Gambaran Motif Sosial Pada Mahasiswa Suku Simalungun Yang Berdomisili Di Kota Medan

(1)

GAMBARAN MOTIF SOSIAL PADA MAHASISWA SUKU

SIMALUNGUN YANG BERDOMISILI DI KOTA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh

ERIKA H SINAGA

081301050

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

GENAP, 2012/2013


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul:

Gambaran Motif Sosial Pada Mahasiswa Suku Simalungun yang Berdomisili di Kota Medan

adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, April 2013 Erika H Sinaga NIM 081301050


(3)

Gambaran Motif Sosial pada Mahasiswa Suku Simalungun yang Berdomisili di Kota Medan

Erika H Sinaga dan Ridhoi Meilona ABSTRAK

Kebudayaan dan filosofi pada suatu budaya memunculkan adanya kebutuhan (need) yang tidak dapat diamati pada individu, yang menuntut pemenuhan demi keseimbangan hidup. Dorongan untuk memenuhi need disebut sebagai motif. Motif yang dipelajari dari orang lain dan lingkungan disebut sebagai motif sosial (Lindgren, 1973). McClelland (1987) mengemukakan konsep motif sosial untuk mengidentifikasikan tiga kebutuhan pada manusia yaitu Need for Achievement, Need for Affiliation dan Need for Power.

Salah satu suku di Indonesia yang motif sosialnya menarik dipelajari adalah suku Simalungun. Ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk melihat gambaran motif sosial (Need for Achievement, Need for Affiliation dan Need for Power) pada mahasiswa suku Simalungun yang berdomisili di kota Medan. Jumlah sampel penelitian ini adalah 92 orang yang diperoleh dengan teknik accidental sampling. Alat ukur berupa skala motif sosial terdiri dari 45 aitem dan dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan teori motif sosial yang dikemukakan oleh McClelland (1987) meliputi Need for Achievement, Need for Affiliation dan Need for Power. Uji daya diskriminasi aitem menggunakan koefisien korelasi Pearson Product Moment dan uji reliabilitas alat ukur dengan teknik koefisien Alpha Cronbrach, nilai untuk Need for Achievement sebesar .767, Need for Affiliation

sebesar .613, dan Need for Power sebesar .731. Data yang diolah dalam penelitian ini yaitu skor minimum, skor maksimum, mean, dan standar deviasi dan diperoleh hasil bahwa mayoritas ketiga need mahasiswa Simalungun berada pada kategori tinggi.


(4)

The Description of Sosial Motive at Students of Simalungun Ethnic in Medan City

Erika H Sinaga and Ridhoi Meilona

ABSTRACT

Culture and phylosophy in a culture raises the need that can not be observed in individuals, which requires that for the balance of life. Encouragement to meet the need referred to as motif. Motif that learned from others and the environment is referred to as social motive (Lingren, 1973). McClelland (1987) suggested the concept of social motive to identify three kind of human needs, namely Need for Achievement, Need for Affiliation and Need for Power.

One of the etnic in Indonesia that interesting to study about their social motive is Simalungun Ethnic. This research is descriptive research which aims to view the description of social motive at students of Simalungun Ethnic in Medan City. The total sample in this research is 92 students, of which the subject were obtained by accidental sampling technique. The measuring tool was academic self-management scale that consisted of 32 items and was made by researcher herself based on strategies of social motive that was put forward by McClelland (1987) including Need for Achievement, Need for Affiliation and Need for Power. The test of item discrimination was conducted by using correlation coefficient of Pearson Product Moment and the test of reliability of the tool done by using coefficient technique of Alpha Cronbach with value of Need for Achievement is .767, Need for Affiliation is.613, and Need for Power is.731. The data calculated in this research are minimum score, maximum score, mean, and standard deviation, and the result of the research is that the majority of Simalungun

students’ social motive are considered as high category. Key terms : social motive, Simalungun students in Medan


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas setiap karyaNya di dalam kehidupan saya. Berkat kasih karunia dan penyertaanNyalah saya mampu menyelesaikan penelitian ini, yang berjudul “Gambaran Motif Sosial pada Mahasiswa Suku Simalungun yang Berdomisili di Kota Medan”. Penelitian ini dilakukan dalam rangka memenuhi syarat mencapai Sarjana Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Pembuatan skripsi ini merupakan pengalaman pertama penulis, sehingga penulis mohon maaf jika sekiranya dalam skripsi ini terdapat kejanggalan-kejanggalan, baik isi maupun cara penulisannya, yang masih banyak kesalahan.

Peneliti mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada orang tua tercinta, terhebat dan terbaik M.Sinaga dan S.Girsang. Terima kasih atas doa dukungan dan kasih sayang yang selalu terasa begitu besarnya diberikan untuk saya, selalu memberikan semangat dan dukungan baik moril maupun materil. Semoga Tuhan Yesus selalu memberkati dan memberi sukacita kepada bapak dan mamak. Serta adekku Sulastri Sinaga, Pilemon Sinaga, Rijoi Sinaga bang Erikomar Sinaga yang selalu memberikan perhatian.. Terima kasih dukungan, doa, dan penghiburannya.

Peneliti menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari banyak pihak, sangatlah sulit menyelesaikan penelitian ini. Untuk itu peneliti mengucapkan banyak terima kasih kepada :


(6)

1. Prof. Dr. Irmawati, M.Si psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, beserta Pembantu Dekan I, II, dan III Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

2. Ridhoi Meilona, M.Si selaku dosen pembimbing akademik selama empat tahun, pembimbing seminar dan skripsi. Terima kasih atas segala bimbingan, saran, arahan dan waktu yang selalu diluangkan sejak pertama kali saya menjadi mahasiswa hingga penyelesaian skripsi ini. Terima kasih atas bimbingan kakak, pengorbanan waktu dan tenaga yang luar biasa. 3. Kedua dosen penguji Ibu Meutia Nauly M.Si., psikolog dan Bapak Ari

Widiyanta M.Si., psikolog yang telah bersedia meluangkan waktu untuk menjadi dosen penguji serta memberikan masukan dan saran yang sangat berarti bagi penulis.

4. Seluruh staf pengajar dan pegawai Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Terima kasih atas penerimaan, bantuan dan dukungannya. 5. Teman-teman KTB Imagodei, Ka Yoland, Rentika dan Lastiarma, juga AKKku ETOS Metanoia, Eva, Olga, Selvia,dan Tota. Terima kasih atas dukungan dan doanya selama ini. Semangat !

6. Teman-teman di Pelayana UKM KMK USU UP Psikologi, koordinasi, dan teman lainnya yang turut memberikan semangat dan doa kepada peneliti. Juga teman-teman pelayanan di Pemuda GKPS Padangbulan, Maya, Inta, Rohani, Jhon Herdin, Elikson, Irnas, Julika, ka Eka, Maria, bang Wilser, Bang Asron, bang Ramando, Orde, Okta, Martri, bang Nalon, Debby, ka Nova dan masih banyak yang tidak bisa disebutkan satu


(7)

persatu , yang senantiasa bertanya kabar pengerjaan skripsi, membantu dalam mencari subjek penelitian, mendukung secara moril, dan memberi keceriaan tersendiri bagi peneliti dalam mengerjakan skripsi ini.

7. Terimakasih juga saya ucapkan kepada teman dekat saya di angkatan 2008, Satri sebagai sahabat doa saya, Friska, Siti, Debby, Eges, Yosi, Laura, Ruth, Christine, Alfine, Ka Dewi, Hitler, Nisha, Lili, Vivi, Rahma, Sari, Mutia, Winda, William,Mina, Dean, Sartika dan seluruh teman-teman seangkatan yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang selalu mendukung saya. Terima kasih atas kenangan semasa perkuliahan dan energi positifnya selama pengerjaan skripsi. Juga kepada ka Itha dan Ka Desmi, terimakasih bantuannya dalam proses pengolahan data, juga ka Jessica yang selalu menanyakan kabar terbaru skripsi saya, ka Yani, ka Marni, dan kakak lainnya.

8. Teman-teman kosan Sarman 18, Uda Salmon sebagai bapak kosan yang begitu baik dan selalu bertanya tentang skripsi peneliti, juga Mona, Gabe, Ka Diana, Wenny, Ita, Anita, Jovin, Titis yang selalu menjadi tempat berbagi ketika peneliti mengalami banyak kendala. Juga Rebab 47, Ka Dhini,Mia, Ka Oni, ka Evi, Maya, ka Juni.

9. Jhon Herdin, Prayoga, Irnas, Julika, bang Asron, Mesra, Marta, Sri Jileni, bang Dyer, ka Dearni, bang Erik. Terima kasih bantuannya dalam penyebaran skala penelitian ini.


(8)

10.Terimakasih kepada teman-teman di Ikatan Mahasiswa Simalungun USU Richardo, Dedek, Jhon Michael, Nannong, Herry, Nesry, Nora, dkk yang senantiasa mau berbagi informasi dan meminjamkan buku Simalungun. 11.Terima kasih atas kerjasamanya, semangat dan kebersamaan ka Aurora, ka

Inge, dan ka Ayu selaku sesama anak bimbingan ka Ridhoi. Terima kasih atas dorongan semangat dan berlomba-lomba segera bimbingannya dan sukses selalu.

12.Seluruh mahasiswa suku Simalungun yang berdomisili di kota Medan yang telah bersedia mengisi skala penelitian ini. Terima kasih atas kesedian dan waktunya.

13.Semua pihak dan teman-teman yang mendukung proses penyelesaian penelitian ini yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu. Peneliti percaya Tuhan Yesus Kristus akan membalas segala kebaikan saudara semua.

Seluruh isi penelitian ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab peneliti. Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan. Karena itu, peneliti mengharapkan masukan dan kritik yang membangun guna pengembangan penelitian ini. Semoga penelitian ini membawa manfaat bagi rekan-rekan semua.

