Kybernologi dan Metodologi Metodologi Il
DITERBITKAN UNTUK INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI (IPDN) OLEH SIRAO CREDENTIA CENTER (SCC) BEKERJASAMA DENGAN YAYASAN KYBERNOLOGI INDONESIA (YKI)
PENGANTAR
Buku berjudul Kybernologi dan Metodologi: Metodologi Ilmu Pemerintahan sejauh ini merupakan himpunan tulisan paling tipis di antara seri Kybernologi sebelumnya. Bab I Metodologi Ilmu Pemerintahan ditulis memenuhi permintaan Direktur Program Pascasarjana (PPs) Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Prof. DR Tjahya Supriatna, SU, melalui surat tgl 17 Desember 2009 No. 4235/256/AK/PPS/09 tentang Kesediaan Menyusun Silabi Mata Kuliah Program S3, S2, dan Profesi Kepamongprajaan IPDN. Silabi dua matakuliah lainnya, yaitu Kybernologi dan Kepamongprajaan, telah terbit dengan judul GBPP Kybernologi dan Kepamongprajaan (2009).
Dalam draft kurikulum di lingkungan PPs IPDN, matakuliah Ilmu Pemerintahan sebagai core curriculum program, ditulis Ilmu Pemerintahan (Kybernologi), mengingat nama Kybernologi belum dikenal di lingkungan birokrasi Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Dengan penghadiran Kybernologi seperti itu terlihat posisi Ilmu Pemerintahan yang diajarkan di PPs IPDN pada dua hal:
1. Ilmu Pemerintahan yang diajarkan pada PPs IPDN adalah Ilmu Pemerintahan yang body-of-knowledge (BOK)-nya Kybernologi, bukan Ilmu Pemerintahan yang merupakan bagian BOK Ilmu Politik
2. Derajat akademik BOK Kybernologi berkualitas akademik utuh dan bulat, yaitu berderajat S1 (Sarjana), S2 (Magister), dan S3 (Doktor)
Oleh sebab itu, buku Kybernologi dan Metodologi: Metodologi Ilmu Pemerintahan ini diterbitkan untuk IPDN oleh Sirao Credentia Center (SCC), sebuah penerbit nirlaba yang berkedudukan di Tangerang, bekerjasama dengan Yayasan Kybernologi Indonesia (YKI) Jakarta, yayasan yang bertujuan mengembangkan Kybernologi menjadi “ilmu bagi semua orang.” Yayasan itu sendiri berdiri berdasarkan Akte Notaris Rr Idayu Kartika, SH, tgl 23 Desember 2006 No. 01, disahkan dengan Keputusan MENHUKHAM RI No. C-1318.HT.01.02.TH.2007 tgl 20 April 2007 (Tambahan Berita Negara RI tgl 24/7 – 2007 No. 59). Dalam hubungan itu disampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Rektor IPDN Prof. DR Drs H. I Nyoman Sumaryadi, MSi,.atas sambutan beliau terhadap penerbitan buku ini, dan kepada Ketua Umum YKI Jakarta
DR Ir A. Asri Harahap, SE, MM, atas kerjasama yang baik dengan Direktur SCC Pdt Pramudianto, STh, SE, MMin.
“Bertemu Prometheus” merupakan bab penutup Metodologi Ilmu Pemerintahan (Rineka Cipta, 1997). Prometheus adalah seorang tokoh mitologi Junani. Menurut Edith Hamilton dalam Mythology (1957), istri Uranus (Heaven) bernama Gaea (Earth) melahirkan beberapa anak, salah seorang bernama Ocean. Istri Ocean bernama Tethya melahirkan Iapetus. Iapetus mempunyai tiga anak, Prometheus (Forethought), Atlas, dan Epimetheus (Afterthought) yang tanpa berpikir panjang menikahi Pandora.
Di zaman itu, Zeus (terhitung paman Prometheus) berkuasa di Olympia, tempat bersemayam para Dewi dan Dewa. Zeus beristri duabelas. Dari Maia istrinya yang kedelapan, yang tinggal di gua Gunung Cyllene di Arcadia, Zeus memperoleh bayi ajaib, licik, cerdik, kuat dan dalam hal musik, berbakat, Hermes namanya. Zeus terlihat memerintah dengan “baik.” Populer. Lihat saja. Suatu saat dia memanggil Hermes dan mengeluarkan titah: “Turunlah ke bumi, bawa dan anugerahkanlah kehormatan (reverence) dan keadilan (justice) kepada manusia untuk digunakan sebagai asas kehidupan di bawah Olympia.” Hermes yang memang cerdas bertanya: “Bagaimana cara mendistribusi kedua nilai itu kepada manusia, apakah misalnya sebagaimana halnya seni, hanya kepada beberapa orang yang berbakat, derajat hanya kepada kaum ningrat, atau keterampilan hanya kepada kalangan cerdik cendekia? Atau kuberikan kepada semua orang?” “Kepada setiap orang!” Zeus tegas. “Aku berkenan melihat setiap orang memiliki kedua nilai luhur tersebut.” Mendengar berita tentang anugerah itu manusia bersukacita, gempar di mana-mana, gemuruh bertempik sorak. Baliho-baliho raksasa terpampang dengan tulisan: “Hidup Olympia, Zeus Demokrat Sejati, Zeus pemimpin besar!”
