Tinjauan Pustaka Perkawinan Semerga (Studi Etnografi Mengenai Merga Silima Masyarakat Karo di Desa Sugau, Kec. Pancur Batu, Kab. Deli Serdang)

7 kebudayaan melayu dan agama islam”Wawancara TV One dengan Wan Chidrin Barus,patumbak,11 November 2013. Desa Sugau termasuk dataran rendah wilayah Karo dan dimanteki merga Purba. Mayoritas suku dari penduduk yang ada di desa Durin Pitu adalah suku Karo, Toba, dan Jawa. Sedangkan, mayoritas agama yang dianut Kristen Protestan GBKP yang lainnya adalah Katholik, Pentakosta, dan Islam. Fenomena tersebut membuat peneliti tertarik untuk meneliti lebih jauh dan mencatat mengenai bagaimana sebenarnya perkawinan semargasumbang pada masyarakat Karo di desa Sugau, kecamatan Pancur Batu, kabupaten Deli Serdang, provinsi Sumatra Utara.

1.2. Tinjauan Pustaka

Menurut Roger M Keesing 1981:212, sistem kekerabatan bukan hanya karena adanya ikatan perkawinan atau karena adanya hubungan keluarga, tetapi karena adanya hubungan darah. Selain itu Keesing juga mengungkapkan bahwa kunci pokok sistem perkawinan adalah kelompok keturunan linege dan garis keturunan descent. Angota kelompok keturunan saling berkaitan mempunyai nenek moyang yang sama. Kelompok keturunan ini bersifat patrilinear atau matrilinear. Koentjaraningrat 1974:113 berpendapat bahwa suatu kelompok adalah kesatuan individu yang diikat oleh sekurang kurangnya 6 unsur, yaitu: 1. Sistem norma-norma yang mengatur tingkah laku warga kelompok. 2. Rasa kepribadian kelompok yang disadari semua warganya. 3. Interaksi yang intensif antar warga kelompok. 4. Sistem hak dan kewajiban yang mengatur interaksi antar warga kelompok. Universitas Sumatera Utara 8 5. Pemimpin yang mengatur kegiatan-kegiatan kelompok. 6. Sistem hak dan kewajiban terhadap harta produktif Koentjaraningrat 1974:114 juga membedakan 3 kategori kekerabatan berdasarkan fungsi-fungsinya sosialnya, yaitu: 1. Kelompok kekerabatan berkorporasi, biasanya mempunyai ke-6 unsur tersebut. Istilah “berkorporasi” umumnya menyangkut unsur 6 tersebut yaitu adanya hak bersama atas sejumlah harta. 2. Kelompok kekerabatan tidak memiliki unsur 6 tersebut, terdiri dari banyak anggota, sehingga interaksi yang terus menerus dan intensif tidak mungkin lagi, tetapi hanya berkumpul kadang-kadang saja. 3. Kelompok kekerabatan menurut adat, biasanya tidak memiliki unsur pada yang ke 4, 5 dan 6 bahkan 3. Kelompok-kelompok ini bentuknya sudah semakin besar, sehingga warganya seringkali sudah tidak saling mengenal. Rasa kepribadian sering kali juga ditentukan oleh tanda-tanda adat tersebut. Koentjaraningrat 1974:115 juga mengelompokan kekerabatan ke dalam beberapa golongan, yaitu: 1. Kindret yakni, berkumpulnya orang-orang saling membantu melakukan kegiatan-kegiatan bersama saudara, sepupu, kerabat isteri, kerabat yang lebih tua dan muda. Dimulai dari seorang warga yang memprakarsai suatu kegiatan. Bisanya hubungan kekerabatan ini dimanfaatkan untuk memperlancar bisnis seseorang. 2. Keluarga luas yakni, kekerabatan ini terdiri dari lebih dari satu keluarga inti. Terutama di daerah pedesaan, warga keluarga luas umumnya masih tinggal berdekatan, dan seringkali bahkan masih tinggal bersama-sama dalam satu Universitas Sumatera Utara 9 rumah. Kelompok kekerabatan berupa keluarga luas biasanya dikepalai oleh anggota pria yang tertua. Dalam berbagai masyarakat di dunia, ikatan keluarga luas sedemikian eratnya, sehingga mereka tidak hanya tinggal bersama dalam suatu rumah besar, tetapi juga merupakan satu keluarga inti yang besar. 