Prosedur Penelitian

F. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian adalah langkah-langkah penelitian dari awal yaitu persiapan membuat proposal sampai pada penulisan hasil penelitian. Empat tahap Prosedur penelitian adalah langkah-langkah penelitian dari awal yaitu persiapan membuat proposal sampai pada penulisan hasil penelitian. Empat tahap

Gambar

3.2. Skema Prosedur Penelitian Historis Tentang Perbanditan Sosial di Klaten

Tahun 1870-1900

Keterangan :

1. Heuristik

Heuristik berasal dari kata Yunani heurishein yang artinya memperoleh. Dalam pengertian yang lain, heuristik adalah kegiatan menghimpun jejak-jejak masa lampau dengan cara mengumpulkan bahan-bahan tertulis, tercetak dan sumber lain yang relevan dengan penelitian. Renier dalam Dudung Abdurrahman (2007: 64) menyatakan heuristik merupakan suatu teknik, suatu seni dan bukan suatu ilmu. Oleh karena itu heuristik tidak mempunyai peraturan umum. Sedangkan menurut Sidi Gazalba (1981: 115), heuristik adalah mencari bahan atau menyelidiki sumber sejarah untuk mendapatkan bahan penelitian. Pada tahap ini diusahakan mencari dan menemukan sumber-sumber tertulis berupa buku-buku, surat kabar atau sumber lain yang relevan. Dalam penelitian ini digunakan sumber data tertulis, baik primer maupun sekunder. Sumber tertulis primer berupa dokumen, babad, serat dan arsip yang meliputi: Stasblaad van Nederlandsch indie tahun 1847, Angger Gunung tahun 1844, Angger Nawala Pradata tahun 1844.

Jejak / Peristiwa Fakta Sejarah Sejarah

Pedesaan , karya Suhartono tahun 1995; Bandit Sosial, karya E.J. Hobsbawm tahun 2000; Bandit dan Pejuang di Simpang Bengawan, karya Julianto Ibrahim tahun 2004; Apanage dan Bekel: Perubahan Sosial di Pedesaan Surakarta 1830- 1920 , karya Suhartono tahun 1991; Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500- 1900: Dari Emporium Sampai Imperium , karya Sartono Kartodirdjo tahun 1992; Involusi Pertanian , karya Clifford Geertz tahun 1983; Sistem Tanam Paksa di Jawa, karya Robert van Niel tahun 2003; Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional dari Kolonialisme sampai Nasionalisme , karya Sartono Kartodirdjo tahun 1999; Keraton dan Kompeni. Surakarta dan Yogyakarta 1830-1870 , karya Vincent Houben; G.P Rouffaer judul buku Vorstenlanden , Kuntowijoyo judul buku Raja, Priyayi dan Kawula.

Pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka dengan mengunjungi beberapa perpustakaan diantaranya Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret Surakarta, Perpustakaan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Perpustakaan Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sebelas Maret Surakarta, Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, Perpustakaan Rekso Pustoko Mangkunegaran Surakarta, Perpustakaan Sana Pustaka Keraton Kasunanan Surakarta, perpustakaan Radya Pustaka Surakarta, Perpustakaan Universitas Gajah Mada Yogyakarta, Perpustakaan Ignatius College Yogyakarta.

2. Kritik

Kritik adalah upaya untuk mendapatkan otentisitas dan kredibilitas sumber (Suhartono W. Pranoto, 2006: 35). Dudung Abdurahman (2007: 68) mengatakan kritik merupakan suatu kegiatan untuk menyelidiki apakah sumber- sumber sejarah itu sejati atau otentik dan dapat dipercaya atau tidak. Kritik juga dilakukan untuk mendapatkan keabsahan sumber. Dalam memperoleh keabsahan sumber, dilakukan uji keabsahan tentang kesahihan sumber (kredibilitas) yang ditelusuri melalui kritik intern dan keabsahan tentang keaslian sumber (otentisitas) melalui kritik ekstern.

