BAHAN BOK: TEORI (THEORY)

7 BAHAN BOK: TEORI (THEORY)

Earl Babbie mendefinisikan teori sebagai “a systematic explanation for the observed facts and laws that relate to a particular aspect of life. . . . ,” sementara Lawrence Neuman (Social Research Methods, 2003) berpendapat, “Theories tell us whether concepts are related and, if they are, how they relate to each other.. . . . . .

Many theories make a causal statements, or a proposition, about the expected relation among variables.” “A theory is a set of interrelated constructs (concepts), definitions and propositions that present a systematic view of phenomena by specifying relations among variables, with the purpose of explaining and predicting the phenomena,” demikian Kerlinger. Donald R. Cooper dan C. William Emori dalam Business Research Methods (1995), menjelaskan perbedaan dan

--------TEORI--------- | | abstraksi | | DATA------------------>KONSEP KONSEP

| | | | | | |<-------direkam |---operasionalisasi---| | | | | | |

FAKTA----------------->VARIABEL VARIABEL

nilai | | | | ------HIPOTESIS-------

Gambar 12 Hubungan Antar Konsep, Teori, Variabel, dan Hipotsis

hubungan antara propositions dengan hypotheses. “We define a proposition as a statement about concepts that may be judged as true or false if it refers to observable phenomena. When a proposition is formulated for empirical testing, we call it a hypothesis. As a declarative statement, a hypothesis is of a tentative and conjectural nature.” Menurut Babbie, teori terdiri dari beberapa pernyataan (statements). Pertama asas-asas atau dalil-dalil (laws). Kedua axioma, yaitu “fundamental assertions,” kebenaran yang dengan sendirinya benar tanpa perlu diuji atau dibuktikan. Axioma berfungsi sebagai sebagai fondasi bangunan teori. Ketiga, proposisi, yaitu “conclusions drawn about the relationship among concepts, based on the logical interrelationships among the axioms.” Gustav Bergmann dalam Philosophy of Science (1958) berpendapat bahwa “Theory is a group of laws. The laws that serve as the premises of these deductions are called the axioms of the theory; these which appear as conclusions are called theorems.” Lebih lanjut Babbie menunjukkan hubungan timbal-balik antara teori dengan fakta (observations) seperti Gambar 13. Gambar itu juga sekaligus menunjukkan perbedaan dan hubungan antara pendekatan kualitatif dengan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kualitatif berjalan dari observasi (fakta) ke teori melalui hubungan antara propositions dengan hypotheses. “We define a proposition as a statement about concepts that may be judged as true or false if it refers to observable phenomena. When a proposition is formulated for empirical testing, we call it a hypothesis. As a declarative statement, a hypothesis is of a tentative and conjectural nature.” Menurut Babbie, teori terdiri dari beberapa pernyataan (statements). Pertama asas-asas atau dalil-dalil (laws). Kedua axioma, yaitu “fundamental assertions,” kebenaran yang dengan sendirinya benar tanpa perlu diuji atau dibuktikan. Axioma berfungsi sebagai sebagai fondasi bangunan teori. Ketiga, proposisi, yaitu “conclusions drawn about the relationship among concepts, based on the logical interrelationships among the axioms.” Gustav Bergmann dalam Philosophy of Science (1958) berpendapat bahwa “Theory is a group of laws. The laws that serve as the premises of these deductions are called the axioms of the theory; these which appear as conclusions are called theorems.” Lebih lanjut Babbie menunjukkan hubungan timbal-balik antara teori dengan fakta (observations) seperti Gambar 13. Gambar itu juga sekaligus menunjukkan perbedaan dan hubungan antara pendekatan kualitatif dengan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kualitatif berjalan dari observasi (fakta) ke teori melalui