3. Keluarga ambilineal kecil yakni, terjadi apabila suatu keluarga luas membentuk suatu kepribadian yang khas, yang disadari oleh para warga. Kelompok ambilineal kecil biasanya terdiri dari 25-30 jiwa sehingga mereka masih saling mengetahui hubungan kekerabatan masing-masing. 4. Klen kecil yakni, kelompok kekerabatan yang terdiri dari beberapa keluarga luas keturunan dari satu leluhur. Ikatan kekerabatan berdasarkan hubungan melalui garis keturunan pria saja patrilineal, atau melalui garis keturunan perempuan saja matrilineal, jumlah sekitar 50-70 orang biasanya mereka masih saling mengenal dan bergaul dan biasanya masih tinggal dalam satu desa. 5. Klen besar yakni, kelompok kekerabatan yang terdiri dari semua keturunan dari seorang leluhur, yang diperhitungkan dari garis keturunan pria atau perempuan, sosok leluhur yang menurunkan para warga klen besar berpuluh- puluh generasi yang lampau iru sudah tidak jelas lagi dan seringkali sudah di anggap keramat. Jumlah yang sangat besar menyebabkan mereka sudah tidak mengenal kerabat-kerabat jauh. 6. Frati yakni, gabungan antara patrilineal maupun matrilineal, dan dari kelompok klen setempat keln kecil ataupun bagian klen besar. Namun penggabungannya tidak merata. Universitas Sumatera Utara 10 7. Paroh masyarakat, kelompok kekerabatan gabungan klen seperti frati, tetapi yang selalu merupakan separoh dari suatu masyarakat. Suatu kelompok atau kekerabatan yang besar adalah klen diterjemahkan marga sebuah kelompok kekerabatan keturunan yang anggota-angotanya bisa diurutkan pada suatu leluhur pria atau perempuan tetapi tidak tahu secara pasti hubungan genologis yang menghubungkan mereka dengan sah leluhur pria atau perempuan tersebut klen terbagi dua yaitu klen kecil dan klen besar. Edward bruner dalam T.O.Ihromi, 2006:159 menemukan kasus di Tapanuli bahwa Marga adalah kelompok kekerabatan yang meliputi orang-orang yang mempunyai kakek bersama atau yang percaya bahwa meraka adalah keturunan dari seorang kakek bersama menurut perhitungan garis patrilinear, angota satu marga dilarang kawin karena marga adalah kelompok yang eksogam. Jadi semua orang yang semarga adalah orang yang berkerabat dan dengan orang lain marganya dapat juga dicari kaiatan kekerabatan, karena mungkin saja mereka mempunyai hubungan kekerabatan dengan bibi, paman atau saudara lain, melalui hubungan perkawinan. Orang luar atau bukan kerabat, yang mula-mula dipersepsikan sebagai suatu golongan besar yang tidak dibeda-bedakan, sehubungan dengan pengalaman-pengalaman pergaulan sosial, hubungan pekerjaan dan hal-hal lain yang dapat dianggap sebagai salah satu indikator dari derajat kemodrenan-lambat laun mengalami penghalusan dan satuan besar yang tadinya kabur itu disadari oleh orang Batak Toba sebagai golongan- golongan yang berbeda-beda. Dalam Bab 1 Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 yang diundangkan tanggal 2 Janwari 1974, penegertian Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang peria dan sseorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan Universitas Sumatera Utara 11 membentuk keluarga yang berbahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa 10 1. Perkawinan memberikan ketentuan hak dan kewajiban serta perlindungan kepada anak-anak. . Menurut