Hubungan Body Mass Index Dengan Risiko Kejadian Infertilitas Pada Perempuan

HUBUNGAN BODY MASS INDEX DENGAN RISIKO KEJADIAN INFERTILITAS PADA PEREMPUAN

SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran FEMI DWI ALDINI G0008096 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

Femi Dwi Aldini, G0008096, 2012, The Correlation between Body Mass Index and The Incidence of Infertility among Women.

Objective: The purpose of this research is to find out the correlation between Body Mass Index and the incidence of infertility among women.

Methode: This research is an observational analytic using cross sectional approach and primary data. Subjects of this research are 57 married women, age from 23 until 36 years old. The subjects have marital period at least a year, have not been using any kind of contraception within

a year, have body mass index value at least 18.5, and their husband have normozoospermia. The data was collected by measuring anthropometry to get body mass index value, and by doing structural interview. The data was then analyzed by using chi square test to see the different between fertil women group and the infertil one, and to compare between women have normal and overweight body mass index to effect infertility.

Results: The results of chi square test shows an unsignificant correlation (p = 0.683) between age and BMI value. There are also not a significant correlation between age and menstrual cycle (p = 0.538), between BMI value and menstrual cycle (p = 0.873), between menstrual cycle and fertility (p= 0.182), and between BMI value and fertility (p= 0,160). But, age shows a significant correlation with fertility (p = 0,002).

Conclusion: There is not correlation between BMI value and infertility.

Key words : Body Mass Index, Menstrual Cycle, Infertility

Femi Dwi Aldini, G0008096, 2012, Hubungan Body Mass Index dengan Risiko Kejadian Infertilitas pada Perempuan.

Tujuan penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan antara Body Mass Index dengan risiko kejadian infertilitas pada perempuan.

Metode penelitian. Desain penelitian menggunakan analitik observasional dengan pendekatan cross sectional dan menggunakan data primer. Subjek penelitian ini adalah 57 orang perempuan menikah berusia 23-36 tahun, dengan usia pernikahan minimal satu tahun, tidak sedang menggunakan alat kontrasepsi dalam 1 tahun terakhir, memiliki nilai BMI minimal 18,5, serta memiliki pasangan (suami) dengan normozoospermia. Pengumpulan data melalui pengukuran antropometri untuk mendapatkan data nilai body mass index (BMI), dan wawancara terstruktur. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji chi square untuk melihat beda antara perempuan fertil dan infertil, dan membandingkannya antara BMI normal dan lebih/overweight.

Hasil penelitian. Hasil uji chi square menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan (p = 0.683) antara umur dan nilai BMI perempuan, tidak terdapat hubungan yang signifikan (p = 0.538) antara umur dan keteraturan siklus haid pada perempuan, tidak terdapat hubungan yang signifikan (p = 0.873) antara BMI dan keteraturan siklus haid pada perempuan, tidak terdapat hubungan yang signifikan (p= 0.182) antara keteraturan siklus haid dan fertilitas pada perempuan, serta tidak ada hubungan yang signifikan antara nilai BMI dan fertilitas pada perempuan (p= 0,160). Akan tetapi, terdapat hubungan yang sangat signifikan (p = 0,002) antara umur dan fertilitas pada perempuan

Simpulan penelitian. Tidak terdapat hubungan antara nilai BMI dan infertilitas. Kata kunci: Body Mass Index, Siklus Haid, Infertilitas

Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin. Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, anugerah, dan karunia-Nya sehingga Skripsi dengan judul “Hubungan Body Mass Index dengan Risiko Kejadian Infertilitas pada Perempuan” ini dapat diselesaikan sesuai yang diharapkan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara Body Mass Index dengan risiko kejadian infertilitas pada perempuan, terutama pada BMI lebih (overweight). Hal ini penting diketahui sebab berhubungan dengan pencegahan kejadian infertilitas dengan menjaga status gizi yang dapat diukur melalui berat badan dan indikator keteraturan siklus haid. Skripsi ini memuat hasil penelitian, analisis data dan pembahasan tentang hubungan infertilitas dengan beberapa faktor yaitu umur, keteraturan siklus haid dan nilai Body Mass Index.

Dalam proses penelitian ini penulis mendapatkan bimbingan, arahan, koreksi dan saran dari pihak-pihak yang mendukung terselenggaranya penelitian dan pelaporan ini. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Allah SWT, kekasih yang Maha Agung dan Bijaksana. Sujud syukur hamba dalam sajadah hidupku atas skenario indah-Nya, atas pertolongan dan kemudahan yang Allah curahkan untukku, terutama ketika semangat ini melemah dan rapuh.

2. Rosulullah dan tauladan perjuanganku, Muhammad SAW yang senantiasa menjadi motivator terbesar dalam setiap keindahan akhlakmu untuk mengajarkan kepadaku bahwa hidup ini begitu mempesona.

3. Bapak Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR FINASIM selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 4. Ibu Muthmainah, dr., M.Kes, selaku ketua tim skripsi beserta tim skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 5. Ibu Eriana Melinawati, dr., Sp.OG (K), selaku pembimbing utama yang telah memberikan kontribusi yang sangat besar kepada penulis dalam penyelesaian setiap lembar skripsi ini. Terima kasih atas kesabaran dan banyak waktu yang telah diluangkan di tengah kesibukan Ibu untuk memberikan bimbingan, masukan, perbaikan dan motivasi kepada penulis.

6. Bapak Widardo, Drs., M.Sc, selaku pembimbing pendamping yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, perbaikan dan motivasi bagi penulis.

nasehat, dan saran demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. 8. Bapak Hari Purnomo Sidik, dr., MMR, selaku anggota penguji yang telah memberikan bimbingan, nasehat dan saran demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. 9. Kepala SMF. OBSGIN RSUD Dr. Moewardi, beserta seluruh staff terkait yang telah membantu terlaksananya penelitian dan penyusunan skripsi ini. 10. Kepala Klinik Indriya Ratna RSUD Dr. Moewardi beserta seluruh paramedis dan staff yang telah banyak membantu dan memberikan bimbingan dalam pengambilan sampel penelitian.

11. Kedua Orang Tua penulis yang tercinta, Ibunda Sueryani dan Ayahanda KA. Cholil, serta Kakakku tersayang, Nina Fadilla. Terima kasih yang tiada terhingga atas segala kasih sayang, doa restu, dukungan baik material, moral, maupun spiritual, serta pengorbanan yang telah diberikan untuk penulis.

