktivitas enzim-enzim protease yang menghidrolisis protein menjadi asam amino. Asam amino yang dibebaskan digunakan untuk sintesis protein dan sebagai sumber energi (Kanetro dan Hastuti, 2006).

Kecambah kacang hijau berasal dari biji kacang hijau yang sebelumnya direndam terlebih dahulu dan kemudian dikecambahkan selama 3 hari. Kandungan zat-zat dalam kecambah hampir sama dengan kandungan dalam biji kacang hijau yaitu protein, karbohidrat, vitamin, lemak, kalsium, fosfor, besi, kalori dan air (Mustofa, 2007). Kecambah kedelai mengandung lebih banyak energi, protein, dan lemak daripada kecambah kacang hijau. Perkecambahan meningkatkan kadar vitamin C yang tidak terdapat dalam biji kedelai mulai terbentuk pada hari pertama (Somaatmaja dkk, 1985). Kandungan zat-zat dalam kecambah kacang hijau dan kecambah kedelai dapat dilihat pada Tabel 2.3. Tabel 2.3 Komposisi Zat Gizi Kecambah Kacang Hijau dan Kecambah

Kedelai dalam 100 g

Nilai gizi Kecambah Kacang Hijau (*) Kecambah Kedelai (**) Kalori (Kal) 31 62 Protein (g) 3,10 7,7 Lemak (g) 0,14 1,8 Karohidrat (g) 4,1 8,0

Kalsium (mg) 18 52 Fosfor (mg) 48 - Besi (mg) 0,8 1,1 Vitamin A (mg) 21 - Vitamin B 1 (mg) 0,1 0,19 Vitamin C (mg) 17 10 Air (g) 91,4 81,5 Niacin (mg) - 0,8 Vitamin B 2 (mg) - 0,15 Keterangan : * Sumber : Vincent et al (1998) dalam Mustofa (2007) ** Sumber : Somaatmadja dkk (1985)

Mobilisasi protein pada biji yang berkecambah berkaitan dengan peningkatan aktivitas enzim-enzim protease yang menghidrolisis protein Mobilisasi protein pada biji yang berkecambah berkaitan dengan peningkatan aktivitas enzim-enzim protease yang menghidrolisis protein

Protein kedelai merupakan protein yang dapat digunakan secara luas, karena sejumlah besar senyawa bioaktif didalamnya, tetapi juga mengandung senyawa antinutrisi yang tidak sedikit. Salah satu upaya untuk menekan jumlah senyawa antinutrisi tersebut adalah melalui perkecambahan. Semua komponen kedelai terhidrolisis selama perkecambahan, sehingga daya cernanya lebih baik. Protein kedelai tersusun atas asam amino esensial dan nonesensial. Asam amino esensial dalam protein kedelai adalah metionin, lisin, isoleusin, leusin, phenilalanine, treonin, triptofan dan valin. Di antara asam amino esensial tersebut kadar leusin paling tinggi kemudian diikuti lisin. Komponen asam amino nonesensial protein kedelai tersusun atas arginin, asam glutamat, histidin, glisin, alanin, dan serin. Asam glutamat kadarnya paling besar (18,4%) kemudian diikuti arginin (7,88%) (Winarsi, 2010).

B. Kerangka Berfikir

Susu Segar

Kualitasnya diuji secara fisik, kimia dan

organoleptik

Penambahan jenis dan

Susu diterima

Susu tertolak

Nata de milko

Keju, es krim, susu bubuk, butter, susu formula, dan lain-lain

Dibuang

C. Hipotesis

Penggunaan jenis dan konsentrasi sumber nitogen organik berupa ekstrak kecambah kacang hijau dan ekstrak kecambah kedelai akan menunjukkan aktivitas pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum yang berbeda. Selain itu, penambahan ekstrak kecambah kedelai diduga akan menghasilkan karakteristik fisik-kimia dan organoleptik nata de milko yang lebih tinggi daripada ekstrak kecambah kacang hijau berdasarkan hasil analisis rendemen, ketebalan, tekstur, kadar air, serat pangan dan penilaian panelis.