Medan, April 2013 Erika H Sinaga


(9)

DAFTAR ISI

Surat Pernyataan Keaslian Penelitian ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GRAFIK ...xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II LANDASAN TEORI ... 13

A. Motif Sosial ... 13

1. Pengertian Motif Sosial ... 13

2. Proses Timbulnya Motif Sosial ... 14

3. Motif Sosial Menurut McClelland ... 15

4. Faktor yang Mempengaruhi Motif Sosial ... 23

B. Mahasiswa Suku Simalungun ... 26


(10)

2. Filosofi Hidup Masyarakat Simalungun ... 27

C. Gambaran Motif Sosial Pada Mahasiswa Suku Simalungun yang Berdomisili di Kota Medan ... 29

BAB III METODE PENELITIAN ... 33

A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 33

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 33

C. Populasi, Sampel dan Metode Pengambilan Sampel ... 36

1. Populasi ... 36

2. Sampel ... 36

3. Metode Pengambilan Sampel ... 37

D. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 38

E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 41

1. Validitas Alat Ukur ... 41

2. Reliabilitas Alat Ukur ... 42

3. Uji Coba Alat Ukur ... 43

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 46

1. Tahap Persiapan Penelitian ... 45

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 46

3. Tahap Pengolahan Data ... 47

G. Metode Analisa Data ... 48

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 50

A. Analisa Data ... 50


(11)

2. Hasil Utama Penelitian ... 55

3. Hasil Tambahan Penelitian ... 62

B. Pembahasan ... 87

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 96

A. Kesimpulan ... 96

B. Saran ... 97

1. Saran metodologis ... 97

2. Saran praktis ... 98


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Blue Print Skala Need for Achievement, Need for Affiliation, dan Need

for Power ...39

Tabel 2 : Distribusi Aitem-aitem Skala Motif Sosial Setelah Uji Coba ... 43

Tabel 3 : Rumus Pengkategorisasian Need for Achievement, Need for Affiliation, dan Need for Power ... 47

Tabel 4 : Rumus Pengkategorisasian Need for Achievement, Need for Affiliation, dan Need for power ... 48

Tabel 5 : Komposisi Subjek berdasarkan Jenis Kelamin... 49

Tabel 6 : Komposisi Subjek berdasarkan Usia ... 50

Tabel 7 : Komposisi Subjek berdasarkan Asal Daerah ... 51

Tabel 8 : Komposisi Subjek berdasarkan Tempat Tinggal di Medan...52

Tabel 9 :Hasil Uji Normalitas dari Skala Need for Achievement...55

Tabel 10 :Hasil Uji Normalitas dari Skala Need for Affiliation...55

Tabel 11 : Hasil Uji Normalitas dari Skala Need for Power...55

Tabel 12 : Deskripsi Motif Sosial Subjek Penelitian ... 57

Tabel 13 : Rumus Pengkategorisasian Motif Sosial ... 57

Tabel 14 : Kriteria Kategorisasi Need for Achievement pada Mahasiswa suku Simalungun yang berdomisili di Medan ... 59

Tabel 15 : Kriteria Kategorisasi Need for Affiliation pada Mahasiswa suku Simalungun yang berdomisili di Medan ... 59

Tabel 16 : Kriteria Kategorisasi Need for Power pada Mahasiswa suku Simalungun yang berdomisili di Medan ... 60


(13)

Tabel 17 : Hasil Uji Homogenitas Jenis Kelamin ... 62

Tabel 18 : Hasil Uji Independent Sample t-test berdasarkan Jenis Kelamin ... 62

Tabel 19 : Hasil Uji Homogenitas Usia ... 62

Tabel 20 : Hasil Uji Independent Sample t-test Berdasarkan Usia ... 63

Tabel 21 : Hasil Uji Homogenitas Asal Daerah ... 63

Tabel 22 : Hasil Uji Independent Sample t-test Berdasarkan Daerah Asal ... 63

Tabel 23 : Hasil Uji Homogenitas Tempat Tinggal ... 64

Tabel 24 : Hasil Uji Independent Sample t-test Berdasarkan Tempat Tinggal di Medan ... 64

Tabel 25 : Hasil Uji Homogenitas Jenis Kelamin ... 65

Tabel 26 : Hasil Uji Independent Sample t-test Berdasarkan Jenis Kelamin ... 65

Tabel 27 : Hasil Uji Homogenitas Usia ... 65

Tabel 28 : Hasil Uji Independent Sample t-test Berdasarkan Usia ... 66

Tabel 29 : Hasil Uji Homogenitas Daerah Asal di Simalungun ... 66

Tabel 30 : Hasil Uji Independent Sample t-test Berdasarkan Daerah Asal di Simalungun ... 67

Tabel 31 : Hasil Uji Homogenitas Tempat Tinggal di Medan ... 67

Tabel 32 : Hasil Uji Independent Sample t-test Berdasarkan Tempat Tinggal di Medan ... 67

Tabel 33 : Hasil Uji Homogenitas Jenis Kelamin ... 68

Tabel 34 :Hasil Uji Independent Sample t-test Berdasarkan Jenis Kelamin ... 68

Tabel 35 :Hasil Uji Homogenitas Usia ... 69


(14)

Tabel 37 : Hasil Uji Homogenitas Daerah Asal ... 69

Tabel 38 :Hasil Uji Independent Sample t-test Berdasarkan Daerah Asal ... 70

Tabel 39 : Hasil Uji Homogenitas Tempat Tinggal ... 70

Tabel 40 : Hasil Uji Independent Sample t-test Berdasarkan Tempat Tinggal ... 70

Tabel 41 : Gambaran Need for Achievement berdasarkan Jenis Kelamin ... 71

Tabel 42 : Gambaran Need for Affiliation berdasarkan Jenis Kelamin ... 72

Tabel 43 : Gambaran Need for Power berdasarkan Jenis Kelamin ... 73

Tabel 44 : Gambaran Need for Achievement berdasarkan Rentang Usia ... 74

Tabel 45 : Gambaran Need for Affiliation berdasarkan Rentang Usia ... 75

Tabel 46 : Gambaran Need for Power berdasarkan Rentang Usia ... 76

Tabel 47 : Gambaran Need for Achievement berdasarkan asal daerah sebagai suku Simalungun ... 77

Tabel 48 : Gambaran Need for Affiliation berdasarkan berdasarkan asal daerah di Simalungun ... 78

Tabel 49 : Gambaran Need for Power berdasarkan berdasarkan asal daerah di Simalungun ... 79

Tabel 50 : Gambaran Need for Achievement berdasarkan tempat tinggal di Medan ... 80

Tabel 51 : Gambaran Need for Affiliation berdasarkan tempat tinggal di Medan ... 81

Tabel 52 : Gambaran Need for Power berdasarkan berdasarkan tempat tinggal di Medan ... 82


(15)

Tabel 53 : Gambaran Need for Achievement sehubungan dengan ciri teman

kelompok yang diharapkan terbuka

...83

Tabel 54 : Gambaran Need for Achievement berdasarkan berdasarkan Alasan Memilih Teman Kelompok ...84

Tabel 55 : Gambaran Need for Affiliation sehubungan dengan pilihan menolong teman atau persiapan ujian...85

Tabel 56 : Gambaran Need for Affiliation berdasarkan alasan pilihan menolong teman atau persiapan ujian...86

Tabel 57 : Gambaran Need for Power berdasarkan sikap ketika beradu pendapat...86

Tabel 58 : Gambaran Need for Power berdasarkan sikap ketika beradu pendapat...87


(16)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1 : Penyebaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 51

Grafik 2 : Penyebaran Subjek Berdasarkan Usia ... 52

Grafik 3 : Penyebaran Subjek Berdasarkan Asal Daerah ... 53

Grafik 4 : Penyebaran Subjek Berdasarkan Tempat Tinggal di kota Medan ... 54

Grafik 5 : Kriteria Kategorisasi Need for Achievement Pada Mahasiswa Suku Simalungun yang Berdomisili di Kota Medan ... 59

Grafik 6 : Kriteria Kategorisasi Need for Affiliation Pada Mahasiswa Suku Simalungun yang Berdomisili di Kota Medan ... 60

Grafik 7 : Kriteria Kategorisasi Need for Affiliation Pada Mahasiswa Suku Simalungun yang Berdomisili di Kota Medan ... 61


(17)

DAFTAR BAGAN


(18)

DAFTAR LAMPIR

Lampiran 1.Uji daya beda aitem dan reliabilitas Skala Need for Achievement .104

Lampiran 2.Uji daya beda aitem dan reliabilitas Skala Need for Affiliation .... 110

Lampiran 3 :Uji daya beda aitem dan reliabilitas Need for Power ... 114

Lampiran 4. Tabulasi Skor Skala Need for Achievement ... 123

Lampiran 5. Analisis Data Hasil Penelitian ... 137

Lampiran 6.Kategorisasi Subjek Penelitian ... 142


(19)

Gambaran Motif Sosial pada Mahasiswa Suku Simalungun yang Berdomisili di Kota Medan

Erika H Sinaga dan Ridhoi Meilona ABSTRAK

Kebudayaan dan filosofi pada suatu budaya memunculkan adanya kebutuhan (need) yang tidak dapat diamati pada individu, yang menuntut pemenuhan demi keseimbangan hidup. Dorongan untuk memenuhi need disebut sebagai motif. Motif yang dipelajari dari orang lain dan lingkungan disebut sebagai motif sosial (Lindgren, 1973). McClelland (1987) mengemukakan konsep motif sosial untuk mengidentifikasikan tiga kebutuhan pada manusia yaitu Need for Achievement, Need for Affiliation dan Need for Power.

Salah satu suku di Indonesia yang motif sosialnya menarik dipelajari adalah suku Simalungun. Ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk melihat gambaran motif sosial (Need for Achievement, Need for Affiliation dan Need for Power) pada mahasiswa suku Simalungun yang berdomisili di kota Medan. Jumlah sampel penelitian ini adalah 92 orang yang diperoleh dengan teknik accidental sampling. Alat ukur berupa skala motif sosial terdiri dari 45 aitem dan dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan teori motif sosial yang dikemukakan oleh McClelland (1987) meliputi Need for Achievement, Need for Affiliation dan Need for Power. Uji daya diskriminasi aitem menggunakan koefisien korelasi Pearson Product Moment dan uji reliabilitas alat ukur dengan teknik koefisien Alpha Cronbrach, nilai untuk Need for Achievement sebesar .767, Need for Affiliation

sebesar .613, dan Need for Power sebesar .731. Data yang diolah dalam penelitian ini yaitu skor minimum, skor maksimum, mean, dan standar deviasi dan diperoleh hasil bahwa mayoritas ketiga need mahasiswa Simalungun berada pada kategori tinggi.


(20)

The Description of Sosial Motive at Students of Simalungun Ethnic in Medan City

Erika H Sinaga and Ridhoi Meilona

ABSTRACT

Culture and phylosophy in a culture raises the need that can not be observed in individuals, which requires that for the balance of life. Encouragement to meet the need referred to as motif. Motif that learned from others and the environment is referred to as social motive (Lingren, 1973). McClelland (1987) suggested the concept of social motive to identify three kind of human needs, namely Need for Achievement, Need for Affiliation and Need for Power.

