RUSUNAWA KALIGAWE Sebagai Alternatif Keberlanjutan Hunian Layak Huni di Kota Semarang Dengan Pendekatan Eko-Arsitektur

KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

RUSUNAWA KALIGAWE Sebagai Alternatif Keberlanjutan Hunian Layak Huni di Kota Semarang Dengan Pendekatan Eko-Arsitektur

TUGAS AKHIR

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknik Arsitektur

Disusun Oleh :

NURJAMILAH TIKAS FITRIANIDO

I0207071

PRODI ARSITEKTUR JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA PRODI ARSITEKTUR JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

Rusunawa Kaligawe

Sebagai Alternatif Keberlanjutan Hunian Layak Huni di Kota Semarang Dengan Pendekatan Eko-Arsitektur

BAB I PENDAHULUAN

1.1. JUDUL

Rumah Susun Sederhana Sewa Kaligawe Sebagai Alternatif Keberlanjutan Hunian Layak Huni di Kota Semarang Dengan Pendekatan Eko-Arsitektur

1.2. SATUAN PENGERTIAN JUDUL

· Rumah Susun Sederhana Sewa Pengertian Rusunawa yang tertuang dalam Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 18/PERMEN/M/2007 adalah bangunan gedung

bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing digunakan secara terpisah, status penguasaannya sewa serta dibangun dengan menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dengan fungsi utamanya sebagai hunian.

· Kaligawe Kaligawe merupakan salah satu kelurahan di Kota Semarang yang

termasuk dalam BWK (Bagian Wilayah Kota) V dengan perencanaan wilayah sebagai pemukiman, perdagangan dan jasa, perguruan tinggi, Industri, dan Transportasi. ( RDTRK BWK V, 2004:9) termasuk dalam BWK (Bagian Wilayah Kota) V dengan perencanaan wilayah sebagai pemukiman, perdagangan dan jasa, perguruan tinggi, Industri, dan Transportasi. ( RDTRK BWK V, 2004:9)

Rusunawa Kaligawe

Sebagai Alternatif Keberlanjutan Hunian Layak Huni di Kota Semarang Dengan Pendekatan Eko-Arsitektur

· Eko-arsitektur Eko-arsitektur atau Ekologi arsitektur merupakan pembangunan secara holistis (berhubungan dengan sistem keseluruhan), yang

memanfaatkan pengalaman manusia (tradisi dalam pembangunan), sebagai proses dan kerja sama antara manusia dan alam sekitarnya. Eko-arsitektur mencakup keselarasan antara manusia dengan lingkungan alamnya. (Frick, 1998:39)

Secara keseluruhan dapat diartikan bahwa “Rusunawa Kaligawe sebagai altenatif keberlanjutan hunian layak huni di kota Semarang dengan pendekatan Eko-Arsitektur” merupakan rumah susun beserta fasilitas pendukungnya yang menerapkan sistem sewa di Kaligawe, Semarang dengan Penerapan Konsep Eko-Arsitektur

1.3. LATAR BELAKANG

1.3.1. Krisis Alam Nasional

Populasi manusia meningkat dengan cepat disertai dengan kemajuan teknologi yang meningkat pesat, maka terjadilah pemanfaatan sumber daya alam secara besar-besaran dengan teknologi yang paling ekonomis, sehingga menimbulkan dampak yang tidak semuanya bisa diterima oleh alam.

Kepadatan dan pertumbuhan penduduk membuat kebutuhan pangan dan lahan menjadi meningkat dan berakibat pada kerusakan alam dan hutan. Di Indonesia, menurut data dari Green Peace, setiap 1 jam kerusakan hutan mencapai seluas 300 lapangan bola, hal ini merupakan faktor utama meningkatnya laju emisi gas rumah kaca ke atmosfer. Padahal hutan merupakan paru-paru bumi dengan menyerap CO2 dan diolah menjadi O2. Menyusutnya luas hutan membuat konsentrasi CO2 merupakan salah satu pemicu suhu bumi meningkat. Disamping itu, rusaknya hutan berarti semua siklus ekosistim yang tergantung pada hutan dan yang terkandung didalam tanah juga terganggu.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Rusunawa Kaligawe

Sebagai Alternatif Keberlanjutan Hunian Layak Huni di Kota Semarang Dengan Pendekatan Eko-Arsitektur

Menurut Green Peace, akibat pemanasan global akan mencairkan es di kutub, yang diperkirakan pada tahun 2050, kemungkinan 2000 pulau di Indonesia akan tenggelam. Semua kondisi ini diawali oleh kerusakan ekosistim di alam yang sangat parah, mulai habisnya sumber daya alam yang tak terperbarui, dan rusaknya sumber daya alam lainnya. Kondisi ini merupakan suatu bencana ekologis yang akan mengancam kualitas hidup manusia karena merupakan penunjang kehidupan manusia.

Gambar 1.1. Grafik kenaikan kadar CO2

Sumber: Raupach et al. 2007

1.3.2. Kerusakan alam Kota Semarang

Peningkatan kegiatan industri dan transportasi juga menjadi penyebab terjadinya kerusakan alam dan lingkungan. Kerusakan alam salah satunya ditandai oleh Kualitas udara. Kualitas udara ambien Kota Semarang masuk kategori sedang. Artinya, udara tidak berpengaruh pada kesehatan manusia atau hewan, tapi pada tumbuhan dan nilai estetika.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Rusunawa Kaligawe

Sebagai Alternatif Keberlanjutan Hunian Layak Huni di Kota Semarang Dengan Pendekatan Eko-Arsitektur

Kategorisasi itu berdasarkan indeks standar pencemar udara atau ISPU. ISPU menggambarkan kondisi kualitas udara ambien di lokasi dan waktu tertentu, yang didasarkan pada dampak terhadap kesehatan manusia, nilai estetika, dan makhluk hidup lainnya. ISPU Kota Semarang diperoleh dari hasil pantauan stasiun pemantau di Tugu, Banyumanik, dan Pedurungan. Dalam lima tahun terakhir, ISPU rata-rata per tahun mencapai angka 55,54. (Kompas edisi 01 September 2006).