12. Semua sahabat terbaikku yang telah membantu dan menemani dalam berjuang, teman-teman mahasiswa Pendidikan Dokter Angkatan 2008 yang menemani serta selalu memberikan dukungan dan motivasi bagi penulis dalam suka maupun duka.

13. Ibu Sunengsih, serta semua pihak lainnya yang telah membantu terselesainya skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun sangat berarti dalam terselesaikannya Skripsi ini. Penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna disebabkan oleh keterbatasan yang

penulis miliki. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk menjadi perbaikan di masa yang akan datang. Demikian Skripsi ini penulis buat, semoga dapat memperkaya khasanah kajian ilmu kedokteran dan bermanfaat bagi kalangan civitas akademika.

Surakarta, 2 Januari 2012

Femi Dwi Aldini

Tabel 2.1 Tabel 2.2 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6 Tabel 4.7 Tabel 4.8

Klasifikasi BMI Wilayah Asia Pasifik………………………………...... Peluang Hamil setelah Tahun Pertama………………………………….. Karakteristik Sampel (data kategorikal)………………………………… Karakteristik Sampel (data numerik)…….……………………………… Hubungan antara Umur dan BMI……………………………………….. Hubungan antara Umur dan Keteraturan Siklus Haid ………………….. Hubungan antara BMI dan Keteraturan Siklus Haid………………...….. Hubungan antara Umur dan Fertilitas…………………………….…….. Hubungan antara Keteraturan Siklus Haid dan Fertilitas……………….. Hubungan antara BMI dan Fertilitas.….….……………………………..

11 18 39 40 40 41 41 42 42 43

hal Gambar 2.1

Gambar 2.2

Level Perubahan Hormon selama Siklus Menstruasi………………... Grafik Hubungan Faktor Umur dalam mempengaruhi Fertilitas……..

13 17

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tujuan dilaksanakan pernikahan oleh pasangan suami istri adalah membentuk keluarga bahagia, yang erat kaitannya dengan pengembangan keturunan atau generasinya. Kehadiran anak sangat bernilai baik dari segi ekonomi, pendidikan, sosial, psikologis, dan agama. Pasangan yang infertil dipertimbangkan dalam kondisi krisis mayor karena terancam gagal dalam mencapai tujuan utama kehidupan pernikahan, serta menimbulkan reaksi stress yang disebut dengan stress infertilitas (Hidayah, 2007).

Infertilitas bagi pasangan suami istri dapat berdampak positif maupun negatif. Positifnya, pasangan akan saling mendorong dan mengeratkan hubungan karena timbulnya rasa saling membutuhkan untuk mencari solusi terhadap permasalahan yang dialami. Namun, sebagian besar pasangan akan berdampak negatif berupa pertengkaran, saling menyalahkan, menurunkan kualitas hubungan interpersonal, dan menimbulkan perceraian. Apabila harapan untuk memiliki anak tidak dapat terwujud secara terus menerus, dengan tidak adanya kehadiran anak, pasangan suami istri merasa cemas, gelisah, takut dan depresi (Prasetyono, 2007). Selain masalah psikologis, juga berdampak negatif pada finansial, fisik dan lainnya (Malpani, 2004).

Infertilitas adalah suatu keadaan dimana pasangan suami istri belum mendapatkan keturunan dalam kurun waktu satu tahun atau lebih walaupun Infertilitas adalah suatu keadaan dimana pasangan suami istri belum mendapatkan keturunan dalam kurun waktu satu tahun atau lebih walaupun

Kejadian perempuan infertil di Indonesia adalah 15% pada usia 30-34 tahun, 30% pada usia 35-39 tahun, dan 55% pada usia 40-44 tahun. Hasil survei gagalnya kehamilan pada pasangan yang sudah menikah selama 12 bulan, 40% disebabkan infertilitas pada pria, 40% karena infertilitas pada perempuan, dan 10% dari pria dan perempuan, 10% tidak diketahui penyebabnya. Pasangan usia subur (PUS) yang menderita infertilitas sebanyak 524 (5,1%) PUS dari 10205 PUS (Syamsiyah, 2009). Statistik mengatakan infertilitas diderita oleh 15% pasangan (terdapat 1 pasangan infertil setiap 7 pasangan). Berdasarkan data statistik BKKBN di Jawa Tengah terdapat masalah infertil sebesar 5,5%.

Dalam penelitian lain, sekitar satu dari 10 pasangan suami istri usia subur tidak bisa memperoleh keturunan. Hingga akhir tahun 2009 tercatat sekitar 1,5 atau 2 juta pasangan mengalami masalah gangguan kesuburan atau infertilitas dari total pasangan usia subur di Indonesia yang mencapai 15 juta. Berdasarkan sensus penduduk di Indonesia, diperoleh angka ketidaksuburan suami istri yang berkisar 12-25 persen. Jadi, sekitar 1 dari 10 pasangan suami istri usia subur tidak bisa memperoleh keturunan (Wiweko, 2010).

Fertilitas atau kesuburan seseorang selain dipengaruhi oleh genetik, keturunan, dan usia, juga dipengaruhi oleh status gizinya. Faktor gizi sangat penting dalam mendukung kesuburan. Kelebihan berat badan tidak hanya berhubungan dengan peningkatan risiko penyakit kronis (Must, 1999), tapi

Beberapa studi menunjukkan bahwa perempuan dengan kelebihan berat badan lebih sering memiliki masalah fertilitas (Jensen, 1999; Bolumar, 2000; Rich-Edwards, 2002; Pasquali, 2006; Gesink, 2007).

Perempuan infertil dengan gangguan siklus haid berupa amenorrhea atau oligomenorrhea, 58% mengalami gangguan pola makan. Penelitian menunjukkan bahwa gangguan pola makan dan nutrisi dapat mempengaruhi menstruasi, fertilitas, tambahan berat badan ibu hamil, dan kesehatan janin (Stewart, 1990). Penelitian yang menguji hubungan antara body mass index dan infertilitas menyimpulkan bahwa risiko infertil oleh karena faktor ovulasi terbesar adalah pada perempuan obes, dan juga sedikit meningkat pada perempuan moderat-overweight dan underweight (Grodstein, 1994).

Overweight dan obesitas pada awal masa dewasa meningkatkan risiko gangguan menstruasi, hipertensi pada kehamilan dan subfertilitas. BMI pada masa anak memiliki pengaruh yang cukup kuat dalam kesehatan reproduksi seorang perempuan di masa depannya (Lake, 1997).