Helius Sjamsudin (1996: 118), mangatakan bahwa kritik intern berhubungan dengan kredibilitas dan reabilitas isi dari suatu sumber sejarah. Dalam kritik intern, hal yang dilakukan adalah menyelediki isi dari sumber sejarah. Hal tersebut dilaksanakan agar dapat mengetahui bagaimana isi sumber sejarah dan relevansinya dengan masalah yang dikaji. Kritik ini bertujuan untuk menguji apakah isi, fakta dan cerita dari suatu sumber sejarah dapat dipercaya dan dapat memberikan informasi yang diperlukan. Kritik intern yang berkenaan dengan isi sumber dilakukan dengan cara apakah keaslian sumber tersebut dari pengarangnya asli atau turunan karya orang lain, dari tahap ini akan didapat validitas data.

Kritik intern dalam penelitian ini dilakukan dengan cara membandingkan antara sumber yang satu dengan sumber yang lain. Sumber tersebut sesuai dengan yang ada atau banyak dipengaruhi oleh subjektifitas pengarang, dan apakah sumber tersebut sesuai dengan tema penelitian atau tidak. Misalnya buku Bandit Sosial karangan E. J. Hobsbawm yang memuat tentang seluk beluk perbanditan dibandingkan dengan Buku Bandit-bandit Pedesaan karangan Suhartono.

b. Kritik Ekstern Kritik ekstern yaitu kritik terhadap keaslian sumber (otensitas) yang berkenaan dengan segi-segi fisik dari sumber yang ditemukan, seperti: bahan (kertas atau tinta) yang digunakan, jenis tulisan, gaya bahasa, hurufnya, dan segi penampilan yang lain. Menurut Dudung Abdurrahman (2007: 68-69), uji otensitas minimal dilakukan dengan pertanyaan kapan, dimana, siapa, bahan apa serta bentuknya bagaimana sumber itu dibuat. Sebelum semua kesaksian dikumpulkan oleh sejarawan dapat digunakan untuk merekontruksi masa lalu, maka terlebih dahulu dilakukan pemerikasaan ketat.

Kritik ekstern dilakukan dengan cara melakukan pengujian terhadap aspek-aspek luar dari sebuah sumber sejarah. Kritik ekstern berguna untuk memeriksa sumber sejarah dan menjaga keaslian serta keutuhan sumber tersebut. Menurut Suhartono W. Pranoto (2006: 36), kritik ekstern adalah usaha Kritik ekstern dilakukan dengan cara melakukan pengujian terhadap aspek-aspek luar dari sebuah sumber sejarah. Kritik ekstern berguna untuk memeriksa sumber sejarah dan menjaga keaslian serta keutuhan sumber tersebut. Menurut Suhartono W. Pranoto (2006: 36), kritik ekstern adalah usaha

3. Interpretasi

Interpretasi atau penafsiran sejarah disebut pula dengan analisis sejarah. Interpretasi merupakan suatu kegiatan menafsirkan fakta-fakta yang diperoleh dari data yang telah diseleksi pada tahap sebelumnya untuk selanjutnya analisis data. Dalam penelitian ini peneliti berusaha untuk menafsirkan data yang diperoleh, kemudian mencari kaitan antara data yang satu dengan data yang lainnya. Setelah itu data yang salin berkaitan dihubungkan sehingga akan diperoleh gambaran yang jelas dan menyeluruh kemudian menjadi suatu fakta sejarah yang dapat dijadikan sebagai data sejarah.

Menurut Nugroho Notosusanto (1978: 40), interpretasi adalah suatu usaha menafsirkan dan menetapkan makna serta hubungan dari fakta-fakta yang ada, kemudian dilakukan perbandingan antara fakta yang satu dengan fakta yang lain, sehingga terbentuk rangkaian yang selaras dan logis.