Kualitas udara tidak sehat jika ISPU menunjukkan angka lebih dari 100. Meski demikian, tidak berarti masyarakat boleh bernapas lega. Pasalnya, ada waktu di mana pencemaran mencapai puncaknya, terutama saat transportasi padat. Bahkan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional memasukkan Semarang dalam enam kota di Indonesia dengan kualitas udara mengkhawatirkan. Udara bersih hanya dapat dinikmati antara

22 sampai 62 hari dalam setahun. Pencemar udara terbesar dari sektor transportasi dan industri. Jumlah kendaraan bermotor sebanyak 780.000 unit dan tingkat pelanggaran penanganan cerobong asap di 2.600 industri relatif tinggi. Semua ini tidak sebanding dengan kemampuan alam menetralisasi racun di udara. (Kompas edisi 01 September 2006)

Gambar 1.2 Penyumbang Polusi udara di Semarang

Sumber: kompas Sumber: kompas

Rusunawa Kaligawe

Sebagai Alternatif Keberlanjutan Hunian Layak Huni di Kota Semarang Dengan Pendekatan Eko-Arsitektur

1.3.3. Fenomena Rob Kota Semarang

Banjir di Kota Semarang merupakan tradisi tahunan yang disebabkan oleh tidak terkendalinya aliran sungai, kenaikan debit, pendangkalan dasar badan sungai dan penyempitan sungai karena sedimentasi, adanya kerusakan lingkungan pada daerah hulu (wilayah atas kota Semarang) atau daerah tangkapan air (recharge area) serta diakibatkan pula oleh ketidakseimbangan input – output pada saluran drainase kota. Selain itu juga disebabkan oleh intrusi air laut yang masuk kedaratan sampai kurang lebih sejauh 6 km dari garis pantai. Penyebab intrusi di Kota Semarang disebabkan adanya muka tanah yang lebih rendah dari muka air laut, penyedotan air bawah tanah yang berlebihan serta karena kerusakan lingkungan kawasan pesisir. (RPJPD Kota Semarang Tahun 2005-2025)

Kondisi lingkungan kota Semarang telah mengalami penurunan kualitas angka pasang surut dari tahun 1991 setinggi 0,87 m menjadi 0,97 m pada tahun 1994 (laporan dari JICA- Japan International Corporation Agency, 1994). Kenaikan tinggi pasang surut ini berdampak pada rob dikawasan Semarang Utara, Semarang Tengah, Gayamsari, dan Genuk. Kawasan pantai yang terkena rob khususnya di kecamatan Semarang Utara, Semarang Tengah, dan Gayamsari dipengaruhi oleh adanya penurunan muka tanah dengan laju 2-8 cm/ tahun (Direktorat Geologi dan Tata Lingkungan).

Gambar 1.3 Rob di Stasiun Tawang, Semarang Gambar 1.3 Rob di Stasiun Tawang, Semarang

Rusunawa Kaligawe

Sebagai Alternatif Keberlanjutan Hunian Layak Huni di Kota Semarang Dengan Pendekatan Eko-Arsitektur

Salah satu penyebabnya adalah pemanasan global yang menyebabkan terjadinya kenaikan muka laut. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh CCROM IPB, sejauh ini sampai dengan tahun 2000 diperkirakan telah terjadi kenaikan muka air laut setinggi 2 cm di Semarang, dan akan mengalami kenaikan yang semakin tinggi akibat pertambahan emisi.

Kenaikan muka laut tersebut juga diperparah dengan terjadinya penurunan muka tanah di Semarang sehingga dalam kurun waktu ±25 tahun terakhir, kawasan pesisir Semarang sering terjadi banjir rob saat air laut pasang. Akibat dari naiknya muka air laut tersebut yang menggenangi daerah-daerah yang lebih rendah dari muka air laut saat pasang tertinggi (HWL).

kenaikan air laut

kenaikan air laut

Gambar 1.4 Grafik kenaikan air laut Sumber: penelitian IPB (Bintari.org)

Inilah yang sedang terjadi di Semarang. Rob (naiknya permukaan air laut) cukup mengancam kelangsungan hidup warganya dari berbagai aspek.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Rusunawa Kaligawe

Sebagai Alternatif Keberlanjutan Hunian Layak Huni di Kota Semarang Dengan Pendekatan Eko-Arsitektur

Walaupun rob adalah fenomena yang bersifat alami, tetapi meminimalisasi dampak merupakan upaya yang dapat dilaksanakan dalam berbagai wujud kegiatan. Secara umum, adanya rob menyebabkan kerusakan materi, seperti kerusakan infrastruktur, terganggunya aktivitas ekonomi, mempengaruhi dampak sosial serta moral masyarakat yang ada di wilayah tersebut.

1.3.4. Permasalahan kota Semarang terkait kependudukan

Pada sub bidang kependudukan, permasalahan yang terjadi berupa masih tingginya pertumbuhan penduduk di Kota Semarang dan masih tingginya jumlah keluarga pra sejahtera dan sejahtera I. Perkembangan penduduk di kota Semarang tidak hanya dipengaruhi oleh angka kelahiran, namun juga dipengaruhi pendatang dengan kenaikan rata-rata 17,5% per tahun. Hal ini menyebabkan peningkatan permintahan perumahan. (Propeda Kota Semarang)

Gambar 1.5 Peta Semarang Sumber: RTRW Kota Semarang Gambar 1.5 Peta Semarang Sumber: RTRW Kota Semarang

Rusunawa Kaligawe

Sebagai Alternatif Keberlanjutan Hunian Layak Huni di Kota Semarang Dengan Pendekatan Eko-Arsitektur

Pertambahan penduduk mengakibatkan perkembangan permukiman kumuh dari tahun 1985 – 2005 yang disebabkan oleh faktor ekonomi dan faktor geografi. Salah satu penyebab munculnya permukiman kumuh adalah adanya urbanisasi yang tidak terkendali, proses pengkotaan (urbanisasi) baik secara fisik maupun karena adanya mobilitas penduduk dari luar perkotaan berakibat terhadap adanya krisis perumahan (Drakakis-Smith, 1980). Meningkatnya kebutuhan akan lahan untuk bertenpat tingal bagi penduduk kota yang tidak diimbangi dengan peningkatan luas lahan akan menyebabkan terjadinya pemadatan rumah mukim (densifikasi) dan menurunnya kualitas permukiman itu sendiri (deteriorisasi), dua hal tersebut merupakan faktor yang menyebabkan proses taudifikasi berjalan terus menerus.

Banyaknya buruh membuat seperempat lebih penduduk termasuk MBR ditambah masyarakat yang bekerja di sektor informal. Masyarakat inilah yang pada umumnya menjadi langganan penghuni/ pencipta pemukiman kumuh karena keterbatasan perekonomian yang dimilikinya. Oleh karena itu perlu peningkatan perekonomian untuk menunjang

jumlah penduduk (juta jiwa)

jumlah penduduk (juta jiwa)

Gambar 1.6 Pertumbuhan penduduk Kota Semarang

Sumber: Kota Semarang dalam angka 2009 Sumber: Kota Semarang dalam angka 2009

Rusunawa Kaligawe

Sebagai Alternatif Keberlanjutan Hunian Layak Huni di Kota Semarang Dengan Pendekatan Eko-Arsitektur

Gambar 1.7 Presentase jenis pekerjaan penduduk Semarang

Sumber: Kota Semarang dalam angka 2009

1.3.5. Permasalahan ekologis kaligawe

Salah satu kerusakan ekologis ditandai dengan menurunnya kualitas lingkungan, berubahnya tata guna lahan dan bencana alam sebagai akibatnya. Ketiga cirri ini terjadi di kaligawe dengan dengan rob sebagai akibatnya.