------------->THEORIES-------------- | | | | | |

EMPIRICAL HYPOTHESES GENERALIZATIONS | | | | | | |

------------OBSERVATIONS<-----------

Gambar 13 Hubungan Antara Teori Dengan Fakta

Inti dinamik suatu teori adalah hipotesis. Pemikiran bermula dari keingintahuan (curiosity). Keingintahuan itu dirumuskan dalam bentuk pertanyaan (question). Kerlinger menyatakan bahwa masalah penelitian “should express a relation between two or more variables. It asks, in effect, questions like: “Is A related to B?” How are A and B related to C?” How is A related to B under condition C and D?” Ada yang cenderung mengambil jalan pintas yang lebih mudah, yaitu mengutip “temuan” (sebenarnya hipotesis) penelitian orang lain sebelumnya yang berbunyi: “X mempengaruhi Y,” sehingga yang bersangkutan tinggal melanjutkan dengan pertanyaan: “Seberapa besar pengaruh X terhadap Y?” Pertanyaan pemikiran dijawab dengan dua cara. Langsung merekam fakta empirik yang dipertanyakan (ingin diketahui), yaitu melalui pendekatan kualitatif, atau berkonsultasi dengan teori yang ada. Pertanyaan dijawab dengan teori berdasarkan alasan, bahwa teori yang ada merupakan jawaban yang telah teruji dalam masyarakat, bahkan dalam sejarah. Menurut Earl Babbie dalam The Practice of Social Research, (Bab 2, 1983), dalam penelitian kuantitatif yang menggunakan metodologi deduktif, masalah (pertanyaan) penelitian dijawab dengan teori dan hasil deduksi teori berakhir pada hipotesis. Jadi hipotesis adalah jawaban teoretik terhadap pertanyaan pemikiran. Hipotesis disebut juga jawaban sementara karena hipotesis perlu diamati, diuji, atau dibuktikan dengan fakta (secara empirik), agar kualitasnya sebagai “hip ō-” “sub-” (under), “supposition,” (“ponere,” to put under) berubah meningkat menjadi “tithenai,” yang kemudian menjadi thesis (pernyataan, dalil, proposisi). Berbagai pertanyaan dengan bermacam-macam hipotesis sebagai jawabannya muncul di lingkungan dunia akademik di Indonesia.

body-of-knowledge (BOK) | |

theory | --------------------- | | concept concept | | |---operasionalisasi--| | |

variable variable | | |------hypotesis------| | | |

dimensions | dimensions | | | | | |

indicators | indicators | | | | | |

items-----testing-----items | | | |

------alat ukur------

Gambar 14 Hipotesis

Adakah jawaban teoretik (hipotesis) terhadap pertanyaan “Seberapa besar. . . . .?” Tidak ada! Besarnya pengaruh X terhadap Y yang besarannya dinyatakan dengan koefisien determinasi itu dengan sendirinya keluar dari komputer pada saat hipotesis “X mempengaruhi Y,” diuji. Jika demikian, pertanyaan “Seberapa

besar pengaruh X terhadap Y?” bukan (tidak layak dijadikan) pertanyaan penelitian.

Apakah “Besarnya pengaruh X terhadap Y diukur pada dimensi-dimensi X,” memenuhi syarat sebagai sebuah hipotesis? Kerlinger (kemudian dikutip oleh sejumlah penulis metodologi seperti John W. Creswell dalam Research Design, 1994, dan relatif sama dengan Donald R. Cooper dan C. William Emory dalam Business Research Methodes, 1995) mendefinisikan hipotesis sebagai “conjectural statement of the relation between two or more variables,” yang perlu diuji secara empirik. Sudah barang tentu, sifat “conjectural” di sini tidak berarti terkaan Apakah “Besarnya pengaruh X terhadap Y diukur pada dimensi-dimensi X,” memenuhi syarat sebagai sebuah hipotesis? Kerlinger (kemudian dikutip oleh sejumlah penulis metodologi seperti John W. Creswell dalam Research Design, 1994, dan relatif sama dengan Donald R. Cooper dan C. William Emory dalam Business Research Methodes, 1995) mendefinisikan hipotesis sebagai “conjectural statement of the relation between two or more variables,” yang perlu diuji secara empirik. Sudah barang tentu, sifat “conjectural” di sini tidak berarti terkaan