One of the etnic in Indonesia that interesting to study about their social motive is Simalungun Ethnic. This research is descriptive research which aims to view the description of social motive at students of Simalungun Ethnic in Medan City. The total sample in this research is 92 students, of which the subject were obtained by accidental sampling technique. The measuring tool was academic self-management scale that consisted of 32 items and was made by researcher herself based on strategies of social motive that was put forward by McClelland (1987) including Need for Achievement, Need for Affiliation and Need for Power. The test of item discrimination was conducted by using correlation coefficient of Pearson Product Moment and the test of reliability of the tool done by using coefficient technique of Alpha Cronbach with value of Need for Achievement is .767, Need for Affiliation is.613, and Need for Power is.731. The data calculated in this research are minimum score, maximum score, mean, and standard deviation, and the result of the research is that the majority of Simalungun

students’ social motive are considered as high category. Key terms : social motive, Simalungun students in Medan


(21)

BAB I PENDAHULUAN I. A. Latar Belakang Masalah

Kebudayaan merupakan pusat dari ilmu sosial dan merupakan aspek yang tidak dapat dipisahkan dari ilmu psikologi sosial. Budaya mempengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia, baik cara berpikir, merasakan sesuatu, cara berpakaian, jenis-jenis makanan dan cara memakan sesuatu, cara berbicara, nilai dan moral apa yang sangat mendasar dalam diri seseorang, serta cara berinteraksi dengan orang lain (Boas dalam Hogg, 2002).

Psikolog budaya dan beberapa psikolog sosial, telah memberikan banyak bukti mengenai pengaruh budaya terhadap berbagai perilaku dasar manusia dan proses-proses psikologis lainnya (Hogg, 2002). Lebih lanjut Bandura (dalam Taylor, 2009) menyatakan bahwa kebudayaan terus bertahan turun temurun akibat adanya proses belajar berdasarkan penguatan dan modelling yang terjadi dalam keluarga dan lingkungan sosial lainnya. Menurutnya, hal ini disebut sebagai pembelajaran sosial (social learning). Menurut Erez dan Gati (2004) proses pembelajaran sosial (social learning) yang terjadi selain melalui proses pemodelan (modelling) juga proses observasi (observation), dimana nilai-nilai dan norma-norma kebudayaan tersebut dilanjutkan dari satu generasi ke generasi.

Dapat disimpulkan bahwa untuk memahami perilaku individu atau kelompok individu dari latar belakang budaya tertentu, dapat dilihat dari nilai dan norma budaya yang dianutnya. Hal ini sesuai dengan pernyataaan Hogg (2002) yang mengatakan bahwa untuk dapat mengetahui mengapa seseorang berperilaku,


(22)

kita harus melihatnya sesuai dengan konteks budaya yang dianutnya. Menurutnya, paham budaya yang tertanam dalam perilaku merupakan sumber kehidupan suku dan kelompok masyarakat.

Simalungun adalah salah satu kelompok masyarakat (suku) yang terdapat di Indonesia. Pada suku Simalungun, orang tua selalu menanamkan prinsip

Habonaron Do Bona kepada anak cucunya, dimana dalam hidup bermasayarakat harus bijaksana (Sortaman, 2008). Sortaman dalam bukunya berjudul “Orang Simalungun” menuliskan bahwa, bagi masyarakat Simalungun terdapat falsafah yang mengatakan “totik mansiatkon diri, marombow bani simbuei” yang artinya cermat (bijak) membawakan diri dan mengabdi kepada khalayak umum sehingga selalu menyenangkan bagi orang lain. Menurutnya, hal inilah yang menjadikan orang Simalungun lebih banyak beradaptasi (menyesuaikan diri) dengan suku lain, sehingga seringkali membuat masyarakat Simalungun melepaskan identitasnya, hanya untuk menyesuaikan diri dengan orang disekitarnya. Hal ini terlihat dari kecenderungan masyarakat Simalungun untuk kurang mau memperjuangkan dan mempertahankan hal-hal yang dimilikinya (termasuk lahannya), cenderung untuk menyesuaikan diri dengan orang lain (bahkan dalam hal berbahasa), dan sebagainya. Hal ini mengakibatkan orang Simalungun sulit untuk mempertahankan identitasnya dan cenderung mudah untuk terkontaminasi dengan budaya lainnya (Sortaman,2008).

Kondisi ini dapat dicontohkan dengan kota Pematangsiantar yang pada awalnya adalah ibukota kabupaten Simalungun. Kota Pematangsiantar merupakan kota yang memiliki masyarakat yang heterogen, yaitu Simalungun sebagai


(23)

penduduk asli, dan pendatang yaitu suku Batak Toba, Karo, Chinese, dan lainnya, setiap kelompok berusaha mempertahankan identitasnya masing-masing. Namun seiring berjalannya waktu, Simalungun bukanlah suku yang menguasai kota Pematangsiantar, bahasa yang dominan di kota Pematangsiantar adalah bahasa Batak Toba, dan bahkan ibukota Kabupaten Simalungun berpindah ke Raya.

Kondisi di atas juga didukung oleh pernyataan seorang tokoh Simalungun yaitu J Sumbayak berikut.

“…memang begitulah kita orang Simalungun ini nang, sangat mudah terikut arus, rela menanggalkan dulu budayanya supaya orang lain senang berbicara dengan kita. Kalau kita ketemu orang Toba, keseringan bahasa Tobalah yang kita pakai, begitu juga kalau ketemu orang Karo…Tapi itulah kelebihan kita juga, orang lain nyaman dengan kita, karena kita menyenangkan dan membawa damai bagi orang lain.”

(Komunikasi Personal, Juli 2011) Dari pernyataan di atas terlihat bahwa kecenderungan untuk mengikut arus dan menanggalkan budaya Simalungun dilakukan untuk menyenangkan orang lain, menciptakan hubungn yang nyaman dan damai waaupun harus mengorbankan apa yang ada pada diri mereka. Hal ini didukung oleh pernyataan Sortaman (2008) bahwa, kejahatan ataupun perlakuan yang kurang pantas yang diterima tidak harus dibalas, karena masyarakat Simalungun yakin bahwa Tuhan (Naibata) yang akan membalaskan. Pada Suku Simalungun, kecenderungan untuk menghindari konflik dan berdamai dengan sesama sangat kuat, mereka merasakan kecemasan ketika terjadi konflik dengan sesama. Kecenderungan untuk menghindari konflik yang terjadi yang mengindikasikan kecemasan dan ketakutan disebut sebagai withdrawal (Davidson, 1994).


(24)

Berikut pernyataan seorang mahasiswa Simalungun, R.Sinaga di bawah ini.

“Saya lebih baik diam ketika ada masalah yang terjadi dengan teman -teman, saya malas ribut. Kalau saya mengalah, suasana tidak makin panas. Memang saya ingin menyampaikan juga yang saya pikirkan, tapi saya merasa lebih baik saya diam daripada menimbulkan masalah yang lebih besar lagi”.

(Komunikasi Personal, Juli 2012) Dari hasil wawancara tersebut terlihat bahwa R.Sinaga lebih menyukai untuk menghindari konflik daripada berhadapan dengan konflik tersebut, lebih memilih untuk mengalah karena tidak menginginkan terjadinya keributan, dengan mengalah maka suasana tidak menjadi semakin buruk.

Seorang kakek yang berasal dari suku Karo namun menghabiskan hampir seluruh masa hidupnya di daerah Simalungun menyampaikan alasan mengapa orang Simalungun tidak menonjol apabila dibandingkan dengan suku Batak lainnya, yaitu orang Simalungun tidak berani ambil resiko. Pernyataan ini dapat dibuktikan dalam sektor pertanian pada suku Simalungun, pada umumnya petani Simalungun adalah petani tradisional yang tidak berani menanamkan modal yang besar untuk pertaniannya karena takut mengalami kerugian, sehingga keuntungan yang didapatkan tidak sebanyak petani dari daerah yang lainnya. Dalam proses pengelolaan pertanian masih dilakukan dengan cara lama sehingga pengerjaannya lebih sulit dibanding dengan pertanian modern (“Renstra Pemkab Simalungun Prioritaskan Sektor Pertanian” 2012).

Keberadaan suku Simalungun yang kurang menonjol juga terlihat dari kondisi pendidikan pada suku Simalungun. Apabila diperhatikan jumlah dari mahasiswa suku Simalungun di Perguruan Tinggi Negeri di kota Medan, didapati


(25)

bahwa jumlahnya sangat sedikit apabila dibandingkan dengan suku Batak Toba. Contohnya di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, dari tiga angkatan yaitu 2008-2012 jumlah mahasiswa suku Simalungun hanya sebanyak ± 10 orang.

Dalam sebuah berita dinyatakan bahwa dokter spesialis di suku Simalungun hanya sebanyak dua orang, yaitu dokter spesialis anak dan dan spesialis bedah, sedangkan untuk dokter umum sekitar 129 orang dan dokter gigi 41 orang, sehingga pelayanan kesehatan di Simalungun juga kurang maksimal. Menurut salah satu anggota DPRD Simalungun yaitu Bernhard Damanik, dengan jumlah penduduk Simalungun sekitar 1 juta jiwa, seharusnya jumlah dokter spesialis di Simalungun minimal 10 orang (“Simalungun Kekurangan Dokter Spesialis” 2013).

Kondisi-kondisi diatas tidak terlepas dari filosofi dan kebudayaan suku Simalungun pada dasarnya. McClelland (1987), menyatakan bahwa kebudayaan dan filosofi pada suatu budaya memunculkan adanya kebutuhan (need) yang tidak dapat diamati pada diri individu, namun kebutuhan (need) tersebut dapat terlihat melalui perilaku yang ditampilkan. Kebutuhan (need) tersebut harus dipenuhi karena dianggap sebagai suatu kekurangan dalam diri manusia, sehingga menuntut adanya pemenuhan agar segera mendapatkan keseimbangan. Untuk memenuhi kekurangan tersebut, individu memiliki dorongan yang kuat untuk melakukan suatu perilaku yang dapat memenuhi kebutuhan dalam dirinya. Dorongan tersebut disebut sebagai motif.

Motif adalah dorongan psikobiologis internal yang membantu munculnya pola perilaku tertentu dalam memenuhi kebutuhan dalam diri manusia (Friedman,


(26)

dkk 2008). Semakin tinggi kebutuhan individu terhadap suatu hal, maka motif di dalam dirinya akan semakin tinggi untuk memenuhi kebutuhan tersebut, sehingga individu memunculkan perilaku tertentu untuk memenuhi kebutuhannya (McGraw-Hill, 2010). Atkinson dan McClelland (1987) juga mengemukakan bahwa motif merupakan disposisi yang mendorong seseorang untuk bertindak dalam mencapai suatu tujuan yang memiliki insentif baginya.

Ketertarikan untuk meneliti mengenai perbedaan motif antar budaya sudah berkembang selama tiga dekade terakhir, penelitian-penelitian masa kini bukan lagi meneliti mengenai motif pada level individu, tetapi menguji pengaruh kebudayaan (pada level sosial atau nasional) dan melihat perbedaan level kepribadian yang mendasari perolehan motif. Penelitian seperti ini penting karena dalam keadaan lingkungan global yang terus meningkat, sangat membantu jika ada penelitian yang melihat bagaimana dan keadaan apa yang mendasari perkembangan motif, bagaimana pola pengasuhan dalam berbagai budaya, dan akan menjadi hal yang menonjol dalam sebuah organisasi dan team (Erez,2008 ; Erez & Gati,2004). Motif yang dipelajari melalui kontak dengan orang lain dan bahwa lingkungan individu memegang peranan yang penting disebut sebagai motif sosial (Lindgren,1973).