Daerah yang beresiko terhadap banjir rob yaitu wilayah pesisir Kota Semarang, meliputi enam kecamatan yaitu Kecamatan Tugu, Semarang Barat, Semarang Utara, Gayamsari, Semarang Timur, Genuk dengan prediksi dan asumsi kenaikan air laut pada tahun 2050 nanti dan penurunan muka tanah sebesar 2-3 cm tiap tahun. (Muhrozi, 2004)

Akibatnya warga harus menanggung kerugian sekitar Rp 15 juta-Rp

20 juta lantaran budidaya tambaknya hanyut diterjang banjir. Belum lagi kerugian akibat rumah yang tak luput terendam air.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Rusunawa Kaligawe

Sebagai Alternatif Keberlanjutan Hunian Layak Huni di Kota Semarang Dengan Pendekatan Eko-Arsitektur

Gambar 1.8 Rob di Kawasan Pasar Waru, Kaligawe Sumber: Dokumentasi Garna Raditya

Menggeliatnya iklim industri dan perekonomian memaksa berubahnya tatanan kota maupun desa. Modernisasi merangsek hingga ke pelosok. Menjamurnya pabrik di wilayah suburban menjadi hal jamak. Namun seringkali modernisasi tak dibarengi dengan pembangunan berwawasan lingkungan

Sudharto mengemukakan hal itu dalam paparannya saat menjadi pembicara pada diskusi "Multidimensi Rob dan Banjir di Kota Semarang" Jumat (21/4), dalam rangka memperingati Hari Bumi pada 22 April. Dikatakan, penurunan permukaan tanah ditengarai disebabkan dua hal, yakni beban pembangunan yang melebihi daya dukung dan pemompaan air tanah yang makin meningkat.

1.3.6. Daur Hidup Bangunan Rusunawa

Pembangunan Rusunawa dilakukan dengan tujuan meningkatkan kualitas lingkungan permukiman melalui upaya peremajaan, pemugaran dan relokasi. Kegiatan pembangunan rusunawa ini dinilai positif dalam Pembangunan Rusunawa dilakukan dengan tujuan meningkatkan kualitas lingkungan permukiman melalui upaya peremajaan, pemugaran dan relokasi. Kegiatan pembangunan rusunawa ini dinilai positif dalam

Rusunawa Kaligawe

Sebagai Alternatif Keberlanjutan Hunian Layak Huni di Kota Semarang Dengan Pendekatan Eko-Arsitektur

Namun, dibalik nilai positif Rusunawa, ada beberapa hal yang harus diperhatikan mulai dari perencanaan hingga pasca pembangunan karena data menunjukkan pada akhir 2007, dari 8.876 unit rusunawa yang terbangun, baru terhuni sejumlah 2.260 unit (± 25,46% dari jumlah unit terbangun). Dari data tersebut, bisa dipastikan ada yang salah dalam proses pelaksanaannya.

Pada tahap Pra Perancangan. Pemerintah kab/kota yang memegang factor kunci. Pemerintah membangun Rusunawa berdasarkan usulan dari pemerintah kabupaten/ kota setempat, sehingga peranan pemerintah kabupaten/kota sangat besar dalam menentukan kebutuhan Rusunawa di daerahnya berikut lokasi serta sasaran penghuni Rusunawa tersebut. Pada kenyataannya banyak terdapat Rusunawa yang belum terhuni hingga sekarang (bahkan bangunannya menjadi rusak).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Rusunawa Kaligawe

Sebagai Alternatif Keberlanjutan Hunian Layak Huni di Kota Semarang Dengan Pendekatan Eko-Arsitektur

Ada pula kasus Rusunawa terhuni, tapi tidak tepat sasaran karena kurangnya kajian yang mendalam (termasuk sosialisasi) terhadap kebiasaan/kebutuhan masyarakat yang menjadi sasaran. Desain bangunan Rusunawa yang tipikal, maka yang perlu ditekankan adalah bagaimana desain sarana dan prasarana yang hendak dibangun oleh pemerintah kabupaten/ kota. Rusunawa dengan sarana dan prasarananya (termasuk waktu pelaksanaan pembangunan keduanya) harus dilakukan untuk menghindari masalah di kemudian hari. (Buletin Rusunawa Ditjen Cipta Karya, Desember 2010)

1.4. PERMASALAHAN DAN PERSOALAN

1.4.1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dirumuskan sesuai isu-isu yang berkembang, yaitu sebagai berikut:

Diperlukannya bangunan rusunawa yang dapat menanggulangi permasalahan di Kaligawe, Semarang sehingga tidak mengganggu kenyaman dan dapat meningkatkan kualitas kehidupan penghuni sesuai dengan konsep Eko-Arsitektur yang ingin diterapkan.

1.4.2. Persoalan

Dalam perencanaan dan perancangan rusunawa dengan penekanan pada Eko-Arsitektur di Kaligawe, Semarang ini memiliki beberapa persoalan yaitu :

a. Bagaimana lokasi dan site yang dipilih dapat menunjang keberadaan rusunawa tersebut

b. Bagaimana pemanfaatan potensi site yang ada untuk memenuhi konsep eko-arsitektur yang ingin dicapai

c. Bagaimana konsep program kegiatan, program ruang pada rusunawa sebagai wadah mengakomodir aktivitas perilaku dan kebutuhan sosial budaya penghuninya c. Bagaimana konsep program kegiatan, program ruang pada rusunawa sebagai wadah mengakomodir aktivitas perilaku dan kebutuhan sosial budaya penghuninya

Rusunawa Kaligawe

Sebagai Alternatif Keberlanjutan Hunian Layak Huni di Kota Semarang Dengan Pendekatan Eko-Arsitektur

d. Bagaimana bentuk fisik bangunan agar dapat mencerminkan karakter eko-arsitektur.

e. Bagaimana sistem struktur, konstruksi bangunan yang mendukung konsep eko-arsitektur yang ingin disampaikan oleh bangunan

f. Bagaimana sistem utilitas pada bangunan rusunawa agar memperlancar kegiatan yang ada dan meminimalisir limbah yang dihasilkan oleh rusunawa

1.5. TUJUAN DAN SASARAN

1.5.1. Tujuan

Merumuskan konsep yang mendasari perencanaan dan perancangan sebagai landasan membuat desain rumah susun sederhana sewa ideal pada kondisi lingkungan yang buruk sekaligus memberikan kontribusi terhadap peningkatan kualitas kehidupan penghuni.