Namun apa sesungguhnya yang terjadi? Sambil makan ambrosia dan minum nectar, dewi dan dewa keluarga Olympia “joking, feasting, warring, playing tricks on humans,” demikian W. H. D. Rouse dalam Gods, Heroes and Men of Ancient Greece (1957). Olympia punya api, tanah manusia hanya punya lumpurnya. Prometheus tidak nyaman dengan, dan tidak percaya terhadap pemerintahan despotik a la Olympia itu. Kehormatan dan keadilan, menurut Prometheus, sama seperti hidup dan kehidupan, bukan pemberian, bukan anugerah siapa-siapa, tetapi nilai dasar bawaan manusia yang harus diakui, dihormati, dilindungi, dan dipenuhi oleh Zeus dan para punggawanya. Kemerdekaan untuk memilih dan menentukan sendiri masadepan jauh, jauh lebih terhormat dan adil ketimbang hidup dari kemurahan hati dan belas kasihan rezim-rezim korup, Setiap orang, betapapun ia dianggap tidak santun dan jahat, hina dan jelata, tetap memiliki kehidupan, Namun apa sesungguhnya yang terjadi? Sambil makan ambrosia dan minum nectar, dewi dan dewa keluarga Olympia “joking, feasting, warring, playing tricks on humans,” demikian W. H. D. Rouse dalam Gods, Heroes and Men of Ancient Greece (1957). Olympia punya api, tanah manusia hanya punya lumpurnya. Prometheus tidak nyaman dengan, dan tidak percaya terhadap pemerintahan despotik a la Olympia itu. Kehormatan dan keadilan, menurut Prometheus, sama seperti hidup dan kehidupan, bukan pemberian, bukan anugerah siapa-siapa, tetapi nilai dasar bawaan manusia yang harus diakui, dihormati, dilindungi, dan dipenuhi oleh Zeus dan para punggawanya. Kemerdekaan untuk memilih dan menentukan sendiri masadepan jauh, jauh lebih terhormat dan adil ketimbang hidup dari kemurahan hati dan belas kasihan rezim-rezim korup, Setiap orang, betapapun ia dianggap tidak santun dan jahat, hina dan jelata, tetap memiliki kehidupan,
Maka suatu ketika di musim hujan seperti ini (140110), kendatipun sadar bahwa sepandai-pandai tupai meloncat, sesekali terpelesat jua, suatu waktu ulahnya ketahuan karena mata-mata Zeus mengintai di mana-mana, telefon siapa saja disadap, facebook dibungkam, bisa-bisa ia ditangkap dan dihilangkan tanpa bekas, Prometheus sudah tunggang tak tertahankan dan beraksilah dia. Bumi kembali gempar, bukan oleh Hermes tetapi oleh Prometheus: “Prometheus stealing heavenly fire, Theseus slaying the Minotaur, Hercules straining under his Twelve Labors, Jason seeking the Golden Fleece,” demikian Rouse kembali memberi kesaksian di sampul belakang bukunya. Separatis! Pelanggaran! Tangkap! Hilangkan! Sebuah jeritan panjang memilukan disertai erangan menyayat jiwa dari mulut Prometheus yang dipaku di pegunungan batu bernama Caucasos, dan kepakan dahsyat sayap burung rajawali yang mengoyak isi perut Prometheus dengan paruhnya yang tajam sehingga memburai di angkasa, menyentakkan penulis dari lamunannya, kembali di dunia nyata.
Rasa-rasanya Indonesia sekarang mirip Olympia dengan Zeus dan jaringan hermesiannya. Oleh sebab itu Prometheus dijadikan gambar halaman depan buku Kybernologi ini, Generasi promethean, bangkitlah!
Jakarta, 14 Januari 2010 Taliziduhu Ndraha, Kybernolog
KATA SAMBUTAN REKTOR INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI
Pada tgl 22 Mei 2003, Institut Ilmu Pemerintahan (IIP) meluncurkan satu produk akademik bernama Kybernologi. Kybernologi adalah sebuah bangunan pengetahuan (body-of-knowledge, BOK) pemerintahan (governance). Secara
formal, Kybernologi adalah bangunan pengetahuan (body-of-knowledge) hasil rekonstruksi buah pendaratan Bestuurskunde, Bestuurswetenschap, dan Bestuurswetenschappen di bumi Indonesia pada sudutpandang kemanusiaan, tidak pada sudutpandang kekuasaan, dan pengaitannya dengan sudutpandang lain yang berbeda, misalnya sudutpandang kekuasaan
Bestuurskunde (Belanda besturen) yang kemudian berkembang menjadi Bestuurswetenschap dan Bestuurswetenschappen, di negeri asalnya yaitu Belanda, didefinisikan sebagai “. . . . . ilmupengetahuan yang bertujuan memimpin
hidupbersama manusia ke arah kebahagiaan yang sebesar-besarnya, tanpa
merugikan orang lain secara tidak sah,” demikian van de Spiegel sebagaimana dikutip oleh G. A. Van Poelje dalam bukunya Algemene Inleiding tot de Bestuurskunde (1953). Bangunan BOK Bestuurswetenschap di masa itu di negeri asalnya berderajat akademik tertinggi sehingga kepada lulusan program pendidikannya dianugerahi gelar Doktor.
Melalui proses pembelajaran Program S1, S2 dan S3 sejak tahun 1994 (antara lain bekerjasama dengan Universitas Padjadjaran), BOK tersebut kini di Indonesia telah mencapai derajat keilmuan tertinggi yang utuh dan lengkap, seperti terlihat dalam buku GBPP Kybernologi dan Kepamongprajaan yang terbit tahun lalu. Esensi sisi Ontologi dan Epistemologi Kybernologi adalah Metodologi Ilmu Pemerintahan, sementara sisi Axiologinya berkembang menjadi satu bidangkajian dan program diklat baru bernama Kepamongprajaan. Perkembangan akademik ini langsung mendukung kebijakan baru Pemerintah yang menetapkan IPDN
sebagai Penyelenggara Sistem Pendidikan Tinggi Kepamongprajaan
berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2009. Dengan demikian Kybernologi bukan hanya judul seri buku yang terbit sejak tahun 2003, melainkan sebuah BOK yang terus berkembang.
Penerbitan buku ini memperkaya khazanah pustaka Ilmu Pemerintahan yang masih terhitung langka di Indonesia. Buku ini diharapkan menjadi pegangan bagi segenap Masyarakat Akademik di lembaga-lembaga perguruan tinggi, khususnya di lingkungan IPDN, dalam menjalankan proses belajar-mengajar di bidang Ilmu
Pemerintahan (Kybernologi) melalui Tridharma Perguruan Tinggi: pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat, dalam rangka membangun pemerintahan Indonesia yang maju dan berkelanjutan.