Koentjaraningrat 1980:90 mengungkapkan: “Dipandang dari sudut kebudayaan manusia, maka Perkawinan merupakan pengaturan kelakuan manusia yang bersangkutpaut dengan kehidupan seksnya . Karena, menurut pengertian masyarakat, perkawinan menyebabkan seorang laki-laki tidak boleh melakukan hubungan seks dengan sembarangan perempuan lain, tetapi hanya dengan satu atau beberapa tertentu dalam dalam masyarakat yaitu perempuan yang sudah di saluhkan sebagai istrinya”. Suparlan 1986:30 mengatakan bahwa perkawinan merupakan hubungan antara laki-laki dan perempuan yang dilakukan secara sah oleh masyarakat yang bersangkutan dan berdasarkan atas peraturan-peraturan perkawinan yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Perkawinan tidak hanya menunjukkan adanya hubungan seksual saja, tetapi juga melibatkan hubungan–hubungan antara kerabat dari masing- masing pasangan tersebut. Dari sebuah perkawinan diharapkan terjadinya proses regenerasi dan juga penerusan tradisi masyarakat melalui keluarga yang dibentuk oleh mereka yang melaksanakan perkawinan tersebut. Dalam hal regenerasi dapat dilakukan dengan cara menarik garis keturunan dari sistem kekeluargaan yang diatur oleh masyarakat adat Koencaraningrat,1883:40. Menurut Warsani Salim S.H 1978:147, perkawinan mempunyai beberapa fungsi,yaitu: 2. Perkawinan memenuhi kebutuhan manusia akan teman hidup. 10 http:books-googel.co.idundang-undangperkawinanindonesia:34jfjskjavskie,id.,diakses 21 September 2014 Universitas Sumatera Utara 12 3. Perkawinan dapat dianggap sebagai alat untuk meneruskan garis keturunan pada masyarakat yang ber-clan dan yang organisasi clanya masih kuat sekali, perkawinan biasanya merupakan urusan keluarga luas, yang melaksanakan hal-hal yang perlu, menyediakan calon yang baik,dsd. 4. Perkawinan dapat pula menjadi alat untuk mengedarkan harta benda dan kekayaan. 5. Perkawian dapat menjadi alat pengikat antara satuan-satuan kekerabatan tertentu. Sumbang atau incest muncul apabila adat eksogami dalam suatu masyarakat dilarang. Dengan demikian, sumbang yang terjadi didalam suatu masyarakat yang berdasarkan adat eksogami keluarga inti adalah persetubuhan antara dua orang saudara kandung, atau antara ayah atau ibu dengan anaknya. Dalam banyak masyarakat di dunia sumbang merupakan dosa besar, yang bahkan dapat diancam dengan hukuman mati, hukuman buang Koentjaraningrat 1997:97. Perkawinan semarga adalah suatu penyimpangan dalam masyarakat berdasarkan adat yang berlaku di tengah-tengah masyarakat. Penyimpangan merupakan prilaku yang sejumlah besar orang dianggap sebagai hal yang tercela dan di luar batas toleransi Sunarto 11 Masyarakat Karo mengenal 5 besar merga dan terdiri dari beberapa sub merga. Keputusan Hasil Kongres Kebudayaan Karo 3 Desember 1995 di Sebayak . Oleh sebab itu, pelanggaran atas ketentuan ini akan dihukum berat, seperti pengusiran dari kampung desa, tidak diakui sebagai anggota marga dan dilarang mengikuti upacara adat. 11 hppt:books-googel,co.id-perkawinansemargadalammasyarakatindonesia,;hfadsbfas- vbbkdciesndo.id.ed, diakses 12 September 2014 Universitas Sumatera Utara 13 International Hotel Berastagi ditetapkan pengunaan merga berdasarkan Merga Silima, yaitu : 1. Merga Ginting 16 sub merga 2. Merga Karo-karo 20 sub merga 3. Merga Perangin-angin 18 sub merga 4. Merga Tarigan 14 sub merga 5. Merga Sembiring 18 sub merga Menurut Sempa Sitepu 