1.5.2. Sasaran

Mendapatkan konsep perencanaan dan perancangan bangunan Rusunawa yang meliputi:

a. Konsep perencanaan dan perancangan, meliputi: · Konsep lokasi dan site · Konsep tata kelola site yang ekologis

· Konsep perencanaan dan perancangan tata massa yang ekologis · Konsep kegiatan

ü Penentuan jenis kegiatan ü Penentuan penzoningan aktivitas

· Konsep peruangan

ü Konsep besaran ruang ü Konsep kebutuhan ruang (macam dan jenis ruang) ü Konsep persyaratan ruang ü Konsep besaran ruang ü Konsep kebutuhan ruang (macam dan jenis ruang) ü Konsep persyaratan ruang

Rusunawa Kaligawe

Sebagai Alternatif Keberlanjutan Hunian Layak Huni di Kota Semarang Dengan Pendekatan Eko-Arsitektur

ü Konsep pola hubungan dan organisasi ruang ü konsep sirkulasi

· Konsep penampilan bangunan

ü Eksterior · Konsep Tampilan Kawasan Site (perancangan lansekap)

ü Vegetasi ü Hardscape

· Konsep struktur bangunan · Konsep lingkungan sebagai ruang luar untuk pembelajaran · Konsep utilitas bangunan ekologis

ü Sistem air bersih, air kotor dan sistem pengolahan limbah ü Sistem MEE (Mechanical Electrical) ü Sistem keamanan bangunan (pemadam kebakaran, penangkal

petir)

1.6. LINGKUP PEMBAHASAN DAN BATASAN

1.6.1. Lingkup Pembahasan

Lingkup pembahasan mencakup pendekatan prinsip eko-arsitektur pada bangunan rusunawa (Rumah Susunsederhana sewa) yang meliputi aspek bangunan, sosial budaya dan ekonomi.

Pembahasan terpusat pada permasalahan perencanaan dan perancangan Hunian beserta fasilitas pendukung bagi kelompok ekonomi menengah ke bawah . Diupayakan penerapan metode eko-arsitektur mengurangi atau minimal sama dengan biaya perumahan konvensional serupa mencakup biaya pembangunan dan biaya operasional.

1.6.2. Batasan

· Penyusunan konsep diorientasikan untuk menjawab permasalahan dan persoalan dalam perencanaan dan perancangan rumah susun sederhana sewa dengan penekanan Eko-arsitektur di Semarang.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Rusunawa Kaligawe

Sebagai Alternatif Keberlanjutan Hunian Layak Huni di Kota Semarang Dengan Pendekatan Eko-Arsitektur

· Pembahasan lebih ditekankan pada disiplin ilmu arsitektur dan hal-hal yang berkaitan dengan rumah susun sederhana sewa yang direncanakan yaitu dengan menerapkan konsep eko-arsitektur dalam Aspek terhadap

bangunan, Aspek terhadap sosial budaya, dan Aspek terhadap ekonomi . Sedangkan disiplin ilmu lainnya berperan sebagai pendukung yang akan dibahas sesuai dengan proporsi keterkaitannya.

1.7. METODE PEMBAHASAN

1.7.1. Metode Pembahasan

Metoda yang digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan meliputi metode pengumpulan data, metode analisi data, dan penyajian hasil analisis.

1. Metode pengumpulan data Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara,dan tinjauan pustaka.

a. Observasi Observasi langsung pada rusunawa yang sudah ada untuk mendapatkan data mengenai fasilitas yang mewadahi kegiatan di rusunawa. Observasi dilakukan pada hunian vertikal yang telah terbangun, yaitu:

1. Rumah Susun Pekunden, Semarang

2. Rumah Susun Bandarhardjo, Semarang

3. Daerah Pasar Waru, Kaligawe sebagai Lokasi Site

b. Wawancara Melakukan wawancara dengan pihak-pihak terkait sebagai bahan referensi dan acuan. Wawancara yang dilakukan, antara lain:

1. pengurus rumah susun

2. masyarakat sekitar terutama penghuni 2. masyarakat sekitar terutama penghuni

Rusunawa Kaligawe

Sebagai Alternatif Keberlanjutan Hunian Layak Huni di Kota Semarang Dengan Pendekatan Eko-Arsitektur

c. Tinjauan pustaka

2. Analisis data Merupakan metode penguraian dan pengkajian dari data-data dan informasi yang kemudian digunakan sebagai data relevan bagi perenacanaan dan perancangan. Pada tahapan ini dilakukan dengan analisis data menggunakan metode analisis deskriptif yaitu melalui penguraian data dan informasi yang disertai gambar sebagai media berdasar pada teori normative yang ada. Tahapan analisa akan dilakukan pengolahan data-data yang telah terkumpul dan dikelompokan berdasarkan program fungsional, performasi dan arsitektural.

· Program fungsional bertujuan untuk mengidentifikasi pengguna yang ada di rusunawa yaitu user, kegiatan user dan alur kegiatan user.

· Program performasi menerjemahkan secara skematik kebutuhan penghuni rusunawa beserta fasilitasnya kedalam peryataan persyaratan karakteristik respon lingkungan binaan (tolak ukur kinerja). Dalam hal

ini membahas persyaratan kebutuhan ruang, persyaratan ruang dan program ruang dalam bangunan rusunawa.

Analisis arsitektural merupakan tahap pengagabungan dari hasil identifikasi kedua analisis sebelumnya (fungsional dan performasi). Dalam proses ini akan menganalisis masalah massa, ruangan, tampilan, pengolahan site, utilitas dan struktur bangunan yang menyatukan akan kebutuhan penghuni dengan pesyaratan yang ada.

3. Penyajian hasil analisis. Hasil analisis tersebut diolah dan disimpulkan untuk mendapatkan pendekatan konsep perencanaan dan perancangan yang sesuai, kemudian siap ditrasformasikan kedalam bentuk ungkapan fisik yang dikehendaki 3. Penyajian hasil analisis. Hasil analisis tersebut diolah dan disimpulkan untuk mendapatkan pendekatan konsep perencanaan dan perancangan yang sesuai, kemudian siap ditrasformasikan kedalam bentuk ungkapan fisik yang dikehendaki

Rusunawa Kaligawe

Sebagai Alternatif Keberlanjutan Hunian Layak Huni di Kota Semarang Dengan Pendekatan Eko-Arsitektur

4. Transformasi dan rancang bangun arsitektur

a. Berdasarkan deskripsi konsep perancangan yang dilakukan trasformasi untuk memperjelas apa yang dideskripsikan menjadi wujud gambaran rancang wadah atau fasilitas yang dihendaki (konsep diagramatik dan skematik).

Wujud gambaran rancangan wadah atau fasilitas akan digambarkan sebagai gambaran idea rancangan yang akan dikembangkan menjadi produk pra rancang (dilengkapi detail, perspektif maket yang presentatif terhadap isi bahasan).

1.7.2. Sistematika Penulisan

Garis besar sistematika penulisan dapat dikemukakan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pengertian judul, latar belakang, permasalahan dan persoalan, tujuan dan sasaran yang hendak dicapai, lingkup pembahasan, metode pengumpulan data, metode pembahasan dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN TEORI

Tinjauan teori yang ditulis meliputi : tinjauan teori tentang rumah susunrhana sewa sed. tinjauan teori tentang eko-arsitektur.

BAB III TINJAUAN KOTA SEMARANG

Berisi mengenai tinjauan Kota Semarang, tata bangunan di Semarang, kondisi dan fasilitas kesehatan di Semarang, serta potensi hunian vertikal di Semarang.