“Besarnya pengaruh. . . . . .” tidak menjelaskan apakah ada, dan jika ada, bagaimana sifat hubungan antara X dengan Y. Ia hanya menyatakan bahwa “ini” diukur pada “itu.” Oleh sebab itu, kalimat “Besarnya pengaruh X terhadap Y

diukur pada dimensi-dimensi X” bukanlah hipotesis penelitian, melainkan

proposisi penelitian (Cooper dan Emory, op. cit., h. 39), yaitu sekedar “a statement about concept,” bahwa “besarnya pengaruh. . . . “ (concept), “diukur pada atau ditentukan oleh. . . . .” (statement). Dalam kalimat itu tidak ada sesuatu yang diuji atau dibuktikan. Hubungan antara variable dengan dimensinya menurut teori terkait, sudah pasti. Lagi pula fungsi dimensi dan indikator pada Gambar 14 tidak untuk mengukur, melainkan langkah yang harus ditempuh untuk mendeduksi dan mengonstruksi alat-ukur yang sesungguhnya (alat untuk mengukur variabel) yaitu items pertanyaan (rating scale) atau pernyataan (Likert).

Apakah kalimat yang berbunyi: “Besarnya pengaruh X terhadap Y bergantung pada dimensi-dimensi X,” sebuah hipotesis?” Kalimat itu bukan hipotesis, karena keseluruhan dimensi-dimensi X = X. Jawaban itu sama saja dengan: “Besarnya pengaruh X terhadap Y bergantung pada X.” Jawaban tersebut bersifat tautological, tidak reliable.

Bagaimana dengan kalimat “Besarnya pengaruh X terhadap Y ditentukan oleh dimensi-dimensi X,” Pernyataan “ditentukan oleh” dalam kalimat hipotetik itu berarti “besarnya” pengaruh X terhadap Y “bergantung pada” dimensi-dimensi X. Pernyataan ini mengubah posisi dimensi-dimensi itu, dari dimensi X menjadi faktor yang menentukan (mempengaruhi) X. Di sini X bergantung pada faktor- faktor itu. Dengan sendirinya variabel yang tadinya X, berubah menjadi Y atau Z, dan dimensi-dimensinya menjadi X baru. Model

X----------------->Y |

-----|----- | | | D1 D2 Dn D = dimensi

Gambar 15 Dimensi-Dimensi X

berubah menjadi

D1 (X1)-----

D2 (X2)-----|------------>Y

Dn (Xn)-----

Gambar 16 Dimensi X (D1, D2, Dn) Berubah Posisi dari Dimensi Menjadi Faktor (X)

Model Gambar 16 harus dianalisis lebih lanjut, artinya dimensi-dimensi X1, X2, Xn harus diidentifikasi, kemudian dimensi baru itu berubah lagi menjadi variable bebas, demikian terus-menerus. Kapan berakhirnya? Oleh sebab itu harus diingat bahwa faktor berbeda dengan dimensi dan dimensi tidak boleh diperlakukan sebagai faktor atau variable bebas. Kesalahfahaman tentang faktor dengan dimensi ini sering terjadi. Misalnya pada hari Sabtu 12 November 2005, di gedung Program Pascasarjana sebuah universitas besar di Bandung, Ujian Disertasi (biasa juga disebut Ujian Terbuka, promosi Doktor) mahasiswa Program Doktor atas nama L3G03810 dan L3G03855, berlangsung. Inilah promosi Doktor ke 5 dan 6 Program tersebut yang dibuka sejak tahun 2000. Keduanya berhasil mempertahankan naskah disertasi masing-masing dalam Ujian Naskah Disertasi (Ujian Tertutup) sekitar tiga bulan sebelumnya.

Judul kedua disertasi (sebutlah berturut-turut disertasi promovendus 5 atau D5 dan disertasi promovendus 6 atau D6) menunjukkan perbedaan dan persamaan. D5 berjudul Pengaruh Komunikasi, Sumberdaya, Disposisi, dan Struktur Birokrasi Terhadap Kemandirian Kelompok Tani, sedangkan D6 berjudul Pengaruh Komunikasi, Sumberdaya, Disposisi, dan Struktur Birokrasi Terhadap Implementasi Kebijakan Perberasan dan Dampaknya Terhadap Pendapatan Petani. Dalam judul kedua disertasi terdapat kata “pengaruh.” Hal itu berarti promovendi hendak mempelajari hubungan kausal antara dua atau lebih variabel, antara variabel pengaruh (X) dengan variabel yang dipengaruhi (Y). Ada empat variabel pengaruh yang diteliti oleh kedua promovendi, berturut-turut komunikasi (X1), sumberdaya (X2), disposisi (X3) dan struktur birokrasi (X4). Variabel terpengaruh (Y) berbeda. Y penelitian D5 adalah kemandirian kelompok tani, sedangkan Y penelitian D6 (dalam naskah disebut Z) adalah pendapatan petani, sedangkan implementasi kebijakan perberasan variabel antara Z (yang disebutnya Y). Konstruksi kerangka pemikiran D5 adalah:

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN ---------------------> KEMANDIRIAN PENYULUHAN PERTANIAN KELOMPOK TANI | |

komunikasi sumberdaya disposisi

struktur birokrasi

Gambar 17 Model Penltian D5 (h.98 Disertasi) Komunikasi dsb Adalah Dimensi Implementasi

Konstruksi teoretik D6 sebagai berikut:

KOMUNIKASI--------------

SUMBERDAYA--------------| IMPLEMENTASI PENDA- |------>KEBIJAKAN --------->PATAN DISPOSISI---------------| PERBERASAN PETANI

STRUKTUR BIROKRASI------ |

| harga dasar

Gambar 18 Model Penelitian D6 (h. 121 dan 127 Disertasi) Komunikasi dsb Adalah Faktor Implementasi

Teori dikonstruksi seperti Gambar 17 untuk menjawab empat pertanyaan masalah penelitian D5 yang semuanya dimulai dengan pertanyaan: “Bagaimana pengaruh X terhadap Y?” yang dijawab dengan empat hipotesis “X berpengaruh terhadap Y,” dan Gambar 18 untuk menjawab enam pertanyaan yang semuanya dirumuskan dengan “Apakah X berpengaruh terhadap Y?” dan dijawab dengan enam hipotesis: “X berpengaruh terhadap Y.” Jadi pertanyaan yang berbeda dijawab dengan jawaban yang sama (Tabel 1).

Tabel 1 Masalah Penelitian Disertasi dan Hipotesis

---------------------------------------------------------------------- DISERTASI PERTANYAAN JAWABAN TEORETIK ---------------------------------------------------------------------- D5 Bagaimana Pengaruh X X Berpengaruh Terhadap Y Terhadap Y?

D6 Apakah X Berpengaruh X Berpengaruh Terhadap Y Terhadap Y? ------------------------------------------------------------------

Segera terlihat bahwa terdapat inkonsistensi antara pertanyaan dengan jawaban pada D5. Pertanyaan “bagaimana” (“how”) dalam bahasa Indonesia menunjukkan beberapa makna (arti), yaitu sebagai proses yaitu contingent atau necessary factors yang diperlukan untuk menghasilkan suatu output, dan sebagai kualitas, misalnya “baik,” “lancar,” dan sebagainya. Jadi pertanyaan “bagaimana” dalam arti pertama, sangat penting, dan berkaitan erat dengan pertanyaan “mengapa.” Jika “mengapa” bertanya tentang penyebab penyakit, “bagaimana” bertanyan tentang cara mencegah dan mengobatinya. Sudah barang tentu, pertanyaan “bagaimana” dalam arti kedua hanya layak untuk penelitian kualitatif yang langsung dapat menjawab dengan fakta empirik. Jawaban “berpengaruh” pada Tabel 1 menunjukkan output, bukan proses atau kualitas.