Jakarta, 5 Januari 2010 Prof. DR Drs H. I Nyoman Sumaryadi, MSi
DAFTAR ISI
I METODOLOGI ILMU PEMERINTAHAN 1 Pengertian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 2 Hubungan Metodologi Dengan Filsafat Ilmu . . . . . . 6 3 Bahan Baku BOK: Data . . . . . . . . . . . . . . . . 8 4 Bahan BOK: Konsep. . . . . . . . . . . . . . . . . 10 5 Jarak Konseptual . . . . . . . . . . . . . . . . . 14 6 Hubungan Antar Konsep. . . . . . . . . . . . . . . 16 7 Bahan BOK: Teori . . . . . . . . . . . . . . . . . 18 8 Bahan BOK: Objek Materia dan Objek Forma . . . . . 28 9 Bahan BOK: Verstehen . . . . . . . . . . . . . . . 36
10 Bahan BOK: Objek dan Subjek, Waktu dan Ruang . . . 49 11 Konstruksi BOK: Roh dan Raga . . . . . . . . . . . 52 12 Konstruksi BOK: Beberapa Pertimbangan. . . . . . . 59 13 Konstruksi BOK: Pertanyaan . . . . . . . . . . . . 63 14 Konstruksi BOK: Jawaban Kualitatif . . . . . . . . 72 15 Konstruksi BOK: Jawaban Kuantitatif. . . . . . . . 80 16 Konstruksi BOK: Jawaban Kombinatif . . . . . . . . 85 17 Konstruksi BOK: Jawaban Normatif . . . . . . . . . 89 18 Every Science Begins as Philosophy . . . . . . . . 90a
II PEMERINTAHAN YANG BERKELANJUTAN DAN KEKUATAN OPOSISIONAL 1 Pemerintahan Yang Berkelanjutan. . . . . . . . . . 91 2 Kekuatan Oposisional . . . . . . . . . . . . . . . 92 3 Mengembangkan Loyal Opposition . . . . . . . . . . 96 4 Dampak Akademik Gagasan Pemerintahan Berkelanjutan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . 96 5 Ringkasan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 97
III PERANAN CAMAT DALAM MANAJEMEN SUMBERDAYA DAERAH 1 Otonomi Daerah . . . . . . . . . . . . . . . . . . 99 2 Kebijakan Pemerintahan Daerah. . . . . . . . . . . 101 3 Hubungan Antar Sumberdaya. . . . . . . . . . . . . 102 4 Tugas Camat. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 105 5 Manajemen Sumberdaya . . . . . . . . . . . . . . . 105 6 Wilayahkerja Camat: Garisdepan Pemerintahan. . . . 106
IV TEORI SOSIAL 1 Kurikulum Program Pascasarjana IPDN Berbasis Apa?. . . . . . . . . . . . . . . . . . . 108 2 Basis Sistem (Bangunan) Kurikulum. . . . . . . . . 109 3 Teori Sosial . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 111
V LAGI-LAGI FAKTOR DAN DIMENSI 1 Indicators and Dimensions. . . . . . . . . . . . . 113 2 Faktor dan Dimensi . . . . . . . . . . . . . . . . 113
VI PENYELENGGARAAN LABORATORIUM LAPANGAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN (DI) KABUPATEN WONOSOBO 1 Dasar Pemikiran. . . . . . . . . . . . . . . . . . 116 2 Desain Penyelenggaraan . . . . . . . . . . . . . . 117 3 Formulir Ujicoba . . . . . . . . . . . . . . . . . 118
METODOLOGI ILMU PEMERINTAHAN (MIP)
Taliziduhu Ndraha, Kybernolog
1 PENGERTIAN
Yang dimaksud dengan Ilmu Pemerintahan di sini adalah Kybernologi. Kybernologi disebut juga Ilmu Pemerintahan Baru. Apakah Kybernologi itu? Menurut Pasal 3 Deklarasi Umum Tentang Hak-Hak Asasi Manusia, “Setiap Orang Berhak Atas Kehidupan, Kebebasan, dan Keselamatan Sebagai Individu” warga suatu masyarakat. Untuk bisa hidup, manusia membutuhkan alat atau bahan yang mendukung kehidupannya, seperti makanan, minuman, udara segar, ketertiban, keadilan, kedamaian, dan sebagainya. Alat atau bahan itu disebut bernilai (bermanfaat, berguna, bermakna). Pada zaman dahulu kala, nilai diperoleh langsung dari alam, tetapi lama-kelamaan harus melalui usaha pengolahan sumberdaya, penggunaan teknologi, dan penciptaan. Usaha manusia untuk memenuhi kebutuhannya akan nilai di dalam suatu masyarakat membangun subkultur masyarakat yang disebut subkultur ekonomi (SKE). SKE berfungsi membentuk, menambah dan mencipta nilai melalui kerja. Sayang sekali, timbul masalah. Kualitas sumberdaya, distribusi (pemilikan), kesempatan, dan kemampuan mengolahnya berbeda-beda dan tidak merata, sehingga pada suatu saat di mana-mana terdapat ketimpangan (kesenjangan). Ada masyarakat yang memiliki nilai dalam jumlah besar (sangat kaya) dan ada yang nyaris tidak memilikinya (sangat miskin). Kondisi ini oleh naluri kemanusiaan dan persaudaraan dianggap tidak adil. Konflik sosial yang berlarut-larut yang merusak masyarakat itu sendiri sering terjadi. Untunglah, masyarakat memiliki naluri penyesuaian dan penyelamatan diri melalui berbagai cara untuk mengatasi masalah di atas, antara lain dengan membuat dan menyepakati norma-norma sosial yang mengatur perilaku warga masyarakat sehingga ketimpangan nilai semakin berkurang dan rasa keadilan sosial antar warga masyarakat meningkat. Tetapi rupanya kesepakatan saja tidak cukup. Norma-norma sosial perlu ditaati, ditegakkan, dan jika perlu dipaksakan dengan kekuatan bahkan kekerasan. Upaya penegakan sebagian norma-norma sosial tersebut melahirkan subkultur lain yang disebut subkultur kekuasaan (SKK). Pelaku atau pemeran SKK adalah pemerintah (government). Pada dasarnya, SKK berperan (berfungsi) mengontrol sumber-sumber dan pengelolaannya, agar bisa menghasilkan nilai maksimal tanpa merusak sumber-sumber itu sendiri, untuk kemudian diredistribusi kepada warga masyarakat berdasarkan asas keadilan sosial. Tetapi karena kekuasaan itu hanya Yang dimaksud dengan Ilmu Pemerintahan di sini adalah Kybernologi. Kybernologi disebut juga Ilmu Pemerintahan Baru. Apakah Kybernologi itu? Menurut Pasal 3 Deklarasi Umum Tentang Hak-Hak Asasi Manusia, “Setiap Orang Berhak Atas Kehidupan, Kebebasan, dan Keselamatan Sebagai Individu” warga suatu masyarakat. Untuk bisa hidup, manusia membutuhkan alat atau bahan yang mendukung kehidupannya, seperti makanan, minuman, udara segar, ketertiban, keadilan, kedamaian, dan sebagainya. Alat atau bahan itu disebut bernilai (bermanfaat, berguna, bermakna). Pada zaman dahulu kala, nilai diperoleh langsung dari alam, tetapi lama-kelamaan harus melalui usaha pengolahan sumberdaya, penggunaan teknologi, dan penciptaan. Usaha manusia untuk memenuhi kebutuhannya akan nilai di dalam suatu masyarakat membangun subkultur masyarakat yang disebut subkultur ekonomi (SKE). SKE berfungsi membentuk, menambah dan mencipta nilai melalui kerja. Sayang sekali, timbul masalah. Kualitas sumberdaya, distribusi (pemilikan), kesempatan, dan kemampuan mengolahnya berbeda-beda dan tidak merata, sehingga pada suatu saat di mana-mana terdapat ketimpangan (kesenjangan). Ada masyarakat yang memiliki nilai dalam jumlah besar (sangat kaya) dan ada yang nyaris tidak memilikinya (sangat miskin). Kondisi ini oleh naluri kemanusiaan dan persaudaraan dianggap tidak adil. Konflik sosial yang berlarut-larut yang merusak masyarakat itu sendiri sering terjadi. Untunglah, masyarakat memiliki naluri penyesuaian dan penyelamatan diri melalui berbagai cara untuk mengatasi masalah di atas, antara lain dengan membuat dan menyepakati norma-norma sosial yang mengatur perilaku warga masyarakat sehingga ketimpangan nilai semakin berkurang dan rasa keadilan sosial antar warga masyarakat meningkat. Tetapi rupanya kesepakatan saja tidak cukup. Norma-norma sosial perlu ditaati, ditegakkan, dan jika perlu dipaksakan dengan kekuatan bahkan kekerasan. Upaya penegakan sebagian norma-norma sosial tersebut melahirkan subkultur lain yang disebut subkultur kekuasaan (SKK). Pelaku atau pemeran SKK adalah pemerintah (government). Pada dasarnya, SKK berperan (berfungsi) mengontrol sumber-sumber dan pengelolaannya, agar bisa menghasilkan nilai maksimal tanpa merusak sumber-sumber itu sendiri, untuk kemudian diredistribusi kepada warga masyarakat berdasarkan asas keadilan sosial. Tetapi karena kekuasaan itu hanya
Siapa atau lembaga apa yang berfungsi mengontrol kekuasaan? “Jangan beli kucing dalam karung,” demikian kearifan sosial kita. “Pembeli kucing” yang membuka karung pada saat transaksi terjadi (di hilir) adalah masyarakat dalam kualitasnya sebagai pelanggan. Sudah barang tentu, jauh sebelum ada larangan itu, ada aturan (di hulu) yang menyatakan bahwa penjual harus membuka karungnya dan memberi kesempatan kepada pelanggan untuk memeriksa isinya. Pembuat aturan itu adalah masyarakat juga tetapi dalam kualitasnya sebagai konstituen. Jadi masyarakat berfungsi mengontrol SKK di hulu melalui pembuatan peraturan, dan di hilir melalui pemantauan dan evaluasi (monev). Konsekuensinya, masyarakat menuntut pertanggungjawaban SKK atas penyelenggaraan fungsi- fungsinya. Kepercayaan masyarakat kepada SKK bergantung pada pertanggungjawaban tersebut. Usaha masyarakat untuk berperan mengontrol SKK di hulu dan di hilir, yang berdampak pada tingkat kepercayaannya kepada pemerintah, membentuk subkultur sosial (SKS) di dalam masyarakat.