BAB IV RUSUNAWA YANG DIRENCANAKAN

Merumuskan runawa di Kaligawe sebagai wadah hunian yang memberikan kenyamana bagi penghuni dan lingkungan Merumuskan runawa di Kaligawe sebagai wadah hunian yang memberikan kenyamana bagi penghuni dan lingkungan

Rusunawa Kaligawe

Sebagai Alternatif Keberlanjutan Hunian Layak Huni di Kota Semarang Dengan Pendekatan Eko-Arsitektur

BAB VI ANALISA PENDEKATAN PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

Mengungkapkan analisa perencanaan dan perancangan sebagai usaha pemecahan masalah dengan meninjau tujuan dan sasaran yang akan dicapai.

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

Mensintesakan konsep perencanaan dan perancangan yang merupakan hasil akhir dari analisis yang selanjutnya ditransformasikan dalam wujud desain fisik bangunan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Rusunawa Kaligawe

Sebagai Alternatif Keberlanjutan Hunian Layak Huni di Kota Semarang Dengan Pendekatan Eko-Arsitektur

BAB II TINJAUAN TEORI

2.1. TINJAUAN RUMAH SUSUN

2.1.1. Pengertian Rumah Susun

Rumah Susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horisontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah

bersama. 1

Sedangkan yang dimaksud dengan satuan rumah susun, bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama adalah sebagai berikut :

a. Satuan rumah susun adalah rumah susun yang tujuan peruntukan utamanya digunakan secara terpisah sebagai tempat hunian, yang memiliki sarana penghubung ke jalan umum.

b. Benda bersama adalah bagian rumah susun yang dimiliki secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama dalam kesatuan fungsi dengan satuan-satuan rumah susun.

c. Benda bersama adalah benda yang bukan merupakan bagian rumah susun tetapi yang dimilki bersama secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Rusunawa Kaligawe

Sebagai Alternatif Keberlanjutan Hunian Layak Huni di Kota Semarang Dengan Pendekatan Eko-Arsitektur

d. Tanah bersama adalah sebidang tanah yang digunakan atas dasar hak bersama secara tidak terpisah yang diatasnya berdiri rumah susun dan ditetapkan batasnya dalam persyaratan ijin bersama.

Jadi, rumah susun merupakan suatu pengertian yuridis arti bangunan gedung bertingkat yang senantiasa mengandung system kepemilikan perseorangan dan hak bersama, yang penggunanya bersifat hunian atau bukan hunian,sacara mandiri maupun terpadu sebagai satu kesatuan system pembangunan. Dengan demikian berarti tidak semua bangunan gedung bertingkat itu dapat dsebut sebagai rumah

susun, tetapi rumah susun itu sendiri adalah selalu bangunan yang bertingkat. 2

2.1.2 Tujuan Rumah Susun

Berdasarkan undang-undang No.16 tahun 1985 tentang rumah susun, pembangunan rumah susun bertujuan :

a. Memenuhi kebutuhan perumahan yang layak bagi rakyat, terutama golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah yang menjamin kepastian hokum dalam pemanfaatannya.

b. Meningkatkan daya guna dan hasil guna lahan di daerah perkotaan dengan memperbaiki kelestarian sumber daya alam dan menciptakan lingkungan pemukiman yang lengkap, serasi dan seimbang.

2.1.3 Katerogori Rumah Susun

Bangunan rumah susun dapat dikategorikan dalam beberapa kelompok :

A. Berdasarkan Ketinggian Bangunan

a. Rumah susun low rise, dengan ketinggian maksimal 4 lantai

b. Rumah susun medium rise, dengan ketinggiam 5-8 lantai

c. Rumah susun high rise, dengan ketinggian > 9 lantai.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Rusunawa Kaligawe

Sebagai Alternatif Keberlanjutan Hunian Layak Huni di Kota Semarang Dengan Pendekatan Eko-Arsitektur

B. Berdasarkan Sistem Pelayanan Sirkulasi

a. Inner Corridor Type (Koridor Tengah)

b. Single Corridor Type (Koridor Satu Sisi)

c. Double Corridor Type

d. Cout Corrior Type (Koridor Terpusat)

e. Twin Corridor Type (Koridor Kembar)

f. Stair CaseType (Koridor Tangga)

C. Berdasarkan Status Kepemilikan

a. Rumah susun untuk dimiliki :

1. Ada kecenderungan daya tarik bagi pembeli karena keuntungan dengan membeli unit hunian pada kompleks rumah susun menjadikannya dekat dengan pusat kota.

2. Ada rasa memiliki terhadap rumah susun sehingga penghuni akan merasa bertanggungjawab terhadap keberadaan rumah susun.

3. Salah satu kelemahan kategori ini hádala kesulitan bagi penghuni untuk biaya perbaikan dan perawatan, terutama bagi mereka yang berpenghasilan rendah.

4. Bagi Developer, rumah susun dengan hak milik lebih membantu dalam pengembalian modal dan tidak perlu memikirkan sistem pengelolaan rumah susun.

b. Rumah susun sewa :

1. Bagi keluarga baru/ masyarakat tidak mampu untuk membeli rumah susun, rusunawa ini memberi kemudahan dapat tinggal dan menempati unit hunian secara sewa.

2. Cocok bagi orang-orang yang sering berpindah tempat kerja, dan tinggal pada statu daerah tidak terlalu lama.

3. Bagi Developer, pengembalian modal butuh waktu lama serta membutuhkan biaya maintenance yang besar.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Rusunawa Kaligawe

Sebagai Alternatif Keberlanjutan Hunian Layak Huni di Kota Semarang Dengan Pendekatan Eko-Arsitektur

Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 60/PRT/1992 tentang Persyaratan Teknis Pembangunan

2.1.4 PERSYARATAN TEKNIS PEMBANGUNAN LINGKUNGAN RUMAH SUSUN

a. Ruang

Ruang-ruang harus memenuhi fungsi utamanya sebagai tempat tinggal,

tempat usaha, atau fungsi ganda. Semua yang dipergunakan sehari-hari harus disediakan penghawaan alami atau buatan, pencahayaan secara alami maupun buatan, memenuhi ambang batas suara baik dari dalam ke luar maupun sebaliknya.

KRITERIA

PERSYARATAN

Penghawaan alami atau buatan Memakai sistem pertukaran udara cross ventilation dengan lubang angin min 1% dari luas gedung.

Pencahayaan alami atau buatan Minimum 50 lux untuk ruang kerja dan

20 lux untuk ruang lain.

Suara dan Kebisingan Memenuhi ambang batas suara. Bau

Memenuhi persyaratan ambang batas pencemaran baik dari dalam maupun sebaliknya.

Tabel 2.1 Persyaratan Ruang Pada Rumah Susun Tabel 2.1 Persyaratan Ruang Pada Rumah Susun

Rusunawa Kaligawe

Sebagai Alternatif Keberlanjutan Hunian Layak Huni di Kota Semarang Dengan Pendekatan Eko-Arsitektur

Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 60/PRT/1992 tentang Persyaratan Teknis Pembangunan

b. Struktur, Komponen dan Bahan Bangunan

Rumah susun harus menggunakan struktur, komponen dan bahan

bangunan dengan memperhatikan prinsip-prinsip koordinasi modular danmemenuhi persyaratan konstruksi dan memperhitungkan kekuatan dan ketahanannya.