“Apakah X berpengaruh terhadap Y,” merupakan pertanyaan yang di dalam metodologi diibaratkan pesawat yang sedang mengalami gangguan di udara dan sibuk mencari lapangan untuk pendaratan darurat. Atau laksana seorang penjual suatu obat (X) yang lagi ingin mengetahui penyakit apa (Y) yang bisa disembuhkan dengan obat itu. Inilah “logika” birokrasi! Birokrasi memiliki kekuasaan atau alat, dan ingin tau, dengan kekuasaan atau alat itu ia bisa apa. Seharusnya, seorang peneliti Kybernologi ibarat pesawat yang hendak take off. Dari FOR (frame-of-reference) fihak yang diperintah, yaitu pelanggan, korban, dan mangsa pemerintahan ia berangkat. Penyakit apa yang sedang diderita masyarakat? “Mengapa. . . .” (diagnosis) itulah pertanyaan yang diibaratkan sebagai “take off.” Pertanyaan itulah yang membawa peneliti ke arah hubungan kausal antara Y dengan X. Jika terjawab “Disebabkan oleh. . . . . ,” atau “Karena. . . . .” maka terapinya dengan tepat dapat didefinisikan. Jadi pertanyaan yang jauh lebih tepat ialah “Faktor apa sajakah yang mempengaruhi Y?” D5 mengutip Edwards III yang menyatakan bahwa ada empat faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan, yaitu komunikasi, sumberdaya, disposisi, dan struktur birokrasi. Kata “factor” berarti “a maker,” “doer,” “performer,” yang memfaktakan sesuatu, yang membuat sesuatu menjadi fakta (faktual). Variabel bebas atau variabel yang mempengaruhi (berpengaruh, X) adalah faktor. Dalam deduksi teoretik disertasinya, D5 memosisikan komunikasi, sumberdaya, disposisi, dan struktur birokrasi sebagai variabel X, tetapi pada kerangka pemikiran, sebagai dimensi variabel implementasi kebijakan. Jadi seharusnya, model penelitian D5 seperti model penelitian D6 (Gambar 18). Tetapi dengan demikian timbul persoalan baru. Mana variabel-antara (intervening variable sekaligus contingent factors) D5? Andaikata baik D5 maupun D6 memosisikan implementasi kebijakan sebagai variabel-antara Z, mana dimensi-dimensi variabel, yaitu aspek-aspek variabel yang hendak diukur? Dimensi implementasi kebijakan perberasan D6 “Apakah X berpengaruh terhadap Y,” merupakan pertanyaan yang di dalam metodologi diibaratkan pesawat yang sedang mengalami gangguan di udara dan sibuk mencari lapangan untuk pendaratan darurat. Atau laksana seorang penjual suatu obat (X) yang lagi ingin mengetahui penyakit apa (Y) yang bisa disembuhkan dengan obat itu. Inilah “logika” birokrasi! Birokrasi memiliki kekuasaan atau alat, dan ingin tau, dengan kekuasaan atau alat itu ia bisa apa. Seharusnya, seorang peneliti Kybernologi ibarat pesawat yang hendak take off. Dari FOR (frame-of-reference) fihak yang diperintah, yaitu pelanggan, korban, dan mangsa pemerintahan ia berangkat. Penyakit apa yang sedang diderita masyarakat? “Mengapa. . . .” (diagnosis) itulah pertanyaan yang diibaratkan sebagai “take off.” Pertanyaan itulah yang membawa peneliti ke arah hubungan kausal antara Y dengan X. Jika terjawab “Disebabkan oleh. . . . . ,” atau “Karena. . . . .” maka terapinya dengan tepat dapat didefinisikan. Jadi pertanyaan yang jauh lebih tepat ialah “Faktor apa sajakah yang mempengaruhi Y?” D5 mengutip Edwards III yang menyatakan bahwa ada empat faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan, yaitu komunikasi, sumberdaya, disposisi, dan struktur birokrasi. Kata “factor” berarti “a maker,” “doer,” “performer,” yang memfaktakan sesuatu, yang membuat sesuatu menjadi fakta (faktual). Variabel bebas atau variabel yang mempengaruhi (berpengaruh, X) adalah faktor. Dalam deduksi teoretik disertasinya, D5 memosisikan komunikasi, sumberdaya, disposisi, dan struktur birokrasi sebagai variabel X, tetapi pada kerangka pemikiran, sebagai dimensi variabel implementasi kebijakan. Jadi seharusnya, model penelitian D5 seperti model penelitian D6 (Gambar 18). Tetapi dengan demikian timbul persoalan baru. Mana variabel-antara (intervening variable sekaligus contingent factors) D5? Andaikata baik D5 maupun D6 memosisikan implementasi kebijakan sebagai variabel-antara Z, mana dimensi-dimensi variabel, yaitu aspek-aspek variabel yang hendak diukur? Dimensi implementasi kebijakan perberasan D6

KOMUNIKASI--------------

SUMBERDAYA--------------| IMPLEMENTASI KESEJAH- |------>KEBIJAKAN --------->TERAAN DISPOSISI---------------| PERBERASAN PETANI

STRUKTUR BIROKRASI------ | |

(dengan dimensinya masing- manajemen dan ope- HDI masing) rasi perberasan

Gambar 19 Model Penelitian D5 (disarankan)