1996:34, perkembanganya dan pertumbuhan merga dirasakan memiliki nilai dan manfaat yang cukup besar. Adapun nilai dan manfaat merga itu dari hasil kajian ialah sebagai berikut: “Merga membuat seseorang angota masyarakat Karo dihargai, disegani dan dihormati, merga sebagai tanda pengenal bagi angota masyarakat Karo, merga sebagai tanda garis keturunan seseoragn dalam masyarakat Karo, merga bagian atau unsur yang terdapat dalam hak pemilihan dan pewarisan pada suku Karo dan merga menunjukan posisi atau sangkut paut keluarga dan lingkungan secara langsung maupun tidak lagsung. Sistem kekerabatan orang Karo menempatkan posisi seorang secara pasti sejak dilahirkan hinga meningal kedalam 3 posisi yang disebut sangkep nggeluh. Menurut Darwin Prinst 2004:43, sangkep nggeluh adalah bagian dari masyarakat Karo yang merupakan landasan bagi sistem kekerabatan dan semua kegiatan khususnya kegiatan yang bertalian dengan pelaksanaan adat-istiadat dan interaksi pada masyarakat Karo. sangkep nggeluh ini didukung oleh tiga aktor yang dikenal dengan kalimbubu, sukut, dan anak beru. Hal ini maka setiap individu masyarakat Karo terikat kepada sangkep nggeluh. Melalui sangkep nggeluh masyarakat Karo saling berkerabat, baik berkerabat karena hubungan darah seketurunan, maupun berkerabat karena Universitas Sumatera Utara 14 hubungan perkawinan perjabun. Adapun nilai-nilai yang dominan yang terdapat di dalam sangkep nggeluh adalah nilai gotong royong dan kekerabatan juga berfungsi sebagai pengendali sosial. Sukut dalam kekeluargaan suku Karo dimaksudkan sukut tersebut sembuyak dan senina. a Sembuyak artinya saudara kandung; satu perut dalam satu ayah dan satu ibu. b Senina artinya saudara; karena satu nenek, dalam hal ini dari pihak ayah dan satu marga. Kalimbubu adalah kelompok pemberi dara bagi keluarga merga tertentu. Dalam hal kehidupan sehari-hari, sering disebut juga dibata ni idah Tuhan yang kelihatan. Di dalam perkawinan, kalimbubu adalah pihak keluarga perempuan yang dikawinkan. Dalam hal ini, bila pihak mereka kawin dengan seorang perempuan, maka keluarga pihak perempuan itu adalah kalimbubu mereka. Hal itu disebabkan adanya perkawinan tersebut maka nenek, ayah, dan anak-anaknya semua telah masuk jadi golongan kalimbubu. Anak beru berarti anak perempuan dan di dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Karo dikenal sebagai kelompok yang mengambil istri dari keluarga marga tertentu. Di dalam perkawinan anak beru adalah keluarga laki-laki yang kawin atau mengambil anak perempuan suatu keluarga. Contoh adalah keluarga merga Ginting menikah dengan perempuan keluarga merga Sembiring, maka keluarga merga Ginting akan menjadi anak beru keluarga merga Sembiring. Tutur Siwaluh merupakan pengembangan fungsi dari sangkep nggeluh. tutur siwaluh terdiri dari; Universitas Sumatera Utara 15 1. Puang Kalimbubu ialah semua kalimbubu dari kalimbubu itu sendiri dengan berbagai tingkatannya. 2. Kalimbubu ialah kelompok pemberi dari bagi keluarga merga tertentu. 3. Sembuyak artinya saudara kandung; satu perut dalam satu ayah dan satu ibu. 4. Senina artinya saudara; karena satu nenek, dalam hal ini dari pihak ayah dan satu merga. 5. Senina sepemeren ialah saudara karena ibu bersaudara. 6. Senina seperibanen ialah saudara karena istri bersaudara. 