Merupakan satu kesatuan sistem konstruksi bangunan atas maupun bawah dan tidak boleh diubah, keawetan struktur min 50 tahun.

Komponen

Komponen dan bahan bangunan bukan struktur tetapi harus memiliki keawetan min 20 tahun.

Bahan bangunan

Tabel 2.2 Persyaratan Ruang Pada Rumah Susun

c. Kelengkapan Rumah Susun

Rumah susun harus dilengkapi dengan alat transportasi bangunan,

pintu dan tangga darurat kebakaran, alat dan sistem kebakaran, alat pemadam kebakaran, penangkal petir, jaringan air bersih, saluran pembuangan air kotor dan limbah, tempat pembuangan sampah, tempat jemuran, kelengkapan pemeliharaan bangunan, jaringan dan instalasi listrik, jaringan komunikasi dan sebagainya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Rusunawa Kaligawe

Sebagai Alternatif Keberlanjutan Hunian Layak Huni di Kota Semarang Dengan Pendekatan Eko-Arsitektur

KRITERIA KELENGKAPAN PERSYARATAN Alat transportasi bangunan

Tangga disediakan untuk bangunan maks. 5 lantai, lebar tangga min. 120 cm, lebar bordes min. 120 cm, lebar injakan min. 22,5 cm, railing tangga 110 cm.

Alat dan sistem bahaya kebakaran

Berupa detector kebakaran yang dapat memberikan isyarat sehingga dapat menjangkau semua bagian ruangan rumah susun dan diletakkan mulai dari lantai satu.

Alat pemadam kebakaran Berupa hidran gedung, pemadam api ringan dan hidran halaman yang dipasang mulai dari lantai satu.

Penangkal petir Untuk rumah susun kurang dari 5 lantai penangkal

petir berupa

penangkal

konvensional (non- radioaktif), yang terdiri dari kabel penghantar dan logam pembumian.

Jaringan air bersih Air bersih diperoleh dari jaringan kota yang terlebih dahulu ditampung dalam tangki bawah/tangki atas, sebelum disambungkan langsung pada sistem pemompaan dan didistribusikan ke tiap lantai.

Saluran pembuangan air hujan Berupa talang datar dan talang tegak yang dihubungkan dengan saluran terbuka atau tertutup menuju ke Saluran pembuangan air hujan Berupa talang datar dan talang tegak yang dihubungkan dengan saluran terbuka atau tertutup menuju ke

Rusunawa Kaligawe

Sebagai Alternatif Keberlanjutan Hunian Layak Huni di Kota Semarang Dengan Pendekatan Eko-Arsitektur

penangkap air atau peresapan setempat. Saluran tersebut dilengkapi pipa udara dan bak kontrol.

Air linbah yang berasal dari dapur, kamar mandi, dan tempat cuci dialirkan melalui saluran tertutup ke saluran lingkungan atau tempat pengolahan limbah. Sedangkan air limbah yang berasal dari kakus diteruskan ke septictank dengan dilengkapi pipa udara, bak kontrol dan bidang resapan.

Pembuangan sampah

Pembuangan

sampah harus

terkoordinasi

dengan sistem pembuangan sampah lingkungan, saluran sampah dengan diameter terkecil ± 0,5 m yang dilengkapi dengan lubang masuk dan ruang pengumpul sampah.

Tempat jemuran Memenuhi persyaratan keamanan, kebersihan,

tidak

mengganggu pandangan serta dapat memberi ruang bagi aliran udara dan sinar matahari yang cukup.

Jaringan listrik Setiap satuan rumah susun mendapat pelayanan listrik dengan kelengkapan

1 unit meter listrik, dan sambungan kabel seperlunya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Rusunawa Kaligawe

Sebagai Alternatif Keberlanjutan Hunian Layak Huni di Kota Semarang Dengan Pendekatan Eko-Arsitektur

Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 60/PRT/1992 tentang Persyaratan Teknis Pembangunan

Jaringan telepon Apabila ada yang menggunakan sambungan telepon pemasangannya ditempatkan sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu keamanan dan keselamatan penghuni lainnya.

Tabel 2.3 Persyaratan Ruang Pada Rumah Susun

d. Kepadatan dan Tata Letak Bangunan

Kepadatan bangunan harus memperhitungkan Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai bangunan (KLB), ketinggian dan kedalaman bangunan serta penggunaan tanah untuk mencapai optimalisasi daya guna dan daya guna lahan. Penggunaan tanah harus memperhatikan ketentuan sebagai berikut :

a. Luas tanah bangunan rusun maksimal 50% dari luas tanah bersama.

b. Luas tanah prasarana lingkungan minimal 20% dari luas tanah bersama.

c. Luas tanah fasilitas lingkungan minimal 30% dari luas tanah bersama.

Tata letak bangunan rumah susun harus memperhatikan jarak antara bangunan,batas kepemilikan tanah serta kemudahan pencapaian dan pengelolaan, guna mencapai keamanan, keselamatan dan kenyamanan penghuni dan lingkungannya, yaitu :

a. Jarak bangunan harus memenuhi persyaratan terhadap bahaya kebakaran, pencahayaan dan pertukaran udara.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Rusunawa Kaligawe

Sebagai Alternatif Keberlanjutan Hunian Layak Huni di Kota Semarang Dengan Pendekatan Eko-Arsitektur

Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 60/PRT/1992 tentang Persyaratan Teknis Pembangunan

b. Kemudahan pencapaian dan pengelompokan hunian dan orientasi pencapaian.

KDB

KLB (%)

Jumlah Lantai (lantai)

Jumlah Penduduk (Jiwa)

Tabel 2.4 Koefisien Dasar Bangunan dan Koefisien Lantai Bangunan

e. Satuan Rumah Susun

a. Memiliki ukuran standart minimal 18 m 2 , lebar bagian muka

minimal 3 m.

b. Dapat terdiri dari ruang utama dan ruang lain di dalam dan/atau di luar ruang utama. Ruang utam berfungsi sebagai ruang tidur pada rumah untuk unit hunian dan ruangutama sebagai ruang kerja pada b. Dapat terdiri dari ruang utama dan ruang lain di dalam dan/atau di luar ruang utama. Ruang utam berfungsi sebagai ruang tidur pada rumah untuk unit hunian dan ruangutama sebagai ruang kerja pada

Rusunawa Kaligawe

Sebagai Alternatif Keberlanjutan Hunian Layak Huni di Kota Semarang Dengan Pendekatan Eko-Arsitektur

Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 60/PRT/1992 tentang Persyaratan Teknis Pembangunan

susun untuk unit buka hunian, sementara ruang lain berfungsi sebagai ruang penunjang untuk kamar mandi, kakus, dan dapur.

c. Harus dilengkapi dengan pencahayaan dan penghawaan alami dan buatan yang cukup, sistem evakuasi penghuni yang menjamin kelancaran dan kemudahan, sistem penyediaan daya listrik yang memadai dan sistem penyediaan air secara otomatis.

d. Batas pemilikan satuan rumah susun berupa ruang tertutup dan/atau sebagian terbuka dan/atau ruang terbuka.