Interaksi antar tiga subkultur itu disebut pemerintahan (governance), bukan “kepemerintahan.” Interaksi itu menghasilkan kinerja pemerintahan. Jika kinerja pemerintahan itu berkualitas good, maka pemerintahan yang bersangkutan disebut good governance. Jika tidak, bad governance. Interaksi berulang dan terjadi di mana-mana antar subkultur masyarakat membentuk fenomena pemerintahan. Fenomena itu merupakan kancah pengkajian bersama (common platform, landasan bersama, objek materia bersama) berbagai ilmupengetahuan. Landasan bersama itu mempunyai banyak sudut (sudutpandang). Setiap pengkajian (penelitian) mendarat pada sudut yang berbeda-beda yang disebut objek forma pengkajian. Ilmu Politik misalnya mendarat pada sudut kekuasaan. Bestuurskunde yang masuk di Indonesia sejak awal abad ke-20, sekitar medio abad yang sama didaratkan pada sudut Ilmu Politik, sehingga sampai sekarang apa yang disebut “Ilmu Pemerintahan” oleh banyak kalangan dianggap (hanya) merupakan salah satu kajian Ilmu Politik, atau sebagian aksiologinya.
Bestuurskunde (Belanda besturen) yang kemudian berkembang menjadi Bestuurswetenschap dan Bestuurswetenschappen, di negeri asalnya yaitu Belanda, tidak mendarati fenomena pemerintahan pada sudut kekuasaan, tetapi pada sudut manusia: “Ilmu Pemerintahan adalah ilmupengetahuan yang bertujuan
memimpin hidupbersama manusia ke arah kebahagiaan yang sebesar- memimpin hidupbersama manusia ke arah kebahagiaan yang sebesar-
-------------------------------------------------------------------------------- | | | janji
vote , trust,hope
monev kinerja |
| ---------------- ---------------- ---------------- | | | penepatan | | mandat,ke- | | SKK | | | | 2 | | hormatan | | 5 | | | SUMBER- | | 1 | | | | | SUMBER | | DPR DPD | | | | | | MEWAKILI MEWAKILI | | | | | | KONSTITUEN PELANGGAN | | | berva- | | | | | | | riasi | | PEMILU | | | | | | | | | | | | | | | SUBKULTUR SUBKULTUR SUBKULTUR SUBKULTUR | | EKONOMI-------- KEKUASAAN-------- SOSIAL-------- KEKUASAAN------| | (SKE) (SKK) (SKS) (SKK) | | | | | | | | | | | | pemba- | | | | | | | ngunan | | | | | | | | | | | | | | | | nilai | | redistribusi | | pertanggung- | | | ---------------- ---------------- ---------------- | | 3 nilai jawaban | | 4 6 | | |
-----------------------------------MASYARAKAT-----------------------------------
Gambar 1 Pemerintahan ( Governance ): Interaksi Antar SKE, SKK, dan SKS Angka-angka Menunjukkan Rute Pemerintahan
Bencana nasional yang terjadi pada tahun 1965 membawa kesadaran baru bahwa ada yang tidak beres dalam penyelenggaraan negara. Kesadaran baru ini mendorong usaha pendaratan-kembali Bestuurswetenschap, Bestuurswetenschap, dan Bestuurswetenschappen di Indonesia pada sudutpandang yang berbeda, tidak pada kekuasaan seperti di masa lalu tetapi pada (ke-) manusia (-an), yaitu habitat yang melahirkannya di negeri asalnya, dan merekonstruksi hasil-hasilnya. Rekonstruksi tersebut berlangsung senyap, tidak gegap, tetapi pasti, terlebih setelah bencana nasional tahun 1998, disusul bencana nasional 2004-2005. Hasil rekonstruksi buah pendaratan itu pada tgl 8 Mei 2000 diberi nama Kybernologi (dari bahasa Greek kybernán, Inggeris steering, Belanda besturen, mengemudi, Bencana nasional yang terjadi pada tahun 1965 membawa kesadaran baru bahwa ada yang tidak beres dalam penyelenggaraan negara. Kesadaran baru ini mendorong usaha pendaratan-kembali Bestuurswetenschap, Bestuurswetenschap, dan Bestuurswetenschappen di Indonesia pada sudutpandang yang berbeda, tidak pada kekuasaan seperti di masa lalu tetapi pada (ke-) manusia (-an), yaitu habitat yang melahirkannya di negeri asalnya, dan merekonstruksi hasil-hasilnya. Rekonstruksi tersebut berlangsung senyap, tidak gegap, tetapi pasti, terlebih setelah bencana nasional tahun 1998, disusul bencana nasional 2004-2005. Hasil rekonstruksi buah pendaratan itu pada tgl 8 Mei 2000 diberi nama Kybernologi (dari bahasa Greek kybernán, Inggeris steering, Belanda besturen, mengemudi,
pengetahuan (body-of-knowledge) hasil rekonstruksi buah pendaratan Bestuurskunde, Bestuurswetenschap, dan Bestuurswetenschappen di bumi Indonesia pada sudutpandang kemanusiaan, tidak pada sudutpandang kekuasaan, dan pengaitannya dengan sudutpandang lain yang berbeda, misalnya sudutpandang kekuasaan (Gambar 2).
