Gambaran Virtue Mahasiswa Perantau (Studi Deskriptif Di Kota Medan)

(1)

GAMBARAN VIRTUE MAHASISWA PERANTAU

(Studi Deskriptif di kota Medan)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh

RUTH WIDYA WIRA LOGIASARI LINGGA

081301113

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

GENAP, 2011/2012


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul:

“Gambaran Virtue Mahasiswa Perantau (Studi Deskriptif di kota Medan)”

adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Agustus 2012

Yang membuat pernyataan

Ruth Widya Wira Logiasari Lingga


(3)

Gambaran Virtue Mahasiswa Perantau (Studi Deskriptif di kota Medan)

Ruth Widya W. L. Lingga dan Josetta M. R. Tuapattinaja, M.Si, psi

ABSTRAK

Kesuksesan adalah tujuan paling mendasar dalam kehidupan individu. Untuk mencapai kesuksesan dibutuhkan karakter baik atau virtue, yakni karakter baik yang ada pada diri manusia dan digunakan untuk menyelesaikan tugas serta masalah yang dihadapi. Demikian pula yang dibutuhkan para mahasiswa perantau yang berprestasi, yakni ditengah tantangan hidupnya sebagai mahasiswa perantau, mereka mampu untuk mencapai prestasi akademik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran virtue mahasiswa perantau dalam studi deskriptif di kota Medan. Alat ukur yang digunakan adalah skala virtue yang disusun berdasarkan klasifikasi virtue yaitu character strength yang diungkap oleh Seligman dan Peterson (2004). Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kuantitatif. Teknik sampling yang digunakan adalah incidental sampling, dengan jumlah sampel sebanyak 254 orang mahasiswa perantau di kota Medan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa perantau di kota Medan secara umum cenderung kuat memiliki virtue transcendence didalam dirinya. Individu dengan virtue transcendence mampu menjalin hubungan dengan Tuhan, alam dan orang lain. virtue transcendence direfleksikan oleh lima character strength yakni appreciation of beauty and excellence, gratitude, hope, humor dan spirituality. Hasil analisa data berdasarkan character strength pada virtue transcendence menunjukkan bahwa spirituality merupakan character strength yang paling dominan merefleksikan virtue transcendence. Implikasi dari spirituality adalah keyakinan yang kuat akan adanya Tuhan dan taat melakukan kegiatan keagamaan yang menjadikannya sebagai bagian dari hidup pada mahasiswa merantau di Medan.


(4)

Description Virtues of Leaving-Home Student (Description Study in Medan)

Ruth Widya W. L. Lingga dan Josetta M. R. Tuapattinaja, M.Si, psi

ABSTRACT

Successfulness is one of the basic objectives of every human. For make the objective become of reality, people need to have good characteristic or virtues, characteristic that embedded to the mankind and used by people in solving and deadling with daily life matter. So that students who are leaving-home students, also need virtues to reach their success in university study. They need to apply their virtues in conquering their study and daily problems. The purpose of this research is to discover and to describe the leaving-home university students virtues in Medan. The Measurement tools used in this study is the scale of Virtue which developed based on virtues classification is to character strength which that defined by Seligman and Peterson (2004). Research method applied in this study is quantitative descriptive method with incidental sampling method, involved 254 leaving-home student in Medan. The main result showed that leaving-home student in Medan in general tend to have strong virtue transcendence in itself. Individual with virtue transcendence able to establish a relationship with God, nature, and others. Virtue transcendence that is reflected by five character strength that is appreciation of beauty and excellence, gratitude, hope, humor dan spirituality. The results of data analysis based character strength on the virtue transcendence suggests that spirituality is the most dominant character strength reflects virtue transcendence. the implication of spirituality is a strong belief in the existence of God and obedient conduct religious activities that make it a part of life in leaving-home student in Medan.


(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat, hikmat dan

kasih Tuhan di dalam hidup saya. Berkat kasih dan anugrahNya saja akhirnya

saya dapat menyelesaikan skripsi saya yang berjudul “Gambaran Virtue

Mahasiswa Perantau (Studi Deskriptif di kota Medan)”. Penyusunan skripsi ini

dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana

Psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih yang tak terhingga untuk orang tua tercinta, terhebat dan

terbaik AKBP St. Jasiman Lingga, S.H. dan Florence Saragih. Terima kasih atas

doa dan kasih sayang yang selalu mengalir buat saya, selalu memberikan

semangat dan dukungan baik moril maupun materil. Semoga Tuhan Yesus selalu

memberkati. Abangku Immanuel Lingga, ST. M.E., yang selalu memberi

dukungan meskipun jauh di negeri orang. Serta abangku David Kurniawan

Lingga, SH, M.Hum dan kakakku Bintaryani Tiodora Lingga, AMG yang saya

sayangi. Terima kasih atas dukungan dan doanya.

Peneliti menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari banyak

pihak, sangatlah sulit menyelesaikan penelitian ini. Untuk itu peneliti

mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Irmawati, psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas

Sumatera Utara, beserta Pembantu Dekan I, II, dan III Fakultas Psikologi


(6)

2. Siti Zahreni, M. Si, psikolog selaku dosen pembimbing akademik. Terima

kasih atas bimbingan, saran serta kepercayaan selama penulis menjadi

mahasiswa di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

3. Josetta Maria R. Tuapattinaja, M.Si, psikolog selaku dosen pembimbing

skripsi. Terima kasih atas segala bimbingan, saran, arahan dan waktu yang

diluangkan sejak seminar hingga penyelesaian skripsi ini. Terima kasih

atas bimbingan Ibu.

4. Seluruh staf pengajar dan pegawai Fakultas Psikologi Universitas

Sumatera Utara. Terima kasih atas penerimaan, bantuan dan dukungannya.

Terkhususnya kepada Bapak Eka Danta Ginting, Bang Alif, Ibu Filia

Dina, Kak Ridhoi br. Purba, Kak Juli Saragih serta Ibu Etty Rahmawati

atas perhatian, dukungan dan doanya.

5. Abangku terkasih, Jan Mario Christanto Saragih. Terima kasih telah

menjadi ‘superhero’ yang selalu mendukung, memberikan semangat dan

bantuan yang tak terhingga. God Always Understanding !

6. Astrini, Astri, Olyfia, Naya dan Corry. Terima kasih atas kebersamaan

selama ini, semoga persahabatan ini terus berlanjut dan cita-cita bersama

kita tercapai. “Payah bilang lah..”

7. Seluruh teman seangkatan 2008 Fakultas Psikologi USU, para senior dan

junior Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

8. Sadam, Daniel, Hitler, Edwin, Bang Dier, Kharina, Lastiarma, Erika

Sinaga, Peri, kak Dewi, Sri dan Wendy. Terima kasih bantuannya dalam


(7)

9. Terima kasih atas kerjasama, semangat dan kebersamaan Fatma, Mila dan

Cia dalam persiapan penelitian ini. Terima kasih dan sukses selalu.

10.Kepada seluruh mahasiswa perantau yang telah bersedia mengisi skala

penelitian ini. Terima kasih atas kesedian dan waktunya.

11.Semua pihak dan teman-teman yang mendukung proses penyelesaian

penelitian ini yang tidak dapat peneliti sebutkan satu per satu. Peneliti

percaya Tuhan Yesus Kristus akan membalas segala kebaikan saudara

semua.

Seluruh isi penelitian ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab peneliti.

Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan. Karena itu,

peneliti mengharapkan masukan dan kritik yang membangun guna pengembangan

penelitian ini. Semoga penelitian ini membawa manfaat bagi rekan-rekan semua.

Medan, Agustus 2012


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM i

LEMBAR PENGESAHAN ii

LEMBAR PERNYATAAN iii

ABSTRAK iv

ABSTRAK BAHASA INGGRIS v

KATA PENGANTAR vi

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR LAMPIRAN xiii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Rumusan Masalah 7

C. Tujuan Penelitian 7

D. Manfaat Penelitian 7

E. Sistematika Penulisan 8

BAB II LANDASAN TEORI

A. Virtue dan Character Strength 10

1. Definisi 10

2. Klasifikasi virtue dan character strength 11

3. Pembentukan karakter 25

B. Mahasiswa Perantau 28

1. Pengertian mahasiswa perantau 28

2. Karakteristik mahasiswa perantau 29

C. Gambaran Virtue Mahasiswa Perantau 31


(9)

BAB III METODE PENELITIAN 36

A. Identifikasi Variabel 36

B. Definisi Operasional Variabel 36

C. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel 40

1. Populasi dan sampel penelitian 40

2. Metode pengambilan sampel 41

D. Instrumen/ Alat Ukur yang Digunakan 41

1. Validitas 44

2. Uji Daya Beda 44

3. Reliabilitas 45

4. Hasil uji coba alat ukur 46

E. Prosedur Pelaksanaan Penelitian 48

1. Tahap persiapan penelitian 48

2. Tahap pelaksanaan penelitian 49

3. Tahap pengolahan data 50

F. Metode Analisa Data 50

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

A. Analisa Data 52

1. Gambaran umum subjek penelitian 52

2. Hasil Analisis 58

B. Pembahasan 79

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan 89

B. Saran 90

DAFTAR PUSTAKA 94


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Definisi operasional virtue dan character strength 37 Tabel 2. Distribusi aitem skala virtue saat uji coba 42 Tabel 3. Distribusi aitem skala virtue saat pengambilan data 47 Tabel 4. Komposisi subjek berdasarkan jenis kelamin 52 Tabel 5. Komposisi subjek berdasarkan usia 53 Tabel 6. Komposisi subjek berdasarkan agama 53 Tabel 7. Komposisi subjek berdasarkan kelompok etnis 54 Tabel 8. Komposisi subjek berdasarkan semester 55 Tabel 9. Komposisi subjek berdasarkan pengeluaran per bulan 56 Tabel 10. Komposisi subjek berdasarkan berdasarkan tempat tinggal 56 Tabel 11. Komposisi subjek berdasarkan lama merantau 57 Tabel 12. Deskripsi skor empirik skala virtue 58 Tabel 13. Kriteria kategorisasi skor wisdom and knowledge 60 Tabel 14. Kriteria kategorisasi skor courage 61 Tabel 15. Kriteria kategorisasi skor humanity 61 Tabel 16. Kriteria kategorisasi skor justice 62 Tabel 17. Kriteria kategorisasi skor temperance 63 Tabel 18. Kriteria kategorisasi skor transcendence 63 Tabel 19. Deskripsi character strength pada virtue transcendence 64 Tabel 20. Deskripsi character strength pada virtue humanity 65 Tabel 21. Deskripsi character strength pada virtue temperance 65 Tabel 22. Deskripsi character strength pada virtue justice 66 Tabel 23. Deskripsi character strength pada virtue wisdom & knowledge 66 Tabel 24. Deskripsi character strength pada virtue courage 67


(11)

Tabel 25. Tabel rekapitulasi virtue dan character strength berdasarkan skor empirik tertinggi dan terendah