SATUAN HUNIAN

PERSYRATAN

Ruang utama

Diperuntukan sebagai ruang tamu dan ruang tidur.

Kamar mandi

Berada di luar satuan rumah susun, untuk 1 unit kamar mandi harus dapat melayani minimal 2 satuan rumah susun.

dapur

Dapat berada di luar satuan rumah susun,

berupa tempat untuk memasak dan dapat melayani 1 unit rumah susun.

Tabel 2.5 Satuan Hunian Dalam Rumah Susun

f. Prasarana Lingkungan

Prasarana lingkungan berupa jalan setapak, jalan kendaraan sebagai

penghubungan antar bangunan rumah susun atau keluar lingkungan rumah susun, tempat parkir dan/atau tempat penyimpanan barang.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Rusunawa Kaligawe

Sebagai Alternatif Keberlanjutan Hunian Layak Huni di Kota Semarang Dengan Pendekatan Eko-Arsitektur

Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 60/PRT/1992 tentang Persyaratan Teknis Pembangunan

KRITERIA

PERSYARATAN

Jalan setapak

Badan jalan 2 m dengan lebar perkerasan jalan ± 1,5 m dan lebar bahu jalan ± 0,25 m, saluran tei jalan dibuat pada 1 atau 2 sisi jalan.

Jalan kendaraan dengan kecepatan 10-20 km/jam

Badan jalan 3,5 m dengan lebar perkerasan jalan ± 3 m dan lebar bahu jalan ± 0,25 m, saluran tepi jalan dibuat pada 1 atau 2 sisi jalan, trotoar ± 0,9 n dikedua sisi jalan.

Tempat parkir

Jarak tempatparkir dari pintu bangunan rumah susun ± 300m, fasilitas parkir menjamin keamanan bagi

pejalan

kaki terhadap

pengendara.

Tabel 2.6 Kriteria Prasarana Lingkungan Rumah Susun

g. Utilitas Umum Lingkungan

Lingkungan rumah susun harus dilengkapi dengan utilitas umumynag

terdiri dari jaringan air bersih, saluran pembuangan air hujan, saluran pembuangan air limbah, jaringan tempat pembuangan sampah, jaringan pemadam kebakaran, jaringa listrik, jaringan telepon dan alat komunikasi lainnya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Rusunawa Kaligawe

Sebagai Alternatif Keberlanjutan Hunian Layak Huni di Kota Semarang Dengan Pendekatan Eko-Arsitektur

UTILITAS UMUM

PERSYARATAN

Jaringan air bersih

a. Penyediaan

tangki air, pompa hisap dan tekan

b. Melayani

sambungan halaman dengan kapasitas ±

90 lt/org/hari

c. Dilengkapi dengan kran-kran air atau hidran kebakaran dengan jarak penempatan yang dapat menjangkau seluruh lingkungan rumah susun baik vertikal maupun horizontal.

Saluran air hujan

a. Saluran air hujan dilengkapi dengan bak kontrol

b. Dihubungkan daengan riol kota

c. Dilengkapi dengan pompa hisap yang lebih rendah dari riol kota.

Saluran air limbah

a. Saluran

limbah cair dihubungkan dengan saluran kota

menuju tempat pengolahan limbah.

b. Septictank untuk limbah cair padat.

Pembuangan sampah

Bahan bak sampah dibuat dari bahan yang kedap air, kedap bau dan tidak mudah berkarat.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Rusunawa Kaligawe

Sebagai Alternatif Keberlanjutan Hunian Layak Huni di Kota Semarang Dengan Pendekatan Eko-Arsitektur

Jaringan listrik

Dilengkapi dengan gardu listrik, tiang listrik dan sebagainya.

Jarngan telepon

memudahkan penyambungan ke unit-unit hunian mudah dalan perbaikan dan serta perawatan.

Tabel 2.7 Persyaratan Utilitas Umum Pada Rumah Susun

h. Fasilitas Lingkungan

Fasilitas lingkungan pada rumah susun dapat berupa ruangan dan/atau

bangunan, antara lain fasilitas perniagaan atau perbelanjaan,lapangan terbuka, fasilitas pendidikan, kesehatan, peribadatan, pemerintahan dan pelayanan umum serta pemakaman dan pertamanan. Tetapi itu semua tidak harus dipenuhi karena tergantung dari tingkat kebutuhan penduduknya.

a. Jumlah penduduk ≤ 250 minimal disediakan warung dan pelataran kaki lima yang menjual kebutuhan sehari- hari dan sembako.

b. Jumlah penduduk 250-1000 minimal

disediakan pertokoan yang menjual kebutuhan sehari-hari lebih

Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 60/PRT/1992 tentang Persyaratan Teknis Pembangunan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Rusunawa Kaligawe

Sebagai Alternatif Keberlanjutan Hunian Layak Huni di Kota Semarang Dengan Pendekatan Eko-Arsitektur

c. Jumlah penduduk > 1000 minimal disediakan pusat perbelanjaan

(pasar swalayan), bengkel-bengkel reparasi dan usaha jasa yang lainnya.

Lapangan terbuka

Dapat berupa taman sebagai penghijauan, tempat bermain anak, lapangan olahraga dengan luas tanah min 20% dari luas tanah lingkungan rumah susun.

Fasilitas pendidikan

a. Jumlah penduduk ≤ 1000 minimal disediakan fasilitas pra sekolah atau TK.

b. Jumlah penduduk 1000-1600 minimal disediakan SD

c. Jumlah penduduk 1600-6000 minimal disediakan SLTP.

d. Jumlah penduduk 6000-9000 minimal disediakan SLTA.

e. Atau disesuaikan dengan jumlah jiwa yang sesuai dengan tingkat pendidikan dan melihat daya tampung fasilitas disekitarnya yang sesuai

dengan fasilitas

pendidikan

untuk

permukiaman.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Rusunawa Kaligawe

Sebagai Alternatif Keberlanjutan Hunian Layak Huni di Kota Semarang Dengan Pendekatan Eko-Arsitektur

Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 60/PRT/1992 tentang Persyaratan Teknis Pembangunan

Fasilitas kesehatan

Sesuai dengan peraturan pengadaan fasilitas kesehatan pada permukiman pada umumnya.

Fasilitas pemerintahan dan pelayanan umum lainnya.

Sesuai dengan peraturan pengadaan fasilitas

pemerintah pada permukiman pada umumnya.

Fasilitas peribadatan.

Sekurang-kurangnya dapat melayani peribadatan mingguan dan untuk kegiatan yang sifatnya tertentu dapat menggunakan fasilitas ruang seba guna.

