2.4.6 Pengukuran Aktivitas Antimikroba
Penentuan kepekaan bakteria patogen terhadap antimikroba dapat dilakukan dengan salah satu dari dua metode pokok yaitu dilusi atau difusi.
Penting sekali menggunakan metode standar untuk mengendalikan semua faktor yang mempengaruhi aktivitas antimikroba.
a. Metode Dilusi
Metode ini menggunakan antimikroba dengan kadar yang menurun secara bertahap, baik dengan media cair atau padat. Kemudian media diinokulasi bakteri
uji dan dieramkan. Tahap akhir dilarutkan antimikroba dengan kadar yang menghambat atau mematikan. Uji kepekaan cara dilusi agar memakan waktu dan
penggunaannya dibatasi pada keadaan tertentu saja Jawetz et al, 2001.
b. Metode Difusi
Metode yang paling sering digunakan adalah metode difusi agar. Cakram kertas saring berisi sejumlah tertentu obat ditempatkan pada permukaan medium
padat yang sebelumnya telah diinokulasi bakteri uji pada permukaannya. Setelah inkubasi, diameter zona hambatan sekitar cakram dipergunakan mengukur
kekuatan hambatan obat terhadap organisme uji. Metode ini dipengaruhi oleh beberapa faktor fisik dan kimia, selain faktor antara obat dan organisme misalnya
sifat medium dan kemampuan difusi, ukuran molekular dan stabilitas obat. Meskipun demikian, standarisasi faktor-faktor tersebut memungkinkan melakukan
uji kepekaan dengan baik Jawetz et al, 2001.
Universitas Sumatera Utara
2.4.7 Bakteri Escherichia coli
Berikut sistematika bakteri Escherichia coli Dwidjoseputro, 1998: Divisi
: Bacteriophyta Kelas
: Bacteria Bangsa
: Eubacteriales Suku
: Bacteriaceae Genus
: Escherichia Spesies
: Escherichia coli
Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang dengan panjang sekitar 2 mikrometer dan diamater 0,5 mikrometer, bersifat
anaerob fakultatif, biasanya dapat bergerak dan tidak membentuk spora. Bakteri ini umumnya hidup pada rentang 20-40
C, optimum pada 37 C.
Escherichia coli merupakan bakteri yang secara normal terdapat di dalam usus dan berperan dalam proses pembusukan sisa-sisa makanan. Keberadaan
bakteri ini merupakan parameter ada tidaknya materi fekal di dalam suatu habitat khususnya air. Escherichia coli adalah salah satu jenis bakteri yang ada dalam
tinja manusia dan dapat mengakibatkan gangguan pencernaan seperti diare Anonim, 2009.
Universitas Sumatera Utara
2.4.8 Bakteri Shigella dysenteriae
Berikut sistematika bakteri Shigella dysenteriae Dwidjoseputro, 1998: Divisi
: Bacteriophyta Kelas
: Bacteria Bangsa
: Eubacteriales Suku
: Bacteriaceae Genus
: Shigella Spesies
: Shigella dysenteriae Shigella dysenteriae merupakan bakteri gram negatif, fakultatif anaerobik,
berbentuk batang yang tidak bergerak, tidak membentuk spora. Bakteri ini berukuran sekitar 0,5-0,7 mikrometer dan tumbuh baik pada suhu 37
C Anonim, 2010. Bakteri ini dapat menyebabkan disentri basiler. Disentri adalah salah satu
dari berbagai gangguan pencernaan yang ditandai dengan peradangan usus terutama kolon, disertai nyeri perut dan buang air besar yang sering mengandung
darah dan lendir Pelczar et al, 1988.
2.4.9 Bakteri Salmonella typhimurium
Berikut sistematika bakteri Salmonella typhimurium Dwidjoseputro, 1998:
Divisi : Bacteriophyta
Kelas : Bacteria
Bangsa : Eubacteriales
Suku : Bacteriaceae
Genus : Salmonella
Spesies : Salmonella typhimurium
Universitas Sumatera Utara
Bentuk tubuh dari Salmonella typhimurium adalah batang lurus pendek dengan panjang 1-1,5 mikrometer. Tidak membentuk spora, bersifat gram negatif.
Biasanya bergerak motil dengan menggunakan flagella dan kadang menjadi bentuk non-motilnya. Bakteri ini tumbuh baik pada suhu optimum sekitar 37
C. Biasanya memproduksi asam dan gas dari glukosa, maltosa, mannitol dan
sorbitol, tetapi tidak memfermentasi laktosa dan sukrosa. Tidak membentuk indol dan gelatin cair. Salmonella typhimurium dapat menyebabkan penyakit tifus yang
ditandai dengan demam, mual, muntah, diare dan hilangnya nafsu makan
Anonim, 2009.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan waktu penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Desember 2010 di Laboratorium Obat Tradisional Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara dan laboratorium
Mikrobiologi Departemen Biologi Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara Medan.