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta untuk analisis karakteristik fisik (rendemen dan ketebalan nata), analisis karakteristik kimia (kadar air nata), dan uji organoleptik. Laboratorium Rekayasa I Jurusan Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gajah Mada Yogyakarta untuk analisis tekstur dan Laboratorium Analisis Pangan Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor untuk analisis serat pangan. Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Agustus - November 2011.

B. Bahan dan Alat

1. Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah susu segar yang tertolak yang diperoleh dari KUD di Kota Boyolali dengan kandungan pH antara 5-5,7. Kecambah kacang hijau dan kecambah kedelai berumur 2 hari yang didapatkan dari Pasar Ledok Sari, sebagai sumber nitrogen dengan konsentrasi masing-maasing 3%, 5% dan 7%. Metode ini berdasarkan penelitian dari Nugraheni (2007) pada pembuatan nata de soya dengan menggunakan konsentrasi ekstrak kecambah kacang hijau sebesar 3%, 5%, dan 7%. Sedangkan bahan pembuat nata adalah starter Acetobacter xylinum, sukrosa dengan konsentrasi 5% dari media berdasarkan penelitian Nugranti (2011), aquades, dan asam asetat, alkohol 96%. Bahan untuk analisis kadar serat pangan antara lain buffer fosfat,

enzim thermamyl, HCl, pepsin, NaOH, pankreatin, dan NaH 2 PO 4 anhidrat.

2. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain meliputi:

a. Alat Pembuatan nata : panci, kompor, timbangan, toples plastik, erlenmeyer 500 ml, gelas ukur 100 ml, gelas beker 500 ml, pH meter, saringan, kertas, aluminium foil, karet gelang, nampan, cawan porselen, dan pengaduk.

b. Alat Analisis

Alat untuk analisis antara lain:

1) Analisis tekstur : Llyod Universal Testing Machine, Zwick, Type DO-FBO.5TS, tahun 2002, Jerman .

2) Analisis rendemen : timbangan analitik (Item AR 2140 Ohaus Corp. Pine Brook NJ USA).

3) Analisis ketebalan nata menggunakan jangka sorong (Vernier Caliper 150x0,05 MM/6”X1/128”).

4) Analisis kadar air : oven, botol timbang, desikator, penjepit cawan, dan timbangan analitik (Item AR 2140 Ohaus Corp. Pine Brook NJ USA).

5) Analisis serat pangan : erlenmeyer asah 500 ml, pemanas listrik, refluks, cawan kaca masir G2, oven.

6) Alat untuk uji organoleptik antara lain baki, slowky, tisu, dan borang pengujian.

C. Tahapan Penelitian

1. Preparasi sampel Sampel susu segar yang tidak lolos pengujian standar mutu susu dari KUD diambil yang mengandung keasaman dengan pH antara 5 – 5,7. Susu tersebut kemudian disaring dengan penyaring untuk memisahkan kotoran.

2. Pembuatan Ekstrak Kecambah Sebanyak 250 g kecambah kacang hijau dan kecambah kedelai dihaluskan dengan tujuan agar meningkatkan kelarutan saat proses ekstraksi. Kecambah yang telah dihaluskan kemudian ditambah aquades masing-masing 500 ml direbus pada suhu air mendidih selama 30 menit, kemudian disaring menggunakan penyaring.