Seperti telah diungkapkan sebelumnya bahwa kebutuhan tidak dapat diamati secara langsung, sehingga McClelland (1987) mengemukakan konsep motif sosial untuk mengidentifikasikan tiga kebutuhan pada manusia yaitu Need for Achievement, Need for Affiliation dan Need for Power sebagai titik pendekatan terhadap motif. Need for Achievement merupakan kebutuhan untuk berprestasi


(27)

yang merupakan refleksi dari dorongan akan tanggung jawab untuk pemecahan masalah. Need for Affiliation merupakan keinginan untuk menyenangkan atau mendapatkan afeksi dari orang lain, serta memelihara sikap serta setia terhadap teman dan keluarga. Dan Need for Power merupakan keinginan untuk mengendalikan orang lain, untuk mempengaruhi perilaku mereka, atau memiliki rasa tanggung jawab pada orang lain.

Lavine (dalam Ahmadi, 2009) mengatakan bahwa kebudayaan dalam masyarakat yang berupa kebiasaan-kebiasaan akan mempengaruhi motif sosial seseorang. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hetty van Emmerik, William L. Gardner, Hein Wendt and Dawn Fischer (2010) mengenai hubungan antara kebudayaan dan kepribadian dengan motif sosial McClelland, penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan langsung antara budaya dan kepribadian dengan motif sosial yang dinyatakan oleh McClelland, yaitu Need for Achievement, Need for Affiliation dan Need for Power.

Faktor-faktor lainnya yang dapat mempengaruhi motif sosial di dalam diri seorang individu adalah lingkungan dan kebudayaan, usia, pertumbuhan ekonomi masyarakat, dan jenis kelamin (McClelland, 1987 ; Atkinson & Raynor, 1974). Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi kondisi motif sosial pada diri seseorang sehingga dapat membedakannya dengan motif sosial pada individu lainnya.

Apabila ditinjau dari filosofi pada suku Simalungun yang sangat mementingkan kedekatan dalam kekerabatan, diasumsikan bahwa motif yang paling dominan pada suku Simalungun adalah motif Affiliasi (Need for


(28)

Affiliation). Sesuai dengan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melihat bagaimana gambaran Need for Achievement, Need for Affiliation dan Need for Power pada mahasiswa suku Simalungun yang berdomisili di kota Medan.

Peneliti memfokuskan penelitian ini kepada suku Simalungun yang berstatus sebagai mahasiswa yang berdomisili di kota Medan, karena mahasiswa merupakan generasi penerus suku Simalungun. Mahasiswa yang digunakan sebagai sampel penelitian merupakan mahasiswa yang lahir dan bertumbuh di daerah Simalungun dan merupakan keturunan asli suku Simalungun (ayah dan ibu merupakan suku Simalungun). Hal ini dilakukan dengan tujuan supaya sampel merupakan orang-orang yang bersentuhan langsung dengan budaya Simalungun.

Peneliti memilih mahasiswa suku Simalungun di Kota Medan sebagai populasi, karena kota Medan merupakan salah satu kota di Indonesia yang penduduknya terdiri dari berbagai suku dan sangat heterogen. Beragamnya suku di kota Medan tidak membuat adanya pertikaian antar suku, penduduknya hidup dengan harmonis tanpa mempermasalahkan perbedaan suku tersebut. Di kota Medan juga tidak terdapat suku dan budaya yang dominan yang menguasai kota Medan, sehingga setiap suku yang berdomisili di kota Medan dapat mengembangkan dan mengekspresikan budayanya masing-masing (“Harmonisasi Multikultur Orang Medan” 2010). Kota Medan juga merupakan salah satu kota yang kerap menjadi kota tujuan bagi para mahasiswa yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi, karena di kota Medan terdapat banyak perguruan tinggi baik negeri maupun swasta (”Kota Medan”2010).


(29)

Alasan lain memilih subjek mahasiswa suku Simalungun yang berdomisili di kota Medan adalah karena keterbatasan daya, dana dan waktu peneliti dalam menyelesaikan penelitian ini. Sehingga dengan alasan kepraktisan peneliti memutuskan untuk melakukan penelitian pada mahasiswa suku Simalungun yang berdomisili di kota Medan.

Penelitian ini juga didorong oleh rendahnya penelitian yang dilakukan terhadap suku Simalungun, terlihat dari sedikitnya literature, jurnal dan penelitian yang tersedia. Peneliti tertarik untuk meneliti ketiga Need tersebut untuk membuktikan secara ilmiah bagaimana gambaran mengenai motif sosial pada mahasiswa suku Simalungun yang berdomisili di kota Medan.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana gambaran Need for Achievement, Need for Affiliation dan Need for Power pada mahasiswa suku Simalungun yang berdomisili di kota Medan.

2. Bagaimana gambaran Need for Achievement, Need for Affiliation dan Need for Power pada mahasiswa suku Simalungun yang berdomisili di kota Medan ditinjau dari faktor jenis kelamin, usia, asal daerah Simalungun dan tempat tinggal di kota Medan


(30)

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara khusus bertujuan untuk:

1. Mengetahui gambaran Need for Achievement, Need for Affiliation dan

Need for Power pada mahasiswa suku Simalungun yang berdomisili di kota Medan.

2. Mengetahui gambaran Need for Achievement, Need for Affiliation dan

Need for Power pada mahasiswa suku Simalungun yang berdomisili di kota Medan ditinjau dari faktor jenis kelamin, usia, asal daerah Simalungun dan tempat tinggal di kota Medan

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat diperoleh manfaat mengenai gambaran

Need for Achievement, Need for Affiliation dan Need for Power mahasiswa suku Simalungun yang berdomisili di kota Medan, baik manfaat secara teoritis maupun manfaat secara praktis.

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam bidang Psikologi Sosial, khususnya mengenai gambaran Need for Achievement, Need for Affiliation dan Need for Power pada mahasiswa suku Simalungun yang berdomisili di kota Medan.


(31)

2. Manfaat Praktis

a.Bagi mahasiswa suku Simalungun yang berdomisili di kota Medan.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai gambaran Need for Achievement, Need for Affiliation dan Need for Power pada mahasiswa suku Simalungun yang berdomisili di kota Medan.

b. Penelitian selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau acuan bagi penelitian selanjutnya khususnya pada penelitian yang berkaitan dengan Need for Achievement, Need for Affiliation dan Need for Power pada mahasiswa suku Simalungun.

E. Sistematika Penulisan

Proposal penelitian ini terdiri dari lima bab yaitu bab I sampai bab V. Sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan

Terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penelitian.

BAB II: Landasan Teori

Berisikan teori yang di dalamnya terdapat penjabaran mengenai motif sosial (Need for Achievement, Need for Affiliation dan Need for Power), mahasiswa suku Simalungun dan filosofi pada suku Simalungun.


(32)

BAB III : Metode Penelitian

Terdiri dari identifikasi variable penelitian, defenisi operasional, populasi, sampel, metode pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, validitas dan reliabilitas, dan metode analisa data.

BAB IV : Merupakan analisa data dan pembahasan

Analisa data dilakukan dengan menggunakan pengolahan data statistik kemudian disertai bagian pembahasan.

BAB V : Merupakan kesimpulan dan saran

Kesimpulan dibuat berdasarkan hasil analisa dan interpretasi data dan pada bagian kesimpulan dijabarkan jawaban atas masalah yang diajukan. Saran yang diajukan peneliti untuk penelitian selanjutnya dan juga saran untuk subjek penelitian.


(33)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. MOTIF SOSIAL

1. Pengertian Motif Sosial

Motif adalah dorongan psikobiologis internal yang membantu munculnya pola perilaku tertentu. Konsep motif menunjukkan pikiran adanya dorongan dalam diri manusia yang mendorong munculnya perilaku, untuk memenuhi kebutuhan akan makanan, bermain, bersenang-senang dan lainnya (Friedman,dkk 2008).

Atkinson dan McClelland (1987) mengemukakan bahwa motif merupakan disposisi yang mendorong seseorang untuk bertindak dalam mencapai suatu tujuan yang memiliki insentif baginya. Adapun munculnya motif tertentu pada diri seseorang disebabkan oleh adanya kebutuhan dalam diri. Bila situasi sangat bermakna bagi seseorang dan secara emosional meningkat, maka motif tertentu dapat muncul (McGraw,2010).

McGraw (2010) juga menyatakan bahwa motif adalah dorongan yang sudah terikat pada suatu tujuan. Misalnya, apabila seseorang merasa lapar, itu berarti kita membutuhkan atau menginginkan makanan. Motif menunjuk hubungan sistematik antara suatu respon dengan keadaan dorongan tertentu. Menurutnya, dorongan dasar berprilaku bersifat bawaan, sedangkan motif itu hasil proses belajar.

Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa motif merupakan suatu pengertian yang mencukupi semua penggerak, alasan, atau dorongan dalam


(34)

diri manusia yang menyebabkan ia berbuat sesuatu. Semua tingkah laku manusia pada hakikatnya mempunyai motif. Tingkah laku juga disebut tingkah laku secara refleks dan berlangsung secara otomatis dan mempunyai maksud-maksud tertentu walaupun maksud itu tidak senantiasa sadar bagi manusia. Motif juga dipengaruhi oleh emosi dan merupakan hasil proses belajar manusia.

Motif yang dipelajari melalui kontak dengan orang lain dan bahwa lingkungan individu memegang peranan yang penting disebut sebagai motif sosial (Lindgren, 1973). Barkowitz (1969) mengatakan motif sosial adalah motif yang mendasari aktivitas individu dalam bereaksi terhadap orang lain. Sejalan dengan itu, Heckhausen (1980) juga mengatakan bahwa motif sosial adalah motif yang menunjukan bahwa tujuan yang ingin dicapai mempunyai interaksi dengan orang lain. Dan Max Crimon dan Messick (1976) mengatakan bahwa seseorang menunjukan motif sosial, jika ia dalam membuat pilihan mmemperhitungkan akibatnya bagi orang lain.

Maka dapat disimpulkan bahwa motif sosial adalah motif yang timbul untuk memenuhi kebutuhan individu untuk berinteraksi dengan orang lain dan dalam hubungannya dengan lingkungan sosialnya.