Tabel 41. Solusi yang dilakukan oleh mahasiswa perantau 78 67 Tabel 26. Gambaran virtue wisdom and knowledge berdasarkan kelompok etnis68 Tabel 27. Gambaran virtue courage berdasarkan kelompok etnis 69 Tabel 28. Gambaran virtue humanity berdasarkan kelompok etnis 69 Tabel 29. Gambaran virtue justice berdasarkan kelompok etnis 70 Tabel 30. Gambaran virtue temperance berdasarkan kelompok etnis 71 Tabel 31. Gambaran virtue transcendence berdasarkan kelompok etnis 72 Tabel 32. Tabel rekapitulasi mean score virtue berdasarkan kelompok etnis 72 Tabel 33. Gambaran virtue wisdom and knowledge berdasarkan agama 73 Tabel 34. Gambaran virtue courage berdasarkan agama 74 Tabel 35. Gambaran virtue humanity berdasarkan agama 74 Tabel 36. Gambaran virtue justice berdasarkan agama 75 Tabel 37. Gambaran virtue temperance berdasarkan agama 75 Tabel 38. Gambaran virtue transcendence berdasarkan agama 76 Tabel 39. Tabel rekapitulasi mean score virtue berdasarkan agama 76 Tabel 40. Masalah yang dihadapi saat merantau 77


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Uji Coba dan Hasil Uji Coba 99

1. Tabulasi skor uji coba skala virtue 100

2. Reliabilitas uji coba skala virtue 114

Lampiran 2 Penelitian dan Hasil Penelitian 119

1. Skala virtue 120

2. Tabulasi skor skala virtue 131

3. Identitas diri responden 138

4. Respon open question 149

5. Hasil pengolahan data 161

a. Average skor virtue 161


(13)

Gambaran Virtue Mahasiswa Perantau (Studi Deskriptif di kota Medan)

Ruth Widya W. L. Lingga dan Josetta M. R. Tuapattinaja, M.Si, psi

ABSTRAK

Kesuksesan adalah tujuan paling mendasar dalam kehidupan individu. Untuk mencapai kesuksesan dibutuhkan karakter baik atau virtue, yakni karakter baik yang ada pada diri manusia dan digunakan untuk menyelesaikan tugas serta masalah yang dihadapi. Demikian pula yang dibutuhkan para mahasiswa perantau yang berprestasi, yakni ditengah tantangan hidupnya sebagai mahasiswa perantau, mereka mampu untuk mencapai prestasi akademik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran virtue mahasiswa perantau dalam studi deskriptif di kota Medan. Alat ukur yang digunakan adalah skala virtue yang disusun berdasarkan klasifikasi virtue yaitu character strength yang diungkap oleh Seligman dan Peterson (2004). Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kuantitatif. Teknik sampling yang digunakan adalah incidental sampling, dengan jumlah sampel sebanyak 254 orang mahasiswa perantau di kota Medan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa perantau di kota Medan secara umum cenderung kuat memiliki virtue transcendence didalam dirinya. Individu dengan virtue transcendence mampu menjalin hubungan dengan Tuhan, alam dan orang lain. virtue transcendence direfleksikan oleh lima character strength yakni appreciation of beauty and excellence, gratitude, hope, humor dan spirituality. Hasil analisa data berdasarkan character strength pada virtue transcendence menunjukkan bahwa spirituality merupakan character strength yang paling dominan merefleksikan virtue transcendence. Implikasi dari spirituality adalah keyakinan yang kuat akan adanya Tuhan dan taat melakukan kegiatan keagamaan yang menjadikannya sebagai bagian dari hidup pada mahasiswa merantau di Medan.


(14)

Description Virtues of Leaving-Home Student (Description Study in Medan)

Ruth Widya W. L. Lingga dan Josetta M. R. Tuapattinaja, M.Si, psi

ABSTRACT

Successfulness is one of the basic objectives of every human. For make the objective become of reality, people need to have good characteristic or virtues, characteristic that embedded to the mankind and used by people in solving and deadling with daily life matter. So that students who are leaving-home students, also need virtues to reach their success in university study. They need to apply their virtues in conquering their study and daily problems. The purpose of this research is to discover and to describe the leaving-home university students virtues in Medan. The Measurement tools used in this study is the scale of Virtue which developed based on virtues classification is to character strength which that defined by Seligman and Peterson (2004). Research method applied in this study is quantitative descriptive method with incidental sampling method, involved 254 leaving-home student in Medan. The main result showed that leaving-home student in Medan in general tend to have strong virtue transcendence in itself. Individual with virtue transcendence able to establish a relationship with God, nature, and others. Virtue transcendence that is reflected by five character strength that is appreciation of beauty and excellence, gratitude, hope, humor dan spirituality. The results of data analysis based character strength on the virtue transcendence suggests that spirituality is the most dominant character strength reflects virtue transcendence. the implication of spirituality is a strong belief in the existence of God and obedient conduct religious activities that make it a part of life in leaving-home student in Medan.


(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

“Kita itu memang harus punya keberanian merantau. Sebab, dengan keberaninan merantau kita akan lebih bisa percaya diri dan mandiri.”

Purdi E. Chandra

Alasan utama mengapa orang merantau adalah untuk meraih kesuksesan,

sama halnya yang dikemukakan oleh Purdi E. Chandra yang merupakan salah satu

wirausahawan sukses yang juga berawal sebagai seorang mahasiswa perantau.

Menurut Purwono (2011), keberanian merantau perlu dimiliki sehingga dapat

membentuk pribadi yang mandiri, siap menghadapi lingkungan baru, dengan

banyak tantangan yang harus dihadapi. Merantau berarti meninggalkan kampung

halaman pergi ke negeri lain dengan maksud untuk mencari keuntungan,

memperbaiki nasib atau membangun diri.

Tidak hanya alasan pekerjaan, kini pendidikan khususnya pendidikan

perguruan tinggi merupakan alasan utama para generasi muda untuk merantau.

Berdasarkan definisinya pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005), merantau

adalah pergi atau berpindah dari satu daerah asal ke daerah lain. Sementara itu,

mahasiswa adalah individu yang telah menyelesaikan Sekolah Menengah Atas

dan telah terdaftar di perguruan tinggi. Budiman (2006) mengemukakan bahwa

mahasiswa adalah orang yang belajar di tingkat perguruan tinggi untuk

mempersiapkan dirinya bagi suatu keahlian tingkat diploma, sarjana, magister


(16)

sebagai individu yang tinggal di daerah lain untuk menuntut ilmu di perguruan

tinggi dan mempersiapkan diri dalam pencapaian suatu keahlian jenjang

perguruan tinggi.

Fenomena mahasiswa perantau umumnya bertujuan untuk meraih

kesuksesan melalui kualitas pendidikan yang lebih baik pada bidang yang

diinginkan. Fenomena ini juga dianggap sebagai usaha pembuktian kualitas diri

sebagai orang dewasa yang mandiri dan bertanggung jawab dalam membuat

keputusan (Santrock, 2002). Dalam proses pendewasaan dan mencapai

kesuksesan, mahasiswa perantau dihadapkan pada berbagai perubahan dan

perbedaan diberbagai aspek kehidupan yang membutuhkan banyak penyesuaian.

Ketidakhadiran orang tua di perantauan merupakan salah satu perubahan

situasi yang mempengaruhi penyesuaian diri dan sosial pada mahasiswa perantau.

Seperti yang dikemukakan oleh Emelia Astuty Hutapea (2006) dalam penelitian

mengenai gambaran resiliensi pada mahasiswa perantau, diperoleh bahwa 70.8 %

responden menilai teringat pada keluarga adalah situasi yang dinilai sebagai

sumber stress. Hal ini juga diakui oleh salah seorang mahasiswi perantau yang

berada di kota Medan :

“…pertama kali sampai Medan, rasanya beda kali suasananya. Bahasanya juga cukup buat aku terkejut kan. Karena kan orang medan itu ngomongnya kayaknya tegas-tegas. Sampai yang tiap hari itu siap materikulasi kan langsung pulang ke kost. Itu sampai yang rasanya pengen pulang ke rumah aja. Kalau telpon mama itu yah sedih.…”


(17)

Ada beberapa perubahan situasi lain yang dinilai sebagai sumber stress

seperti bergaul dan berkomunikasi dengan teman baru, menyesuaikan diri dengan

norma warga setempat hingga gaya belajar yang sulit diikuti oleh mahasiswa

perantau (Hutapea, 2006). Sama halnya dengan yang dikemukakan oleh salah

seorang mahasiswi perantau asal Palembang yang berada di kota Medan berikut :

“…masalah bahasa, itu yang paling pertama ku hadapi. Aku rasa awalnya memang sulit, apalagi satu bulan pertama tapi aku terus ngeyakinin diri aku untuk kuat, sabar, bertahan dan sedikit-sedikit belajar dari teman gimana sih bahasa-bahasa yang biasa dipake di Medan. Lama-lama juga sekarang sudah terbiasa. Malah sekarang pun kan teman yang lain suka menggunakan istilah yang biasa digunakan di Palembang…”

(Komunikasi Personal, 27 November 2011)

Hurlock (1999) mengemukakan bahwa untuk mencapai tujuan dari pola

sosialisasi dewasa, dibutuhkan banyak penyesuaian baru. Hal inilah yang dialami

mahasiswa perantau, yakni ketika pergi meninggalkan kampung halaman

mahasiswa perantau dihadapkan pada lingkungan dengan pola kehidupan sosial

yang berbeda serta mengalami perubahan pada pola pembelajaran di perguruan

tinggi. Hal tersebut tentu saja menyebabkan perubahan di beberapa aspek

kehidupan yang menuntut kemandirian dan bertanggung jawab untuk siap

menghadapi lingkungan baru dan bertahan dalam meraih kesuksesan. Seperti yang

dikemukakan oleh salah seorang mahasiswa perantau asal kota Pinang :

“Kalau kita kuliahnya merantau terus tinggal jauh dari orang tua kan, kita kan jadi bisa lebih mandiri. Semuanya kita selesaikan sendiri. Pokoknya semua hal yang kita kerjakan harus mandirilah. Dan yang aku tahu sih. Mahasiswa perantau itu pasti lebih mandiri dari pada mahasiswa yang tinggal sama orangtuanya..”


(18)

Hal ini juga didukung penelitian mengenai kemandirian mahasiswa perantau

asal daerah Aceh, yakni ditemukan bahwa mahasiswa perantau memiliki tingkat

kemandirian diberbagai aspek yang lebih tinggi dibandingkan mahasiswa yang

tinggal dengan kedua orangtuanya (Yani, 2007).