3. Pembuatan Nata de Milko Pembuatan media fermentasi nata yaitu susu yang tidak memenuhi standar sebanyak 500 ml dipanaskan dan disaring untuk memisahkan gumpalan-gumpalan yang terdapat pada susu. Selanjutnya ditambahkan sukrosa dengan konsentrasi 5% dari media fermentasi (25 ml), ekstrak kecambah kacang hijau dan kecambah kedelai masing-masing dengan konsentrasi 3% (15 ml/500 ml), 5% (25 ml/500 ml), dan 7% (35 ml/500

ml) (v/v) kemudian dipanaskan lagi pada suhu 100 0 C selama 10 menit. Selanjutnya, ke dalam media fermentasi ditambah asam asetat sampai pH 4,0 diaduk hingga merata. Setelah itu, media fermentasi dimasukkan kedalam toples plastik dan ditutup dengan kertas supaya media tidak terkontaminasi dengan lingkungan sekitar. Selanjutnya, media fermentasi didinginkan hingga suhunya berkisar antara 28 o

C – 30°C karena pada suhu tersebut merupakan suhu optimal untuk pertumbuhan starter nata sehingga jika ditambahkan pada saat suhu media yang melebihi suhu tersebut starter nata akan mati. Setelah itu starter nata dapat diinokulasikan secara aseptis ke dalam media dengan volume 10% tiap ml sampel (50 ml tiap sampel). Toples plastik tempat fermentasi setelah diinokulasikan starter nata kemudian ditutup kembali dengan kertas, diikat dengan tali karet dan diinkubasi pada suhu antara 28 o C – 30°C.

4. Pemanenan Nata Setelah diinkubasi selama 14 hari, nata dipanen dengan 4. Pemanenan Nata Setelah diinkubasi selama 14 hari, nata dipanen dengan

5. Analisis Karakteristik Nata de Milko Nata yang terbentuk dianalisis fisik, kimia dan uji organoleptik. Analisis karakteristik fisik yang dilakukan adalah dengan mengukur rendemen, ketebalan dan tekstur nata. Analisis karakteristik kimia meliputi kadar air dan serat pangan, sedangkan analisis karakteristik organoleptik meliputi warna, aroma, rasa, tekstur (kekenyalan), dan overall.

Fermentasi selama 14 hari

Nata de Milko

Analisis sifat Organoleptik:

4. Tekstur (Kekenyalan)

Analisis Kimia:

1. Analisis kadar air

2. Analisis serat pangan

Analisis sifat fisik:

1. Analisis rendemen

2. Analisis ketebalan

3. Analisis tekstur

Starter nata 50 ml/500 ml media

fermentasi (v/v)

Pendinginan hingga suhu 28-30 0 C

Inokulasi

Pengaturan pH 4,0 dengan

asam asetat

Penyaringan

Pemanasan suhu 100 0 C

selama 10 menit

Sukrosa 5% (v/v) (25 ml)

Ekstrak kecambah kacang hijau dan kedelai (3% (15 ml), 5% (25 ml),

dan 7% (35 ml) (v/v)

Media fermentasi

Susu (500 ml)

Pemanasan dan Penyaringan

D. Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor. Faktor pertama jenis sumber nitrogen (ekstrak kecambah kacang hijau dan ekstrak kecambah kedelai) dan konsentrasi ekstrak kecambah (3%, 5% dan 7%). Masing-masing perlakuan dilakukan 3 kali ulangan sampel. Data hasil penelitian dianalisis dengan software SPSS 17.0 for windows dengan menggunakan analisis variansi (ANOVA). Apabila hasil analisis tersebut menunjukkan beda nyata antar perlakuan maka dilanjutkan dengan menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT) dengan tingkat signifikasi α = 0,05.

E. Pengamatan Parameter

Masing-masing metode analisis dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Metode analisis