2. Proses Timbulnya Motif Sosial

McGraw (2010) menyatakan bahwa motif timbul karena adanya kebutuhan/need. Kebutuhan-kebutuhan dapat diartikan sebagai: 1. Satu kekurangan universal dikalangan umat manusia dan musnah bila kekurangan itu tidak tercukupi. 2. Satu kekurangan universal dikalangan umat manusia yang dapat membantu dan membawa kebahagiaan pada manusia bila kekurangan itu


(35)

terpenuhi, walaupun hal itu tidaklah esensiil terhadap kelangsungan hidup manusia. 3. Sebuah kekurangan yang dapat dipenuhi secara wajar dengan berbagai benda lainnya apabila ada benda khusus yang diingini tidak dapat diperoleh. 4. Setiap taraf kebutuhan.

Kebutuhan (need) dapat dipandang sebagai kekurangan adanya sesuatu, dan ini menuntut segera pemenuhannya, untuk segera mendapatkan keseimbangan. Situasi kekurangan ini berfungsi sebagai suatu kekuatan atau dorongan alasan, yang menyebabkan seseorang bertindak untuk memenuhi kebutuhan McGraw (2010).

Sehingga proses tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Bagan 1 Proses Timbulnya Motif

Dari bagan di atas dapat terlihat bahwa kebutuhan-kebutuhan yang ada pada diri individu menghasilkan motif dalam dirinya, dan motif tersebut menghasilkan perilaku untuk memenuhi kebutuhannya tersebut (McGraw,2010).

3. Motif Sosial Menurut McClelland

McClelland (1967) mengembangkan teori tentang motif sosial, yang tidak terlepas dari apa yang dikemukakan oleh Murray tentang kebutuhan – kebutuhan (needs) membuat manusia aktif dan terus aktif sampai situasi tertentu yang menuntut manusia dan lingkungan untuk mereduksi kebutuhan tersebut.

Kebutuhan (need)

Motif

(Motive)

Perilaku (behaviour)


(36)

Selain itu kebutuhan tersebut bersifat inheren dan ada pada setiap individu, hanya kadarnya yang membedakan (Hall & Lindsey, 1993).

David McClelland(1987) dikenal menjelaskan tiga jenis motif, yang diidentifikasi dalam buku ”The Achieving Society” :

a. Need for Achievement (Kebutuhan untuk Berprestasi)

Menurut Mc Clelland (1987), Need for Achievement adalah kebutuhan untuk berprestasi yang merupakan refleksi dari dorongan akan tanggung jawab untuk pemecahan masalah. Need for Achievement berhubungan dengan kemampuan untuk mengatasi rintangan dan memelihara semangat kerja yang tinggi. Oleh karena itu, orang yang memiliki semangat kerja yang tinggi akan bergairah untuk melakukan sesuatu lebih baik dan efisien dibandingkan hasil sebelumnya.

Dwivedi dan Herbert (dalam Asnawi,2007) mengartikan Need for Achievement sebagai dorongan untuk sukses dalam situasi kompetisi yang didasarkan pada ukuran keunggulan dibanding standardnya sendiri maupun orang lain. Murray (dalam Winardi,2004) memberikan definisi Need for Achievement

sebagai “Melaksanakan tugas atau pekerjaan yang sulit, menguasai, memanipulasi atau mengorganisasi objek-objek fisikal manusia atau ide-ide untuk melaksanakan hal-hal tersebut secepat mungkin dan seindependen mungkin sesuai kondisi yang berlaku. Mengatasi kendala-kendala, mencapai standard tinggi, mencapai performa puncak untuk diri sendiri, mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain serta meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil”.


(37)

Karakteristik individu dengan Need for Achievement tinggi (McClelland,1987) antara lain:

1. Membutuhkan adanya variasi tantangan dalam menyelesaikan tugas, dapat menunjukkan kinerja yang lebih bagus bila berhadapan dengan tugas yang memiliki tantangan moderat dengan kemungkinan keberhasilan antara 30% sampai dengan 50%, cenderung menghindarkan tugas yang resikonya tidak bisa diperhitungkan sebelumnya. Hal ini ditunjang penelitian Atkinson (1958) yang berkaitan dengan bagaimana prestasi subyek penelitian dalam situasi kompetisi dengan kemungkinan menang yang berbeda. Subyek penelitian yang memiliki kemungkinan menang sulit (McClelland, 1987). Karabenick & Youseff juga melakukan penelitian untuk merumuskan hal yang sama. Hasil penelitiannya menjelaskan bahwa individu dengan n Achievement yang tinggi akan memperlihatkan prestasi yang lebih bagus hanya untuk hal-hal yang memiliki tingkat kesulitan sedang (McClelland, 1987). Raynor & Entin (1982) merumuskan hasil penelitian yang relatif identik pada penelitiannya yang berkaitan dengan penyelesaian 60 tugas untuk setiap subyeknya. Setiap subyek diberikan instruksi pengerjaan bahwa untuk mendapatkan hasil yang bagus mereka harus menyelesaikan 54 tugas, 30 tugas atau 6 tugas. Hasil penelitiannya memperlihatkan bahwa individu dengan n Achievement tinggi cenderung berhasil dalam mengerjakan tugas yang memiliki tantangan moderat daripada yang tinggi atau rendah (McClelland, 1987).

2. Memiliki kemauan yang kuat (persistance), khususnya pada tugas-tugas yang cukup bervariasi dan relatif bertahan lama dalam tugas yang memiliki


(38)

kesulitan berbeda. Bila gagal di awal tugas yang mudah maka akan cenderung bertahan dan berusaha untuk memperbaikinya, namun tidak dalam tugas yang sulit.

3. Memiliki tanggung jawab pribadi terhadap kinerjanya, cenderung untuk menyelesaikan tugasnya sampai selesai karena berkaitan dengan kepuasan yang dirasakan.

4. Membutuhkan umpan balik dari kinerja yang sudah dicapai, akan memperlihatkan cara kerja yang lebih efisien setelah memperoleh umpan balik berkaitan dengan hubungan antar anggota kelompok lain. Lebih menghargai umpan balik yang berkaitan dengan informasi tentang cara kerja daripada umpan balik yang berupa uang.

5. Mengembangkan inovasi dalam menyelesaikan tugas. Mempertimbangkan efisiensi kerja untuk setiap penyelesaian tugas. Cenderung tidak senang berada dalam tugas-tugas yang rutin dan monoton. Selalu mencari informasi bermanfaat untuk mengembangkan inovasi.

6. Akan memperlihatkan hasil kerja yang bagus bila berada dalam lingkungan yang terdiri dari individu yang memiliki doninasi n Achievement sama. Dengan demikian mereka memiliki tantangan untuk bersaing yang seimbang. 7. McClelland (1961) juga memperhatikan bahwa di kalangan kelompok

enterpreneurial, individu dengan n Achievement tinggi akan cenderung mengembangkan cara yang tidak jujur atau licik. Hal ini didorong adanya keinginan untuk membuat jalan pintas yang bisa membantu menyelesaikan tugas-tugas. Selarasa dengan hasil penelitian Michael & Galigan (1964)


(39)

bahwa anak atau siswa yang memiliki n Achievement cenderung untuk melakukan kecurangan dengan mencolok.

b. Need for Affiliation (Kebutuhan Akan Persahabatan)

Menurut McClelland (1987), Need for Affiliation adalah kebutuhan akan suatu persahabatan, berkaitan dengan adanya keinginan untuk memastikan, memelihara atau mementingkan efektivitas dari hubungan dengan individu atau kelompok. Keinginan berafiliasi ini muncul saat individu ingin disukai, ingin diterima sebagai sahabat oleh individu-individu lain atau ingin dimaafkan. Sehingga individu dengan skor n Affiliation yang tinggi mengindikasikan bahwa individu yang bersangkutan memiliki harapan tentang kehangatan dan hubungan yang erat dengan individu lain.

Murray (dalam Hall,1993) memberikan definisi Need for Affiliation

adalah mendekatkan diri, bekerjasama atau membalas ajakan orang lain yang bersekutu (orang lain yang menyerupai atau menyukai subyek), membuat senang dan mencari afeksi dari objek yang disukai, patuh dan tetap setia kepada orang lain.

Karakteristik Individu dengan Need for Affiliation tinggi menurut McClelland (1987) adalah sebagai berikut :

1. Cenderung memperlihatkan hasil kerja yang bagus bila diberikan insentif yang bersifat affiliatif.

2. Mudah melakukan jeda dalam menyelesaikan tugasnya dan minta tolong individu yang lain untuk membantunya menyelesaikan pekerjaan tersebut.


(40)

3. Cenderung menjaga hubungan interpersonal yang terbentuk. Belajar bersosialisasi lebih cepat dan lebih sensitif saat menghadapi individu lain daripada berhadapan dengan obyek tertentu. Memiliki dorongan untuk memperoleh pengakuan dan jaminan dari individu lain. Tidak senang berada di antara individu yang tidak bersahabat

4. Cenderung untuk conform dengan harapan dan norma individu lain ketika dipaksa oleh individu lain sesuatu dengan sistem nilainya. Pada dasarnya lebih mementingkan adanya kerja sama dan menghindari konfluk. Selain itu juga cenderung memiliki ketertarikan yang tulus terhadap perasaan individu lain. 5. Memiliki ketakutan terhadap penolakan, menolak untuk berkonflik maupun

berkompetensi dan lebih memilih untuk menolong individu lain yang memerlukan pertolongan untuk menyelesaikan tugasnya.

c. Need for Power (Kebutuhan untuk Berkuasa)

Munandar (2006) memberi definisi Need for Power sebagai keinginan yang kuat untuk mengendalikan orang lain, untuk mempengaruhi orang lain, dan untuk memiliki dampak terhadap orang lain. Orang dengan kebutuhan untuk berkuasa yang besar menyukai pekerjaan-pekerjaan dimana mereka menjadi pimpinan dan mereka mempengaruhi orang lain.

David Mc Clelland (1987) memberikan definisi Need for Power sebagai keinginan untuk mengendalikan orang lain, untuk mempengaruhi perilaku mereka, atau memiliki rasa tanggung jawab pada orang lain. Ada dua bentuk kekuasaan yaitu: a) kebutuhan kekuasaan personal, yakni kebutuhan ini bersifat eksploitatif dan melibatkan manipulasi demi gratifikasi personal dan tidak akan


(41)

berhasil dalam manajemen, b) kebutuhan kekuasaan sosial, merupakan sisi kekuasaan positif karena kebutuhan ini melibatkan penggunaan kekuasaan dengan cara yang bertanggung jawab secara sosial.

Selain itu, Veroff dan Winter (dalam Asnawi,2007) mengatakan Need for Power adalah disposisi yang mengarahkan perilaku untuk mencapai kepuasan dengan tujuan tertentu, yaitu kekuasaaan dengan jalan mengontrol dalam arti mempengaruhi orang lain.

Karakteristik Individu dengan Need for Power tinggi menurut McClelland (1987) adalah sebagai berikut :

1. Berkaitan dengan asertifitas, maka individu dengan n Power dominan cenderung mengembangkan perilaku asertif yang impulsive agresive dan cenderung berkompetisi, terutama laki-laki.