Tabel 2.8 Persyaratan Fasilitas Lingkungan

Fasilitas lingkungan ini sebesar-besarnya dengan luas lantai 30% dari

jumlah luas lantai bangunan rumah susun dan tidak lebih dari 3 lantai. Fasilitas lingkungan rumah susun juga dapat dilayani oleh fasilitas lain yang berada diluar lingkungan rumah susun dengan ketentuan yang berlaku.

i. Persyaratan Lain-lain

a. Persyaratan Rumah Susun Sebagai Hunian Komunal (Sugiyanto, Rumah Susun di Bantaran Kali Code, Tugas Akhir JUTA UGM.2001. hal 10) :

1. Kenyamanan dan ketenangan visual/psikologis.

2. Kompleksitas kepemilikan.

3. Kemudahan penyelesaian struktur, yaitu dengan bentuk- bentuk tipikal.

4. Memungkinkan terciptanya interaksi antar penghuni.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Rusunawa Kaligawe

Sebagai Alternatif Keberlanjutan Hunian Layak Huni di Kota Semarang Dengan Pendekatan Eko-Arsitektur

5. Penyelesaian fisik bangunan yang menghindari kesa formal.

b. Persyaratan Rumah Susun Sebagai Hunian Vertikal (Peraturan Menteri PU No.60/PRT/1992) :

1. Semua ruang kecuali gudang harus terang dan segar.

2. Memperhatikan keamanan struktur, komponen dan bahan bangunan.

3. Ditentukan ukuran minimum untuk setiap ruang.

4. Melengkapi ruang-ruang pembentuk suatu hunian.

5. Ruang bersama (tangga, lobby, koridor) memiliki view keluar.

6. Kepadatan dan letak banguanan ditentukan sedemikian rupa sehingga menjamin aliran udara dan pencahayaan alami.

c. Persyaratan Lokasi Rumah Susun (Ditjen Cipta Karya, 1980) :

1. Waktu tempuh ± 30 enit dari tempat kerja dan pusat pelayanan.

2. Memiliki aksesiblitas ke tempat umum.

3. Lokasi rumah susun berada di daerah yang memberikan keseimbangan sosial dan keserasian serta keterpaduan antar kawasan yang menjadi lingkungannya.

4. Memberikan kesempatan untuk membina individu dan keluarga serta terjamin atas bahaya.

5. Tersedia infrastruktur dan prasarana yang memadai.

2.2. TINJAUAN TEORI EKO-ARSITEKTUR

2.2.1. Pengertian Eko-Arsitektur

Frick, Heinz, dan Suskiyatno, FX. Bambang, 1998, menyebutkan bahwa eko-arsitektur adalah : Holistis, berhubungan dengan sistem keseluruhan, sebagai suatu kesatuan, yang lebih penting dari pada sekedar kumpulan bagian - bagian. Memanfatkan pengalaman manusia (tradisi dalam Frick, Heinz, dan Suskiyatno, FX. Bambang, 1998, menyebutkan bahwa eko-arsitektur adalah : Holistis, berhubungan dengan sistem keseluruhan, sebagai suatu kesatuan, yang lebih penting dari pada sekedar kumpulan bagian - bagian. Memanfatkan pengalaman manusia (tradisi dalam

Rusunawa Kaligawe

Sebagai Alternatif Keberlanjutan Hunian Layak Huni di Kota Semarang Dengan Pendekatan Eko-Arsitektur

pembangunan) dan pengalaman lingkungan alam terhadap manusia. Pembangunan sebagai proses dan bukan sebagai kenyataan tertentu yang statis. Kerja sama antara manusia dengan alam sekitarnya demi keselamatan ke dua belah pihak.

Eko-arsitektur dapat didefinisikan sebagai suatu pemikiran yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah pembangunan rumah atau tempat tinggal (bangunan) sebagai kebutuhan kehidupan manusia dalam hubungan timbal balik dengan lingkungan alamnya.

Lingkungan alam merupakan bagian dari proses ekologi yang merupakan bentuk konservasi terhadap alam sekitar untuk membantu terjadinya keseimbangan alam antara alam yang terbangun dengan alam aslinya.

Eko-arsitektur menghasilkan keselarasan antara manusia dengan lingkungan alamnya. Eko-arsitektur adalah istilah holistik yang sangat luas dan mengandung bidang-bidang telaah lain seperti arsitektur surya, arsitektur biologis, arsitektur bionik serta pembangunan berkelanjutan.

2.2.2. Unsur Pokok eko-arsitektur

Bagi banyak manusia tradisional materi selalu terdiri atas empat unsur yaitu udara (angin), air (banyu), tanah/bumi (lemah) dan api/energi (geni). Menurut perhitungan masa kini hal itu jauh lebih rumit dari pada empat hal tersebut. Akan tetapi hal tersebut dianggap sebagai awal pembicaraan hubungan timbal balik antara gedung dengan lingkungan.

a. Udara

Bumi, tanaman, hewan, bangunan dan manusia penghuninya membutuhkan daur udara. Oksigen dan beberapa gas fungsional lain disedot paru-paru melalui susunan lubang ventilasi. Sisa udara berupa karbondioksida dan gas buang lainnya diserap tanaman untuk mengolahnya lagi menjadi oksigen. Udara dari luar yang penuh debu dan bersuhu tidak nyaman, perlu Bumi, tanaman, hewan, bangunan dan manusia penghuninya membutuhkan daur udara. Oksigen dan beberapa gas fungsional lain disedot paru-paru melalui susunan lubang ventilasi. Sisa udara berupa karbondioksida dan gas buang lainnya diserap tanaman untuk mengolahnya lagi menjadi oksigen. Udara dari luar yang penuh debu dan bersuhu tidak nyaman, perlu

Rusunawa Kaligawe

Sebagai Alternatif Keberlanjutan Hunian Layak Huni di Kota Semarang Dengan Pendekatan Eko-Arsitektur

disaring oleh daun-daun perpohonan serta suhunya dinyamankan oleh uap air yang keluar dari mulut daun. Akan tetapi, pencemaran lingkungan oleh manusia yang terjadi sejak awal industrialisasi meningkat sangat tajam yang menyebabkan sistem pembersihan udara secara alami tidak berfungsi lagi secara sempurna. Disamping itu, pencemaran udara juga menimbulkan efek samping pemanasan global dan lubang ozon.

Pencemaran udara dapat diatasi dengan cara mencuci atau mengikat. Proses mencuci udara berarti dibutuhkan hujan yang cukup banyak dimana tetes-tetes air mengikat partikel debu dan kemudian debu tersebut akan mengikat dengan tanah. Tanaman memiliki sifat mengikat debu pada permukaan daunnya. Dengan demikian, pada lahan hijau tanaman dapat menyaring 85% debu yang ada, seperti :

Tabel 2.9 Susunan Udara Sumber : Heinz, frick, 1998

b. Air

Dalam sebuah perencanaan dan perancangan yang ekologis, peredaran alami air harus diperhatikan untuk menjaga agar aliran air yang besar di alam ini tidak berubah. Seluruh air di bumi sebaliknya dikembalikan ke alam. Tanah sangggup mengolah kembali air buangan sabun non deterjen menjadi air bersih di dalam tanah.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Rusunawa Kaligawe