Berdasarkan uraian di atas, tampak bahwa tidak mudah bagi mahasiswa

yang merantau untuk dapat mencapai kesuksesan. Meskipun menghadapi

kesulitan, mahasiswa perantau tetap dapat mencapai kesuksesan. Kesuksesan yang

dimaksud terlihat dari pencapaian Indeks Prestasi Kumulatif (IPK). Tidak hanya

usaha dan kerja keras dalam mencapai kesuksesan, namun juga karakter. Hal

tersebut dikemukakan oleh Seligman (2002), bahwa agar kehidupan yang baik

dapat tercapai dibutuhkan karakter baik dalam menjalani setiap aktivitas

diberbagai aspek kehidupan. Karakter baik seperti kejujuran, keadilan, ketulusan,

kebijaksanaan, kebaikan, keberanian dan kedermawanan merupakan hal penting

bagi seseorang untuk mencapai kesejahteraan diri dan kesuksesan (Stoltz, 2000).

Karakter positif atau karakter baik mengarah pada konsep yang ditelaah lebih

mendalam disebut sebagai virtue, yang direfleksikan oleh kekuatan karakter atau

character strength (Seligman & Peterson, 2004).

Allport (dalam Azwar, 2008) menyatakan bahwa karakter dan kepribadian

satu dan sama. Menurut Schultz (1994), karakter merupakan sejumlah pola

emosional, kognitif dan perilaku yang dipelajari dari pengalaman yang

menentukan bagaimana seseorang berpikir, merasa dan berperilaku. Sedangkan


(19)

untuk mendeskripsikan individu yang penilaiannya berasal dari dalam diri

individu tersebut (Schulz & Schultz, 1994). Dalam pembentukannya, karakter

dipengaruhi oleh pengalaman hidup yang dialami individu tersebut, kemudian

mempengaruhi cara mereka menanggulangi perubahan dan menyeimbangkan

perbedaan agar dapat sukses bertahan (Pervin, Cervone & John, 2005).

Virtue merupakan karakter utama atau disebut sebagai human goodness yang ditampilkan character strength dan bersifat universal, yakni wisdom and

knowledge, courage, humanity, justice, temperance, dan transcendence. Hal ini dikatakan demikian karena virtue adalah karakter-karakter baik yang ada pada diri

manusia dan digunakan dalam penyelesaian tugas serta masalah yang dihadapi.

Character strength dan virtue diyakini sebagai fondasi dari seluruh situasi kehidupan manusia dan penting menjadi penguat dalam menyeimbangkan

aktivitas kehidupan individu, sehingga mencapai kehidupan yang baik (Peterson

& Seligman, 2004). Terkait budaya, dikatakan bahwa virtue terdapat di setiap

budaya, namun masing-masing budaya akan memaknai virtue dengan cara yang

berbeda sehingga tindakan yang muncul ketika menghadapi tantangan hidup

menjadi berbeda (Seligman, 2002).

Virtue direfleksikan oleh kekuatan karakter. Kekuatan karakter (character

strength) didefinisikan sebagai karakter baik yang dimiliki individu atau trait positive yang ditampilkan melalui pikiran, perasaan dan tingkah laku. Ada 24 character strength, yaitu creativity, curiosity, open-mindedness, love of learning, perspective, bravery, persistence, integrity, vitality, love, kindness, social


(20)

modesty, prudence, self regulation, appreciation of beauty and excellence, gratitude, hope, humor dan spirituality. Selanjutnya character strength diklasifikasikan dalam enam virtue utama (Seligman & Peterson, 2004).

Berdasarkan kajian di atas, saya sebagai peneliti tertarik untuk mengetahui

hal yang dapat mendukung kesuksesan yakni virtue mahasiswa perantau di kota

Medan yang sukses ditengah tantangan hidup sebagai mahasiswa perantau. Dalam

hal ini pencapaian kesuksesan diindikasi melalui Indeks Prestasi Kumulatif yang

dicapai.

Selain itu, sesuai pernyataan Campton (2005) bahwa setiap budaya memiliki

kekuatan karakter yang dipandang dengan cara yang berbeda, sehingga karakter

yang dominan di suatu budaya menjadi berbeda. Dengan demikian, penelitian ini

juga melihat gambaran virtue yang cenderung dominan dimiliki mahasiswa

perantau ditinjau berdasarkan budaya. Budaya sangat umum dipergunakan dalam

kehidupan sehari-hari. Pada umumnya budaya dikaitkan dengan pengertian ras,

bangsa atau kelompok etnis dan agama. Perilaku yang kebetulan keturunan Jawa

selalu dikaitkan sebagai pengaruh budaya Jawa (Dayaksi & Yuniardi, 2004).

Dengan demikian, dalam penelitian ini budaya dikaitkan sebagai kelompok etnis

dan agama.

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif deskriptif, dengan alat ukur

berupa skala berguna menggambaran virtue yang dimiliki mahasiswa perantau.

Skala virtue disusun berdasarkan klasifikasi character strength menurut Peterson


(21)

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat

dirumuskan permasalahan dalam penelitian sebagai berikut :

1. bagaimana gambaran virtue mahasiswa perantau di kota Medan ?

2. bagaimana gambaran character strength mahasiswa perantau di kota

Medan ?

C. TUJUAN PENELITIAN

Merujuk pada rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian adalah

sebagai berikut :

1. untuk mengetahui gambaran virtue mahasiswa perantau di kota Medan.

2. untuk mengetahui gambaran character strentgh mahasiswa perantau di

kota Medan.

D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi dalam

pengembangan ilmu pengetahuan psikologi khususnya bidang positive

psychology. Sehingga, dapat memberikan informasi mengenai human goodness yaitu virtue mahasiswa perantau di kota Medan.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi kepada

pihak-pihak terkait yang berhubungan dengan institusi pendidikan dan


(22)

a. Bagi institusi pendidikan, diharapkan hasil penelitian ini dapat

memberikan masukan bagi pihak terkait mengenai gambaran

virtue mahasiswa perantau berprestasi di kota Medan. Harapan peneliti hasil yang diperoleh dapat memberi gambaran dan

informasi pada institusi pendidikan perguruan tinggi, guna lebih

memperhatikan, mendukung dan membantu para mahasiswa

baru yang merantau dalam meraih kesuksesan.

b. Bagi mahasiswa, diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi

bahan informasi bagi mahasiswa perantau di kota Medan.

Dengan mengetahui gambaran virtue dan character strength

yang dimiliki, diharapkan mahasiswa perantau dapat lebih

memahami dan mampu meningkatkan kekuatan karakter baik

yang dimilikinya guna mempertahankan serta mengembangkan

pencapaian kesuksesannya.

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

Bab I : Pendahuluan, terdiri dari latar belakang permasalahan,

perumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian.

Bab II : Landasan teori, menguraikan teori yang mendasari masalah

yang menjadi variabel penelitian, meliputi landasan teori virtue


(23)

Bab III : Metode penelitian, berisikan metode dasar penelitian seperti

identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, populasi,

metode pengambilan sampel, instrumen/ alat ukur yang

digunakan, dan metode analisa.

Bab IV : Analisa data dan pembahasan, berisikan uraian mengenai

gambaran umum subjek penelitian, hasil penelitian dan

pembahasan.


(24)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. VIRTUE DAN CHARACTER STRENGTH

1. Definisi

Virtue merupakan karakter utama atau disebut human goodness yang dimiliki individu secara universal. Virtue dikatakan bersifat universal karena

virtue adalah karakter-karakter baik yang ada pada diri manusia dan

digunakan dalam menyelesaikan tugas serta masalah yang dihadapinya.

Namun dalam proses perjalanan hidup, virtue mungkin untuk berubah.

Berkaitan dengan sosiolkultural, virtue bersifat universal dan ada di dalam

setiap budaya, namun setiap budaya akan memaknai virtue dengan cara

pandang yang berbeda sehingga virtue yang tampak dimiliki oleh individu

pada budaya tertentu akan menjadi berbeda. Berdasarkan catatan sejarah,

virtue sudah ada dan dipelajari sejak dulu (Peterson & Seligman, 2004). Peterson dan Seligman (2004) mengemukakan terdapat enam virtue

yakni wisdom and knowledge, courage, humanity, justice, temperance, dan

transcendence. Virtue tersebut dibangun dan ditampilkan oleh 24 character strengths melalui pikiran, perasaan dan perilaku individu. Character strength yang ditampilkan individu juga dipengaruhi situational themes yang dihadapi, sehingga pikiran, perasaan dan perilaku yang ditampilkan


(25)

Situational themes merupakan situasi-situasi yang mendorong seseorang untuk menampilkan character strength dengan cara tertentu,

sehingga character strength yang sama bisa ditampilkan secara berbeda.

Virtue, character strengths dan situational themes merupakan tiga konsep klasifikasi hierarki mulai dari abstrak hingga konkrit dan umum hingga

spesifik (Peterson & Seligman, 2004).

2. Klasifikasi Virtue dan Character Strength

Peterson dan Seligman (2004) mengemukakan bahwa terdapat enam

virtue yang dibangun oleh 24 character strength, yaitu : a. Wisdom and Knowledge

Dipahami sebagai kemampuan kognitif untuk sebuah keahlian dan

ilmu pengetahuan yang menjadi landasan dalam proses mencapai

kehidupan yang baik. Terdapat lima character strength yang

menampilkan wisdom and knowledge, yaitu :

1) Creativity

Creativity ditampilkan dalam bentuk kemampuan menghasilkan ide baru serta perilaku yang diakui keasliannya dan bersifat adaptif. Feist

(dalam Peterson & Seligman, 2004) mengemukakan ciri khas orang

creative diantaranya: independen, nonkonformis, tidak konvensional,

menyukai seni, tertarik pada berbagai hal, terbuka akan pengalaman

baru, perilakunya menarik perhatian, fleksibilitas kognitif dan berani


(26)

2) Curiosity

Curiosity dipahami sebagai rasa ingin tahu, ketertarikan,

keterbukaan dalam mencari hal-hal baru, serta keinginan intrinsik

seseorang terhadap pengalaman dan pengetahuan. Curiosity

ditampilkan dalam bentuk pencarian hal-hal baru, meningkatkan

pengetahuan untuk meningkatkan kualitas ataupun kemampuan

pribadi serta kemampuan interpersonal. Curiosity berhubungan kuat

dengan keterbukaan terhadap nilai, gagasan baru serta frekuensi

kesenangan dalam menyelesaikan masalah.

Jadi, wujud curiosity

3) Open-mindedness

yang kuat yaitu perilaku dan kognitif yang

secara konsisten diasosiasikan dengan giat belajar, usaha dan kinerja

yang mengarahkan individu menemukan, mengeskplorasi

keingintahuannya untuk meningkatkan kemampuan pribadi dan

interpersonal individu.

Open-mindedness adalah memikirkan suatu hal secara menyeluruh

dan melihat dari berbagai sisi. Berkaitan dalam pengambilan

keputusan, individu dengan character strength ini mampu merubah

pemikiran yang ada sesuai dengan kenyataan yang terjadi.

Open-mindedness melibatkan kemauan aktif dalam mencari bukti atas

keyakinan yang dimiliki serta mempertimbangan bukti lain atas


(27)

Ditemukan bahwa open-mindedness akan meningkat sejalan

dengan usia dan tingkat pendidikan, namun sedikit bukti yang

berkaitan mengenai gender. Berkaitan aspek sosiokultural, diketahui

bahwa anggota kelompok budaya kolektif berpikir lebih holistik

daripada budaya individualis.

4) Love of learning

Merupakan character strength yang dimiliki individu dengan

menyukai kegiatan yang berkaitan dengan pencarian pengetahuan

baru, keterampilan umum dan senang mengembangkan

ketertarikannya pada banyak hal. Krapp dan Fink (dalam Peterson &

Seligman, 2004) mengemukakan bahwa karakter ini berupa perasaan

positif dalam proses memperoleh keterampilan, memuaskan rasa ingin

tahu, membangun pengetahuan serta senang mempelajari hal baru.

Individu yang memiliki character strength ini akan cenderung

merasa positif ketika belajar hal baru, mau berusaha mengatur diri

sendiri untuk bertahan meskipun menghadapi tantangan dan frustrasi,

merasa mandiri dan didukung oleh orang lain dalam usaha

pembelajarannya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sejalan

dengan usia terjadi penurunan ketertarikan akan pencarian

pengetahuan baru, terutama bidang akademik.

5) Perspective

Tidak ada definisi tunggal mengenai perspective atau


(28)

proses kebijaksanaan, hasil kebijaksanaan, dan orang bijak. Jadi,

perspektif adalah sifat positif yang dimiliki oleh orang yang bijaksana

(Assmann dalam Peterson & Seligman, 2004).

Kebijaksanaan ditampilkan dalam bentuk proses kognitif, seperti

kemampuan untuk menilai kehidupan dengan benar, melakukannya

dengan benar, memahami apa yang benar, berarti dan abadi.

b. Courage

Virtue courage merupakan virtue kedua yang dipahami sebagai

kemampuan emosi untuk mencapai tujuan, walaupun menghadapi tuntutan

eksternal dan internal. Terdapat empat character strength yang

menampilkan virtue courage, yaitu :

1) Bravery

Shelp (dalam Peterson & Seligman, 2004) mendefenisikan bravery

sebagai usaha memperoleh ataupun mempertahankan hal yang dianggap

baik bagi diri sendiri dan orang lain. Bravery tampak ketika individu

berada pada situasi yang mengancam, berbahaya dan beresiko.

Beberapa elemen yang ditekankan dalam defenisi ini, yakni:

(a) tindakan yang berani dan bersifat sukarela

(b) melibatkan penilaian terhadap resiko yang dihadapinya serta

menerima konsekuensi dari tindakannya tersebut.

(c) hadir dalam keadaan yang berbahaya, merugikan, beresiko, dan


(29)

2) Persistence

Persistence didefinisikan sebagai tindakan berlanjut yang dilakukan

untuk mencapai suatu tujuan meskipun ada hambatan, kesulitan, atau

keputusasaan. Persistence tidak hanya berarti mempertahankan sikap,

tujuan, ataupun kepercayaan, namun juga perilaku aktif dalam

mempertahankan kepercayaan tersebut. Orang yang gigih pada umumnya

berharap kegigihannya akan membawa hasil yang sesuai dengan yang

mereka inginkan. Peterson (2000) menemukan bahwa orang-orang yang

optimis akan lebih cenderung bertahan daripada orang pesimis.

3) Integrity

Integrity, autentik dan kejujuran menggambarkan karakter individu untuk bertindak benar pada dirinya dan orang lain sesuai dengan tujuan

dan komitmen yang dimilikinya. Individu bertindak dengan menerima

dan mengambil tanggung jawab atas perasaan dan perilaku yang telah

mereka lakukan.

Integrity, authencity dan kejujuran tampak memiliki kesamaan makna, namun sebenarnya memiliki konotasi yang agak berbeda. Kejujuran

mengacu pada kebenaran faktual dan ketulusan interpersonal. Authencity

mengacu pada kejujuran emosional dan juga kedalaman psikologis.

Sedangkan, integritas mengacu pada kejujuran moral dan diri, integritas


(30)

4) Vitality

Karakter yang ditampilkan dengan semangat dan gairah dalam

menjalani hidup, melakukan sesuatu dengan sepenuh hati dan mengangap

hidup sebagai suatu petualangan. Individu yang memiliki vitality

dominan akan terlihat aktif dan semangat dalam menjalani hidup. Vitality

berhubungan langsung dengan faktor psikologis dan somatis. Secara

somatis, vitality berkaitan dengan kesehatan fisik yang baik, bebas dari

penyakit. Sedangkan secara psikologis, diwujudkan melalui kemauan

serta integritas diri pada hubungan interpersonal dan intrapersonal.

Vitality merupakan fenomena dinamis yang berkaitan dengan fungsi

aspek mental dan fisik. Semakin dominan vitality maka orang akan

merasa semakin hidup bergairah, antusias dan semangat. Vitality

mengarah secara langsung pada antusiasme pada aktivitas yang mereka

pilih. Tekanan psikologis, konflik, dan sumber stres dapat mengurangi

vitality yang dimiliki.

c. Humanity

Humanity merupakan virtue ketiga yang dipahami sebagai sifat positif yang berujud kemampuan menjaga hubungan interpersonal. Humanity

adalah kemampuan untuk mencintai, berbuat kebaikan sehingga mampu

beradaptasi dengan lingkungan. Awalnya dibangun melalui hubungan

interpersonal yang kemudian meluas pada hubungan sosial. Terdapat tiga


(31)

1) Love

Love merupakan kondisi kognitif, konatif dan afektif seseorang. Dipahami sebagai kemampuan untuk menerima, memberikan cinta,

kepedulian pada diri sendiri dan orang lain dengan menerima kelebihan

dan kekurangan yang dimiliki. Ada tiga bentuk love, yaitu love untuk

orang yang menjadi sumber utama kasih sayang (e.g., ibu), love untuk

individu yang bergantung pada kita (e.g., teman) dan love yang

melibatkan hasrat untuk kelekatan seksual, fisik dan emosional dengan

individu yang kita anggap spesial dan membuat kita merasa spesial, biasa

disebut cinta romantik (e.g.,kekasih).

Selain dapat melibatkan lebih dari satu bentuk, love juga dapat

memiliki bentuk love yang berbeda pada waktu yang berbeda. Suatu

hubungan bisa saja dibentuk oleh satu bentuk saja dan kemudian

memperoleh bentuk love lainnya. Hubungan romantis merupakan

hubungan yang unik karena merupakan satu-satunya ikatan sosial yang

memiliki tiga bentuk love tersebut.

2) Kindness

Kindness atau altruistic love merupakan tindakan sukarela dalam

memberikan pertolongan, kepedulian kepada orang lain. Berkaitan erat

dalam hal kemanusiaan, dalam arti semua orang berhak mendapat

perhatian dan pengakuan tanpa alasan tertentu, namun hanya karena


(32)

pada prinsip timbal-balik, pencapaian reputasi, atau hal lain yang

menguntungkan diri sendiri, meskipun efek tersebut bisa saja muncul.

3) Social Intelligence

Social intelligence adalah kemampuan untuk mengenal dan mempengaruhi diri sendiri dan orang lain, sehingga dapat beradaptasi di

lingkungan dengan baik. Ada tiga intelegensi yang ditinjau yaitu

personal, sosial dan emosional. Pertama, intelegensi emosional mengarah

pada kemampuan untuk menilai semua yang berkaitan dengan emosional

sebagai sumber penilaian untuk bertindak tepat. Kedua, intelegensi

personal melibatkan pemahaman dan penilaian terhadap diri sendri

secara akurat, termasuk kemampuan memotivasi diri, emosional dan

proses dinamis. Sedangkan intelegensi sosial berkaitan dengan hubungan

sosial yang melibatkan kedekatan, kepercayaan, persuasi, keanggotaan

kelompok, dan kekuatan politik. Secara konseptual, ketiga intelegensi

saling berkaitan, tetapi secara empiris keterlibatannya tidak dapat

dipahami dengan baik.

d. Justice

Justice merupakan virtue keempat yang didefinisikan sebagai

kemampuan untuk memperhatikan hak-hak dan kewajiban individu dalam

kehidupan komunitas. Terdapat tiga character strength yang


(33)

1) Citizenship

Citizenship berfokus pada ikatan sosial sebagai warga negara, yakni kemampuan untuk mengorbankan kepentingan diri sendiri demi

mengutamakan kesejahteraan kelompok. Karakter ini bekerja demi

kepentingan kelompok dari pada pencapaian pribadi, loyal kepada teman

dan orang yang dapat dipercaya. Pada dasarnya citizenship merupakan

kemampuan menilai kewajiban sosial yang melibatkan orang lain atau

kelompok, serta berusaha untuk mempertahankan dan membangun hubungan tersebut (Seligman & Peterson, 2004).

2) Fairness

Fairness adalah kemampuan untuk memperlakukan semua orang

secara adil dan memberikan kesempatan yang sama pada setiap

kelompok. Fairness berkaitan dengan cara memperlakukan orang lain

dengan sama tanpa adanya perbedaan dan memberikan kesempatan yang

sama pada setiap orang.

Pertimbangan moral merupakan bagian dari kumpulan kompetensi

psikologis moral, yang menentukan tindakan apa yang harus

dilakukannya. Hal ini meliputi dimensi afektif, kognitif, perilaku, dan

kepribadian. (M.W Berkowitz, 1997; Sherblom, 1997).

3) Leadership

Leadership mengacu pada kemampuan memperlakukan,

mempengaruhi, mengarahkan dan memotivasi orang lain atau kelompok


(34)

merasa nyaman dalam mengatur aktifitas dirinya maupun orang lain

dalam suatu sistem yang terintegrasi.

Pemimpin yang simpatik haruslah seorang pemimpin yang efektif,

dimana ia berusaha agar tugas kelompok dapat selesai disertai menjaga

hubungan baik antar anggota kelompok. Pemimpin yang efektif adalah

pemimpin yang simpatik ketika ia menangani hubungan antar kelompok,

murah hati kepada semua orang, keteguhan pada jalan yang benar.

e. Temperance

Virtue kelima yang dikemukakan ini berkaitan dengan kemampuan

untuk menahan diri dan tidak melakukan sesuatu yang dianggap berlebihan.

Virtue ini terdiri dari empat sifat, yaitu forgiveness and mercy, humility and modesty, prudence dan self-regulation.

1) Forgiveness and mercy

Forgiveness merepresentasikan serangkaian perubahan prososial yang terjadi pada individu yang mengalami rusaknya hubungan dengan orang

lain. Forgiveness dianggap sebagai konsep umum yang mencerminkan

kebaikan, belas kasihan, atau keringanan terhadap (a) pelanggar atau

pembuat kesalahan, (b) orang yang memiliki kekuasaan atau otoritas,

atau (c) seseorang yang berada dalam kesulitan besar. Forgiveness

mengandung arti adanya perubahan motivasi, yakni seseorang menjadi

kurang termotivasi untuk balas dendam, menghindari dan kemudian


(35)

pengampunan melibatkan perubahan psikologis positif dalam individu

terhadap orang yang melanggar atau pembuat kesalahan.