Berdasarkan hal tersebut, infertilitas merupakan masalah kependudukan yang juga harus menjadi perhatian. Oleh karena itu, penulis tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara body mass index dengan faktor risiko kejadian infertilitas pada perempuan. Hal ini diharapkan dapat mengurangi prevalensi perempuan infertilitas, terutama yang diakibatkan oleh faktor risiko status gizi yang tidak baik, terutama status gizi berlebih (overweight dan obesitas).

B. Perumusan Masalah

Adakah hubungan antara Body Mass Index dengan risiko kejadian infertilitas pada perempuan?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan antara Body Mass Index dengan risiko kejadian infertilitas pada perempuan.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat:

a. Memberikan informasi ilmiah dalam bidang obstetri ginekologi serta ilmu gizi mengenai hubungan antara status gizi yang dilihat dari Body Mass Index dengan faktor risiko kejadian infertilitas pada perempuan.

b. Memberikan tambahan informasi ilmiah tentang salah satu faktor yang mempengaruhi fertilitas pada perempuan, yaitu status gizi yang dapat dilihat dari BMI, serta pengaruhnya pada siklus haid.

2. Manfaat praktis

a. Dapat diupayakan pencegahan kejadian infertilitas dengan menjaga

berat badan normal.

b. Diharapkan penelitian ini juga dapat digunakan sebagai bahan acuan

untuk penelitian selanjutnya.

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Status Gizi

a. Pengertian

Status Gizi merupakan ekspresi satu aspek atau lebih dari nutrisi seorang individu dalam suatu variabel (Hadi, 2002). Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutrisi dalam bentuk variabel tertentu (Supariasa, 2001). Sedangkan menurut Gibson (1990) menyatakan status gizi adalah keadaan tubuh yang merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara zat gizi yang masuk ke dalam tubuh dan utilisasinya.

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi

1) Faktor Genetik

Status gizi cenderung berlaku dalam keluarga. Ini disebabkan oleh faktor genetik, pola makan keluarga, dan kebiasaan gaya hidup. Walaupun begitu, mempunyai anggota keluarga yang obesitas tidak menjamin sesorang itu juga akan mengalami obesitas (Galletta, 2005).

Sebagian masyarakat mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang banyak karena depresi, putus asa, marah, bosan, dan banyak alasan lain yang tidak ada hubungannya dengan rasa lapar. Perasaan seseorang mempengaruhi kebiasaan makan dan membuat seseorang makan terlalu banyak (Galletta, 2005).

3) Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan yang paling memainkan peranan adalah gaya hidup seseorang. Kebiasaan makan dan aktivitas seseorang dipengaruhi oleh masyarakat sekitarnya (Galletta, 2005).

4) Faktor Jenis Kelamin

Secara rata-rata, lelaki mempunyai massa otot yang lebih banyak dari perempuan. Lelaki menggunakan kalori lebih banyak dari perempuan bahkan saat istirahat karena otot membakar kalori lebih banyak berbanding tipe-tipe jaringan yang lain. Dengan demikian, perempuan lebih mudah bertambah berat badan berbanding lelaki dengan asupan kalori yang sama (Galletta, 2005).

5) Faktor Usia

Semakin bertambah usia seseorang, mereka cenderung kehilangan massa otot dan mudah terjadi akumulasi lemak tubuh. Kadar metabolisme juga akan menurun menyebabkan kebutuhan kalori yang diperlukan lebih rendah (Galletta, 2005).

Pada perempuan, berat badannya cenderung bertambah 4 –

6 kilogram setelah kehamilan dibandingkan dengan berat sebelum kehamilan. Hal ini bisa terjadi setiap dari kehamilan dan kenaikan berat badan ini mungkin akan menyebabkan obesitas pada perempuan (Galletta, 2005).

c. Penilaian Status Gizi

1) Penilaian secara langsung

Penilaian status gizi secara langsung dibagi menjadi empat penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Adapun penilaian dari masing-masing adalah sebagai berikut (Supariasa, 2001):

a) Antropometri

Secara umum bermakna ukuran tubuh manusia. Antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.

Di Indonesia, jenis antropometri yang banyak digunakan adalah Berat Badan dan Tinggi Badan. Dalam peniliaian status gizi, antropometri disajikan dalam bentuk indeks yang dikaitkan dengan variable lain, seperti berat badan menurut umur (BB/U), panjang badan atau tinggi badan menurut umur (PB/U atau TB/U), berat badan Di Indonesia, jenis antropometri yang banyak digunakan adalah Berat Badan dan Tinggi Badan. Dalam peniliaian status gizi, antropometri disajikan dalam bentuk indeks yang dikaitkan dengan variable lain, seperti berat badan menurut umur (BB/U), panjang badan atau tinggi badan menurut umur (PB/U atau TB/U), berat badan

b) Klinis

Metode ini, didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal tersebut dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.

c) Biokimia

Pemeriksaan spesimen diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain: urine, tinja, darah, beberapa jaringan tubuh lain seperti hati dan otot.

d) Biofisik

Suatu metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi, khususnya jaringan, dan melihat perubahan struktur jaringan.

2) Penilaian secara tidak langsung

Penilaian status gizi secara tidak langsung dibagi menjadi 3 yaitu: survey konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor Penilaian status gizi secara tidak langsung dibagi menjadi 3 yaitu: survey konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor

a) Survey konsumsi makanan

Adalah suatu metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.

b) Statistik vital

Adalah dengan cara menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.

c) Ekologi

Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dll.

2. Body Mass Index (BMI)

Body Mass Index atau Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan indikator yang paling sering digunakan dan praktis untuk mengukur status gizi pada orang dewasa, menggunakan rumus berat badan dalam

kilogram (kg) dibagi tinggi badan dalam meter kuadrat (m 2 ) (Sugondo, 2007).

Berat badan merupakan hasil peningkatan / penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh antara tulang, otot, lemak, cairan tubuh. Parameter ini yang paling baik untuk melihat perubahan yang terjadi dalam waktu singkat karena konsumsi makanan dan kondisi kesehatan (Soetjiningsih, 1998).

Penentuan berat badan dilakukan dengan cara menimbang. Alat yang digunakan sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1) Mudah digunakan dan dibawa dari satu tempat ke tempat lain,

2) Mudah diperoleh dan relatif murah harganya,

3) Ketelitian penimbangan maksimum 0,1 kg,

4) Skalanya mudah dibaca.

b. Tinggi Badan

Tinggi badan merupakan ukuran antropometrik kedua yang cukup penting. Keistimewaannya bahwa ukuran tinggi badan akan meningkat terus pada waktu pertumbuhan sampai mencapai tinggi yang optimal. Di samping itu tinggi badan dapat dihitung dengan dibandingkan berat badan dan dapat mengesampingkan umur. Body Mass Index (BMI) atau indeks massa tubuh (IMT), diukur

melalui rumus:

傘Ǵú̜ƅ 傘̜ ̜m㚸 ̜ ̜ 푈s ƅ:mss: 傘̜ ̜m㚸 ̜ ̜

(BNF, 2000).

