Karakteristik Sampel dan Variabel Luar Penelitian

A. Karakteristik Sampel dan Variabel Luar Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan September 2011 di Klinik Ingin Punya Anak Indriya Ratna RSUD Dr. Moewardi Surakarta serta di masyarakat umum, beberapa posyandu serta puskesmas di daerah Surakarta dan sekitarnya. Data yang didapatkan dianalisis dengan menggunakan metode analisis Chi Square untuk mengetahui adanya hubungan antar variabel.

Subjek penelitian berjumlah 67 orang, dengan rincian 29 sampel infertil dan 38 sampel fertil. Namun karena sebaran data tidak normal akibat terdapat banyak data outlier (data ekstrem), maka beberapa data ekstrem tersebut dikeluarkan sehingga hanya 57 data sampel yang dianalisis, terdiri dari 27 sampel infertil dan 30 sampel fertil, sehingga mencapai distribusi normal, dengan uji normalitas data Saphiro-Wilk = 0.149 (p > 0.05).

Subjek penelitian ini pada metode penelitian sebelumnya adalah perempuan dengan batasan umur 20-30 tahun. Namun karena kendala teknis dan waktu yang tidak memungkinkan, batasan kriteria umur tidak dapat terlaksana. Sehingga subjek penelitian menjadi semua perempuan usia subur, yaitu perempuan dengan keadaan dan fungsi organ reproduksinya masih dapat berfungsi, antara umur 20-45 tahun (Sarlina, dkk, 2009). Selanjutnya didapatkan subjek penelitian yang berusia 23-36 tahun.

bawah 30 tahun dan 18 orang (31.6 %) berumur di atas 30 tahun. Perlu penelitian dengan kriteria umur yang sepadan (matching) untuk dapat menganalisis hasil ini tanpa menimbulkan bias yang besar.

Dari 57 subjek penelitian, terdapat 37 orang (64.9 %) memiliki BMI Normal (18,5-22,9) dan 20 orang (35.1 %) dengan BMI lebih/overweight (> 23). Berdasarkan uji Chi Square yang dilakukan, tidak terdapat hubungan yang signifikan (p = 0.683) antara umur dan nilai BMI perempuan. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian dari Galletta (2005) yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi seseorang, yang dapat diukur dengan BMI, yaitu faktor umur. Semakin bertambah usia seseorang, mereka cenderung kehilangan massa otot dan mudah terjadi akumulasi lemak tubuh. Kadar metabolisme juga akan menurun menyebabkan kebutuhan kalori yang diperlukan lebih rendah sehingga cenderung lebih mudah untuk mengalami kegemukan (Supeni, 2007).

Selain faktor umur, banyak faktor lain yang mempengaruhi nilai BMI sebagai gambaran status gizi seseorang. Galletta (2005) membagi faktor risiko obesitas menjadi enam: faktor genetik, faktor emosional, faktor lingkungan, faktor jenis kelamin, faktor usia, kehamilan. Dari berbagai faktor tersebut, peneliti telah berusaha merestriksi subjek penelitian untuk memperkecil bias penelitian. Namun, ada beberapa faktor yang sulit dikendalikan seperti faktor genetik, faktor emosional, dan faktor lingkungan. Hasil penelitian tentang BMI yang tidak sesuai dengan teori ini kemungkinan Selain faktor umur, banyak faktor lain yang mempengaruhi nilai BMI sebagai gambaran status gizi seseorang. Galletta (2005) membagi faktor risiko obesitas menjadi enam: faktor genetik, faktor emosional, faktor lingkungan, faktor jenis kelamin, faktor usia, kehamilan. Dari berbagai faktor tersebut, peneliti telah berusaha merestriksi subjek penelitian untuk memperkecil bias penelitian. Namun, ada beberapa faktor yang sulit dikendalikan seperti faktor genetik, faktor emosional, dan faktor lingkungan. Hasil penelitian tentang BMI yang tidak sesuai dengan teori ini kemungkinan

Berikutnya, dari hasil penelitian ini diketahui bahwa terdapat 27 orang (47.37 %) perempuan infertil dan 30 orang (52.63 %) perempuan fertil. Berdasarkan uji Chi Square yang dilakukan, terdapat hubungan yang sangat signifikan (p = 0,002) antara umur dan fertilitas perempuan.

Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi fertilitas adalah umur (Sastrawinata, 2007). Fertilitas cukup stabil hingga seorang perempuan mencapai usia 35 tahun. Sesudah itu, terjadi penurunan fertilitas secara bertahap. Saat menginjak usia

40 tahun, fertilitas menurun drastis. Sejalan dengan bertambahnya usia, derajat kesuburan seseorang justru sebaliknya cenderung turun disebabkan faktor-faktor fisiologis tubuh yang menurun secara keseluruhan, termasuk organ reproduksi. Ketika seorang wanita memasuki usia menopause, ovarium mulai berhenti memproduksi sel telur hingga kemudian berhenti sama sekali.

Oleh karena faktor umur sangat berpengaruh pada fertilitas seseorang, maka sangatlah penting untuk membuat batasan kriteria umur yang sepadan (matching) untuk memperkecil atau bahkan menghilangkan bias penelitian.