PENDEKATAN MENGGUNAKAN
sudut pendekatan
PENDARATAN BANGUNAN UTUH,
BESTUURSKUNDE, LENGKAP,BERDERAJAT BESTUURSWETENSCHAP & su- FENOMENA AKADEMIK STRATA BESTUURSWETENSCHAPPEN
dut PEMERINTAHAN SATU, DUA, & TIGA, DENGAN MENGGUNAKAN pen- RUANG PENDA- HASIL REKON- KACAMATA KEMANUSIAAN da- RATAN BERSAMA STRUKSI BUAH PEN- HAK ASASI MANUSIA (HAM) ratan SEMUA PENELI- DARATAN, DAN DAN LINGKUNGAN TIAN DIBERI NAMA DI BUMI INDONESIA KYBERNOLOGI
KONSTRUKSI HASIL PENDEKATAN KACAMATA KEKUASAAN/KEWENANGAN TERHADAP FENOMENA PEMERINTAHAN DISEBUT “ILMU PEMERINTAHAN” SEBAGAI BAGIAN ILMU POLITIK
Gambar 2 Dua Cara Pendekatan Terhadap, dan Pendaratan Pada Fenomena Pemerintahan
Perbedaan antara Ilmu Pemerintahan sebagai bagian Ilmu Politik dengan Kybernologi, dapat dibaca dalam Bab I dan Bab II Kybernologi: Sebuah Rekonstruksi Ilmu Pemerintahan, 2005. Body-of-knowledge (BOK) Kybernologi dengan sisi Ontologi, Epistemologi, dan Axiologi, terdapat dalam Garis-Garis Besar Program Pembelajaran Kybernologi dan Kepamongprajaan, 2009.
Istilah methodology terdiri dari methodos dan logos. Methodos berasal dari meta dan hodos. Meta berarti beyond, “di luar sana,” yang belum diketahui (unknown), sedangkan hodos berarti jalan, cara, atau alat. Jadi metodologi adalah jalan (cara, alat) yang ada (known) yang perlu ditempuh (digunakan) oleh seseorang (knower) untuk mengetahui (knowing) sesuatu yang belum diketahui. Knowing menghasilkan pengetahuan (knowledge). Menurut Fred N. Kerlinger dalam Bab I Foundations of Behavioral Research (1973), ada empat cara (methods of) knowing, yaitu the method of tenacity, the method of authority, the method of intuition (a priori method), dan the method of science. Dilihat dari sudut the method of science, Metodologi Ilmu adalah metodologi yang didasarkan pada hipotesis-dasar berbunyi: “There are real things, whose characters are entirely independent of our opinion about them.” Bagian sesuatu yang belum diketahui yang bisa diketahui disebut sesuatu yang dapat diketahui (knowable), sedangkan bagian yang selebihnya meliputi bagian yang belum diketahui dan bagian yang tidak dapat diketahui (unknowable). Hubungan antara bagian yang diketahui dengan bagian yang tidak diketahui itu ialah, semakin diketahui, semakin tidak diketahui.
KNOWER | |
KNOWN---------->KNOWING----------->KNOWABLE---------->UNKNOWABLE--------->?
------------KNOWLEDGE<--------------
Gambar 3 Metodologi Ilmu
Metodologi meliputi tiga komponen, yaitu Metodologi Penelitian, Metodologi Ilmu, dan Metodologi Pengajaran. Walaupun masih dapat diperdebatkan, Metodologi Penelitian terdiri dari Metodologi Penelitian Kualitatif dan Metodologi Penelitian Kuantitatif. Setiap disiplin ilmu memiliki metodologinya sendiri. Jadi ada Metodologi Ilmu Politik, Metodologi Ilmu Sosial, dan Metodologi Ilmu Hukum, dan seterusnya. Ilmu Pemerintahan memiliki Metodologi Ilmu Pemerintahan. Metodologi Pengajaran menyangkut dua hal pokok, Didaktik Pengajaran tentang bahan-ajar, dan Metodik Pengajaran tentang cara-ajar.
2 HUBUNGAN METODOLOGI DENGAN FILSAFAT ILMU
“Every science begins as philosophy and ends as art, it arises in hypothesis and flows into achievement. Philosophy is a hypothetical interpretation of the unknown (as in metaphysics), or of the inexactly known (as in ethics or political philosophy); it is the front trench in the siege of truth. Science is the captured territory; and behind it are those secure regions in which knowledge and art build our imperfect and marvelous world,” demikian Will Durant dalam The Story of Philosophy (1956). Filsafat Ilmu meliputi tiga hal. Pertama Ontologi (ontologia, cabang Metafisika; Metafisika sendiri mempelajari the nature of existence), yaitu sistem pemikiran tentang hakikat sesuatu objek pengetahuan. Sutan Takdir Alisjahbana (STA) dalam Pembimbing Ke Filsafat I Metafisika (1952) menggambarkan hakikat itu sebagai Serbatunggal dan Serbaganda (Bab IV), Serbazat (Bab V) dan Serbaroh (Bab VI), Serbadua dan Serba(e)sa Bab VII), Serbasawat dan Serbatuju (Bab IX), Serbatentu dan Serbataktentu (Bab X). Hakikat lainnya terlihat pada Bab VIII berjudul Perhubungan Sebabakibat. Dalam bab itu STA berpendapat segala sesuatu serbahubung, khususnya hubungan kausal. Pada suatu saat suatu hal merupakan akibat dari sesuatu, pada saat lain hal yang sama menjadi sebab terjadinya sesuatu yang lain pula. Kedua, Epistemologi (epist ēmē, pengetahuan). Epistemologi di sini meliputi apa yang oleh M. J. Langeveld dalam Menuju Ke Pemikiran Filsafat (1957) disebut Logika (Bab IV) dan Teori Pengetahuan (Bab V). Ia memasukkan Metodologi dalam Logika. Epistemologi adalah sistem pemikiran tentang “tau,” “mungkin tau,” “tidak tau,” dan “bagaimana mengetahui sesuatu.” Kebenaran sebagai carian Epistemologi dibahas oleh Langeveld dalam Bab III bukunya. Ketiga, Axiologi (dari áxio, bernilai, berharga) yaitu Teori Nilai meliputi Etika, Estetika, Kepercayaan, dan sebagainya (Bab VII Langeveld). Oleh sebab itu, sementara Epistemologi membentuk faktor “tau,” Epistemologi membangun kekuatan “mau” dan “mampu” dalam diri manusia.