3.2 Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan metode eksperimental meliputi pengumpulan dan pengolahan sampel, pemeriksaan karakteristik simplisia, penapisan fitokimia,
pembuatan ekstrak etanol daun ceplukan dan uji aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol daun ceplukan terhadap bakteri Shigella dysenteriae, Escherichia coli, dan
Salmonella typhimurium. Penentuan aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun ceplukan dilakukan dengan metode difusi agar. Prinsip metode ini adalah
menggunakan media padat dan pencadang, kemudian hambat pertumbuhan mikroba ditentukan dengan cara mengukur diameter daerah bening disekitar
pencadang.
3.3 Alat dan bahan 3.3.1 Alat
Seperangkat alat perkolator, neraca kasar Ohaus, neraca listrik Mettler Toledo, rotary evaporator Haake D, freeze dryer Modulio, alat destilasi,
alat-alat gelas, aluminium foil, pipet serologi, eksikator Fischer Scientific, krus porselin, mikroskop Olympus, objek glass, deck glass, oven listrik Fischer
Scientific, penangas air, tanur Ney M 525 Series II, blender National, autoklaf
Universitas Sumatera Utara
Webeco, cawan petri, pencadang logam, inkubator Fischer Scientific, spatula, lemari pendingin Toshiba, lemari pengering, lampu spiritus, jarum ose, pinset,
hot plate Fisons, lampu bunsen, jangka sorong.
3.3.2 Bahan
Bahan yang digunakan adalah daun ceplukan, bahan-bahan kimia berkualitas pro analisis, kecuali dinyatakan lain: asam asetat anhidrida, asam
klorida pekat, asam sulfat pekat, amil alkohol, asam nitrat pekat, etil asetat, eter, timbal II asetat, α-naftol, besi III klorida, bismuth III nitrat, benzen, metanol,
isopropanol, iodium, kalium iodida, kloroform, natrium sulfat anhidrat, n-heksan, raksa II klorida, serbuk magnesium, serbuk zinkum, etanol hasil destilasi, air
suling, larutan fisiologis NaCl 0,9 steril, Nutrient Agar NA, Mueller Hinton Agar MHA, bakteri Shigella dysenteriae ATCC No.25931 , Escherichia coli
ATCC No.25922, dan Salmonella typhimurium ATCC No.29231.
3.4 Pembuatan larutan pereaksi 3.4.1 Larutan pereaksi Mayer
Sebanyak 5 g kalium iodida dalam 10 ml air suling kemudian ditambahkan larutan 1,36 g raksa II klorida dalam 60 ml air suling. Larutan dikocok dan
ditambahkan air suling hingga 100 ml Depkes RI, 1980.
3.4.2 Larutan pereaksi Dragendorff
Sebanyak 8 g bismut III nitrat dilarutkan dalam asam nitrat 20 ml kemudian dicampur dengan larutan kalium iodida sebanyak 27,2 g dalam 50 ml
air suling. Campuran didiamkan sampai memisah sempurna. Larutan jernih diambil dan diencerkan dengan air secukupnya hingga 100 ml Depkes RI, 1980.
Universitas Sumatera Utara
3.4.3 Larutan pereaksi Bouchardat
Sebanyak 4 g kalium iodida dilarutkan dalam 20 ml air suling kemudian ditambah 2 g iodium sambil diaduk sampai larut, lalu dicukupkan dengan air
suling hingga 100 ml Depkes RI, 1980.
3.4.4 Larutan pereaksi Liebermann-Burchard
Sebanyak 20 bagian asam asetat anhidrida dicampurkan dengan 1 bagian asam sulfat pekat dan 50 bagian kloroform. Larutan pereaksi ini harus dibuat baru
Harborne, 1987.
3.4.5 Larutan pereaksi Molish
Sebanyak 3 g α-naftol dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N secukupnya hingga diperoleh larutan 100 ml Depkes RI, 1980.
3.4.6 Larutan pereaksi besi III klorida 1 bv
Sebanyak 1g besi III klorida dilarutkan dalam air suling hingga diperoleh larutan 100 ml kemudian disaring Depkes RI, 1995.
3.4.7 Larutan pereaksi timbal II asetat 0,4 M
Sebanyak 15,17 g timbal II asetat ditimbang, kemudian dilarutkan dalam
air suling bebas karbondioksida hingga 100 ml Ditjen POM, 1979. 3.4.8 Larutan pereaksi asam klorida 2 N
Sebanyak 17 ml asam klorida pekat diencerkan dengan air suling sampai
100 ml Ditjen POM, 1979. 3.4.9 Larutan pereaksi kloralhidrat
Sebanyak 50 g kloralhidrat dilarutkan dalam 20 ml air suling Depkes RI, 1995.