No Macam Analisis

Rendemen Ketebalan Tekstur Kadar Air Serat Pangan Organoleptik

Kembuan dan Joseph (1990) Effendi (2009) Llyod Universal Testing Instrument Thermogravimetri (Sudarmadji, dkk., 1997) Asp, et al., 1981 Uji Kesukaan (Kartika dkk., 1988)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Nata adalah sejenis makanan hasil fermentasi oleh aktivitas bakteri Acetobacter xylinum , membentuk gel yang mengapung pada permukaan media atau tempat yang mengandung gula dan asam yang berbentuk padat, kokoh, kuat, putih, dan kenyal. Selama ini nata yang dikenal oleh masyarakat umum adalah nata yang dibuat dari air kelapa yang disebut nata de coco. Nata dihasilkan dari aktivitas bakteri Acetobacter xylinum, yang merombak gula menjadi serabut- serabut selulosa (Natalia dan Sulvia, 2009). Pada penelitian ini proses pembuatan nata menggunakan media susu segar yang tidak memenuhi standar, yang disebut nata de milko. Susu segar yang tidak memenuhi standar ini memiliki kandungan bahan organik yang berupa protein dan laktosa. Susu segar yang tidak memenuhi standar dengan kisaran pH antara 5-5,7 yang cenderung asam merupakan kondisi yang mendukung untuk pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum.

Menurut Nugraheni (2007) nutrisi media fermentasi akan menentukan pertumbuhan Acetobacter xylinum dan kemampuannya mengubah komponen dalam media menjadi nata, sehingga komposisi nutrisi dalam fermentasi juga akan berpengaruh terhadap karakteristik nata yang dihasilkan. Faktor utama dalam pembentukan nata dikarenakan adanya sumber karbon. Nugranti (2011) menyimpulkan bahwa penggunaan sumber karbon berupa sukrosa dengan konsentrasi 5% akan menghasilkan kualitas nata de milko yang maksimal berdasarkan karakteristik fisik, kimia dan organoleptik. Fermentasi nata de milko pada penelitian ini, menggunakan variasi jenis dan konsentrasi sumber nitrogen organik berupa ekstrak kecambah kacang hijau dan ekstrak kecambah kedelai dengan konsentrasi masing-masing 3%, 5%, dan 7%. Setelah dilakukan inkubasi selama 14 hari, maka diperoleh data penelitian yang dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh variasi jenis dan konsentrasi sumber nitrogen organik terhadap pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum sehingga menghasilkan

A. Pengaruh Penambahan Ekstrak Kecambah Terhadap Karakteristik Fisik Nata de Milko

1. Rendemen Nata de Milko

Rendemen nata merupakan berat basah nata yang diperoleh dari berat nata hasil fermentasi dibanding dengan volume media awal dikali 100%. Tujuan dari penghitungan nilai rendemen adalah untuk mengetahui efisiensi penggunaan substrat fermentasi. Semakin tinggi nilai rendemen, maka pemanfaatan substrat fermentasi semakin tinggi pula (Kembuan dan Joseph, 1990). Hasil analisis rendemen Nata de Milko dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan Gambar 4.1. Tabel 4.1 Rendemen Nata de Milko

Jenis Kecambah

7% Kecambah Kacang Hijau

26,67 b 32,46 c 19,75 a Kecambah Kedelai

27,71 b 34,07 c 19,82 a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi α 0,05

Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukkan bahwa rendemen nata de milko berkisar antara 19,75% - 34,07%. Pada perlakuan penambahan ekstrak kecambah kacang hijau 7% memberikan nilai rendemen terendah yaitu 19,75% yang tidak berbeda nyata dengan penambahan ekstrak kecambah kedelai 7% yaitu 19,82%. Sedangkan pada penambahan ekstrak kecambah kacang hjau 3% dan ekstrak kecambah kedelai 3% juga tidak berbeda nyata berturut-turut adalah 26,67 dan 27,71%. Perlakuan penambahan ekstrak kecambah kedelai 5% memberikan nilai rendemen tertinggi yaitu 34,07%, namun tidak berbeda nyata dengan penambahan ekstrak kecambah kacang hijau 5% yaitu 32,46%. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan sumber nitrogen organik berupa ekstrak kecambah kedelai 5% kedalam media fermentasi merupakan perlakuan yang paling