KOMUNIKASI------------

SUMBERDAYA------------| IMPLEMENTASI KE- KEMANDIRIAN |---->BIJAKAN PENYULUH- ---> KELOMPOK DISPOSISI-------------| AN PERTANIAN TANI

STRUKTUR BIROKRASI---- | |

(dengan dimensinya manajemen dan operasi HDI masing-masing) penyuluhan pertanian

Gambar 20 Model Penelitian D6 (disarankan)

Dengan demikian, kerangka pemikiran penelitian D5 dan D6 disarankan seperti Gambar 19 dan Gambar 20. Oleh sebab itu, kalimat “Besarnya pengaruh X terhadap Y ditentukan oleh. . .” bukan hipotesis penelitian.

Ada juga yang berusaha menjawab pertanyaan “seberapa besar” itu dengan hipotesis berbunyi: “Semakin tinggi X, semakin tinggi Y” (hubungan positif) atau “Semakin tinggi X, semakin rendah Y” (hubungan negatif). Jawaban yang berbunyi demikian bukanlah jawaban terhadap pertanyaan “seberapa besar,” tetapi jawaban terhadap pertanyaan “bagaimana sifat hubungan antara X dengan Y.” Pertanyaan ini didahului dengan pertanyaan “Adakah hubungan teoretik antara Y dengan X?” Barulah kemudian: “jika ada, bagaimana sifat hubungan itu?”

“Besarnya pengaruh,” yang ditunjukkan oleh koefisien hubungan (r) atau pengaruh R) pada hipotesis berepsilon, bias, tidak sesuai dengan fakta. Lebih-lebih di bidang Ilmu Sosial, akurasi temuan penelitian, dalam hal ini “besarnya pengaruh,” relative. Penyebabnya antara lain faktor “science is not portable,” “sufficient factors” yang tidak lengkap, “contingent factors” yang sulit diidentifikasi mengingat proses social bersifat culture bound, dan contingent factor diwarnai oleh cultural lag, hubungan antar faktors yang berbeda-beda dan berubah-ubah, sehingga selalu saja ada faktor yang belum diketahui. Jika diketahui sekalipun, mungkin sulit diteliti. Hal-hal itu membuka ruang abu-abu yang disebut factor epsilon. Mengingat epsilon itu, pertanyaan “Bagaimana X mempengaruhi Y,” atau “Di bawah kondisi apa X mempengaruhi Y,” jauh lebih penting ketimbang pertanyaan “Seberapa besar” itu, demikian Kerlinger dan Babbie di atas. Sebab, walaupun koefisien hubungan itu diketahui, selalu saja koefisien itu bias.

X GRAND THEORY | | |

tingkat abstractness MID-RANGE THEORIES konsep | | | | LOWER RANGE THEORIES | X-----------------------JARAK KONSEPTUAL-----------------------Y

Gambar 21 Abstractness dan Conceptual Distance

Jarak konseptual antara X dengan Y menunjukkan bobot masalah pemikiran, dan pada gilirannya hal itu menunjukkan tingkat kebutuhan akan eksplanasi atau prediksi hubungan antar keduanya. Semakin jauh jarak konseptual antara X

dengan Y, semakin tidak pasti hubungan, semakin berat bobot masalah,

semakin besar teori yang diperlukan., pengaruh X terhadap Y (Gambar 21). Adapun abstractness konsep diukur dengan tingkat operasionalitasnya. Semakin operasional konsep, semakin berkurang abstractness-nya. Dalam hubungan itu, tingkat abstractness X sebaiknya setara dengan tingkat abstractness Y, agar “jembatan” (hubungan antara keduanya) tidak “nungging” atau timpang, tetapi relatif rata (setara). Semakin abstrak konsep atau variable, semakin jauh jarak

konseptual antar konsep atau variabel, semakin besar teori yang diperlukan untuk menerangkan atau meramalkan hubungan antara X dengan Y. Semakin banyak konsep yang direkonstruksi, semakin rumit hubungan yang konseptual antar konsep atau variabel, semakin besar teori yang diperlukan untuk menerangkan atau meramalkan hubungan antara X dengan Y. Semakin banyak konsep yang direkonstruksi, semakin rumit hubungan yang

power pemikiran semakin kuat (masalah pemikiranpun semakin jelas).