Bila melakukan penilaian BMI, perlu diperhatikan akan adanya perbedaan individu dan etnik. Wilayah Asia Pasifik pada saat ini telah

Klasifikasi

IMT (kg/m 2 ) Berat badan kurang (underweight)

Kisaran Normal

Berat badan lebih (overweight)

· Berisiko Obes

· Obes I

25,0-29,9

· Obes II

> 30,0 Sumber: WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia Pacific Perspective: Redefining Obesity and its Treatment (2000)

3. Siklus Haid dan Ovulasi

a. Siklus Haid Normal

Haid adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium. Panjang siklus haid ialah jarak antara tanggal mulainya haid yang lalu dan mulainya haid berikutnya. Panjang siklus haid dipengaruhi usia seseorang, semakin tua usia seorang perempuan, siklus haidnya akan semakin panjang. Panjang siklus haid yang biasa pada manusia ialah 25-32 hari, dan kira-kira 97% perempuan yang berovulasi siklus haidnya berkisar antara 18-42 hari. Jika siklusnya kurang dari 18 hari atau lebih dari

42 hari dan tidak teratur, biasanya siklusnya tidak berovulasi (anovulatoar) (Hanafiah, 2007).

diikuti darah sedikit-sedikit kemudian, dan ada yang sampai 7-8 hari. Pada setiap perempuan biasanya lama haid itu tetap (Hanafiah, 2007).

Jumlah darah yang keluar rata-rata 33,2 + 16 cc. Pada perempuan yang lebih tua biasanya darah yang keluar lebih banyak. Pada perempuan dengan anemia defisiensi besi jumlah darah haidnya juga lebih banyak. Jumlah darah haid lebih dari 80 cc dianggap patologik (Hanafiah, 2007).

Siklus haid normal dapat dibagi menjadi 2 fase, yaitu fase folikuler (saat ovulasi) dan fase luteal. Siklus haid sangat tergantung dari perubahan-perubahan kadar estrogen. Pada permulaan siklus haid, meningkatnya FSH disebabkan oleh menurunnya estrogen pada fase luteal sebelumnya. Berhasilnya perkembangan folikel tanpa terjadinya atresia tergantung pada cukupnya produksi estrogen oleh folikel yang berkembang. Ovulasi terjadi oleh cepatnya estrogen meningkat pada pertengahan siklus yang menyebabkan lonjakan LH. Hidupnya korpus luteum juga tergantung pada kadar minimum LH yang terus menerus. Sehingga, hubungan antara folikel dan hipotalamus bergantung pada fungsi estrogen, yang menyampaikan pesan-pesan berupa umpan balik positif atau negatif. Segala keadaan yang menghambat produksi estrogen dengan sendirinya akan mempengaruhi siklus reproduksi normal (Hanafiah, 2007).

Gambar 2.1 Level Perubahan Hormon selama Siklus Menstruasi

b. Kelainan Siklus Haid

Siklus haid seorang perempuan seringkali mencerminkan keadaan organ reproduksinya. Jika siklus tersebut tidak normal, maka kemungkinan ada gangguan di sistem reproduksi (Anonim, 2008). Berikut beberapa kelainan pada menstruasi.

1) Siklus Anovulatorik

Siklus anovulatorik hampir selalu terjadi pada 1-2 tahun pertama setelah menarche dan juga sebelum menopause (Ganong, 2002). Kira-kira 97% perempuan yang berovulasi siklus haidnya berkisar antara 18-42 hari. Jika siklusnya kurang Siklus anovulatorik hampir selalu terjadi pada 1-2 tahun pertama setelah menarche dan juga sebelum menopause (Ganong, 2002). Kira-kira 97% perempuan yang berovulasi siklus haidnya berkisar antara 18-42 hari. Jika siklusnya kurang

2) Amenorea

Amenorea adalah tidak adanya periode menstruasi selama 3 bulan berturut-turut. Dibedakan menjadi amenorea primer dan sekunder (Anonim, 2010). Amenore primer bila perempuan tidak pernah mendapat haid sama sekali. Penyebabnya adalah kelainan genetik atau anatomi. Beberapa perempuan dengan amenorea primer memiliki payudara kecil dan tanda-tanda kegagalan pematangan seksual (Ganong, 2002). Amenorea sekunder bila perempuan pernah mendapat haid tapi kemudian berhenti. Penyebabnya adalah kurang gizi, metabolisme, tumor, infeksi (Anonim, 2010), penyakit hipotalamus, gangguan hipofisis, penyakit ovarium primer dan berbagai penyakit sistemik (Ganong, 2002).

3) Hipomenorea dan Menoragia

Istilah ini masing-masing mengacu pada darah menstruasi yang sedikit (hipomenorea) atau berlebihan (menoragia), pada siklus haid yang teratur (Ganong, 2002).

4) Metroragia

Metroragia adalah perdarahan dari uterus yang terjadi di antara periode menstruasi (Ganong, 2002).

Polimenorea adalah siklus haid lebih pendek dari biasanya (kurang dari 18-21 hari siklusnya atau masa bersih tanpa darah haid kurang dari 2 minggu). Secara awam terlihat sebagai haid yang terjadi dua kali atau lebih dalam satu bulan. Banyaknya perdarahan bisa sama atau lebih banyak dari haid normal. Penyebabnya yaitu gangguan hormonal (Anonim, 2010).

Oligomenorea adalah siklus haid yang lebih panjang dari 35 hari (Anonim, 2010), 42 hari (Hanafiah, 2007), atau 45 hari (Anonim, 2008). Perdarahan pada oligomenorea biasanya lebih sedikit dari ukuran normal. Penyebabnya antara lain gangguan hormonal, psikologis dan efek penyakit tertentu seperti TBC.

6) Dismenorea

Dismenorea adalah menstruasi yang nyeri. Keram menstruasi berat yang terjadi pada perempuan muda sering menghilang setelah kehamilan pertama. Sebagian besar gejala dismenorea disebakan oleh penimbunan prostaglandin dalam uterus (Ganong, 2002).