Gambar 4.1 Rendemen Nata de Milko Gambar 4.1 memperlihatkan bahwa ekstrak kecambah kacang

hijau dan ekstrak kecambah kedelai pada konsentrasi 5% menghasilkan nilai rendemen tertinggi yang tidak. Namun pada konsentrasi 7% nilai rendemen nata de milko mengalami penurunan. Rendemen dipengaruhi oleh berat dan ketebalan nata yang dihasilkan setelah fermentasi selama 14 hari. Semakin tinggi berat dan ketebalan nata maka rendemen yang dihasilkan akan semakin tinggi juga, begitu pula sebaliknya. Menurut Nugraheni (2007) pertambahan berat dan tebal nata disebabkan karena aktivitas bakteri Acetobacter xylinum yang mensintesis selulosa ekstraseluler selama proses fermentasi yang kemudian membentuk pelikel nata di permukaan medium fermentasi, sehingga dengan pertambahan berat nata terjadi pula pertambahan tebal nata.

Pada penambahan ekstrak kecambah kacang hijau dan ekstrak

kedelai konsentrasi 3% dan 5% dengan jumlah ekstrak kecambah yang ditambahkan pada media sedikit. Konsentrasi ekstrak kecambah yang berlebih mengakibatkan meningkatnya kandungan nutrisi pada media fermentasi sehingga media untuk pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum menjadi keruh yang dapat menghambat pertumbuhannya. Hal ini dikarenakan media yang keruh menyebabkan kekentalan (viskositas) media fermentasi menjadi tinggi sehingga suplai oksigen untuk pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum menjadi berkurang. Menurut Pambayun (2002) bakteri Acebacter xylinum merupakan mikrobia aerobik, sehingga dalam pertumbuhan, perkembangan dan aktivitasnya bakteri ini sangat memerlukan oksigen. Kekurangan suplai oksigen pada bakteri ini akan mengakibatkan gangguan atau hambatan dalam pertumbuhannya dan

pada akhirnya mengalami kematian. Ekawaty (2004) menyatakan bahwa kandungan nitrogen yang tinggi dalam medium pertumbuhan Acetobacter xylinum tidak selamanya dapat mengoptimalkan pertumbuhan bakteri tersebut. Kandungan nitrogen yang berlebih akan menghambat pertumbuhan bakteri dan akibatnya nata yang dihasilkan tidak maksimal.

Jenis ekstrak kecambah yang digunakan dalam pembuatan nata de milko mempengaruhi pembentukan nata yang dihasilkan. Penggunaan sumber nitrogen berupa ekstrak kecambah kedelai memberikan hasil yang lebih baik jika dibandingkan dengan menggunakan sumber nitrogen berupa ekstrak kecambah kacang hijau. Hal ini dikarenakan kandungan protein yang terdapat pada kecambah kedelai lebih tinggi jika dibandingkan dengan kecambah kacang hijau. Menurut Kimball (1996) senyawa nitrogen diperlukan untuk sintesis protoplasma dan dinding sel dan akan dimanfaatkan sebagai penyusun protein membran sel, sehingga meningkatkan proses penyerapan nutrien-nutrien selama proses metabolisme.

dalam protein kedelai adalah metionin, lisin, isoleusin, leusin, phenilalanine, treonin, treptofan dan valin. Di antara asam amino esensial tersebut kadar leusin paling tinggi kemudian diikuti lisin. Komponen asam amino nonesensial protein kedelai tersusun atas arginin, asam glutamat, histidin, glisin, alanin, dan serin. Asam glutamat kadarnya paling besar (18,4%) kemudian diikuti arginin (7,88%) (Winarsi, 2010). Menurut Nutrition Facts USDA-SR 21 (2011), kandungan isoleusin dan leusin pada kecambah kedelai adalah 580 mg/100 g bahan dan 938 mg/100 g bahan, sedangkan pada kecambah kacang hijau mengandung isoleusin sebesar 132 mg/100 g bahan dan kandungan leusin sebesar 175 mg/100 g bahan. Proses perkecambahan menyebabkan komponen terlarut asam amino-asam amino pada kedelai meningkat sehingga hasil ekstraksi kecambah kedelai merupakan cairan yang bernutrisi untuk mendukung pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum sehingga akan menghasilkan berat dan pelikel nata yang tinggi.