2. Individu dengan dominasi n Power cenderung memiliki self image yang negatif. Hal ini berkaitan dengan kecenderungan untuk assertive-aggressive

dan hal ini oleh sebagian masyarakat dianggap sebagai tindakan negatif karena dianggap anti sosial sehingga memperoleh punishment saat masih anak-anak. Sebagian norma masyarakat tertentu ada yang menganggap bahwa menjadi

agresif itu jelek, meskipun sebenarnya tidak pada semua situasi agresif itu jelek. Selain itu individu dengan dominasi n Power cenderung merasa kurang

inadequate atau tidak puas dengan apa yang sudah terjadi dalam kehidupannya dan cenderung memiliki masalah dalam alkohol atau obat terlarang.


(42)

3. Individu dengan dominasi n Power cenderung memilih jenis pekerjaan yang mampu mempengaruhi individu lain. Memiliki hasrat untuk mengatur dan mengendalikan individu lain. Winter (1973) membuktikan dalam penelitiannya bahwa siswa dengan n Power tinggi cenderung merencanakan untuk memilih berkarir di bidang pendidikan, psikologi, bisnis dan jurnalistik. 4. Memiliki keinginan untuk mencari prestige, biasanya dinyatakan dalam

bentuk mengoleksi barang-barang yang merupakan simbol dari power atau kekuasaan.

5. Melakukan aktivitas yang membantunya untuk dikenal oleh anggota kelompoknya dan memungkinkan untuk melakukan eksploitasi terhadap individu lain. Cenderung memberikan evaluasi terhadap hasil kerja individu lain dari sisi negatif. Tidak bersedia untuk membantu individu lain dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya.

6. Mementingkan adanya hubungan yang dibatasi oleh posisi atasan dan bawahan, mampu mengembangkan kemampuannya sebagai pemimpin bila individu dengan dominasi n Power mampu mengkombinasikan sifat-sifat positif dan berorientasi pada penyelesaian tugas.

7. Verroff (dalam McClelland, 1987) menambahkan bahwa individu dengan n Power juga memiliki komponen kecemasan yang relatif kuat dalam berperilaku. Namun dia juga memiliki kecenderungan untuk mengambil resiko dalam setiap aktivitasnya.


(43)

4. Faktor yang Mempengaruhi Motif Sosial

Faktor-faktor yang mempengaruhi motif sosial (McClelland, 1987 ; Atkinson & Raynor, 1974) yaitu:

a. Lingkungan dan Kebudayaan

Menurut Atkinson (1966), faktor lingkungan merupakan penentu dari motif sosial. Beberapa pikiran pokok yang dikemukakanya adalah sebagai berikut: a. Setiap individu memiliki motif atau kebutuhan dasar tertentu. Motif-motif tersebut mencerminkan potensi tingkah laku dan mempengaruhi tingkah laku hanya bila motif-motif tersebut muncul.

b. Muncul atau tidaknya motif-motif tersebut tergantung pada situasi atas lingkungan yang dialami individu.

c. Keadaan suatu lingkungan tertentu akan menimbulkan atau merangsang berbagai macam motif. Artinya, suatu motif khusus tidak akan mempengaruhi tingkah laku sampai motif tersebut dimunculkan melalui pengaruh dari suatu lingkunan yang tepat dan sesuai.

d. Perubahan dalam penerimaan terhadap suatu lingkungan akan menghasilkan perubahan dalam munculnya motivasi. Setiap motivasi diarahkan atau ditujukan untuk memuaskan berbagai macam kebutuhan. b. Motif sosial juga dipengaruhi oleh faktor Usia

Schultz (1993) mengatakan bahwa usia dapat mempengaruhi motivasi berprestasi seseorang. Ia mengatakan bahwa kualitas motivasi berprestasi mengalami perubahan sesuai dengan usia individu tersebut. Motivasi berprestasi


(44)

individu tertinggi pada usia 20-30 tahun, dan mengalami penurunan setelah usia pertengahan (Middle Age).

Pengalaman seseorang mengenai suatu pekerjaan mempengaruhi motif sosial mereka dalam melakukan pekerjaan. Apakah dia pernah gagal melakukan suatu pekerjaan atau kesuksesan didalam melakukanya.

Hurlock (1980) menyatakan bahwa Need for Affiliation seringkali sangat dominan dalam diri seorang remaja, hal ini disebabkan karena minat sosial yang kuat serta sangat berpengaruhnya kelompok sosial dalam diri seorang remaja. Remaja lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah bersama teman-temannya sehingga tidak heran apabila teman-teman sebaya sangat berpengaruh terhadap sikap, perilaku, minta dan penampilan dibandingkan dengan keluarga (Hurlock,1980).

c. Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat

McClelland (dalam morgan dkk,1986) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi suatu masyarakat juga dapat mempengaruhi motivasi berprestasi seseorang. Seperti hal diatas Zainuddin (2004) menegaskan bahwa stastus kerja, upah, rasa aman dalam bekerja (job security), kesempatan karir dan lain-lain, semua faktor tersebut akan memberikan andil terhadap munculnya motivasi berprestasi.

d. Jenis Kelamin

McClelland(1967) menjelaskan bahwa jenis kelamin dapat mempengaruhi motif sosial seseorang. Troll & Schwartz (Sopah,1999) menambahkan bahwa perbedaan motif sosial pada laki-laki dan perempuan disebabkan adanya


(45)

perbedaan perlakuan dan sosialisasi mereka. Menurutnya laki-laki lebih dilatih untuk aktif, kompetitif dan mandiri sehingga memiliki motivasi berprestasi yang berbeda daripada perempuan yang dibiasakan pasif, selalu bergantung pada orang lain dan kurang percaya diri. Sehingga menurut McClelland(1967) perempuan mempunyai motif beraffiliasi lebih tinggi.

Bertentangan dengan hal tersebut, Morgan(1986) menyatakan bahwa tingkah laku berprestasi selalu muncul pada laki-laki maupun perempuan, yang membedakan keduanya hanya pada prilaku berprestasinya karena banyak perempuan dengan motivasi berprestasi tinggi namun tidak menampilkan karakter prilaku berprestasi layaknya laki-laki.

Hal tersebut sejalan dengan yang dikatakan oleh Bosow (1992) bahwa jenis kelamin laki-laki dan perempuan tidak berbeda motivasi berprestasinya, yang berbeda hanya tingkah laku berprestasi dan cara untuk meraih prestasinya. Santrock (1991) juga menyatakan pendapatnya bahwa motivasi berprestasi laki-laki dan perempuan adalah sama.

Penelitian McGraw (2010), menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan tingkat Need for Power antara pria dan wanita, atau dalam situasi yang mendorong munculnya motif power. Wanita dan pria juga tidak memiliki perbedaan dalam kehidupan yang diasosiasikan dengan Need for Power, seperti memiliki social power, memiliki power dalam berkarir, dan lainnya. Tetapi ada kalanya pria lebih memiliki Need for Power dalam hal menampilkan hal-hal yang bersifat impulsif dan agresif.


(46)

B. MAHASISWA SUKU SIMALUNGUN 1. Pengertian Mahasiswa Suku Simalungun

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005) mahasiswa didefinisikan sebagai orang yang belajar di perguruan tinggi. Sejalan dengan pengertian tersebut Budiman (2006) mengungkapkan bahwa mahasiswa adalah orang yang belajar di sekolah tingkat perguruan tinggi untuk mempersiapkan dirinya bagi suatu keahlian tingkat sarjana. Daldiyono (2009) mengemukakan bahwa seorang mahasiswa merupakan orang yang sudah lulus dari Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) dan sedang menempuh proses belajar di pendidikan tinggi serta melaksanakan proses sosialisasi.

Berdasarkan teori perkembangan Hurlock (1999), seorang mahasiswa sedang berada pada periode akhir remaja dan memasuki periode perkembangan dewasa awal. Masa dewasa awal merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru, harapan-harapan sosial baru dan memainkan peran baru secara mandiri dan ragu untuk meminta pertolongan jika mereka mengalami kesulitan karena takut dianggap “belum dewasa”. Selain itu, masa dewasa awal merupakan masa yang dianggap penuh berbagai masalah dan tekanan. Karena berbagai perubahan yang mereka alami yang kemudian diikuti dengan banyaknya tuntutan yang menyebabkan kemunculan beragam masalah. Berdasarkan rentang usia, mahasiswa berada pada usia antara 17 hingga 25 tahun (Papalia, 2008).

Berdasarkan uraian definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa mahasiswa merupakan seseorang yang sudah lulus SLTA dan sedang menempuh pendidikan di salah satu bentuk perguruan tinggi, seperti: Akademik, Politeknik, Sekolah


(47)

Tinggi, Institut, dan Universitas yang memiliki tugas perkembangan, perkembangan fisik dan perkembangan psikologis sebagai seorang yang berada pada masa transisi masa remaja hingga dewasa awal.

Mahasiswa suku Simalungun merupakan individu usia dewasa awal yang bermarga Simalungun dan tinggal di daerah lain dan tinggal berjauhan dari orangtua atau keluarga asal untuk menuntut ilmu di perguruan tinggi dalam rangka mempersiapkan dirinya dalam pencapaian suatu keahlian tingkat sarjana. Suku Simalungun merupakan salah satu sub suku Batak yang terdiri dari marga Sinaga, Saragih, Damanik, dan Purba.

2. Filosofi Hidup Masyarakat Simalungun

Dalam bukunya yang berjudul “Orang Simalungun”, Sortaman (2008) mengungkapkan filosofi hidup masyarakat Simalungun, yaitu:

a. Habonaron do Bona (Kebenaran adalah Pangkal)

Terdapat suatu pemahaman yang sangat kental pada orang Simalungun bahwa Naibata (Tuhan) adalah Maha Kuasa, Maha Adil dan Maha Benar. Sehingga manusia sebagai ciptaan juga dituntut untuk bersikap benar dan segala sesuatu harus didasarkan pada hal yang benar. Inilah prinsip dasar dari Filosofi “Habonaron Do Bona” pada masyarakat Simalungun. Falsafah Habonaron Do Bona merupakan filosofi hidup bagi orang Simalungun. Habonaron Do Bona

artinya adalah “ kebenaran adalah dasar segala sesuatu”. Artinya masyarakat simalungun menganut aliran pemikiran dan kepercayaan segala sesuatu harus dilandasi oleh kebenaran.


(48)

Dari Filosofi Habonaron Do Bona tercermin prinsip – prinsip hidup masyarakat Simalungun. Misalnya kata-kata nasehat dan prinsip hidup dalam bentuk ungkapan, pepatah dan perumpamaan. Habonaron Do Bona menanamkan kehati - hatian, hidup bijaksana, matang dalam berencana sehinggga tidak terjadi penyesalan dikemudian hari.