Menurut Berkhofer (1994) dalam Dudung Abdurahman (2007: 73), interpretasi bertujuan untuk melakukan sintesis atas sejumlah fakta yang diperoleh dari sumber-sumber sejarah dan bersama-sama dengan teori-teori disusunlah fakta itu ke dalam suatu interpretasi yang menyeluruh, sehingga dapat dikatakan sebagai suatu bentuk analisa.

Dalam penelitian ini dilakukan kegiatan menyeleksi dan menafsirkan tulisan buku dengan penentuan periodisasi, merangkaikan data secara berkesinambungan, misalnya dengan merangkaikan periode sejarah dan Dalam penelitian ini dilakukan kegiatan menyeleksi dan menafsirkan tulisan buku dengan penentuan periodisasi, merangkaikan data secara berkesinambungan, misalnya dengan merangkaikan periode sejarah dan

Fakta-fakta yang didapat kemudian ditafsirkan, diberi makna dan ditemukan arti yang sebenarnya, sehingga dapat dipahami makna sesuai dengan pemikiran yang relevan, logis dan berdasarkan obyek penelitian yang dikaji. Dari kegiatan kritik sumber dan interpretasi tersebut dihasilkan fakta sejarah.

4. Historiografi

Tahap historiografi merupakan langkah terakhir dalam metodologi atau prosedur penelitian sejarah. Historiografi merupakan karya sejarah dari hasil penelitian, dipaparkan dengan bahasa ilmiah dengan seni yang khas menjelaskan apa yang ditemukan beserta argumentasinya secara sistematis. Dalam historiografi seorang penulis tidak hanya menggunakan keterampilan teknis, penggunaan kutipan-kutipan dan catatan-catatan tetapi penulis juga dituntut menggunakan pikiran kritis dan analisis (Helius Sjamsuddin, 1996: 153).

Historiografi merupakan langkah merangkai fakta sejarah menjadi cerita sejarah yang dilakukan dengan cara menyalin buku-buku literatur, surat kabar, dan sumber tertulis lainnya. Dalam hal ini imajinasi sangat diperlukan untuk merangkai fakta yang satu dengan fakta yang lain, sehingga menjadi suatu kisah sejarah yang menarik dan dapat dipercaya kebenarannya. Tahap historiografi ini merupakan langkah terakhir dalam metodologi atau prosedur penelitian historis. Dari data-data yang sudah berhasil dikumpulkan oleh peneliti, maka peneliti berusaha memaparkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan dengan menggunakan bahasa yang ilmiah beserta argumentasi secara sistematis.

Usman (1986) dalam Dudung Abdurahman (2007: 77) menjelaskan syarat-syarat umum yang harus dilakukan oleh peneliti dalam pemaparan sejarah, yaitu: Usman (1986) dalam Dudung Abdurahman (2007: 77) menjelaskan syarat-syarat umum yang harus dilakukan oleh peneliti dalam pemaparan sejarah, yaitu:

2. Terpenuhinya kesatuan sejarah. Artinya, suatu penulisan sejarah itu disadari sebagai bagian dari sejarah yang lebih umum karena didahului oleh masa dan diikuti oleh masa pula. Dengan kata lain, penulisan itu ditempatkan sesuai dengan perjalanan sejarah.

3. Menjelaskan apa yang ditemukan oleh peneliti dengan menyajikan bukti- buktinya dan membuat garis-garis umum yang dapat diikuti secara jelas oleh pemikiran pembaca. Dalam hal ini, perlu dibuat pola penulisan atau sistematika penyusunan dan pembahasan.

4. Keseluruhan pemaparan sejarah haruslah argumentatif. Artinya, usaha peneliti dalam mengerahkan ide-idenya dalam merekonstruksi masa lampau itu didasarkan atas bukti-bukti yang terseleksi, bukti yang cukup lengkap, dan detail fakta yang akurat.