2. Ketebalan Nata de Milko

Ketebalan nata merupakan hasil metabolisme dari bakteri Acetobacter xylinum yang dapat digunakan sebagai parameter untuk mengetahui pertumbuhan dan kemampuan bakteri tersebut dalam menggunakan nutrisi yang terdapat dalam media menjadi biomassa dan selulosa. Hal ini dikarenakan, aktivitas bakteri Acetobacter xylinum yang mensintesis selulosa ekstraseluler selama proses fermentasi membentuk pelikel nata di permukaan medium fermentasi. Selulosa yang dihasilkan oleh bakteri Acetobacter xylinum akan berikatan satu dengan yang lainnya sehingga membentuk lapisan nata yang terus menebal. Hasil analisis ketebalan nata de milko dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan Gambar 4.2.

Tabel 4.2 Ketebalan Nata de Milko

Jenis Kecambah

Konsentrasi

Berdasarkan Tabel 4.2 secara statistik perlakuan penambahan ekstrak kecambah menunjukkan beda nyata pada masing-masing konsentrasi. Ketebalan nata tertinggi terlihat pada perlakuan penambahan ekstrak kecambah kedelai 5% yaitu 1,69 cm yang tidak berbeda nyata dengan penambahan ekstrak kecambah kacang hijau 5% yaitu 1,45 cm. Sedangkan ketebalan terendah terlihat pada perlakuan penambahan ekstrak kecambah kedelai 7% dan ekstrak kecambah kedelai 7% yaitu 0,88 cm dan tidak berbeda nyata dengan penambahan ekstrak kecambah kacang hijau 7% yaitu 0,87 cm. Menurut Budiyanto (2004) dalam Effendi (2009) bakteri Acetobacter xylinum akan membentuk nata pada permukaan medium yang mengandung gula. Bakteri ini dalam kondisi optimum memiliki kemampuan untuk memproduksi nata dan jika pertumbuhan bakteri optimum maka ketebalan nata yang dihasilkan akan menjadi lebih baik.

Gambar 4.2 memperlihatkan bahwa perlakuan penambahan dengan konsentrasi 5% pada masing-masing jenis ekstrak kecambah menghasilkan ketebalan nata yang paling tinggi jika dibandingkan pada perlakuan dengan konsentrasi 3% dan 7%. Ketersediaan nutrisi yang optimal pada media fermentasi akan digunakan oleh bakteri Acetobacter xylinum untuk merombak sukrosa menjadi selulosa selama proses fermentasi. Aktivitas bakteri Acetobacter xylinum yang semakin meningkat, maka nata yang dihasilkan juga semakin tebal. Selain itu wadah untuk proses fermentasi juga berpengaruh terhadap ketebalan nata yang dihasilkan. Menurut Ginanjar (2000) luas permukaan yang kecil akan menghasilkan nata yang lebih tebal dibandingkan dengan wadah yang luas permukaannya lebih besar. Wadah dengan luas permukaan kecil ketebalan nata semakin tinggi, namun menghasilkan rendemen nata yang kecil dibandingkan dengan wadah yang luas permukaannya lebih besar. Luas permukaan yang lebih besar akan didapatkan oksigen yang cukup untuk metabolisme mikroorganisme selama proses fermentasi, sehingga ketebalan nata menurun, tetapi rendemen nata lebih tinggi.

Pada penambahan ekstrak kecambah kacang hijau 7% menghasilkan ketebalan nata yang paling tipis. Hal ini dikarenakan jumlah ketersediaan nutrisi yang lebih banyak daripada penambahan ekstrak kecambah dengan konsentrasi 3% dan 5%. Menurut Sidharta dkk. (2006) bila ketersediaan nutrien dalam medium yang jumlah inokulumnya kecil terlalu banyak, maka nutrien tersebut justru dapat bersifat toksik terhadap mikrobia, sehingga produksi nata tidak maksimal. Proses metabolisme