Gambar 4 menunjukkan hubungan antara tiga liputan Filsafat Ilmu tersebut. Gambar 4 juga menunjukkan bahwa Metodologi meliputi Metodologi Penelitian, Metodologi Ilmu, dan Metodologi Pengajaran, dengan ruang lingkup masing- masing. Metodologi Penelitian (Research) mempelajari bagaimana menemukan pengetahuan dari hasil pengamatan terhadap fakta melalui pendekatan kualitatif dan kuantitatif, Metodologi Ilmu mempelajari bagaimana mengonstruksi (merekonstruksi) pengetahuan menjadi bangunan pengetahuan (body-of- knowledge, BOK), dan memfungsikannya sehingga BOK yang bersangkuitan berkualitas ilmu (science). Metodologi Pengajaran mempelajari bagaimana
--KUALITATIF--- PENE | |
--ONTOLOGI --LI-----| |--
| | TIAN | | | | | --KUANTITATIF-- | | | | | | --BAHAN BAKU<-----
FIL- | EPIS- METO- | | | keber- -->SAFAT--|--TEMO---DO- ---|--ILMU---| |--BOK---------ILMU | ILMU | LOGI LOGI | | | fungsian | | | | --KONSTRUKSI--- | | | | | | | | --DIDAKTIK----- | | | | PENGA- | |
SCIENTIFIC | --AXIOLOGI --JA- ---| |<------------- ENTER - | | RAN | |
PRISE
| | --METODIK------| | | | | ----------->NILAI------------------ | | | |
------------- FEEDBACK-----------
Gambar 4 Filsafat Ilmu dengan Metodologi Ilmu
mengusahakan ilmupengetahuan (scientific enterprise) sehingga bermanfaat membangun hidup-bersama manusia dalam damai sejahtera. Hubungan antar tiga
<--METODOLOGI PENELITIAN--><---------------METODOLOGI ILMU----------------->
identifikasi deskripsi diolah diuji dikons- BODY OF
eksplanasi ILMU -->DATA----->INFO----->PENGE- ---------> KNOWLEDGE ----konstruksi-->PENGE--- | TAHUAN truksi (BOK) prediksi TAHUAN | | diagnosis | | kontrol | | direkam dengan concept (kuanti) | |--direkam peneliti sebgmn adanya saat digunakan--| | ”keluar” dari sumbernya (kuali)
scientific | ---FAKTA<-----PENERAPAN<-----KEBIJAKAN<-----PEMASARAN<------- enterprise- --
diklat
<------------------------METODOLOGI PENGAJARAN----------------------------->
Gambar 5 Hubungan Antar Metodologi Penelitian, Metodologi Ilmu, dan Metodologi Pengajaran Pemerintahan Gambar 5 Hubungan Antar Metodologi Penelitian, Metodologi Ilmu, dan Metodologi Pengajaran Pemerintahan
3 BAHAN BAKU BOK: DATA
Data berasal dari kata datum (tunggal) dan data (jamak), dari dare, a thing given, individual fact. Fact adalah the quality of existing, or of being real. Factum, facere, to do. Fakta adalah kualitas keberadaan sesuatu, misalnya fenomena, kejadian, peristiwa, atau keadaan. Data berfungsi sebagai:
1. Bahan baku dan juga sebagai bahan bangunan. Tanah liat adalah bahan baku
pembuatan batubata, sementara batubata merupakan bahan bangunan.
2. Bahan baku untuk diolah menjadi informasi. Salah satu bentuk informasi
adalah masalah pemikiran. Masalah pemikiran adalah sesuatu yang mendorong atau membuat orang berfikir, yaitu keingintahuan (curiosity).
3. Jawaban faktual terhadap masalah pemikiran, terutama pemikiran berpendekatan kualitatif
4. Bahan mentah pengujian empirik terhadap hipotesis
5. Alat untuk memaparkan suatu hal secara deskriptif
6. Alat pendukung permasalahan pemikiran (dari dalamnya dimunculkan
masalah pemikiran)
7. Temuan penelitian
8. Bahan mentah untuk analisis statistik
Gambar 5 menunjukkan bahwa fakta direkam (ditangkap) dengan alat yang disebut konsep (concept). Perekaman fakta dapat dilakukan dalam beberapa cara:
1. Perekaman suatu fakta begitu terjadi (begitu “keluar dari sembernya”) tanpa menggunakan konsep tertentu (belum diketahui atau belum ada konsepnya) melainkan merekam apa adanya dengan alat (bahasa, simbol, gambar, ungkapan, dsb) yang ada, sedalam-dalamnya, kualitas serinci-rincinya dikenal. Supaya hal itu terjadi, fakta yang direkam haruslah terarah (focused) dan seterbatas mungkin (kasus). Hasilnya adalah data kualitatif “murni”
2. Perekaman fakta dengan menggunakan konsep tertentu yang sudah ada. Penggunaan konsep tertentu untuk merekam suatu fakta dimungkinan bila fakta keluar dari sumber yang terjadi berulang-ulang atau terdapat di mana- mana, sehingga leluasa untuk mendeduksi konsepnya dari konsep yang sudah ada. Hasilnya adalah data semi-kualitatif
3. Perekaman fakta dengan menggunakan konsep sebagai alat ukur tertentu. Sebagai alat ukur, konsep yang digunakan harus valid dan reliable. Valid 3. Perekaman fakta dengan menggunakan konsep sebagai alat ukur tertentu. Sebagai alat ukur, konsep yang digunakan harus valid dan reliable. Valid
Dari keterangan di atas diketahui bahwa akurasi data bergantung pada
1. Kemampuan untuk merekam suatu fakta sedalam-dalamnya sebagaimana adanya pada saat “keluar dari sumbernya”
2. Validitas dan reliabilitas konsep sebagai alat perekaman dan pengukuran fakta
3. Kelengkapan atau kebulatan data tentang suatu hal. Setiap fakta harus dapat direkam dan diukur pada dan dari segala segi sepanjang waktu tertentu (time series) sehingga perubahan-perubahannya diketahui
Dimensi-dimensi data:
1. Waktu, kemutakhiran, urutan data menurut waktu, dan periode data (time series)
2. Lokasi atau setting terjadinya fakta yang hendak direkam
3. Kejelasan sumbernya
4. Kejelasan substansi fakta (tentang apa)
5. Relevansi data dengan pokok pemikiran
6. Kompatibilitas data dengan data lainnya
7. Faktualitas (factuality)
8. Akurasi, reliability
9. “Bersih,” “kebersihan” data, artinya bebas-cacad, bebas salah-ketik, salah ejaan, salah bahasa, dsb)
10. Keamanan data
11. Kemudahan (aksesibilitas, servabilitas) untuk pelanggan
12. Validitas data
13. Status data (database, dokumen, rahasia, terbatas, dsb)
Jenis-jenis data sebagai berikut:
1. Data Orisinal, yaitu data hasil rekaman terhadap suatu fakta buat pertama kalinya. Di satu fihak, data orisinal bernilai tinggi, mengingat orisinalitasnya, tetapi di fihak lain bernilai rendah karena belum teruji benar-tidaknya. Oleh sebab itu, data orisinal perlu diuji aatau dibuktikan
2. Data Derivatif, yaitu data yang sama tetapi tangan kedua, ketiga, dan
seterusnya. Data Derivatif di satu fihak bernilai tinggi karena sudah teruji, seterusnya. Data Derivatif di satu fihak bernilai tinggi karena sudah teruji,