Para orang tua juga selalu menanamkan prinsip Habonaron Do Bona

kepada anak cucunya. Harus bijaksana dalam bergaul ditengah masyarakat. Bagi masyarakat Simalungun ada falsafah yang mengatakan “ totik mansiatkon diri,

marombow bani simbuei. Artinya cermat (bijak) membawakan diri dan mengabdi kepada halayak umum. Sehingga selalu menyenangkan bagi orang lain. Hal inilah yang menjadikan orang Simalungun lebih banyak beradaptasi (menyesuaikan diri) dengan suku lain. Ini juga yang membuat masyarakat Simalungun sering melepaskan identitasnya, hanya untuk menyesuaikan diri dengan orang disekitarnya.

Hal ini terlihat dari kecenderungan masyarakat Simalungun untuk kurang mau memperjuangkan dan mempertahankan hal-hal yang dimilikinya (termasuk lahannya), cenderung untuk menyesuaikan diri dengan orang lain (bahkan dalam hal berbahasa), dan sebagainya. Hal ini mengakibatkan orang Simalungun sulit untuk mempertahankan identitasnya dan cenderung mudah untuk terkontaminasi dengan budaya lainnya (Sortaman,2008).

b. Marbija (Bersumpah)

Untuk membuktikan kejujuran dulu sering dilakukan “bersumpah” dalam bahasa simalungun disebut marbija. Apabila orang lain mencurigai seseorang


(49)

melakukan kejahatan, maka orang tersebut bisa mengangkat sumpah dengan mempertaruhkan sesuatu miliknya yang sangat berharga. Misalnya jiwa anaknya. Jika terbukti melakukan kejahatan tersebut maka anaknya akan menjadi tumbal.

Dalam bersumpah seseorang harus jujur karena jikalau bersumpah palsu maka tumbal sumpahnya menjadi nyata. Orang tidak berani berdusta hanya untuk menutupi kesalahan sesaat. Cara untuk mengangkat sumpah bermacam – macam. Ada yang bersumpah dengan sederhana, yakni hanya menyebut tumbalnya. Tetapi jika tidak ada yang ditumbalkan maka dapat juga bersumpah dengan menumbalkan dirinya sendiri. Disamping bersumpah di Simalungun dulu ada suatu cara menguji kejujuran yakni dengan menyerukan sumpah kepada Naibata

(Tuhan). Artinya biarlah Naibata yang nantinya akan membalas kan kepada pelaku kejahatan tersebut.

Dan juga sebaliknya kalau seseorang menerima perlakuan yang kurang pantas orang itu tidak perlu terburu – buru melakukan pembalasan, mereka yakin Naibata yang maha adil akan tetap membalasnya.

Nilai – nilai falsafah ini sangat positif dalam membentuk keharmonisan hidup dengan sesama. Falsafah ini membimbing manusia untuk hidup dalam kejujuran.

C. GAMBARAN MOTIF SOSIAL PADA MAHASISWA SUKU

SIMALUNGUN YANG BERDOMISILI DI KOTA MEDAN

Kebudayaan dan filosofi budaya mempengaruhi banyak aspek kehidupan manusia, dan memunculkan adanya kebutuhan (need) yang dipandang sebagai kekurangan sehingga harus dipenuhi dalam diri seseorang. Situasi kekurangan ini


(50)

berfungsi sebagai suatu kekuatan atau dorongan alasan, yang menyebabkan seseorang bertindak untuk memenuhi kebutuhan, hal ini disebut sebagai motif (McClelland, 1987).

Simalungun, sebagai salah satu suku di Indonesia memiliki kebudayaan tersendiri yang berbeda dengan suku lainnya, sehingga menimbulkan kebutuhan dan perilaku yang berbeda. Suku Simalungun memiliki prinsip dasar yang mengarahkan mereka untuk mampu menyesuaikan diri dan bergaul akrab dengan individu lainnya (Sortaman, 2008).

Hasil wawancara singkat dengan salah satu tokoh Simalungun menunjukkan bahwa suku Simalungun memiliki kebutuhan dan dorongan tersendiri untuk menyenangkan hati orang lain yang sangat kuat, sehingga sering kali orang Simalungun menyesuaikan diri dengan lawan bicaranya. Motif yang dipelajari melalui kontak dengan orang lain dan bahwa lingkungan individu memegang peranan yang penting disebut sebagai motif sosial (Lindgren, 1973). Barkowitz (1969) mengatakan motif sosial adalah motif yang mendasari aktivitas individu dalam bereaksi terhadap orang lain.

McClelland (1987) menyatakan bahwa terdapat tiga kebutuhan (need) yang diidentifikasikan sebagai motif sosial, yaitu Need for Achievement, Need for Affiliation dan Need for Power sebagai titik pendekatan terhadap motif. Need for Achievement merupakan kebutuhan untuk berprestasi yang merupakan refleksi dari dorongan akan tanggung jawab untuk pemecahan masalah. Need for Affiliation merupakan keinginan untuk menyenangkan atau mendapatkan afeksi dari orang lain, serta memelihara sikap serta setia terhadap teman dan keluarga.


(51)

Dan Need for Power merupakan keinginan untuk mengendalikan orang lain, untuk mempengaruhi perilaku mereka, atau memiliki rasa tanggung jawab pada orang lain.

Suku Simalungun dinyatakan memiliki Need for Achievement yang tinggi ketika mereka mampu mengatasi rintangan dan memelihara semangat yang tinggi. Mampu mengatasi rintangan tercermin dari kemampuan menyelesaikan tugas yang memiliki tingkat kesulitan yang beragam dengan cara yang inovatif. Sedangkan semangat yang tinggi tercermin dari gairah untuk melakukan sesuatu lebih baik dan efisien dibandingkan hasil sebelumnya (McClelland, 1987).

Selain itu, suku Simalungun dikatakan memiliki Need for Affiliation yang tinggi ketika mereka memiliki keinginan yang kuat untuk memelihara persahabatan dan mementingkan efektivitas dari hubungan dengan kelompok. Keinginan untuk disukai, diterima sebagai sahabat oleh individu lain, dimaafkan memperkuat kebutuhan berafiliasi dalam diri seseorang. (McClelland, 1987).

Terakhir, Suku Simalungun dikatakan memiliki Need for Power yang tinggi ketika mereka memiliki keinginan yang kuat untuk mengendalikan orang lain, mempengaruhi perilaku orang lain dan memiliki rasa tanggung jawab terhadap orang lain. Keinginan ini terlihat dari keinginan seseorang memimpin orang lain dan mengarahkan keputusan-keputusan dalam kelompok (McClelland, 1987).

Apabila ditinjau dari karakteristik dan filosofi kebudayaan suku Simalungun, maka terlihat bahwa suku Simalungun memiliki kecenderungan


(52)

untuk berafiliasi dengan orang lain. Menjaga kekerabatan agar tetap baik merupakan hal yang sangat penting bagi suku Simalungun.

Fenomena ini memunculkan pertanyaan pada peneliti mengenai bagaimana gambaran motif sosial (Need for Achievement, Need for Affiliation,

dan Need for Power) suku Simalungun secara khusus mahasiswa suku Simalungun yang berdomisili di kota Medan.


(53)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang bersifat deskriptif yang dimaksudkan untuk mengetahui gambaran motif social (Need for Achievement, Need for Affiliation, dan Need for Power) pada mahasiswa suku Simalungun yang berdomisili di kota Medan. Penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara sistematik dan akurat, fakta dan karakteristik mengenai populasi atau mengenai bidang tertentu (Azwar, 2010).

Penelitian deskriptif kebanyakan menggunakan teknik pengumpulan data berupa survei atau penelitian lapangan. Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan semata-mata bersifat deskriptif, sehingga tidak bermaksud mencari penjelasan, menguji hipotesa, membuat prediksi maupun mempelajari implikasi (Azwar, 2010).

A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

Variabel diartikan sebagai sesuatu (atribut atau sifat) yang terdapat pada subjek penelitian yang dapat bervariasi secara kuantitatif atau kualitatif (Azwar, 2010). Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah Need for Achievement, Need for Affiliation, dan Need for Power pada suku Simalungun.

B. DEFENISI OPERASIONAL PENELITIAN

Definisi operasional merupakan suatu definisi mengenai variabel yang dirumuskan berdasarkan karakteristik-karakteristik variabel tersebut yang dapat diamati (Azwar, 2010). Definisi operasional dari penelitian perlu dijabarkan untuk


(54)

menghindari perbedaan dalam menginterpretasi masing-masing variabel penelitian (Azwar, 2010).

Motif sosial merupakan salah satu topik pembahasan dalam Psikologi Sosial. Motif sosial yang dimaksud dalam penelitian ini adalah motif atau dorongan yang timbul untuk memenuhi kebutuhan individu untuk berinteraksi dengan orang lain dan dalam hubungannya dengan lingkungan sosialnya. McClelland (1987) mengemukakan konsep motif sosial untuk mengidentifikasi tiga kebutuhan pada manusia yaitu Need for Achievement, Need for Affiliation dan Need for Power sebagai titik pendekatan terhadap motif.

Need for Achievement adalah suatu kebutuhan dalam diri individu untuk berprestasi sehubungan dengan adanya pengharapan bahwa tindakan yang dilakukan merupakan alat untuk mencapai hasil yang lebih baik dari yang telah dicapai sebelumnya. Memiliki karakteristik membutuhkan adanya variasi tantangan, memiliki kemauan yang kuat (persistance), bertanggungjawab terhadap kinerja, dan membutuhkan umpan balik dari orang lain.

Tingkat Need for Achievement dapat dilihat dari skor yang diperoleh individu dari skala yang disusun berdasarkan karakteristik dari Need for Achievement yang dinyatakan oleh McClelland (1987). Jika semakin tinggi skor skala Need for Achievement yang diperoleh, maka semakin tinggi tingkat Need for Achievement yang dimiliki oleh mahasiswa suku Simalungun yang berdomisili di kota Medan. Demikian sebaliknya, jika semakin rendah skor skala Need for Achievement yang diperoleh, maka semakin rendah tingkat Need for Achievement


(55)

Need for Affiliation adalah kebutuhan untuk mengenal orang lain, untuk berinteraksi dengan orang lain dan berada bersama orang lain dengan saling setia dan menghargai. Memiliki karakteristik yaitu memperlihatkan kinerja yang baik ketika diberi insentif yang bersifat afiliatif, menjaga hubungan interpersonal,

conform terhadap harapan dan norma individu lain, takut berkonflik dan ditolak. Tingkat Need for Affiliation dapat dilihat dari skor yang diperoleh individu dari skala yang disusun berdasarkan karakteristik dari Need for Affiliation yang dinyatakan oleh McClelland (1987). Jika semakin tinggi skor skala Need for Affiliation yang diperoleh, maka semakin tinggi tingkat Need for Affiliation yang dimiliki oleh mahasiswa suku Simalungun yang berdomisili di kota Medan. Demikian sebaliknya, jika semakin rendah skor skala Need for Affiliation yang diperoleh, maka semakin rendah tingkat Need for Affiliation yang dimiliki oleh mahasiswa suku Simalungun yang berdomisili di kota Medan.