Universitas Sumatera Utara
3.5 Penyiapan bahan tumbuhan 3.5.1 Pengumpulan tumbuhan
Pengumpulan bahan dilakukan secara purposif, yaitu tanpa membandingkannya dengan daerah lain. Bahan yang digunakan untuk penelitian
adalah daun ceplukan. Daun ceplukan diambil dari ladang jagung di daerah Batang Beruh, kecamatan Sidikalang, kabupaten Dairi, provinsi Sumatera Utara.
Gambar tanaman ceplukan, daun ceplukan dan simplisia daun ceplukan dapat dilihat pada lampiran 1 halaman 42 dan 43.
3.5.2 Identifikasi tumbuhan
Identifikasi tumbuhan dilakukan di Laboratorium Taksonomi Tumbuhan Departemen Biologi Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara Medan. Hasil
identifikasi tanaman dapat dilihat pada lampiran 2 halaman 44.
3.5.3 Pengolahan bahan tumbuhan
Daun ceplukan segar dibersihkan dari pengotoran dengan menggunakan air bersih yang mengalir, selanjutnya ditiriskan, ditimbang berat basahnya yaitu
1,9 kg. Daun ceplukan selanjutnya dikering anginkan lalu ditimbang berat kering simplisia yaitu 0,480 kg. Selanjutnya simplisia diserbuk menggunakan blender,
disimpan dalam wadah plastik yang tertutup rapat.
3.6 Pemeriksaan karakteristik simplisia
Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik, mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari yang larut dalam air,
penetapan kadar sari yang larut dalam etanol, penetapan kadar abu total dan penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam Depkes RI, 1995; WHO, 1992.
Bagan karakteristik simplisia dapat dilihat pada lampiran 3 halaman 45.
Universitas Sumatera Utara
3.6.1 Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik dilakukan terhadap simplisia daun ceplukan dengan cara memperhatikan bentuk, bau, warna dan rasa. Hasil pemeriksaan
makroskopik dapat dilihat pada lampiran 4 tabel 1 halaman 46. 3.6.2 Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia dilakukan sebagai berikut: sejumlah serbuk simplisia diletakkan merata di atas objek gelas yang telah ditetesi
larutan kloralhidrat, ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop pada berbagai perbesaran. Hasil pemeriksaan mikroskopik dapat dilihat pada
lampiran 5 halaman 47.
3.6.3 Penetapan kadar air
Penetapan kadar air dilakukan dengan metode azeotrop. Kedalam labu alas bulat di masukkan 200 ml toluena dan 2 ml air suling, destilasi selama 2 jam,
biarkan menjadi dingin selama 30 menit dan volume air dalam tabung penampung dibaca. Selanjutnya ke dalam labu dimasukkan 5 g serbuk simplisia lalu
dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluena mendidih, kecepatan tetesan diatur yaitu 2 tetesan per detik sampai sebagian air terdestilasi, kemudian
kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes per detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluena. Destilasi dilanjutkan
selama 5 menit, kemudian tabung penampung dibiarkan dingin sampai sama dengan suhu kamar. Setelah air dan toluena memisah sempurna, dibaca volume
air. Kadar air dihitung dalam persen WHO, 1992.
Universitas Sumatera Utara
3.6.4 Penetapan kadar sari yang larut dalam air
Sebanyak 5 g serbuk simplisia yang telah dikeringkan di udara dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml campuran air dan kloroform 2,5 ml kloroform
dalam air sampai 1000 ml dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Disaring, sejumlah 20 ml
filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal berdasar rata dan telah ditara, sisanya dipanaskan pada suhu 105
o
C sampai bobot tetap. Kadar sari larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara Depkes RI, 1995.
3.6.5 Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol
Sebanyak 5 g serbuk simplisia yang telah dikeringkan di udara dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96 dalam labu bersumbat sambil dikocok
sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring, 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal berdasar rata
yang telah ditara dan sisanya dipanaskan pada suhu 105
o
C sampai bobot tetap. Kadar sari larut dalam etanol dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di
udara Depkes RI, 1995.
3.6.6 Penetapan kadar abu total
Sebanyak 2 g serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian
diratakan. Krus dipijar pada suhu 600
o
C sampai arang habis. Selanjutnya didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung
terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara WHO, 1992.
Universitas Sumatera Utara
3.6.7 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam
Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu total dididihkan dalam 25 ml asam klorida 2 N selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam
asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu dan dicuci dengan air panas. Residu dan kertas saring dipijar pada suhu 600
o
C sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam
dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan WHO, 1992. Perhitungan karakteristik simplisia dapat dilihat pada lampiran 6 halaman 48-52. Hasil
karakterisasi simplisia dapat dilihat pada lampiran 6 halaman 53.