3. Data Primer yaitu data “kasar” (raw data) yang belum diolah
4. Data Sekunder adalah data olahan dari data primer.
5. Data Kualitatif adalah data hasil perekaman sekenal dan sebulat mungkin seluruh kualitas suatu fakta sebagaimana adanya pada saat “keluar dari sumbernya,” dengan alat rekam yang ada, terutama pengamatan dan pengalaman
6. Data Kuantitatif adalah data hasil rekaman fakta dengan menggunakan
konsep atau konsep-konsep tertentu sebagai alat rekam dan alat ukur.
7. Data Berulang adalah hasil rekaman kejadian atau peristiwa pada sisi
keulangannya, misalnya upacara ulang tahun kemerdekaan
8. Data Sekalilalu, yaitu hasil rekaman kejadian atau peristiwa pada sisi
kesekalilaluannya, misalnya upacara ulang tahun kesepuluh
9. Data Kontinyu (continuous data). Disebut demikian jika di antara dua nilai dapat disisipkan nilai lain, Misalnya usia. Di antara usia 14 dan 15 tahun secara teoretik dapat disisipkan usia 14 ⅛ tahun
10. Data Diskrit (discrete data). Disebut demikian jika di antara dua nilai tidak bisa disisipkan nilai lain. Misalnya jumlah anak. Jumlah anak dalam sebuah keluarga bisa 2 dan bisa 3, tetapi tidak mungkin 2 ⅓ anak
Database bukan sekedar bahan baku tetapi bisa jadi bahan bangunan. Data berkualitas database jika data itu definitif, terstandardisasi, dan merupakan referensi buat data lainnya. Misalnya data kependudukan.
4 BAHAN BOK: KONSEP (CONCEPT)
Konsep bukan konsepsi dan bukan draft. Konsep adalah pengertian. Sebuah pengertian bisa terdiri dari beberapa kata atau kalimat. Di satu fihak, konsep adalah satuan pengetahuan, dan di fihak lain konsep adalah alat untuk merekam, “menangkap” atau “menjaring” suatu fakta (Gambar 5) pada suatu saat. Menurut kamus, konsep (concept) adalah “an idea or something formed by mentally combining all its characteristics or particulars; a construct.” “Basic building blocks of theory,” demikian Turner sebagaimana dikutip oleh Earl Babbie dalam The Practice of Social Research (1983, h. 37). “A concept expresses an abstraction formed by generalization from particulars,” demikian Kerlinger. Contoh abstraksi (ladder of abstraction) terdapat dalam Djadja Saefullah, Pemikiran Kontemporer Administrasi Publik (2007, h. 13). Contoh lain terdapat dalam Taliziduhu Ndraha,
Research: Teori, Metodologi, Administrasi I (1985, h. 22).
Tiap konsep memiliki kualitas (characteristic, property, attribute) tertentu, yang dapat diukur atau dapat diamati. Kualitas adalah isi suatu konsep. Dalam buku- buku tentang metodologi biasanya nilai (value) yang dianggap sebagai isi suatu konsep. Dalam Kybernologi, kualitas dibedakan dengan nilai dan norma. Tiap konsep mengandung minimal satu kualitas. Konsep “buku” berkualitas satu bersifat abstrak, tidak terukur atau tidak dapat diidentifikasi dengan tepat. Contoh,
FAKTA
-------------------------------------------observasi----------------------- | | | | khusus | | | | | BUKU TULIS | | | | | ---------- | | | | | | ------ ------- | | BUKU TULIS ----------| BUKU | | TULIS |------- | | | | ------ ------- | | | | | | | | | | | | per- per- | | |---BUKU LAIN-----BUKU---konsep---umum---sama beda---diabstraksikan | | | | an an | | | | | | | | | | | | ------ -------- | | | BUKU GAMBAR ----------| BUKU | | GAMBAR |------ | | ------ -------- | | | | | | ---------- | | | | | BUKU GAMBAR | | | | | khusus | | | |
-------------------------------------------observasi-----------------------
FAKTA
Gambar 6 Proses Abstraksi
jika di atas meja terletak sebuah buku tulis dan sebuah buku gambar yang tentu
saja berbeda, dan seseorang disuruh mengambil buku, maka ia tentu saja sedikit banyak ragu-ragu, buku mana yang dimaksud di antara dua buku yang ada. Berbeda halnya jika yang bersangkutan disuruh mengambil buku gambar (konsep berkualitas dua), keragu-raguan itu hilang. Semakin lengkap kualitas suatu konsep, semakin kualitatif konsep, dan semakin definitif konsep itu.
perilaku ditimbang disepakati -->KONSEP--------->KUALITAS--------->NILAI-------------->NORMA | bisa dipaksakan (N) | | | | | feedback N<H dimonitor ditegakkan |
---------------N=H<--------------HASIL--------------------- feedforward N>H dievaluasi (H) diterapkan
Gambar 7 Hubungan Antar Kualitas, Nilai dan Norma
Definisi konsep diambil dari teori atau sumber tertentu, dan sedapat-dapatnya tidak dari kombinasi berbagai teori atau sumber. Sebab pengombinasian definisi dari berbagai sumber tidak bisa langsung digunakan, harus diuji dulu. Juga tidak dari suatu kebijakan, undang-undang, atau peraturan, karena ketiganya bukan teori. Yang menyatakan sesuatu itu definisi konsep(tual) seharusnya penulis sumbernya, bukan peneliti. Formula sebuah definisi tidak boleh tautologik seperti A = A yang
B, melainkan A = B yang C (ref. Irving M. Copi, Introduction to Logic, 1959, Chapter Four). A disebut definiendum dan B yang C adalah definiens. Misalnya “segitiga (definiendum) adalah bidang yang dibatasi oleh tiga garislurus (definiens).”