4. Infertilitas

a. Pengertian

Pengertian infertilitas sangat beragam, namun tetap dengan maksud yang sama. Menurut Sumapraja (2007), Pasangan infertil

dan sudah melakukan hubungan seksual tanpa menggunakan alat kontrasepsi, tetapi belum hamil. Infertilitas yaitu pasangan yang telah kawin dan hidup harmonis serta berusaha selama satu tahun tetapi belum hamil (Manuaba, 1998). Infertilitas atau ketidaksuburan juga didefinisikan sebagai suatu keadaan pasangan yang sudah menikah lebih dari satu setengah tahun tanpa kontrasepsi dan tidak mendapatkan anak/hamil padahal rutin melakukan hubungan seksual tiga kali seminggu (BKKBN, 2006). Infertilitas primer bila pasutri tidak pernah hamil. Infertilitas sekunder bila istri pernah hamil meskipun akhirnya terjadi keguguran (abortus) (Siswandi, 2006).

b. Faktor Penyebab

1) Pihak Suami, disebabkan oleh:

a) Gangguan spermatogenesis (kerusakan pada sel-sel testis), misal: aspermia, hypospermia, necrospermia.

b) Kelainan mekanis, misal: impotensi, ejakulatio precox, penutupan ductus deferens, hypospadia, phymosis. Infertilitas yang disebabkan oleh pria sekitar 35-40 %.

2) Pihak Istri,

a)

Usia perempuan

Salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi fertilitas adalah usia si perempuan (Gambar 2). Fertilitas cukup stabil hingga seorang perempuan mencapai usia 35 Salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi fertilitas adalah usia si perempuan (Gambar 2). Fertilitas cukup stabil hingga seorang perempuan mencapai usia 35

Beberapa hal yang terjadi pada perempuan seiring bertambah usianya: · Semakin sedikit jumlah sel telur yang dihasilkan,

hingga sama sekali nol produksi. · Kualitas sel telur dalam ovaruim menurun. · Kemampuan telur untuk dibuahi menurun, sehingga

memperkecil peluang terjadinya pembuahan. Hal ini kemungkinan dapat menyebabkan terjadinya infeksi panggul, rahim fibroid atau polip.

· Perubahan hormon yang menyebabkan sulit terjadinya

untuk ovulasi. · Meningkatnya kemungkinan

keguguran pada

Gambar 2.2 Grafik Hubungan antara Faktor Umur dalam Mempengaruhi Fertilitas

b)

kehamilan. · Kondisi kesehatan secara umum juga menurun. Tekanan darah tinggi dan diabetes mempengaruhi kemampuan berhasil hamil, selama masa kehamilan, atau untuk mendapatkan status kehamilan yang sehat.

Lama waktu mencoba mengandung

Fakta menunjukkan, secara normal, perempuan sehat (di bawah 30 tahun) yang melakukan hubungan badan secara teratur, hanya memiliki peluang gagal 20 hingga 40 persen selama siklus tertentu.

Kenyataannya, menurut data National Center for Health Statistics, AS (Tabel 2.2), peluang untuk hamil sebenarnya cukup besar jika melihat dalam rentang waktu satu tahun hubungan badan tanpa pelindung.

Tabel 2.2 Peluang Hamil Setelah Tahun Pertama

Umur

Peluang untuk hamil setelah tahun pertama

c) Masalah Medis

Penyebab infertilitas pada istri sebaiknya ditelusuri dari organ luar sampai dengan indung telur. Infertilitas yang Penyebab infertilitas pada istri sebaiknya ditelusuri dari organ luar sampai dengan indung telur. Infertilitas yang

hormonal. (2) Gangguan ovarium, dapat disebabkan oleh faktor usia, adanya tumor pada indung telur dan gangguan lain yang menyebabkan sel telur tidak dapat masak. Sedangkan gangguan hormonal disebabkan oleh bagian otak (hipotalamus dan hipofisis) tidak memproduksi hormon reproduksi seperti FSH dan LH.

(3) Kelainan mekanis yang menghambat pembuahan , meliputi kelainan tuba, endometriosis, stenosis canalis cervicalis atau hymen, fluor albus, kelainan rahim.

(4) Kelainan tuba, disebabkan adanya penyempitan, perlekatan maupun penyumbatan pada saluran tuba. (5) Kelainan rahim, diakibatkan kelainan bawaan rahim, bentuknya yang tidak normal maupun ada penyekat. Sekitar 30-40% pasien dengan endometriosis adalah infertil. Endometriosis yang berat dapat menyebabkan gangguan pada tuba, ovarium dan peritoneum.

1) Syarat-Syarat Pemeriksaan

Pasangan infertil merupakan satu kesatuan biologis sehingga keduanya sebaiknya dilakukan pemeriksaan. Adapun syarat-syarat sebelum dilakukan pemeriksaan adalah (Sumapraja, 2007):

a) Istri usia 20-30 tahun baru diperiksa setelah berusaha

mendapatkan anak selama 12 bulan.

b) Istri usia 31-35 tahun langsung diperiksa pertama kali

datang.

c) Istri pasangan infertil dengan usia 36-40 tahun dilakukan pemeriksaan bila belum mendapat anak dari perkawinan ini.

d) Pemeriksaan tidak dilakukan pada pasangan mengidap

penyakit.

2) Langkah Pemeriksaan

Pertama kali yang dilakukan dalam pemeriksaan adalah dengan mencari penyebabnya. Adapun langkah pemeriksaan infertilitas adalah sebagai berikut :

a) Pemeriksaan Umum

(1) Anamnesis, terdiri dari pengumpulan data dari pasangan suami istri secara umum dan khusus. Anamnesis umum (1) Anamnesis, terdiri dari pengumpulan data dari pasangan suami istri secara umum dan khusus. Anamnesis umum

Istri: usia saat menarche, keteraturan haid, lama terjadi perdarahan/haid, nyeri haid, keputihan abnormal, riwayat contact bleeding, riwayat operasi organ reproduksi, kontrasepsi, abortus, infeksi genitalia.

Suami: gangguan fungsi ereksi, riwayat penyakit menular seksual, apakah pernah sakit mump (parotitis epidemika) sewaktu kecil.

(2) Pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan fisik umum meliputi tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan).

(3) Pemeriksaan laboratorium dasar , pemeriksaan laboratorium dasar secara rutin meliputi darah lengkap, urin lengkap, fungsi hepar dan ginjal serta gula darah.

(4) Pemeriksaan penunjang, pemeriksaan penunjang disini bisa pemeriksaan rontgen ataupun USG.

(1) Faktor Perempuan (a) Pemeriksaan Ovulasi

Pemeriksaan ovulasi dapat diketahui dengan berbagai pemeriksaan diantaranya : (i) Pemeriksaan suhu basal: Kenaikan suhu basal

setelah selesai ovulasi dipengaruhi oleh hormon progesteron.

(ii) Pemeriksaan vaginal

smear: Pengaruh progesteron terhadap sitologi pada sel-sel superfisial.

(iii) Pemeriksaan

lendir

serviks: hormon progesteron menyebabkan perubahan lendir menjadi kental.

(iv) Pemeriksaan endometrium. (v) Pemeriksaan endometrium: Hormon estrogen,

ICSH dan pregnandiol. Gangguan ovulasi disebabkan:

(i) Faktor susunan saraf pusat: misal tumor, disfungsi, hypothalamus, psikogen. (ii) Faktor intermediate: misal gizi, penyakit

kronis, penyakit metabolis.

syndrome. Terapi: Sesuai dengan etiologi, bila terdapat

disfungsi kelenjar hipofise ddengan memberikan pil oral yang mengandung estrogen dan progesteron, substitusi terapi (pemberian FSH dan LH) serta pemberian clomiphen untuk merangsang hipofise membuat FSH dan LH. Selain clomiphen dapat diberikan bromokriptin yang diberikan pada perempuan anovulatoir dengan hiperprolaktinemia. Pemberian Human Menopausal Gonadotropin/ Human Chorionic Gonadotropin untuk perempuan yang tidak mampu menghasilkan hormon gonadotropin endogen yang adekuat.

(b) Pemeriksaan Lendir Serviks

Keadaan dan sifat lendir yang mempengaruhi keadaan spermatozoa adalah : (i) Kentalnya lendir serviks: Lendir serviks yang

mudah dilalui spermatozoa adalah lendir yang cair.

(ii) pH lendir serviks: pH lendir serviks ± 9 dan

bersifat alkalis. (iii) Enzim proteolitik.

membunuh spermatozoa. Baik tidaknya lendir serviks diperiksa dengan:

(i) Sims Huhner Test (post coital tes), dilakukan sekitar ovulasi. Pemeriksaan ini menandakan bahwa: teknik coitus baik, lendir cerviks normal, estrogen ovarial cukup ataupun sperma cukup baik.

(ii) Kurzrork Miller Test, dilakukan bila hasil dari pemeriksaan Sims Huhner Test kurang baik dan dilakukan pada pertengahan siklus. Terapi yang diberikan adalah pemberian

hormon estrogen ataupun antibiotika bila terdapat infeksi.

(c) Pemeriksaan Tuba

Untuk mengetahui potensi tuba dapat dilakukan: (i) Pertubasi (insuflasi= rubin test): pemeriksaan

ini dilakukan dengan memasukkan CO2 ke dalam cavum uteri.

(ii) Hysterosalpingografi: pemeriksaan ini dapat mengetahui bentuk cavum uteri, bentuk liang tuba bila terdapat sumbatan.

melihat keadaan tuba dan ovarium. (iv) Laparoskopi: cara ini dapat melihat keadaan genetalia interna dan sekitarnya.

(d) Pemeriksaan Endometrium

Pada saat haid hari pertama atau saat terjadi stadium sekresi dilakukan mikrokuretase. Jika pada stadium sekresi tidak ditemukan, maka: endometrium tidak bereaksi terhadap progesteron, produksi progesterone kurang. Terapi yang diberikan adalah pemberian hormon progesteron dan antibiotika bila terjadi infeksi.

(2) Faktor Pria Pemeriksaan Sperma

Pemeriksaan sperma dinilai atas jumlah spermatozoa, bentuk dan pergerakannya. Sperma yang ditampung/ diperiksa adalah sperma yang keluar dari pasangan suami istri yang tidak melakukan coitus selama 3 hari. Pemeriksaan sperma dilakukan 1 jam setelah sperma keluar. (a) Ejakulat normal: volume 2-5 cc, jumlah

spermatozoa 100-120 juta per cc, pergerakan 60% spermatozoa 100-120 juta per cc, pergerakan 60%

gizi, kelainan metabolis, keracunan, disfungsi hipofise, kelainan traktus genetalis (vas deferens).

5. Hubungan Status Gizi dan Infertilitas

Fertilitas atau kesuburan seseorang selain dipengaruhi oleh genetik, keturunan, dan usia, juga dipengaruhi oleh status gizinya. Faktor gizi sangat penting dalam mendukung kesuburan. Kelebihan berat badan tidak hanya berhubungan dengan peningkatan risiko penyakit kronis (Must, 1999), tapi juga menunjukkan peningkatan risiko masalah reproduksi (Catalano, 2007). Beberapa studi menunjukkan bahwa perempuan dengan kelebihan berat badan sering memiliki masalah fertilitas (Jensen, 1999; Bolumar, 2000; Rich-Edwards, 2002; Pasquali, 2006; Gesink, 2007).

Masalah kesehatan reproduksi meningkat seiring dengan kecenderungan belakangan ini yaitu meningkatnya kegemukan pada populasi secara umum. Risiko tinggi infertilitas sudah ditemukan baik pada perempuan overweight maupun underweight. Hal ini jelas tampak bahwa berat badan memiliki peranan dalam infertilitas (Grodstein, 1994).

menstruasi yang tidak teratur. Beberapa problem ovulasi dan perubahan menstruasi dapat ditemukan pada perempuan dengan Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS) yang juga obes, namun perempuan yang tidak memiliki PCOS namun overweight pun memiliki problem yang sama. Program Terapi Kelompok yang membantu perempuan obes dengan diet dan perencanaan olahraga telah membuktikan mengembalikan fertilitas banyak pasien. Kehilangan berat badan 6,5 kg telah dibuktikan dapat memulihkan siklus ovulasi (Reid, 1987).

Lake (1997) meneliti hubungan antara BMI pada masa kanak-kanak dan remaja serta akibatnya pada masalah reproduksi. Obesitas pada usia

23 tahun dan 7 tahun, masing-masing dapat meningkatkan risiko masalah menstruasi pada usia 33 tahun. Overweight dan obesitas pada awal remaja tampaknya meningkatkan risiko permasalahan menstruasi dan subfertilitas. Selain permasalahan menstruasi, BMI pada masa kanak- kanak juga memiliki pengaruh yang kuat pada kesehatan reproduksi seorang perempuan.

Obesitas pada awal remaja akan meningkatkan risiko gangguan menstruasi dan subfertilitas. Obesitas pada masa kanak-kanak mungkin juga membawa konsekuensi yang merugikan pada permasalahan menstruasinya, akan tetapi munculnya kejadian ini jika obesitas terus berlangsung hingga sebagian masa dewasanya.

infertilitas melihat perbandingan BMI antara 597 perempuan yang didiagnosis infertil karena gangguan ovulasi pada 7 klinik infertil di United States dan Canada dengan 1.695 kontrol primipara yang baru melahirkan. Perempuan Obes (BMI > 27) yang memiliki hubungan dengan risiko ovulasi infertil memiliki nilai 3.1 [95% confidence interval (CI) = 2.2-4.4], dibandingkan dengan perempuan dengan berat badan yang lebih rendah (BMI 20-24.9). Ditemukan efek yang kecil pada perempuan dengan BMI 25-26.9 atau di bawah 17 [relative risk (RR) =

1.2, 95% CI = 0.8-1.9; dan RR = 1.6, 95% CI = 0.7-3.9, berturut-turut). Disimpulkan bahwa risiko infertil akibat gangguan ovulasi terbesar adalah pada perempuan obes, dan sedikit meningkat pada perempuan overweight sedang dan underweight (Grodstein, 1994).

Grodstein dalam sebuah penelitiannya Body Mass Index and Ovulatory Infertility (1993) yang membandingkan BMI perempuan yang didiagnosis infertil oleh karena faktor ovulasi/ovarium dengan perempuan yang baru saja melahirkan sebagai kontrol. Grodstein menemukan bahwa meningkatnya risiko infertil oleh karena faktor ovulasi/ovarium primer pada perempuan dengan BMI > 27. Penelitian ini menunjukkan bahwa adanya hubungan antara berat badan dan ketidakteraturan menstruasi, serta usaha untuk menurunkan berat badan pada perempuan obes yang tidak mengalami ovulasi akan mengembalikan fertilitasnya.

sering terjadi pada perempuan di masa reproduksinya. Sebagian besar kista terbentuk karena perubahan kadar hormon yang terjadi selama siklus haid, produksi dan pelepasan sel telur dari ovarium.

Selain itu, beberapa ahli mengatakan bahwa miom, yang dapat menyebabkan infertilitas, juga terkait faktor bakat, yang kemudian dipicu oleh rangsangan hormon, makanan kaya lemak, serta kelebihan berat badan.

Gaya hidup disinyalir berperan pula dalam kasus hiperandrogen pada perempuan. Kurang gerak, banyak makan (gizi tidak seimbang), dan stres dapat menghasilkan timbunan lemak di tubuh, kemudian meningkatkan produksi hormon estrogen yang bisa mengganggu haid, jadi keseimbangan hormon ikut terusik.

Pada sebuah studi di Amerika Serikat (AS), Leitzman (2007), mengaitkan kegemukkan dengan peningkatan risiko munculnya kanker ovarium. Hal ini didukung juga oleh beberapa penelitian lain yang di lakukan oleh para ilmuwan di AS. Perempuan yang memiliki berat badan berlebihan memiliki risiko terserang kanker indung telur (ovarium) ganas lebih tinggi dibanding dengan perempuan yang tidak mengalami obesitas (kegemukan). Dimana kanker ovarium merupakan salah satu penyebab kejadian infertilitas pada perempuan.

Belum jelas mengapa obesitas memiliki kontribusi terhadap kanker ovarium, tetapi mungkin hal itu berkaitan dengan efek lemak tubuh yang Belum jelas mengapa obesitas memiliki kontribusi terhadap kanker ovarium, tetapi mungkin hal itu berkaitan dengan efek lemak tubuh yang

Komplikasi internal yang terjadi dengan penimbunan lemak yaitu jaringan lemak akan menarik sistem sel yang menyebabkan peradangan (respon imunitas) pada tubuh . Ternyata, obesitas berpengaruh pada ketahanan tubuh. Mereka yang mengalami obesitas, sel kankernya bisa timbul lagi setelah melakukan pengobatan dan berisiko pada kematian (Li, 2008).

C. Hipotesis

Ada hubungan antara Body Mass Index dengan Risiko Kejadian Infertilitas pada Perempuan.

Tumor Hipofisis dan/atau Hipotalamus

STATUS GIZI

Fisiologi/Fungsi Organ Reproduksi

Mekanis Organ Reproduksi, ex:

anatomi organ, sekret vagina

Penurunan Pembentukan

Hormon Gonadotropin

INFERTILITAS

Ovulasi Jarang

Siklus Haid Tidak Teratur

Faktor Suami,

Kontrasepsi, Penyakit Kronis

1. Gangguan Pelepasan FSH, LH 2. Gangguan Fungsi Seksual

Hambatan pertemuan

ovum- sperma

Lemak berlebihan

- Meningkatnya produksi testosterone

- Rx. inflamasi

Neoplasma pd organ reproduksi, ex. Kista/Ca ovarium, Miom

Estrogen meningkat

Feedback Negatif ke jalur

hipotalamus hipofisis

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Desain penelitian menggunakan analitik observasional dengan pendekatan cross sectional dan menggunakan data primer.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kota Surakarta (Klinik Infertil “Indriya Ratna” RSUD Moewardi), serta di beberapa tempat di masyarakat umum seperti posyandu, puskesmas dan tempat-tempat dimana terdapat ibu-ibu berusia subur.

C. Subjek Penelitian

1. Populasi : Perempuan Menikah (Usia Subur)

2. Sampel :

Penentuan besar sampel pada analisis bivariat yang melibatkan sebuah variabel dependen dan sebuah variabel independen, diambil berdasarkan teori “rule of thumb” menggunakan ukuran sampel sebesar minimal 30 subjek penelitian (Bhisma, 2010).

3. Kriteria inklusi dan eksklusi

Kriteria inklusi, yaitu: 1) perempuan menikah, 2) usia pernikahan >

1 tahun, 3) tidak menggunakan alat kontrasepsi dalam 1 tahun terakhir, 4) Analisis sperma pasangan normal (normozoospermia) 1 tahun, 3) tidak menggunakan alat kontrasepsi dalam 1 tahun terakhir, 4) Analisis sperma pasangan normal (normozoospermia)

D. Teknik Sampling

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan menggunakan purposive sampling, yaitu peralihan subyek berdasarkan ciri-ciri atau sifat tertentu yang berkaitan dengan karakteristik populasi (Taufiqurrohman, 2003). Dan selanjutnya pemilihan besar sampel dari total populasi yang ada dilakukan dengan cara random sampling.

E. Rancangan Penelitian

Fertilitas

Populasi

Sampel: Perempuan Menikah (Usia Subur)

Pemeriksaan Antropometri

BMI 18,5-22,9 (Normal) BMI > 23 (Lebih)

Purposive sampling

Tidak Teratur

Tidak Teratur

Wawancara terstruktur

Wawancara terstruktur

Siklus Haid

1. Variabel bebas : a. Body Mass Index (BMI)

b. Keteraturan Siklus Haid

2. Variabel terikat : Infertilitas

3. Variabel luar

a. Dapat dikendalikan : umur, pasangan (suami), akseptor KB, riwayat operasi organ reproduksi.

b. Tidak dapat dikendalikan : faktor genetik, kondisi stress psikososial, aktivitas sehari-hari, asupan nutrisi dan olahraga.

G. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Variabel bebas :

a. Status Gizi yang diukur dengan Body Mass Index (BMI) atau indeks

diukur melalui

rumus:

傘Ǵú̜ƅ 傘̜ ̜m㚸 ̜ ̜ 푈s ƅ:mss: 傘̜ ̜m㚸 ̜ ̜

: 1. BMI Normal (18,5-22,9)

2. BMI Lebih/Overweight (> 23)

Cara Pengukuran

: Pengukuran antropometri

b. Siklus Haid, dilihat dari panjang siklus haid yaitu jarak antara tanggal mulainya haid yang lalu dan mulainya haid berikutnya (Normal berovulasi= 18-42 hari), serta lama siklus haid yaitu lamanya masa haid dalam satu kali periode (3-8 hari/tetap).

tetap)

b. Teratur (p: 18-42 hari, l: 3-8 hari tetap)

Cara Pengukuran: Wawancara terstruktur

2. Variabel terikat: Infertilitas, yaitu perempuan yang telah menikah selama satu tahun dan sudah melakukan hubungan seksual tanpa menggunakan alat kontrasepsi, tetapi belum pernah hamil.

2. Fertil Cara Pengukuran: Wawancara terstruktur

3. Definisi Operasional Pertanyaan Wawancara Terstruktur

a. Usia Perempuan

: untuk mengukur sebaran data dan mengurangi bias infertil karena faktor usia.

b. Suami Normozoospermia

: untuk mengekslusi pasangan infertil oleh karena suami, dan memastikan bahwa infertilitas memang benar- benar berasal dari istri.

c. Usia Pernikahan

:Menurut

penelitian, 75-85% pasangan secara normal bisa hamil dalam jangka waktu 12 bulan (Kaannegiesser, 1988)

1) Panjang Siklus : jarak antara tanggal mulainya haid yang lalu dan mulainya haid berikutnya. Normalnya 28 + 7 hari. Jika siklusnya <18 hari atau >42 hari dan tidak teratur, biasanya siklusnya anovulatoar (Prawirohardjo, 2007).

2) Lama Haid

: lamanya menstruasi dalam satu periode. Pada setiap perempuan biasanya lama haid itu tetap (Prawirohardjo, 2007).

3) Volume Darah : Jumlah darah haid yang keluar, rata-rata 33,2 + 16 cc. Jumlah darah haid lebih dari 80 cc dianggap patologik (Prawirohardjo, 2007). Diukur dengan cara menanyakan jumlah pembalut yang dipakai dalam 1 hari, dan seberapa penuh darah mengisi ruang di pembalut. Normalnya maksimal 5 pembalut yang dipakai dalam 1 hari.

e. Disfungsi Seksual : untuk mengeksklusi pasangan infertil akibat

faktor lain, diluar status gizi.

f. Riwayat Penyakit Berat Dan Menahun Diabetes Mellitus, Neoplasma/Kanker, Jantung, Ginjal, Asma, Infeksi Genitalia, Keputihan Abnormal, Adanya Kontak Bleeding, TBC, Thyroid f. Riwayat Penyakit Berat Dan Menahun Diabetes Mellitus, Neoplasma/Kanker, Jantung, Ginjal, Asma, Infeksi Genitalia, Keputihan Abnormal, Adanya Kontak Bleeding, TBC, Thyroid

H. Alat dan bahan penelitian

1. Alat Alat yang digunakan adalah sebagai berikut :

a. Timbangan, untuk mengukur berat badan

b. Meteran, untuk mengukur Tinggi Badan

2. Bahan Bahan yang digunakan adalah sebagai berikut :

a. Daftar pertanyaan wawancara

b. Lembar persetujuan menjadi sampel

c. Hasil rekam medis diagnosis klinik tentang infertilitas

d. Alat tulis

I. Cara kerja

Pengumpulan data melalui pengukuran antropometri dan wawancara terstruktur.

1. Timbang Berat Badan dan Ukur Tinggi Badan untuk menentukan BMI.

2. Wawancara terstruktur (daftar pertanyaan lengkap terlampir):

a. Identitas (Pasutri)

b. Riwayat Menstruasi

c. Riwayat Pernikahan

d. Riwayat Partus

e. Riwayat Penggunaan KB e. Riwayat Penggunaan KB

J. Teknik Analisis Data

a. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui frekuensi, presentase dan rata-rata serta standar deviasi dari keseluruhan data yang diteliti meliputi nilai umur, nilai BMI, keteraturan siklus haid dan infertilitas.

b. Analisis Statistik Untuk mengetahui hubungan BMI dengan siklus haid dan infertilitas, peneliti menggunakan analisa data dengan bantuan perangkat lunak Statistical Product dan Service Solution (SPSS) 16.0 for windows . Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Uji chi square untuk melihat beda antara perempuan fertil dan infertil, serta membandingkan antara BMI normal dan lebih (overweight).

HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah perempuan menikah. Pada penelitian ini didapat total sampel 57 orang.

Tabel 4.1 Karakteristik sampel (data kategorikal)

Variabel

BMI > 23 (Lebih)

20 35.1 % 18,5-22,9 (Normal)

37 64.9 % Total

57 100.00 % Fertilitas Fertil

30 52.6 % Infertil

27 47.4 % Total

57 100.00 % Keteraturan Siklus Haid Teratur

22 38.6% Tidak Teratur

35 61.4% Total

57 100.00% Umur < 30 tahun

39 68.4 % >30 tahun

18 31.6 % Total

57 100.00 % Sumber : Data primer, 2011

Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukkan perempuan dengan BMI tergolong lebih (>23) berjumlah 20 orang (35.1 %) dan BMI normal (18,5-22,9) berjumlah 37 orang (64.9 %).

(47.4 %). Dari karakteristik keteraturan siklus haid, 22 orang (38.6 %) perempuan dengan siklus haid teratur, dan 39 orang (61.4 %) dengan siklus haid yang tidak teratur. Sedangkan dari penggolongan umur, perempuan yang berusia < 30 tahun berjumlah 39 orang (68.4 %) dan yang berusia lebih dari 30 tahun berjumlah 18 orang (31.6 %).