3.7 Penapisan fitokimia serbuk simplisia
Penapisan fitokimia serbuk simplisia meliputi pemeriksaan senyawa golongan alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, glikosida dan steroidtriterpenoid.
3.7.1 Pemeriksaan alkaloid
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2
menit, didinginkan lalu disaring. Filtrat dipakai untuk percobaan berikut : a.
Diambil 3 tetes filtrat, lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer b.
Diambil 3 tetes filtrat, lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat c.
Diambil 3 tetes filtrat, lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi Daragendorf Alkaloida dianggap positif jika terjadi endapan atau paling sedikit dua atau
tiga dari percobaan diatas Depkes RI, 1995.
Universitas Sumatera Utara
3.7.2 Pemeriksaan flavonoid
Sebanyak 10 g serbuk simplisia dirimbang lalu ditambahkan 100 ml air panas, dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas. Filtrat yang
diperoleh kemudian diambil 5 ml kemudian ditambahkan 0,1 g serbuk Mg dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol , dikocok dan dibiarkan memisah.
Flavonoid positif jika terjadi warna merah, kuning, jingga pada lapisan amil alkohol Farnsworth, 1966.
3.7.3 Pemeriksaan saponin
Sebanyak 0,5 g sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 10 ml air suling panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat
selama 10 detik, timbul busa yang mantap tidak kurang dari 10 menit setinggi 1- 10 cm. Ditambahkan 1 tetes larutan asam klorida 2 N, bila buih tidak hilang
menunjukkan adanya saponin Depkes RI, 1995.
3.7.4 Pemeriksaan tanin
Sebanyak 0,5 g sampel disari dengan 10 ml air suling, disaring lalu filtratnya diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna. Diambil 2 ml
larutan lalu ditambahkan 1 sampai 2 tetes pereaksi besi III klorida. Terjadi warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin Farnsworth, 1966.
3.7.5 Pemeriksaan glikosida
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 3 g kemudian disari dengan 30 ml campuran 7 bagian volume etanol 96 dan 3 bagian volume air suling 7:3,
direfluks selama 10 menit, didinginkan dan disaring. Pada 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal II asetat 0,4 M, dikocok,
didiamkan selama 5 menit lalu disaring. Filtrat disari sebanyak 3 kali, tiap kali
Universitas Sumatera Utara
dengan 20 ml campuran 3 bagian volume kloroform P dan 2 bagian volume isopropanol. Kumpulan sari air diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 50
o
C. Sisanya dilarutkan dengan 2 ml metanol, kemudian diambil 0,1 ml larutan
percobaan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, diuapkan di atas penangas air. Pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi Molisch, ditambahkan hati-
hati 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung, terbentuk cincin warna ungu pada batas kedua cairan menunjukkan adanya glikosida Depkes RI, 1995.
3.7.6 Pemeriksaan steroidtriterpenoid
Sebanyak 1 g serbuk simplisia dimaserasi dengan 20 ml n-heksan selama 2 jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa ditambahkan
2 tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat pereaksi Liebermann- Burchard. Apabila timbul warna ungu atau merah kemudian berubah menjadi
hijau biru menunjukkan adanya steroidtriterpenoid Harborne, 1987. Hasil pemeriksaan penapisan fitokimia serbuk daun ceplukan dapat dilihat pada
lampiran 7 halaman 54.
3.8 Pembuatan ekstrak
Pembuatan ekstrak dilakukan secara perkolasi menggunakan pelarut etanol 96. Cara kerja: sebanyak 300 g serbuk simplisia dimasukkan ke dalam bejana
tertutup, tuangi cairan penyari sampai semua simplisia terendam sempurna dan diaduk lalu dibiarkan sekurang-kurangnya selama 3 jam. Pindahkan massa sedikit
demi sedikit ke dalam perkolator sambil tiap kali ditekan hati-hati, tuangi cairan penyari secukupnya sampai cairan mulai menetes dan di atas simplisia masih
terdapat selapis cairan penyari, tutup perkolator dan biarkan selama 24 jam. Biarkan cairan menetes dengan kecepatan 1 ml per menit, ditambahkan berulang-
Universitas Sumatera Utara
ulang cairan penyari secukupnya hingga selalu terdapat selapis cairan penyari di atas simplisia. Perkolasi dihentikan hingga bila 500 mg perkolat yang keluar
terakhir diuapkan tidak meninggalkan sisa. Perkolat yang diperoleh diuapkan dengan alat rotary evaporator pada tekanan rendah dengan suhu tidak lebih dari
50
o
C dan dipekatkan menggunakan freeze dryer Depkes RI, 1979. Ekstrak etanol daun ceplukan yang dipeoleh adalah 74,4 g. Bagan pembuatan ekstrak
dapat dilihat pada lampiran 8 halaman 55.
3.9 Sterilisasi alat