kebanyakan hidup bertani. Bantuan semacam ini, umumnya diharapkan dari anak laki-laki. Masyarakat yang anggotanya telah bekerja disektor
industri, bantuan anak sebagai tenaga kerja keluarga tidak diperlukan lagi. Dalam masyarakat seperti ini, bantuan ekonomi anak bentuknya berupa
materi. Bantuan ekonomi anak dalam bentuk materi, oleh para orang tua diakui sangat penting artinya dalam meringankan beban ekonomi rumah
tangga. Nilai ekonomi anak selain dilihat dari peranan anak dalam memberi bantuan yang bernilai ekonomi kepada orangtua, juga dapat
dilihat dari adanya pengorbanan orangtua terhadap anak berupa berbagai pengeluaran biaya untuk kepentingan anak. Khotimah 2009 berpendapat
bahwa jenis bantuan ekonomi yang diberikan oleh anak laki-laki dan anak perempuan pada prinsipnya tidak berbeda.
2.2.4 Nilai Anak Segi Psikologi
Dari segi psikologis, tampaknya anak mempunyai nilai positif maupun negatif. Nilai psikologis yang positif dapat dilihat dari adanya
kenyataan yang dialami oleh para orangtua bahwa anak dapat menimbulkan perasaan aman, terjamin, bangga dan puas. Perasaan
semacam ini umumnya dialami oleh suami istri yang telah mempunyai anak laki-laki. Mereka merasa puas, aman dan terjamin karena yakin telah
ada anak yang diharapkan menggantikannya kelak dalam melaksanakan kewajiban adat, dilingkungan kerabat maupun masyarakat. Selain itu, anak
juga dirasakan dapat menghibur orang tuanya, memberi dorongan untuk lebih semangat bekerja, dan menghangatkan hubungan suami istri. Nilai
psikologis yang negatif dapat dilihat dari adanya kenyataan yang dialami
Universitas Sumatera Utara
oleh beberapa orangtua yang anaknya sering sakit, sehingga anaknya itu menimbulkan perasaan khawatirwas-was. Selain itu, ada juga kenyataan
bahwa beberapa orangtua mengeluh setelah punya anak, karena merasa kurang bebas kalau akan pergi atau bekerja. Dalam hal seperti ini, anak
dirasakan membuat hidupnya repot. Namun demikian, apabila dibandingkan ternyata lebih banyak orangtua yang merasakan bahwa anak
mempunyai nilai positif dalam hidupnya Ihromi, 1999. 2.3 Hubungan Nilai Anak Dengan Jumlah Anak
Jumlah ideal anak dalam satu keluarga dapat merujuk pada jumlah anak yang disampaikan oleh BKKBN. BKKBN dari hasil survei yang
dilakukan pada daerah di Kalimantan memperoleh hasil bahwa jumlah anak yang ideal dari satu keluarga adalah berkisar 2 atau 3 anak
BKKBN, 2014c. Jumlah anak sangat berpengaruh dengan nilai anak yang dianut oleh suatu keluarga. Seperti telah disampaikan di atas, bahwa
keluarga yang memiliki nilai anak yang bersifat negatif maka jumlah anggota keluarga akan sedikit, sedangkan keluarga yang memiliki nilai
anak yang positif akan cenderung memiliki jumlah anggota keluarga yang banyak. Hal ini terbukti dari penelitian yang dilakukan oleh Ambarsari
1997 yang menemukan bahwa keluarga yang memiliki nilai anak yang positif akan memiliki jumlah anggota keluarga anak yang banyak, begitu
pula sebaliknya. Pada masa sekarang ini telah terjadi perubahan pandangan terhadap jumlah anak yang ideal dalam satu keluarga. Bila
pada masa dahulu keluarga dengan jumlah anak yang banyak maka akan meningkatkan derajat suatu keluarga, namun pada masa sekarang hal itu
Universitas Sumatera Utara
sudah berubah Sujarno, dkk. 1999. Masyarakat pada masa sekarang akan memiliki pandangan bahwa jumlah anak yang banyak akan
menambah beban hidup keluarga tersebut. Hal ini terjadi sebagai akibat perubahan pola hidup masyarakat, dimana pada masa dahulu untuk
mendapatkan penghasilan masyarakat cukup mengandalkan fisik saja, namun pada masa sekarang ini untuk mendapatkan penghasilan yang
layak dibutuhkan kemampuan pemikiran yang lebih tinggi dan itu hanya dapat diperoleh dengan mengenyam suatu pendidikan. Mengenyam suatu
pendidikan akan membutuhkan biaya tertentu, dan hal inilah yang akan menambah beban hidup keluarga.
Pandangan dari sisi ekonomi terhadap nilai anak juga mengalami perubahan seiring perubahan zaman. Pada masa dahulu kedudukan anak
laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan anak perempuan. Anak laki- laki dari sisi ekonomi memiliki fungsi mencari nafkah, sedangkan anak
perempuan hanya bertugas mengurus keluarga di rumah. Perempuan dianggap tidak layak untuk bekerja dan memperoleh pendapatan,
sehingga muncul anggapan bahwa laki-laki bertugas dilapangan sedangkan perempuan bertugas di dapur. Pada masa sekarang ini
kedudukan anak laki-laki dan anak perempuan adalah sama. Akibatnya, tidak ada lagi pemisahan tugas dalam mencari nafkah keluarga
Khairuddin, 1997. Adanya perubahan terhadap pandangan anak laki- laki dan anak perempuan tersebut mengakibatkan keinginan keluarga
untuk mendapatkan salah satu jenis kelamin menjadi hilang dan bergeser kepada kualitas kehidupan dari anak tersebut.
Universitas Sumatera Utara
2.4 Hubungan Nilai Anak Dengan Keikutsertaan KB