Need for Power adalah dorongan yang timbul dalam diri individu sehubungan dengan adanya pengharapan bahwa tindakan yang dilakukan merupakan alat untuk mempengaruhi, menguasai, mengendalikan serta memanipulasi perilaku orang lain. Memiliki karakteristik yaitu cenderung terbuka, suka mempengaruhi orang lain, suka mencari prestige, suka melakukan aktivitas yang membuat dirinya terpandang, dan dominan.

Tingkat Need for Power dapat dilihat dari skor yang diperoleh individu dari skala yang disusun berdasarkan karakteristik Need for Power berdasarkan teori McClelland. Jika semakin tinggi skor skala Need for Power yang diperoleh, maka semakin tinggi tingkat Need for Power yang dimiliki oleh mahasiswa suku


(56)

Simalungun yang berdomisili di kota Medan. Demikian sebaliknya, jika semakin rendah skor skala Need for Power yang diperoleh, maka semakin rendah tingkat

Need for Power yang dimiliki oleh mahasiswa suku Simalungun yang berdomisili di kota Medan.

C. POPULASI, SAMPEL, DAN METODE PENGAMBILAN SAMPEL

1. Populasi

Populasi merupakan kelompok subjek yang memiliki ciri-ciri atau karakteristik-karakteristik bersama yang membedakannya dari kelompok subjek yang lain. Syarat utama agar hasil penelitian dapat digeneralisasikan maka sebaiknya sampel penelitian harus benar-benar mencerminkan keadaan populasinya atau dengan kata lain harus representatif (Azwar, 2010).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa suku Simalungun yang berdomisili di kota Medan.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi. Suatu sampel merupakan representasi yang baik bagi populasinya sangat tergantung pada sejauhmana karakteristik sampel itu serupa dengan karakteristik populasinya (Azwar, 2010).

Peneliti mengambil sebagian dari mahasiswa suku Simalungun yang berdomisili di kota Medan sebagai sampel dengan pertimbangan keterbatasan waktu dan keterbatasan peneliti dalam menjangkau seluruh mahasiswa tersebut. Beberapa dari mahasiswa suku Simalungun yang berdomisili di kota Medan merupakan representasi dari populasi mahasiswa suku Simalungun yang berdomisili di kota Medan dikarenakan homogenitas dari sampel. Menurut Azwar


(57)

(2010), semakin homogen sampel maka semakin sedikit jumlah sampel yang diperlukan.

Karakteristik subjek dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut : a. Lahir dan bertumbuh di Kabupaten Simalungun

b. Kedua orang tua merupakan suku Simalungun

3. Metode Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel atau sampling berarti mengambil suatu bagian dari populasi sebagai wakil (representasi) dari populasi itu. Sedangkan teknik

sampling adalah teknik yang digunakan untuk mengambil sampel dari populasi dengan menggunakan prosedur tertentu. Teknik sampling diperlukan agar memperoleh sampel yang representatif bagi populasinya dikarenakan analisis penelitian didasarkan pada data sampel sedangkan kesimpulannya nanti akan diterapkan pada populasi (Azwar, 2010).

Berdasarkan karakteristik yang telah ditetapkan oleh peneliti, maka metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

non-probability sampling dengan teknik incidental sampling. Incidental sampling

diperoleh dari ketersediaan dan keadaan-keadaan incidental atau kebetulan, hal ini berlandaskan pada kemudahan mendapatkan sampel sesuai dengan karakteristik tertentu (Hadi, 2000).

Alasan peneliti menggunakan teknik incidental sampling karena peneliti tidak mengetahui jumlah populasi secara statistik, keterbatasan dana yang peneliti miliki untuk pengambilan data, kemudahan peneliti dalam memperoleh sampel dan waktu yang dibutuhkan menjadi lebih efektif.


(58)

Menurut Hadi (2000) teknik incidental sampling memiliki kelebihan dan kelemahan di dalam membuat kesimpulan dari suatu penelitian. Kelebihan teknik ini adalah kemudahan dalam menemukan sampel, menghemat waktu, tenaga, biaya, dan adanya keterandalan subjektifitas peneliti yaitu kemampuan peneliti untuk melihat bahwa subjek yang dipilih sudah sesuai dengan karakteristik subjek penelitian yang telah ditetapkan. Kelemahan teknik ini adalah tidak dapat memberi taraf keyakinan yang tinggi sehingga sulit untuk menarik kesimpulan ataupun mengeneralisasikannya ke populasi lain. Selain itu, keterandalan subjektifitas peneliti juga memiliki resiko kemungkinan terjadinya bias dalam pemilihan sampel.

D. Metode dan Alat pengumpulan Data

Alat ukur merupakan metode pengumpulan data dalam kegiatan penelitian yang mempunyai tujuan untuk mengungkap fakta mengenai variabel yang diteliti (Hadi, 2000). Metode yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah metode self-reports. Skala yang digunakan dalam penelitian ini berupa skala motif sosial (Need for Achievement, Need for Affiliation, dan Need for Power). Skala motif sosial terdiri dari aitem-aitem yang berupa 70 (tujuh puluh) pernyataan yang disusun dari karakteristik orang dengan motif sosial yang dominan meliputi karakteristik orang dengan Need for Achievement yang dominan, karakteristik orang dengan Need for Affiliation dominan, dan karakteristik orang dengan Need for Power dominan.

Variabel dalam skala motif sosial diukur dengan model skala yang dirancang sendiri oleh peneliti dengan menggunakan model skala Likert Variasi


(59)

bentuk pilihan menunjukkan tingkat kesesuaian dengan responden. Dalam skala ini ada enam pilihan respon, yaitu SS (sangat sesuai), S (sesuai), AS (Agak Sesuai), ATS (Agak Tidak Sesuai), TS (Tidak Sesuai), dan STS (Sangat Tidak Sesuai). Setiap pilihan tersebut memiliki skor masing-masing tergantung dari jenis aitem, apakah favorable atau unfavorable. Untuk aitem favorable, SS diberi skor enam, S diberi skor lima, AS diberi skor empat , ATS diberi skor tiga, TS diberi skor dua, dan STS diberi skor satu. Sedangkan untuk aitem yang unfavorable, SS diberi skor satu, S diberi skor dua, AS diberi skor tiga, ATS diberi skor empat, TS diberi skor lima dan STS diberi skor enam.

Selain aitem-aitem tersebut, di dalam alat ukur juga tertera identitas diri yang harus diisi oleh subjek penelitian dan juga pertanyaan terbuka mengenai kasus-kasus yang sehubungan dengan variabel penelitian. Jumlah aitem yang digunakan sebanyak 70 (tujuh puluh aitem).

Tabel 1 : Blue Print Skala Need for Achievement, Need for Affiliation, dan

Need for Power

KOMPONEN Karakteristik

NO ITEM Item

Fav

Item Unf

Need for Achievement

(Kebutuhan akan prestasi)

a. Membutuhkan variasi tantangan tugas b. Memiliki kemauan yang kuat

(persistance)

c. Bertanggungjawab terhadap pekerjaan/ tugas

1,22,69,

52, 65

53, 38

62

59,33


(1)

36. Saya harus menyelesaikan tugas saya,apapun yang menjadi kondisi saya pada saat itu

37. Saya senang mendapat pujian atas apa yang saya lakukan terhadap teman-teman

38. Kedudukan bukanlah hal yang penting bagi saya

39. Saya berusaha menjadi yang terbaik, bagaimanapun caranya

40. Membuat orang lain merasa dekat dengan saya bukanlah hal yang sangat penting

41. Saya cenderung mengambil posisi aman daripada mengambil posisi beresiko dalam mengerjakan suatu pekerjaan

42. Saya akan berusaha menyenangkan lawan bicara saya dengan memakai bahasa yang dia gunakan sehari-hari

43. Saya harus menyelesaikan semua pekerjaan /tugas saya tanpa bantuan dari orang lain

44. Saya selalu mengerjakan tugas sesuai dengan prosedur yang berlaku,walaupun


(2)

...Selamat Mengerjakan...

---oooo---

...Selamat Mengerjakan...

MOHON PERIKSA KEMBALI JAWABAN ANDA PASTIKAN TIDAK ADA JAWABAN YANG KOSONG

TERIMA KASIH ATAS BANTUAN ANDA

membutuhkan lebih banyak waktu

45. Seorang atasan adalah seseorang yang seharusnya lebih dihormati dan disegani dibanding bawahan


(3)

IDENTITAS DIRI

Isilah titik-titik di bawah ini dan berilah tanda (√) pada kotak yang sesuai dengan keadaan diri Anda :

Nama / Inisial :

Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan

Usia :

Universitas : Negeri,

Sebutkan... Swasta, Sebutkan ... Tahun Masuk :

Fakultas / Jurusan:.../...

Asal Suku : Ayah,

sebutkan... : Ibu

sebutkan ... : Kakek dari Ayah sebutkan ...

: Nenek dari Ayah sebutkan ...

: Kakek dari Ibu sebutkan ...

: Nenek dari Ibu sebutkan ...

Asal Daerah :... Tempat tinggal di perantauan :

Kost Rumah Saudara

Kontrak Asrama

Lainnya, sebutkan………... Organisasi Simalungun yang saya ikuti:

GKPS IMAS HIMAPSI PMTS


(4)

dll, sebutkan ... Kemampuan saya dalam berbahasa Simalungun :

Aktif Pasif

Bahasa yang dipergunakan sehari-hari dalam keluarga : ...

Apakah Anda mengetahui tentang Ahap Simalungun?

Ya, Jelaskan

... ... ... ... ... ... ...

Tidak

Jelaskanlah kondisi dibawah ini sesuai dengan diri Anda:

Untuk menyelesaikan suatu tugas praktek, dosen meminta kelas dibagi menjadi beberapa kelompok. Maka orang-orang yang saya harapkan menjadi teman kelompok adalah :

Jelaskan :

... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...

Alasan :

... ... ...


(5)

... ... ... ... ... ... ... ...

Besok adalah jadwal UAS untuk mata kuliah yang cukup sulit, dan saya belum belajar secara maksimal. Tiba-tiba saya mendapat kabar bahwa teman dekat sakit dan tidak ada yang membawanya ke dokter. Maka hal yang lakukan adalah :

Jelaskan :

... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...

Alasan :

... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...


(6)

Ketika beradu pendapat dengan teman-teman mengenai sesuatu hal, maka kecenderungan sikap saya adalah :

Jelaskan :

... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...

Alasan :

... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...