Hasil Penelitian pada tabel 4.4 menyajikan terdapat 35 orang (61.4 %) perempuan dengan siklus haid tidak teratur, lebih banyak daripada perempuan dengan siklus haid teratur yaitu sebanyak 22 orang (38.6 %). Berdasarkan uji

0.538) antara umur dan keteraturan siklus haid pada perempuan.

Selanjutnya, hasil penelitian pada tabel 4.5 menunjukkan perbandingan antara keteraturan siklus haid berdasarkan BMI. Berdasarkan BMI yang tergolong normal perempuan yang memiliki siklus haid tidak teratur sebanyak

23 orang (62.16 %), lebih banyak daripada perempuan dengan siklus haid teratur, yaitu 14 orang (37.84 %). Begitu pula dengan nilai BMI lebih dari 23, perempuan yang memiliki siklus haid tidak teratur sebanyak 12 orang (60.00 %), lebih banyak daripada perempuan dengan siklus haid yang teratur, yaitu 8 orang (40.00 %). Berdasarkan uji Chi Square yang dilakukan, tidak terdapat hubungan yang signifikan (p = 0.873) antara BMI dan keteraturan siklus haid pada perempuan.

Berdasarkan hasil studi pustaka yang dilakukan peneliti, ada hubungan antara BMI dan keteraturan siklus haid, diperkirakan karena nilai status gizi yang diukur dengan nilai BMI ini erat kaitannya dengan kadar lemak di dalam tubuh. Kadar lemak di dalam tubuh selanjutnya akan mempengaruhi keteraturan siklus haid.

Lemak tubuh mengandung enzim aromatase, enzim yang dibutuhkan untuk memproduksi hormon estrogen. Hormon estrogen, adalah hormon penyimpan lemak. Estrogen merupakan salah satu hormon yang dapat larut dalam lemak termasuk steroid, yaitu zat lemak yang merupakan derivat dari kolesterol , sehingga dapat menembus membran sel dengan bebas (Murray, et al , 2003).

dengan hormon dari indung telur yaitu estrogen dan progesteron. Bila hormon indung telur rendah, hormon otak akan merangsang, dan sebaliknya bila tinggi, maka hormon otak akan berhenti merangsang. Bila mekanisme ini terjadi terus menerus, datang bulan jadi teratur (Simanjuntak, 2007; Ganong, 2002).

Melalui proses tersebut di atas, seseorang dengan kadar lemak berlebihan akan menyebabkan peningkatan hormon estrogen seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Peningkatan kadar estrogen dalam tubuh ini selanjutnya akan menyebabkan feedback negatif ke jalur hipotalamus hipofisis di otak sehingga berhenti atau menurunkan pembentukan hormon gonadotropin (Murray, et al, 2003; Ganong, 2002). Ketidakseimbangan hormon estrogen ini tentu sangat berpengaruh pada keteraturan siklus haid dan ovulasi seorang perempuan (Simanjuntak, 2007).

Selain karena status gizi yang diukur melalui BMI, terdapat banyak faktor lain yang turut mempengaruhi keteraturan siklus haid, yaitu gangguan organik pusat akibat tumor, radang ataupun destruksi; gangguan kejiwaan; gangguan poros hipotalamus-hipofisis; gangguan gonad; gangguan glandula suprarenalis; gangguan glandula tiroidea; gangguan pankreas; dan sebagainya (Prawirohardjo, 2007). Hasil penelitian tentang keteraturan siklus haid yang tidak sesuai dengan teori ini kemungkinan disebabkan oleh faktor-faktor lain tersebut yang belum dikendalikan dengan baik. Akan tetapi, berdasarkan hasil analisis ini dapat disimpulkan bahwa perbedaan BMI sampel tidak Selain karena status gizi yang diukur melalui BMI, terdapat banyak faktor lain yang turut mempengaruhi keteraturan siklus haid, yaitu gangguan organik pusat akibat tumor, radang ataupun destruksi; gangguan kejiwaan; gangguan poros hipotalamus-hipofisis; gangguan gonad; gangguan glandula suprarenalis; gangguan glandula tiroidea; gangguan pankreas; dan sebagainya (Prawirohardjo, 2007). Hasil penelitian tentang keteraturan siklus haid yang tidak sesuai dengan teori ini kemungkinan disebabkan oleh faktor-faktor lain tersebut yang belum dikendalikan dengan baik. Akan tetapi, berdasarkan hasil analisis ini dapat disimpulkan bahwa perbedaan BMI sampel tidak

Hasil analisis yang tidak signifikan mungkin disebabkan karena terdapat variabel luar lain yang tidak dikontrol dalam analisis data, seperti faktor stress psikososial, lingkungan, makanan, olahraga dan lain-lain. Sebagian besar sampel penelitian juga lupa tanggal hari pertama menstruasi terakhir mereka, sehingga dianggap peneliti sebagai golongan dengan haid tidak teratur. Hal ini tentunya akan sangat berpengaruh pada hasil penelitian.