2) Humality and mercy

Orang yang sederhana, pendiam, membiarkan hasil usaha mereka

yang berbicara, tidak mencari popularitas. Mereka mengakui kesalahan

dan bukan orang yang sempurna. Mereka tidak mengambil yang tidak

pantas untuknya, memandang dirinya sebagai orang yang beruntung

berada di posisi dimana sesuatu yang baik terjadi pada mereka.

Walaupun istilah modesty dan humility sering disamakan, namun

mereka memiliki perbedaan. Humility lebih bersifat internal, yaitu

mengarah kepada perasaan bahwa dia bukan pusat perhatian. Sedangkan,

modesty lebih bersifat eksternal yang berarti bukan hanya gaya dalam

berperilaku tetapi juga hanya memiliki satu gaun, satu mobil, dan satu

rumah. Secara umum, orang yang sederhana tidak mengenal istilah “look

at me” atau menyombongkan diri. Berpura-pura modesty dapat dilakukan tanpa humility, namun humility sudah pasti mengarah pada modesty.

3) Prudence

Prudence merupakan character strength yang berorientas pada masa

depan seseorang. Hal ini tampak dalam bentuk kemampuan penalaran

praktis dan pengelolaan diri, sehingga individu dapat mencapai tujuan

jangka panjang secara efektif dengan mempertimbangkan konsekuensi

dari tindakannya (Seligman, 2004). Individu yang memiliki prudence


(36)

mencapai kesenangan jangka pendek, namun mereka terus berpikir apa

yang akan menghasilkan sesuatu yang paling memuaskan. Orang yang

prudence akan membuat pilihan “cerdas” daripada tidak memilih apapun. Prudence mirip dengan kekuatan pemikiran kritis dan open-minded,

tetapi prudence merupakan karakter khusus yang berkaitan dengan

tindakan untuk masa depan dan mempertimbangkan untung ruginya.

4) Self-regulation

Self-regulation adalah bagaimana individu menggunakan kemampuan untuk mengatur respon diri yang dimiliki untuk mencapai tujuan dan

memenuhi standar sosial (Seligman, 2004). Respon ini meliputi pikiran,

emosi, rangsangan, performansi dan perilaku lainnya.

Jadi, self-regulation didefinisikan sebagai kemampuan untuk

mengatur perasaan dan perilaku diri kita sendiri menjadi disiplin serta

mampu dalam mengontrol keinginan dan emosi.

f. Transcendence

Transcendence merupakan character strength terakhir yang

dikemukakan oleh Peterson dan Seligman (2004), character strength ini

berkaitan dengan kemampuan menjalin hubungan dengan kekuatan semesta

yang lebih besar serta dalam memaknai kehidupan individu tersebut.

Terdapat lima character strength yang menggambarkan transcendence,


(37)

1) Appreciation of beauty and excellence

Appreciation of beauty and excellence merupakan kemampuan untuk menemukan, mengenali serta mengambil kesenangan dari lingkungan

fisik dan dunia sosial. Individu yang secara kuat memiliki karakter ini

sering merasa kagum pada hal-hal yang berkaitan dengan emosi,

termasuk pemujaan. Mereka mengekpresikan kekagumannya tersebut

dan mengapresiasikan sesuatu dengan cara sangat mendalam.

Seligman (2004) mengemukakan bahwa ada tiga jenis kebaikan yang

direspon, yaitu (a) keindahan fisik, baik keindahan lingkungan visual dan

auditori, (b) keterampilan atau bakat dengan menampilkan keahlian dan

(c) kebajikan atau kebaikan moral menampilkan kebaikan, belas kasih,

atau memaafkan. setiap jenis kebaikan ini dapat menimbulkan rasa

kagum yang berhubungan dengan emosi individu.

2) Gratitude

Rasa syukur dan sukacita dalam meresponi sesuatu yang diterima,

baik dari orang lain maupun kebahagiaan dari keindahan alam.

Menyadari dan menerima hal-hal baik dengan tidak menerimanya begitu

saja, namun senantiasa bersyukur. Gratitude melibatkan pengakuan saat

menerima sesuatu dan kemudian bersyukur atas apa yang diterimanya.

Fitzgerald (1998) mengidentifikasi tiga komponen dari gratitude, yaitu :

(a) perasaan sukacita terhadap seseorang atau sesuatu.

(b) berperilaku baik pada individu atau sesuatu hal.


(38)

3) Hope

Hope, optimism, future-mindedness atau future orientation merupakan kondisi kognitif, emosional dan motivasi menuju masa depan. Berpikir

tentang masa depan, mengharapkan sesuatu terjadi sesuai dengan yang

diinginkan. Hope ditampilkan dalam bentuk keyakinan atas apa yang

dikerjakan akan memberikan hasil yang terbaik, memiliki gambaran yang

jelas mengenai apa yang hendak dilakukan dan ketika mengalami

kegagalan akan berfokus pada kesempatan lain untuk memperoleh hasil

yang lebih baik.

4) Humor

Humor mungkin lebih mudah untuk dikenali daripada didefinisikan, tapi diantara maknanya saat ini adalah a) the playful recognition,

kesenangan dan/atau menciptakan keanehan, b) dipandang sebagai orang

yang ceria dan mampu melihat kebaikan saat mengalami kesulitan

dengan mempertahankan suasana hati yang baik, c) mampu membuat

orang lain tersenyum atau tertawa.

5) Spirituality

Spiritualiality dan religiusitas mengacu kepada keyakinan dan praktek bahwa terdapat dimensi transenden (nonfisik) di dalam kehidupan.

Keyakinan ini bersifat mendorong dan stabil, serta menentukan makna

hidup dan cara manusia menjalin hubungan sosial. Freud (2004)

menyimpulkan bahwa agama muncul sebagai konsekuensi dari


(39)

3. Pembentukan Karakter

Virtue merupakan karakter utama yang secara universal dimiliki

individu. Karakter yang dimaksud dalam hal ini merupakan human

goodness yaitu kebaikan yang ada dalam diri individu dan direfleksikan melalui pikiran, perasaan serta tindakannya, yang disebut sebagai character

strength (Peterson & Seligman, 2004). Maka, character strength merupakan karakter baik yang tampak pada individu untuk menampilkan virtue yang

dimilikinya.

Allport menyatakan bahwa karakter dan kepribadian adalah satu dan

sama (dalam Suryabrata, 2008). Pembentukan karakter sama halnya pula

dengan pembentukan kepribadian. Dalam penelitian ini karakter yang

dimaksud adalah virtue yakni trait positive yang dimiliki individu (Peterson

& Seligman, 2004).

Pervin (2005) mengemukakan bahwa kepribadian kita saat ini adalah

cerminan dari kehidupan di masa kecil. Hart (Narvaez & Lapsley, 2009)

mengajukan sebuah model identitas moral yang berperan penting terhadap

adaptasi karakteristik dan disposisi (genetic). Menurut model ini,

pembentukan karakter dipengaruhi dua hal yaitu nature dan nurture. Nature

dan nurture diakui bukan sesuatu yang terpisah, melainkan saling

berinteraksi.

Pervin (2005) menjelaskan lebih lanjut mengenai faktor yang


(40)

a. Genetik (nature)

Faktor genetik berperan penting dalam pembentukan kepribadian dan

perbedaan individu. Kepribadian dipengaruhi oleh dasar biologis, yaitu

dalam penelitiannya bahwa individu berbeda dalam fungsi sistem otak

dan sistem limbik yang berkontribusi pada perkembangan kepribadian

individu. Intinya, mekanisme genetik mempengaruhi aspek kepribadian

secara spesifik.

b. Lingkungan (nurture)

Para psikolog mengakui bahwa lingkungan berperan penting dalam

perkembangan kepribadian. Lingkungan dapat membentuk persamaan

dan perbedaan antar individu. Berikut faktor penting lingkungan dalam

perkembangan kepribadian seseorang :

1) Budaya

Budaya adalah kebiasaan sosial yang terinternalisasi dari suatu

komunitas (Hogg, 2002). Kepribadian seseorang juga merupakan hasil

keaggotaan dalam kelompok budaya tertentu. Seperti pembelajaran

perilaku, ritual, kepercayaan, filosofi hidup, peran dalam komunitas,

nilai dan prinsip yang terpenting dalam kehidupan. Budaya juga

menggambarkan kebutuhan dan cara memaknai kepuasan hidup.

Kemudian mempengaruhi cara kita mengekspresikan emosi, perasaan,

hubungan dengan orang, cara berpikir dan cara kita mengatasi


(41)

2) Kelas sosial

Kelas sosial juga mempengaruhi pembentukan kepribadian dan

status individu, diantaranya kelas menengah kebawah-keatas, status

pekerjaan atau profesional. Kelas sosial juga menentukan peran dalam

bekerja, pendapatan dan hak istimewa. Faktor-faktor inilah yang

mempengaruhi cara mereka memandang dirinya, cara penerimaan

terhadap anggota sosial lainnya, hingga cara memperoleh serta

menggunakan materi yang dimilikinya. Selain itu, status sosial

ekonomi mempengaruhi perkembangan kognitif dan emosional

individu (Bradley dan Corwyn, 2002). Sama halnya dengan budaya,

kelas sosial juga mempengaruhi kapasitas, sikap, serta membentuk

perilaku individu dalam memberikan respon terhadap suatu situasi.

3) Keluarga

Faktor penting lainnya dalam pengaruh lingkungan adalah

keluarga. Pola asuh orang tua yang otoritarian, otoritatif,

mengabaikan, memanjakan ataupun orang tua yang peduli terhadap

kebebasan (dialogis) dan kemandirian anak akan memberi pengaruh

terhadap perkembangan kepribadian anak tersebut. Pengaruh orang

tua terhadap anak terjadi melalui tiga cara, yaitu :

(a) perilaku orang tua dalam menghadapi situasi.

(b) model peran (modeling)


(42)

4) Teman sebaya

Pengaruh teman sebaya lebih kuat dalam perkembangan

kepribadian daripada keluarga. Anak dari suatu keluarga berbeda

dikarenakan perbedaan pengalaman diluar rumah yang mereka miliki

dan pengalaman didalam rumah tidak membentuk kesamaan antar

anak. Kesimpulannya, variasi material genetik dalam keluarga

ditambah pengaruh sosial di luar lingkungan keluarga dianggap

sebagai hal yang mempengaruhi kepribadian yang tampak.

B. MAHASISWA PERANTAU 1. Pengertian Mahasiswa Perantau

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005) mahasiswa adalah

individu yang belajar di jenjang perguruan tinggi. Mahasiswa merupakan

orang yang sudah lulus dari Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) sedang

menempuh proses belajar di pendidikan tinggi serta melaksanakan proses

sosialisasi (Daldiyono, 2009).

Mahasiswa belajar pada jenjang perguruan tinggi untuk

mempersiapkan dirinya bagi suatu keahlian jenjang pendidikan tinggi

meliputi pendidikan diploma, sarjana, magister atau spesialis (Budiman,

2006). Menurut Hurlock (1999), mahasiswa berada pada periode peralihan

dari masa akhir remaja memasuki periode perkembangan dewasa awal.

Berdasarkan rentang usia, mahasiswa berada pada usia antara 17 hingga 25


(43)

Berdasarkan uraian di atas, yang dimaksud dengan mahasiswa adalah

orang yang berada pada rentang usia 17 – 25 tahun, sedang menempuh

pendidikan tingkat perguruan tinggi untuk mempersiapkan dirinya bagi

suatu keahlian jenjang pendidikan tinggi diploma dan/ atau sarjana.

Merantau adalah pergi ke daerah lain (KBBI, 2005). Menurut Naim

(1984), terdapat enam unsur pokok merantau, yaitu :

a. meninggalkan kampung halaman

b. dengan kemauan sendiri

c. untuk jangka waktu yang lama atau tidak

d. dengan tujuan mencari penghidupan, menuntut ilmu atau mencari

pengalaman

e. biasanya dengan maksud kembali pulang

f. merantau adalah lembaga sosial, dalam arti kebiasaan atau perilaku

yang dilakukan oleh banyak orang, yang membudaya.

Berdasarkan uraian di atas, yang dimaksud dengan mahasiswa

perantau adalah orang yang pergi meninggalkan kampung halamannya ke

daerah lain yang berusia 17 – 25 tahun untuk menuntut ilmu di perguruan

tinggi dalam rangka mempersiapkan diri dalam pencapaian suatu keahlian

tingkat diploma atau sarjana serta melaksanakan proses sosialisasi.

2. Karakteristik Mahasiswa Perantau

Berdasarkan rentang usia yang dikemukakan oleh Papalia (2008), usia


(44)

perkembangan peralihan antara masa remaja dan memasuki masa dewasa

awal. Selain itu, umumnya pada rentang usia tersebut mahasiswa berada

pada jenjang pendidikan tinggi tingkat diploma atau sarjana. Masa peralihan

dianggap sebagai tahap perkembangan yang mengalami banyak masalah dan

tekanan. Dalam hal ini tampak dari perubahan dan tuntutan yang dihadapi

sebagai mahasiswa perantau, seperti perubahan sistem pendidikan,

lingkungan baru, teman baru, budaya sosial yang baru, nilai-nilai sosial

baru, tuntutan untuk hidup mandiri di perantauan, serta tanggung jawab

pribadi saat merantau.

Karakterisik dan tugas perkembangan masa remaja yakni mencari

identitas diri, mencapai hubungan baru yang lebih matang, mencapai peran

sosial, penerimaan akan keadaan fisik, mencapai perilaku bertanggung

jawab, mencapai kemandirian emosional dari orang tua atau orang dewasa

lainnya dan mempersiapkan karier ekonomi (Hurlock, 1999).

Selanjutnya, seorang dewasa menghadapi berbagai perubahan dan

tuntutan baru. Awal masa dewasa merupakan periode penyesuaian diri

terhadap pola-pola kehidupan baru, harapan-harapan sosial baru,

memainkan peran baru secara mandiri serta ragu untuk meminta

pertolongan jika mereka mengalami kesulitan karena takut dianggap “belum

dewasa”. Hal ini menimbulkan asumsi bahwa pada masa awal dewasa

penuh dengan berbagai masalah dan tekanan (Hurlock, 1999). Demikian

pula sebagai mahasiswa perantau, ketika berada di rantau akan menghadapi


(45)

tanggung jawab sebagai warga negara dan bergabung dalam suatu kelompok

sosial.

Menurut Havinghurst (Papalia, 2008), tugas perkembangan pada masa

dewasa awal adalah :

a. memperluas hubungan antar pribadi dan berkomunikasi secara lebih

dewasa dengan teman sebaya, baik pria maupun wanita

b. memperoleh peranan sosial (sebagai pria maupun wanita)

c. memperoleh kebebasan emosional dari orang tua dan orang dewasa

lainnya

d. mencapai kepastian akan kebebasan dan kemampuan berdiri sendiri

e. membentuk sistem nilai-nilai moral dan falsafah hidup

f. memilih dan mempersiapkan pekerjaan

g. mempersiapkan diri dalam pembentukan keluarga.

C. GAMBARAN VIRTUE MAHASISWA PERANTAU

Kesuksesan dianggap sebagai ‘harga mati’ bagi perantau ketika

memutuskan pergi meninggalkan daerah asalnya dengan berbagai macam

tujuan, salah satunya memperoleh pendidikan tinggi. Kesuksesan, secara

khusus dalam hal akademis diakui sangat penting oleh para mahasiswa

perantau. Kemampuan akademis berperan sebagai penunjang serta sebagai

kualifikasi agar mampu berperan dalam persaingan global masa kini


(46)

Tidak mudah untuk dapat meraih kesuksesan yang diharapkan,

mahasiswa perantau harus dapat menghadapi serta menyesuaikan diri pada

perubahan dan perbedaan situasi di lingkungan perantau. Perubahan yang

dihadapi diantaranya: ketidakhadiran orang tua, semakin sulitnya pelajaran

yang dihadapi, perubahan tanggung jawab atas pribadi serta perubahan

lingkungan sosial seperti cara bergaul dengan teman baru, bahasa, norma

warga setempat hingga perbedaan jenis makanan. Situasi-situasi tersebut

dinilai sebagai stressor oleh para mahasiswa perantau dalam penelitian

Hutapea (2006).

Sebagian besar hal serupa diakui oleh mahasiswa perantau yang

berada di kota Medan. Hal ini peneliti temukan pada saat survei awal

mengenai permasalahan yang dihadapi mahasiswa perantau. Dengan

mewawancarai 5 orang mahasiswa perantau yang terdiri dari tiga orang

wanita dan dua orang pria. Hasil wawancara yang peneliti lakukan pada

bulan Oktober tahun 2011 menunjukkan bahwa mahasiswa perantau

mengalami kesulitan di berbagai aspek, seperti yang ditemukan sebelumnya

diantaranya: perubahan cara komunikasi yang menyebabkan sulitnya

bersosialisasi dengan lingkungan baru, pengaturan diri dalam hal akademik,

keuangan dan waktu serta perubahan gaya hidup di rantau.

Kesuksesan tidak hanya membutuhkan usaha, namun juga dipengaruhi

karakter individu itu sendiri. Hal ini dikemukakan oleh Seligman (2002)

bahwa agar kesejahteraan diri, kehidupan yang baik dan kesuksesan dapat


(47)

aspek kehidupan (Seligman, 2002). Karakter yang dimaksud adalah karakter

baik yang dimiliki seseorang, misalnya saja seorang mahasiswa perantau

hendaknya bijaksana untuk mengatur dirinya dalam hal waktu, keuangan

serta disiplin diri. Hal ini dapat membantu mahasiswa perantau untuk

meraih kesuksesan meskipun menghadapi situasi sulit di perantauan. Tidak

hanya itu saja, sebagai mahasiswa merantau juga dituntut untuk memiliki

kemandirian dan tanggung jawab agar dapat menyelesaikan sendiri masalah

yang dihadapinya.

Perubahan cara komunikasi sosial yang dihadapi mahasiswa perantau

membutuhkan kemampuan mereka untuk dapat mengenal dan menjaga

hubungan interpersonal dengan baik, untuk dapat beradaptasi di lingkungan

dengan baik pula. Situasi sulit lain yang dihadapi mahasiswa perantau,

terkadang mempengaruhi semangat mereka untuk dapat meraih kesuksesan.

Oleh sebab itu, hendaknya mahasiswa perantau memiliki courage yakni

kemampuan emosi untuk tetap mempertahankan diri mencapai tujuan,

walaupun menghadapi hambatan dari dalam maupun luar diri individu

tersebut.

Kesuksesan merupakan tujuan awal para calon mahasiswa berani

meninggalkan kampung halaman. Kesukseskan dalam penelitian ini

diindikasikan oleh pencapaian Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) mulai dari

memuaskan hingga kategori cumlaude. Seperti yang telah digambarkan

sebelumnya, mahasiswa perantau menghadapi berbagai situasi sulit di


(48)

memperoleh IPK memuaskan terlebih mencapai kategori cumlaude. Oleh

karena itu, peneliti tertarik untuk melihat bagaimana gambaran karakter baik

yang dimiliki mahasiswa perantau berprestasi, dalam hal ini mereka yang

mencapai IPK memuaskan meskipun menghadapi situasi sulit yang

cenderung serupa. Karakter baik atau disebut virtue oleh Seligman dan

Peterson (2004), adalah trait positif yang ada dalam diri individu. Virtue

yang dimiliki tampak melalui pemikiran, perasaan dan perilaku individu

yang disebut character strength. Dengan kata lain, character strength yang

ditampilkan oleh individu sesungguhnya menggambarkan karakter utama

yang lebih luas, yaitu virtue.

Dalam penelitian Lonsbury dkk (2009) yang berjudul ”An

Investigation of Character Strengths in Relation to Academic Success of College Students” diketahui bahwa character strength berhubungan positif dengan pencapaian akademik, yang mana pencapaian akademik

dimanifestasikan melalui nilai Indeks Prestasi Kumulatif yang diperoleh

pada setiap akhir semester genap. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin

kuat character strength yang dimiliki seorang mahasiswa maka pencapaian

akan kesuksesan akademiknya juga meningkat.

Menurut Campton (2005), setiap budaya memiliki character strength,

namun dipandang dengan cara yang berbeda, sehingga character strength

yang dominan pada masing-masing budaya menjadi berbeda. Budaya

didefinisikan sebagai kebiasaan sosial yang terinternalisasi dari suatu


(49)

budaya (Pervin, 2005). Sama halnya kota Medan yang merupakan wilayah

Indonesia dengan berbagai kelompok etnis, agama, bahasa dan golongan,

tentunya melatarbelakangi perbedaan character strength dan virtue yang

tampak pada masing-masing individu. Budaya paling sering dikaitkan

dengan pengertian ras, bangsa atau kelompok etnis dan agama. Perilaku

orang yang kebetulan keturunan Jawa selalu dikaitkan sebagai pengaruh

budaya Jawa (Dayakisni & Yuniardi, 2004).

Berdasarkan pemaparan tersebut maka peneliti bertujuan untuk

melihat gambaran virtue yang cenderung dominan dimiliki mahasiswa

perantau di kota Medan. Selain itu, peneliti juga melihat gambaran virtue

mahasiswa perantau ditinjau berdasarkan kelompok etnis dan agama yang

dianut.

Gambar 2. 1. Paradigma Berpikir Penelitian

MAHASISWA PERANTAU

Menghadapi perubahan secara sosial dan akademik

SUKSES

(Prestasi Akademik) IPK

Gambaran Virtue Mahasiswa Perantau

(Studi Deskriptif di kota Medan) Virtue


(50)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam sebuah penelitian merupakan hal yang

mendasar dan terpenting untuk memperoleh kajian penelitian yang benar dan

dapat dipertanggungjawabkan (Erlina, 2011). Penelitian ini menggunakan metode

survei dengan pendekatan kuantitatif deskripstif, mengingat penelitian ini

bertujuan untuk memperoleh gambaran virtue yang dimiliki mahasiswa perantau.

Penelitian deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran secara

sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta fenomena

yang diselidiki (Nazir, 2005). Sejalan dengan hal tersebut Sevilla, dkk (1993)

mengemukakan bahwa metode survei digunakan untuk mengukur gejala-gejala

yang ada tanpa menyelidiki penyebab munculnya gejala tersebut.

A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah virtue mahasiswa

perantau, dalam studi deskriptif di kota Medan.

B. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN

Definisi operasional adalah suatu definisi mengenai variabel yang

dirumuskan berdasarkan karakteristik-karakteristik variabel tersebut yang


(51)

Virtue merupakan salah satu topik pembahasan dalam positive psychology.

Dalam penelitian ini, virtue yang dimaksud adalah karakter utama yang terdapat

pada individu dan direfleksikan oleh character strength melalui pikiran, perasaan

dan perilaku individu tersebut. Peterson dan Seligman (2004) mengemukakan

terdapat enam virtue yaitu wisdom, courage, humanity, justice, temperance dan

transcendence. Selanjutnya virtue tersebut ditampilkan oleh character strength,

sebagaimana disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Definisi Operasional Virtue dan Character Strength

No Character

Strengths Definisi Operasional

Virtue 1. Wisdom and Knowledge merupakan keterbukaan seseorang dalam berpikir dan menilai sesuatu dengan mempelajari, menilai dan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya tersebut.

1 Creativity

Mampu berpikir secara fleksibel untuk menciptakan hal yang inovatif dan adaptif berupa ide atau gagasan dan perilaku.

2 Curiosity

Mampu memenuhi rasa ingin tahu akan suatu hal dengan mengeksplorasi dan giat belajar untuk meningkatkan kemampuan pribadi dan interpersonal.

3 Open mindedness Mampu berpikir dan menerima suatu hal dari sudut pandang yang berbeda secara terbuka.

4 Love of learning

Mandiri dan merasa memperoleh dukungan dari orang lain atas usaha yang dilakukan, yaitu gemar mengeksplorasi dan mempelajari hal baru yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan.

5 Perspective

Mampu memberi penilaian dan pendapat atas suatu hal dengan benar, sehingga mensejahterakan diri sendiri dan orang lain.

Virtue 2. Courage berkaitan dengan kekuatan emosi yakni berani dan mampu bertahan untuk mencapai tujuan walaupun menghadapi hambatan.

6 Bravery

Berani mempertahankan suatu hal demi kebaikan orang lain dan diri sendiri dalam situasi yang beresiko dan berbahaya


(52)

Lanjutan Tabel 1. Definisi Operasional Virtue dan Character Strength

7 Persistence

Usaha secara aktif dalam bertahan mencapai tujuan dan menyelesaikan tugas, meskipun ada hambatan dan kesulitan.

8 Integrity Jujur dan tulus dalam berperilaku, berpikir dan menilai suatu hal.

9 Vitality

Semangat menjalani hidup, berupa kondisi kesehatan fisik baik, bebas dari penyakit, senang dan antusias melakukan setiap aktifitas sehari-hari.

Virtue 3. Humanity : mampu mencintai dan berbuat kebaikan sebagai wujud menjaga hubungan interpersonal, sehingga dapat beradaptasi dengan lingkungan.

10 Love

Mampu menerima, memberikan cinta serta peduli pada diri sendiri dan orang lain dengan menerima kelebihan dan kekurangan yang dimiliki.

11 Kindness

Senang memberikan pertolongan, peduli pada orang lain secara sukarela tanpa mengharapkan imbalan atau balasan.

12 Social Intelligence

Mampu mengenal dan mempengaruhi diri sendiri dan orang lain sehingga dapat beradaptasi di lingkungan dengan baik.

Virtue 4. Justice : mampu memperhatikan hak-hak dan kewajiban individu dalam kehidupan komunitas.

13 Citizenship

Mampu mengorbankan kepentingan pribadi demi kesejahteraan kelompok, sehingga dapat mempertahankan dan membangun hubungan dengan baik, berupa loyalitas kepada teman atau orang yang dipercaya.

14 Fairness

Mampu berpikir, menilai serta memperlakukan semua orang secara adil sesuai moral dan memberikan kesempatan yang sama pada setiap kelompok.

15 Leadership

Mampu bertindak, mempengaruhi, mengarahkan dan memotivasi orang lain atau kelompok dalam merencanakan dan mengorganisasikan kegiatan kelompok secara bersama.

Virtue 5. Temperance : mampu menahan diri, mengatur emosi dan tidak melakukan sesuatu secara berlebihan dalam berhubungan dengan orang lain.

16 Forgiveness and Mercy

Tulus memaafkan kesalahan orang lain, memberikan kesempatan untuk memperbaiki diri, serta tidak balas dendam.


(53)

Lanjutan Tabel 1. Definisi Operasional Virtue dan Character Strength

17 Humility and Modesty

Bersikap sederhana, tidak menyombongkan diri dan bertindak dengan apa adanya.

18 Prudence

Bertindak dengan hati-hati, mempertimbangkan segala konsekuensi atas keputusan yang akan diambil, mempertimbangkan untung ruginya, kritis dalam berpikir dan bertindak untuk masa depan.

19 Self-regulation Disiplin, mampu mengelola dirinya dengan baik serta mengontrol pikiran, perasaan dan emosinya.

Virtue 6. Transcendence : mampu menjalin hubungan dengan kekuatan semesta yang lebih besar seperti: Tuhan, alam dan orang lain, sehingga memberikan makna pada kehidupan individu tersebut.

20

Appreciation of beauty and Excellence

Mampu menemukan, mengenali dan mengapresiasi berbagai hal dalam hidup, seperti: keindahan alam, kesenian, ilmu pengetahuan dan pengalaman hidup.

21 Gratitude

Rasa syukur dan suka cita dalam meresponi sesuatu yang dialami, baik dari orang lain maupun dari alam semesta, seperti: Tuhan dan keindahan alam.

22 Hope

Yakin atas apapun yang dikerjakan akan memberikan hasil yang baik dan memiliki gambaran yang jelas akan masa depan, ketika mengalami kegagalan akan berfokus pada kesempatan lain sehingga selalu memiliki pikiran-pikiran positif dalam menjalani kehidupan.

23 Humor Mampu menghibur diri sendiri dan orang lain pada setiap situasi.

24 Spirituality

Yakin akan adanya Tuhan dan melakukan kegiatan keagamaan sebagai bagian dari hidup yang kemudian menghasilkan kebaikan pada diri sendiri serta hubungan dengan orang lain.

Seligman (dalam Peterson & Seligman, 2004) mengemukakan bahwa untuk

bisa mengetahui dan memahami virtue seseorang, dapat dengan mendeskripsi

character strength yang dimiliki individu tersebut. Oleh karena itu, maka alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini disusun berdasarkan karakteristik

character strength pada masing-masing virtue sesuai yang dikemukakan oleh


(54)

masing-masing virtue yang diukur dengan menggunakan penskalaan subjek.

Artinya, semakin tinggi nilai mean skor total virtue mengindikasi bahwa virtue

tersebut semakin dominan dimiliki subjek penelitian.

C. POPULASI DAN METODE PENGAMBILAN SAMPEL 1. Populasi dan sampel penelitian

Populasi penelitian adalah kelompok subjek penelitian yang hendak

dikenai generalisasi hasil penelitian. Populasi harus memiliki karakteristik

bersama yang membedakannya dari kelompok subjek yang lain (Azwar,

2007). Dengan demikian, populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa

perantau yang berdomisili di kota Medan.

Sampel adalah sebagian dari populasi yang tentunya memiliki

karakteristik yang dimiliki oleh populasinya (Azwar, 2007). Karakteristik

populasi dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut :

a. status sebagai mahasiswa

b. berasal dari luar kota Medan dan berdomisili di kota Medan

c. tinggal jauh dari orang tua

d. memperoleh Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) ≥ 2.50

e. sedang menempuh pendidikan perguruan tinggi tingkat Diploma-3

atau Strata-1, di salah satu universitas yang berada di kota Medan


(55)

2. Metode Pengambilan Sampel

Sampling adalah cara yang digunakan untuk mengambil sampel.

Berdasarkan karakteristik yang telah ditetapkan oleh peneliti, maka metode

pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

non-probability sampling secara incidental sampling, yakni kesempatan setiap subjek untuk terpilih sebagai sampel tidak diketahui (Azwar, 2007).

Sampel diperoleh dari ketersediaan dan keadaan-keadaan incidental atau

kebetulan, yang berlandaskan pada kemudahan mendapatkan sampel sesuai

dengan karakteristik tertentu (Hadi, 2000).

Alasan peneliti menggunakan teknik pengambilan sampel ini

dikarenakan sulitnya memperoleh data akurat mengenai jumlah mahasiswa

perantau secara statistik. Teknik pengambilan sampel ini sesuai untuk

penelitian mengingat tidak adanya sumber data yang jelas mengenai jumlah

populasi penelitian, keterbatasan dana peneliti dalam pelaksanaan

penelitian, ketepatan peneliti dalam memperoleh sampel, efisiensi waktu

dan tenaga yang dibutuhkan.

D. INSTRUMEN/ ALAT UKUR YANG DIGUNAKAN

Instrumen yang digunakan dalam penelitian berperan penting dalam

usaha memperoleh data yang akurat dan terpercaya untuk mengungkap fakta

mengenai variabel yang diteliti (Azwar, 2007). Metode yang digunakan


(56)

terbuka mengenai masalah yang dialami selama merantau beserta cara

penyelesaiannya.

Metode skala digunakan mengingat data yang diungkap berupa

konstrak atau konsep psikologis yang dapat diungkap secara tidak langsung

melalui indikator-indikator perilaku yang diterjemahkan dalam bentuk

aitem-aitem pernyataan (Azwar, 2009). Skala dapat digunakan dalam

penelitian berdasarkan asumsi-asumsi sebagai berikut :

a. subjek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya

b. bahwa apa yang dinyatakan oleh subjek kepada peneliti adalah benar

dan dapat dipercaya

c. interpretasi subjek tentang pernyataan-pernyataan yang diajukan

kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh peneliti.

Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala virtue. Skala

terdiri dari aitem-aitem pernyataan yang disusun berdasarkan klasifikasi

virtue menurut Peterson dan Seligman (2004), sebagaimana disajikan pada Tabel 2.

Blue-print ini desain untuk pengambilan data penelitian yang sebelumnya terlebih dahulu diujicobakan pada mahasiswa di kota Medan.

Tabel 2. Distribusi Aitem Skala Virtue Saat Uji Coba No Virtue Character Strengths Nomor Aitem Jumlah

(N)

Persentase (%)

1. Wisdom & Knowledge

1 Creativity 1, 6, 11, 16, 21

25 20.9 2 Curiosity 2, 7, 12, 17, 22

3 Open Mindedness 3, 8, 13, 18, 23 4 Love of learning 4, 9, 14, 19, 24 5 Perspective 5, 10, 15, 20,25


(57)

Lanjutan Tabel 2. Distribusi Aitem Skala Virtue Saat Uji Coba

2. Courage

6 Bravery 1, 5, 9, 13, 17

20 16.6 7 Persistence 2, 6, 10, 14, 18

8 Integrity 3, 7, 11, 15, 19 9 Vitality 4, 8, 12, 16, 20

3. Humanity

10 Love 1, 4, 7, 10, 13

15 12.5 11 Kindness 2, 5, 8, 11, 14

12 Social Intelligence 3, 6, 9, 12, 15

4. Justice

13 Citizenship 1, 4, 7, 10, 13

15 12.5 14 Fairness 2, 5, 8, 11, 14

15 Leadership 3, 6, 9, 12, 15

5. Temperance

16 Forgivenss and Mercy 1, 5, 9, 13, 17

20 16.6 17 Humility and Modesty 2, 6, 10, 14, 18

18 Prudence 3, 7, 11, 15, 19 19 Self-regulation 4, 8, 12, 16, 20

6. Transcen-dence

20 Appreciation of beauty

and Excellence 1, 6, 11, 16, 21

25 20.9 21 Gratitude 2, 7, 12, 17, 22

22 Hope 3, 8, 13, 18, 23 23 Humor 4, 9, 14, 19, 24 24 Spirituality 5, 10, 15, 20, 25

Jumlah Aitem 120 120 100.0 Variasi bentuk pilihan menunjukkan tingkat kesesuaian dengan

responden penelitian. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan

penskalaan respon dengan enam alternatif pilihan jawaban yaitu Sangat

Sesuai (SS), Sesuai (S), Agak Sesuai (AS), Agak Tidak Sesuai (ATS), Tidak

Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS) dengan skor 5 hingga 0.

Skala disusun dalam satu jenis aitem, yaitu yang mendukung

pernyataan atau favorable. Pernyataan yang mendukung adalah ketika

jawaban subjek searah dengan variabel yang hendak diukur. Tipe skala


(58)

rentang konstan antar jenjang atau tingkat tetapi tidak mempunyai angka nol

mutlak (Azwar, 2009).

1. Validitas Alat Ukur

Upaya peneliti agar menghasilkan data yang akurat dan sesuai dengan

tujuan ukur, maka dilakukan pengujian alat ukur berdasarkan content

validity. Artinya, sejauhmana aitem-aitem dalam tes mencakup keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur (Azwar, 2004).

Content validity dilakukan oleh orang yang berkompeten dan menguasai konsep yang sedang diteliti, dikenal sebagai professional judgment.

Sehingga, aitem-aitem yang digunakan sesuai dengan materi yang

hendak diukur.

2. Uji Daya Beda

Daya beda aitem merupakan kemampuan aitem membedakan antara

individu yang memiliki dan tidak memiliki atribut yang diukur. Dalam

penelitian ini, daya beda aitem merupakan kemampuan untuk mengetahui

subjek yang memiliki virtue dan tidak. Uji daya beda aitem dilakukan

dengan menghitung koefisien korelasi antara distribusi skor aitem dengan

skor total skala itu sendiri, dengan menggunakan teknik korelasi

product-moment Pearson dengan bantuan program SPSS ver 15.00 for windows.

Kriteria pemilihan aitem berdasarkan korelasi aitem total dengan

menggunakan batasan daya beda aitem (���) ≥ 0.30. Semua aitem yang mencapai koefisien korelasi minimal 0.30 daya bedanya dianggap


(1)

dimiliki individu tersebut. Untuk itu, hendaknya para calon mahasiswa perantau mengenal dirinya sendiri dan potensi diri yang dimilikinya, sehingga dapat membuat keputusan yang tepat ketika akan merantau dan menerima segala konsekuensi ketika merantau. b. Bagi mahasiswa perantau

Hendaknya mahasiswa yang sedang merantau dapat lebih meningkatkan keberanian menghadapi situasi yang akan dihadapi di perantauan. Misalnya saja memutuskan cara pertemanan di perantauan, cara hidup dan menentukan lingkungan tempat tinggal bari di perantauan.

c. Bagi orangtua

Kehidupan mahasiswa di perantauan membutuhkan keberanian untuk mampu mempertahankan keputusan walaupun menghadapi hambatan. Untuk itu hendaknya orangtua dapat mempersiapkan dan memantau kehidupan anak di perantauan untuk berani mengambil keputusan dalam menghadapi situasi kehidupan diperantauan.

d. Bagi pihak akademik

Pencapaian kesuksesan membutuhkan keberanian yang kuat untuk mempertahankan diri meskipun menghadapi hambatan. Keberanian dapat dibentuk melalui keikutsertaan organisasi di lingkungan akademik. Untuk itu, dalam hal ini pihak akademik hendaknya menyediakan dan memberikan sarana prasana untuk membangun karakter baik serta keberanian mahasiswa perantau, berupa ruang


(2)

diskusi oleh dosen ataupun mahasiswa senior terhadap mahasiswa perantau. Mengingat virtue wisdom and knowledge dan courage merupakan dua virtue dengan mean terendah yang dimiliki mahasiswa perantau, namun sangat dibutuhkan dalam pencapaian kesuksesan.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Akmal, S. Z., & Nurwianti, F. (2009). Character strength dan Kebahagiaan pada Suku Minang. Jurnal Psikologi volume 3 Nomor 1 , 16-24.

Anastasi, Anne., & Susana Urbina. (1997). Psychological Testing (7th

Andrie, G. (10 Maret 2011). Suka duka Perantau [on-line].

ed). USA: Prentice-Hall

tanggal 27 Oktober 2011

Azwar, S. (2010). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar, S. (2009). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar, S. (2009). Tes Prestasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azwar, S. (2007). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Bachtiar, S. (22 April 2011). Balada Mahasiswa Perantau [on-line].

diunduh tanggal 27 Oktober 2011

Budiman, Arief. 2006. Kebebasan, Negara, Pembangunan, Kumpulan Tulisan 1965-2005 [on-line].

Pustaka Alvabet . diunduh tanggal 28 Oktober 2011

Caplin, J.P. (2006). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Daldiyono. (2009). How to Be a Real and Successful Student. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama


(4)

Dalton, James H., Maurice J. Elias., Abraham Wandersman. (2007). Community Psychology: LINKING INDIVIDUALS and COMMUNITIES 2nd

Ganda, Yahya. -. Petunjuk Praktis Cara Mahasiswa Belajar di Perguruan Tinggi [online]

ed. Canada: Thomson. Erlina. (2011). Metodologi Penelitian. Medan: USU Press

Friedman, Howards S., & Miriam Schustack. (2006). Kepribadian: Teori Klasik dan Riset Modern. Jakarta: Erlangga

Gie. (Oktober 2008). Dinamika Mahasiswa Perantau – Artike

Hadi, S. (2002). Metodologi research jilid 1. Yogyakarta: Andi Offset Hadi, S. (2002). Metodologi research jilid 2. Yogyakarta: Andi Offset

Hogg, Michael., & Graham M. Vaughan. (2002). Social Pscyhology. London: Person Education

Hutapea, Emelia. (2006). Gambaran Resiliensi pada Mahasiswa Perantau Tahun Pertama Perguruan Tinggi di Asrama UI (menggunakan Resilience Scale). Skirpsi. Depok: Fakultas Psikologi UI

Hurlock, E.B. (1999). Psikologi Perkembangan (Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan). Alih Bahasa oleh Istiwidayati & Zarkasih. Jakarta: Erlangga

Kaplan, Robert M., & Dennis. (2005). Psychological Testing: Principles, Applications, and Issues (6th

Lounsbury, J. W., Fisher, L. A., Levy, J. J., & Welsh, D. P. (2009). An Investigation of Character Strengths in Relation to Academic Success of College Students. Individual


(5)

Nazir, Moh. (2005). Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.

Nurfuadah, R.N (2011, Juni 30). Jangan Putus Asa!on-line]. diunduh tanggal Oktober 30, 2011

Papalia, D.E. (2008). Human Development, 10th

Peterson, C. (2009). VIA Survey : Interpretive Report [on-line].

ed.,Boston: McGraw-Hill

Pelly, Usman. (1998). Urbanisasi dan Adaptasi: Peranan Misi Budaya Minangkabau dan Mandailing. Jakarta: Pustaka LP3ES

diunduh

tanggal 4 September 2011

Peterson, C., & Seligman, M. E. P. (in press). The Values in Action (VIA) classification of strengths. Washington, DC: American Psychological Association.

Peterson, C., & Seligman, M. E. P.. 2004. Character Strenghths and Virtues: Handbook and Classification. NY: Oxford University Press

Pervin, L. A., Cervone, D., & John, O. P. (2005). PERSONALITY: Theory and Research 9th ed. USA: John Wiley.

Putra, E. (April 2011). Mengenang Hidup Mahasiswa Perantau [on-line]. diunduh tanggal 28 Oktober 2011

Rasyidin, Al., Parluhutan Siregar., & Chuzaiman Batubara. (2009). Harmonisasi Agama dan Buday di Indonesia: Medan (2nd ed). Jakarta: Nusantaralestari Ceriapratama

Santrock, J. W. (2009). Life-Span Development 12th ed. US: McGraw-Hill Internasional ed. Sarafino, E. P. (2006). Health Psychology Biopsychosocial Interactions 5th. US: John Wiley

& Sons, Inc.

Schultz, Duane P. (1994). Theories of personality. California: Brooks/Cole Publishing Company


(6)

Susanto, D. (28 Juni 2011). Tips Eksis Menjadi Mahasiswa Baru [on-line] tanggal 27 Oktober 2011

Suryabrata, Sumadi. (2008). Psikologi Kepribadian. Jakarta: Rajagrafindo Persada

Tim Penyusun. (Ed.). 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia (ed.3). Jakarta: Balai Pustaka

Wijayanti, H., & Nurwianti, F. (2010). Character strength dan Kebahagiaan pada Suku Jawa. Jurnal Psikologi , 114-122.

Yani, Andisa. (2007). Independence of Boarding Students from Aceh Region. Skripsi. Depo: Gunadarma University Library

Yudhistira, H. (4 Maret 2011). 2 Kota dalam 1 Pulau [on-line].

Zona remaja. 2010. Cara Mengatasi Homesick [on-line].