7. Anak beru ialah anak perempuan dan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Karo. 8. Anak beru menteri ialah menteri asal katanya minteri yaitu anak beru dari anak beru itu sendiri. Marse singarimbun dalam Bangun Teridah 1986:121 mengatakan masyarakat Karo sangat menyetujui perkawinan cross-cousin pihak ibu cross-cousi dari matrilateral hal itu merupakan tanda bahwa keluarga dari pasangan tersebut mempunyai hubungan yang baik antara anak beru dengan kalimbubu, karena begitu idealnya perkawinan seorang laki-laki dengan Impalnya, sehingga seorang perempuan atau ibu merasa mempunyai kewajiban moral untuk berusaha agar salah satu anak laki-lakinya menikah dengan salah seorang anak perempuan saudara laki-lakinya. Alasan bagi orang tua untuk mempertemukan anak laki-lakinya dengan impalnya agar hubungan kekerabatan antara keluarga tetap terpelihara, saling menghormati di mana sang menantu menganggap mertua adalah orang tuanya sendiri, agar menatu tidak khawatir menyampaikan persoalan dan masalah yang timbul dalam rumah tangga. Orang tua dan mertua sendiri ikut serta dalam membantu kesejahtraan rumah tangga Universitas Sumatera Utara 16 anaknya tanpa selalu jauh mencampuru urusan rumah tangga anaknya, suami istri ini adalah kelompok keluarga yang dekat, karena ada hubungan darah, maka biasanya mereka mampu mengendalikan diri untuk menciptakan kerukunan rumah tangga walaupun sering terjadi masalah dalam perjalanan hidup mereka. Menurut Darwin Prinst 2004:75, ada beberapa syarat perkawinan pada masyarakat suku Karo, yaitu: 1. Tidak berasal dari satu merga, kecuali merga Perangin-angin dan merga Sembiring. 2. Bukan menurut adat, dilarang untuk berkawin ertutur bersaudara sipemeren, dan erturang impal. 3. Sudah dewasa, dalam hal ini tidak mengukur kedewasaan seseorang tidak dikenal batas usia yang pasti, tetapi berdasarkan pada kemampuan untuk bertangung jawab untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Untuk laki-laki, hal ini diukur dengan telah mampu membuat peralatan rumah tangga, peralatan bertani dan telah mengetahui peraturan adat berkeluarga Meteh Mehuli 12 . Sedangkan, untuk perempuan hal ini diukur dengan telah akal baik ,telah mengetahui adat Meteh Ertutur 13 Lebih lanjut lagi menurut Darwin Prinst 2004:75, ada beberapa fungsi dalam perkawinan masyarakat Karo, antara lain: . 1. Melanjutkan hubungan kekeluargaan. 12 Meteh Mehuli istilah yang dipakai masyarakat karo untuk mengambarkan seseorang yang bepilaku baik. 13 Meteh Ertutur istilah dalam basar karo untuk menyatakan sopan santun dalam berbicara dengan saudara dan mengetahui sistem kekerabatan dalam suku karo. Universitas Sumatera Utara 17 2. Menjalin hubungan kekeluargaan, apabila sebelumnya belum ada hubungan kekeluargaan. 3. Melanjutkan keteraturan dengan lahirnya anak laki-laki dan perempuan. 4. Menjaga kemurnian suatu keturunan. 5. Menghindari berpindahnya harta kekayaan kepada keluarga lain. 6. Mempertahankan atau memperluas hubungan kekeluargaan Pembatasan jodoh dalam perkawinan masyarakat di dunia ada larangan- larangan yang harus dipatuhi dalam memilih jodoh. Di dalam masyarakat Karo, seseorang itu dilarang kawin dengan saudara sekandungnya eksogami keluarga inti, sepemeren, seperibanen, sipengalon, sendalanen dan juga seseorang dilarang kawin dengan sesame marga eksogami marga. Misalnya seorang laki-laki bermerga Ginting kawin dengan merga Ginting karena mereka adalah sedarah, walupun mereka tidak saling kenal.

1.3. Rumusan Masalah