Bagaimana jika fenomena yang diteliti merupakan fenomena baru atau langka, belum diteliti secara akademik, atau belum ada definisinya? Misalnya fenomena kepemimpinan kepala desa pantai rawan tsunami. Katakanlah, konsep “kepemimpinan kepala desa pantai rawan tsunami” itu belum ada. Jika konsep yang ada hanya definisi konsep “kepemimpinan,” maka harus dibentuk (dirumuskan) definisi konsep “kepemimpinan kepala desa,” dan selanjutnya definisi konsep “kepemimpinan kepala desa pantai rawan tsunami.” Proses pembentukan konsep baru ini disebut conceptualization (konseptualisasi). Konseptualisasi adalah proses pembentukan konsep (baru) dengan memasukkan kualitas (karakteristik) yang baru ke dalam konsep yang ada bersama karakteristiknya, sehingga definisi konsep yang baru dapat dirumuskan. Jadi dalam definisi konsep kepemimpinan dimasukkan (ditambahkan) karakteristik kepemimpinan kepala desa, karakteristik kepemimpinan kepala desa pantai, dan karakteristik kepemimpinan kepala desa pantai rawan tsunami, melalui analisis berbagai teori yang relevan. Dengan demikian, kualitas konsep terlengkapi dan diperkaya.
Kerlinger menarik perbedaan dan hubungan antara concept dengan construct. Jika concept diumpamakan unsur bangunan tertentu, sebuah komoditi, misalnya sebuah kipas angin, maka construct adalah kipas angin yang sama yang telah dipasang di dinding atau langit-langit sebuah kamar dan menjadi bagian integral seluruh bangunan. Jadi construct adalah concept yang telah digunakan menjadi bagian integral bangunan yang lebih besar. Dalam hubungan ini BOK. Besar kemungkinan, komoditi itu dimodifikasi atau dipesan khusus hanya untuk bangunan terkait. Bisa juga, konsep yang terbentuk di lingkungan sebuah bangunan dengan fungsi tertentu, digunakan untuk bangunan lain dengan fungsi yang berbeda.
Konsep yang nilai kualitasnya bervariasi, disebut variabel (variable). Misalnya salah satu kualitas konsep PNS adalah kesetiaan. Nilainya bervariasi, berkisar antara 0 dengan 100. Jadi setelah ditimbang, diberi nilai 50 atau 80. Namun demikian yang disepakati dan ditetapkan sebagai nilai minimal (norma) untuk dapat dijadikan sebagai bahan pengusulan promosi adalah 91 (“passing grade”). Variabel adalah hasil operasionalisasi konsep dengan memasukkan satu lagi atau lebih nilai ke dalam konsep itu (jadi setiap variable mengandung minimal dua nilai, satu nilai saja tidak bervariasi). Rumusan pernyataan hubungan antara atau antar dua atau lebih variable, disebut hipotesis. Hipotesis selalu bersifat teoretik. Kerlinger mendefinisikan hipotesis sebagai “. . . . . a conjectural statement of the relation between two or more variables. Hypotheses are always in declarative sentence form, and they relate, either generally or specifically, variables to variables.” Kriteria hipotesis yang baik adalah, “One, hypotheses are statements about the relations between variables. Two, hypotheses carry clear implications for testing the stated relations.”
5 JARAK KONSEPTUAL
Definisi konsep berfungsi menunjukkan dimensi-dimensi konsep. Pada gilirannya definisi operasional dibuat berdasarkan definisi konsep. Definisi suatu variable
Gambar 8 Interface antara X dengan Y
menunjukkan dimensi-dimensi variabel yang bersangkutan. Fungsi definisi konsep yang lebih pelik adalah fungsinya dalam menemukan jarak konseptual. Misalnya jarak konseptual antara kepemimpinan (X) dengan komunikasi (Y). Semakin banyak dimensi komunikasi yang bersentuhan atau sama dengan dimensi
X----------<-----Z----->-----------Y
Gambar 9 XY Jarak Konseptual; Z minimal Nol
kepemimpinan (Z), semakin dekat jarak antara kedua konsep itu (Gambar 9). Pada suatu kondisi, bisa saja X konsentrik dengan Y. Jika itu terjadi, maka X = Y. Jarak kepemimpinan (Z), semakin dekat jarak antara kedua konsep itu (Gambar 9). Pada suatu kondisi, bisa saja X konsentrik dengan Y. Jika itu terjadi, maka X = Y. Jarak
X1 goals----------
X2 standards------|
X3 feedback-------|
VARIABEL X X4 opportunity----|------->performance VARIABEL Y
X5 means----------|
X6 competence-----|
X7 motive---------
Gambar 10 Model Performance Dengan Sufficient Factors Lengkap Menurut Clay Carr (1994)
Konsep “jarak konseptual” dibentuk seperti konstruksi konsep “jarak social” dalam Sosiologi atau “jarak kekuasaan” dalam Ilmu Politik. Jarak konseptual menunjukkan tingkat atau derajat (variabilitas) keeratan hubungan antara dua atau lebih konsep, dekat atau jauh. Jika hubungan itu bersifat kausal atau pengaruh,
---contingent factors--- | | |
X------------Z1-----------Z2----------Z3-----------Y | | | | |
--->X1 GOAL------>ACTIVITY--->OPPORTUNITY-->STANDARD-->PERFORMANCE | X7 MOTIVE TIME, SPACE PROCEDURE | | X6 COMPETENCE X4 X2 | | X5 MEANS | | |
---------FEEDBACK<---------EVALUASI<---------PELANGGAN<----- X3 = Z4
X--->Y jembatan, objek penelitian; Z1, Z2, Z3, Z4, contingent factors
( necessary factors ), tiang penyangga yang menerangkan bagaimana X mempengaruhi Y atau bagaimana Y bergantung pada X. Untuk menjadikannya model sirkuler, ditambahkan activity, pelanggan, dan evaluasi sebagai contingent factors baru. Dalam hubungan itu, feedback adalah Z4. Factor Z tidak bisa diepsilonkan semuanya; jika X1 dan X7 diteliti, yang bisa dijadikan epsilon hanya X5 dan X6. Jadi “epsilonisasi” variable itu tidak boleh sembarangan atau suka-suka!
Gambar 11 Model Performance Clay Carr Setelah Dielaborasi Sufficient Factors dan Contingent Factors Gambar 11 Model Performance Clay Carr Setelah Dielaborasi Sufficient Factors dan Contingent Factors
Untuk menemukan jarak konseptual, diperlukan definisi konsep, dan dari definisi konsep dapat diketahui dimensi-dimensi, baik dimensi X maupun dimensi Y. Derajat kedekatan antara dimensi X dengan dimensi Y itulah yang menunjukkan hubungan antar konsep sebagai dasar rekonstruksi teori. Baca Bab XIII Kybernologi Sebuah Profesi (2007) dan Bab IX Kybernologi Sebuah Metamorphosis, 2008
6 HUBUNGAN ANTAR KONSEP
Hubungan antar fenomena sejajar dengan hubungan antar konsep X dengan Y beserta model-modelnya (beberapa di antaranya, ref. Peter Hagul, Chris Manning, dan Masri Singarimbul, “Penentuan Variabel Penelitian dan Hubungan Antar Variabel,” dalam Masri Singarimbul dan Sofian Effendi, peny. Metode Penelitian Survai, 1982). Hubungan itulah yang harus diamati, diuji atau dibuktikan. Hubungan itu memiliki sifat-sifat atau karakteristik, antara lain sebagai berikut: