Temuan TEMUAN DAN ANALISA DATA

cara mengaktifkan kegiatan-kegiatan positif setiap harinya dipanti yang didasari suatu pemikiran jika para pembimbing dapat menghindari lansia darimasalah-masalah yang sangat potensial untuk timbul dengan ragam kegiatan yang ada sehingga perasaan yang biasanya ada pada lansia dipanti seperti perasaan kesepian, perasaan tidak berguna, cemas, dan lain sebagainya maka potensi timbulnya masalah-masalah psikologis pada lansia tersebut bisa diminimalisir kemunculannya. b. Ustadz Agus Makhsum Beliau lahir di Indramayu pada tanggal 23 Desember 1955, amanah yang beliau dapatkan di RPLU Jelambar adalah sebagai pembimbing agama, dan menjadi pembimbing agama dari tahun 2010 sampai sekarang. Tugas beliau adalah membimbing dan mengarahkan lansia sebagi orang yang terbimbing ke jalan yang lurus melalui jalan agama yang berpedoman kepada Al-Qur’an dan Hadist, adapun alasan penulis mengambil beliau sebagai informan adalah karena memang fokus penelitian penulis dalam skripsi ini yaitu tentang bimbingan agamanya yang meliputi strateginya,metodenya, dan lain-lain dalam bimbingan yang beliau jalankan. 2 2 Wawancara dengan Ustadz Agus Makhsum, Pembimbing Agama RPLU Jelambar 25 September 2014. Kecemasan kematian pada lansia menurutnya adalah perasaan takut ketika mengingat kematian karena belum mempunyai bekal yang cukup untuk menghadap ilahi, masih minimnya pengetahuan agama mereka tentang kematian itu sendiri membuat mereka menjadi cemas, dalam hal ini ustadz agus makhsum lebih kepada proses penyembuhan atau strategi kuratifnya dengan jalan ceramah dan juga pendekatan langsung tehadap lansia agar para lansia semangat dalam menjalani hidup dan terus beribadah kepada Allah agar amal ibadahnya terus bertambah dan kelak siap untuk menghadap Allah dengan bekal yang cukup, yang mana semua itu dilakukan dengan cara memberikan materi-materi yang bijak seputar agama khususnya tentang kematian yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadist. 2. Terbimbing a. Jumini Beliau lahir di Indramayu pada tanggal 21 juni 1942, beliau sudah 2 tahun 6 bulan berada dipanti anak dan suaminya telah meninggal dunia, merantau ke Jakarta demi mencari kehidupan dan akhirnya beliau diberi rujukan sama camat setempat agar tinggal dipanti jompo saja karena mengingat usianya sudah tua, dan tidak mempunyai sanak saudara di Jakarta, beliau sangat bersyukur tinggal dipanti daripada hidupnya tidak jelas dijalanan, beliau rajin mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada dipanti terutama kegiatan bimbingan agamanya,karena dengan agama beliau bisa tahu mana yang benar dan mana yang salah dan bisa menjalankan ibadah dengan baik agar kelak jika beliau mati bisa pulang dengan membawa bekal yang cukup untuk kehidupan yang kekal disana. 3 Ibu Jumini merupakan lansia yang taat ibadahnya, ia tidak pernah melewatkan shalat 5 waktu setiap harinya, juga dalam kegiatan lain iapun cukup aktif mengikutinya seperti kegiatan qasidah, keterampilan, dan lain sebagainya. Ketika penulis bertanya tentang kematian seperti apa rasanya ketika ia mengingatnya ia menjawab sambil menundukan kepalanya sambil menjawab bahwasanya ia sedih ketika memikirkan kematian karena ia tinggal dipanti dan punya pengalaman pribadi yang kurang mengenakan dibenaknya yang ia lihat ketika ada lansia yang meninggal dipanti seperti nanti kuburannya tidak ada yang merawatnya karena jauh dari keluarga, takut kuburannya nanti dapat beberapa tahun digali lagi terus ditumpuk oleh jenazah yang lain, terus bagaimana nanti keadaan di dalam kuburnya karena ia ditumpuk-tumpuk seperti itu, itu yang membuat ibu jumini sedih ketika ingat kematian, akan tetapi setelah dibimbing diberi arahan yang benar oleh penanggung jawab panti dan juga pembimbing agama Alhamdulillah sekarang ia menjadi lebih 3 Wawancara dengan nene Jumini Lansia RPLU Jelambar, Jakarta, 22 September 2014 tenang dan lebih berpikir positif lagi ke depannya, dan fokus untuk terus meningkatkan amal ibadahnya kepada Allah agar kelak bisa menolongnya nanti diakhirat. b. Yuli Beliau lahir di Bandung pada tanggal 17 Juni 1943 sudah 2 tahun beliau tinggal dipanti tidak mempunyai anak karena suaminya meninggal, seluruh hartanya dirampas oleh mertuanya sendiri akhirnya beliau tidak punya apa-apa lagi dan setelah berpikir panjang memutuskan untuk tinggal dipanti jompo saja daripada hidup dijalanan, selanjutnya beliau meminta surat rekomendasi dari polisi agar bisa bisa ditempatkan atau tinggal dipanti jompo, kini di sisa-sisa hidupnya beliau memasrahkan dirinya kepada Allah sambil terus berusaha beridah semaksimal mungkin agar kelak bisa meninggal dalam keadaan khusnul khatimah. Ibu yuli termasuk lansia yang ceria yang sangat aktif mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada dipanti setiap harinya walaupun sekarang umurnya sudah menginjak diusia 71 tahun, termasuk juga dikegiatan bimbingan agamanya yang selalu ia tunggu, bahkan ketika hari bimbingan agama tiba ia selalu datang duluan ke mushola sebelum pembimbing agama datang, rasa semangat untuk beribadah kepada Allah menjadi penggerak hatinya untuk selalu belajar agama, ketika penulis bertanya tentang perasaannya akan kematian yang pasti datang ia menjawab rasa takut pasti ada, perasaan takut itu didasari karena ia memikirkan bagaimana nanti suasana didalam kuburnya, hal seperti apa yang akan menimpanya nanti juga karena ia merasa bekal yang ada sekarang belum cukup masih sedikit, tetapi Alhamdulillah setelah ustadz Agus makhsum bimbing dengan metode ceramah dan juga melalui pendekatan-pendekatan ia merasa lebih tenang dan harus terus berbuat baik dibarengi dengan ibadah yang maksimal kepada Allah. c. Emiyati Beliau lahir pada tanggal 19 Mei 1939 di kampung halamannya yaitu Sragen, Jawa Tengah. Beliau sudah enam tahun berada di panti, nenek emi tidak mempunyai dan ditinggal suaminya di usia pernikahannya yang baru sembilan tahun untuk merantau ke Jakarta dan setelah itu tidak ada lagi kabar suaminya sampai sekarang, selang beberapa tahun karena sudah tidak ada yang manafkahi lagi, akhirnya beliau memutuskan untuk ke Jakarta dengan niat untuk mencari pekerjaan, akan tetapi sesampainya di Jakarta karena beliau tidak mempunyai skill untuk menempati suatu pekerjaan, beliaupun tidak kunjung mendapatkan pekerjaan. Akhirnya beliau memutuskan untuk menjadi seorang pengemis. Cukup lama beliau menjadi pengemis di Jakarta tepatnya yaitu dikawasan Grogol, Jakarta barat. Karena peraturan di DKI Jakarta yang sedang gencarnya memberantas pengemis akhirnya ketika sedang mengemis beliaupun di tangkap oleh petugas Satpol PP didata dan selanjutnya dimasukan ke PSBDI Cengkareng dan dipindahkan di RPLU Jelambar, dan karena tidak mempunyai sanak saudara di Jakarta beliaupun pasrah untuk tinggal di panti sampai sekarang. Sama seperti lansia yang lain, nenek emi juga termasuk lansia yang selalu mengikuti kegiatan yang ada dipanti. Nenek emi mempunyai teman yang sangat akrab di panti yaitu nenek yanti, beliau sudah menganggap nenek yanti sebagai saudaranya sendiri, suatu ketika nenek yanti jatuh sakit dan tidak kunjung sembuh, beliaupun selau menemaninya hingga pada saat nenek yanti sakaratul maut dan meninggal beliau menyaksikannya. Nenek emi sangat sedih dan seperti orang ketakutan mengurung diri terus dikamar hingga berhari-hari, tidak mau mengikuti kegiatan seperti biasanya. Melihat permasalahan itu pada akhirnya ustadz Agus makhsum mendatanginya mengajak nenek emi untuk berbagi cerita akan permasalahan yang dialamainya selanjutnya bertukar pikiran dan mencari solusinya. Setelah digali permasalahannya lalu ditemukanlah mengapa nenek emi bersikap seperti itu, yaitu ternyata nenek emi menyimpan trauma yang mendalam ketika melihat temannya sakaratul maut lalu meninggal dunia. Selanjutnya ustadz Agus makhsum memberikan pengertian yang lebih akan hakikat sebuah kematian dan Alhamdulillah nenek emi bisa menerimanya dan kembali beraktifitas seperti biasa lagi di panti.

B. Strategi Bimbingan Agama Dalam Menghilangkan Kecemasan

Kematian Setelah penulis melakukan observasi dan wawancara langsung dilapangan, penulis menemukan dua strategi yang diterapkan oleh pembimbing, baik itu pembimbing agama maupun pembimbing di bagian lainnya dalam rangka menghilangkan kecemasan kematian pada diri lansia di RPLU Jelambar, yaitu strategi preventif dan juga strategi kuratif yang mana penjelasannya adalah sebagai berikut : 1. Strategi Preventif Strategi preventif atau pencegahan adalah upaya bimbingan yang diarahkan untuk mengantisipasi masalah-masalah umum individu dan mencoba mencegah jangan sampai terjadi masalah tersebut pada individu.Pembimbing berupaya untuk mengajarkan pengetahuan dan keterampilan untuk mencegah masalah tersebut. Pendekatan preventif mencoba mengantisipasi masalah- masalah atau mencegah terjadinya masalah. Masalah-masalah yang dimaksud pada lansia seperti kesepian, perasaan tidak berguna, cemas dan sejenisnya yang secara potensial masalah itu dapat terjadi pada lansia secara umum. Model preventif ini, didasarkan kepada pemikiran bahwa jika pembimbing dapat menghindari lansia dari masalah-masalah tersebut dengan memberikan ragam kegiatan yang ada , maka pembimbing akan dapat mencegah lansia dari masalah- masalah yang sangat potensial untuk timbul. “Strateginya ya, kita disini memakai dua strategi atau cara yaitu strategi preventif atau pencegahan dan juga strategi kuratif atau penyembuhan, strategi preventif yaitu dengan cara mengaktifkan kegiatan-kegiatan yang positif disini, seperti kegiatan bimbingan agama, bimbingan keterampilan, bimbingan kesenian kaya qosidah dan lain-lain dengan suatu tujuan agar para lansia dapat terisi hari- harinya dengan hal-hal yang positif. Kalau strategi kuratif yaitu dengan cara memberikan nasihat-nasihat secara langsung baik itu dengan jalan ceramah jadi terus kita siram tuh dengan agama agar rohaninya kuat dan juga dengan cara pendekatan, pendekatan antara seorang ustadz dengan muridnya, pendekatan pengajar dengan yang diajar dengan jalan satu persatu.” 4 Berbagai teknik dapat digunakan dalam pendekatan ini termasuk membimbing dan memberikan informasi. Bimbingan yang ada di RPLU Jelambar seperti bimbingan keterampilan,bimbingan kesenian, bimbingan rohani, bimbingan baca Al-Qur’an, bimbingan sosial, dan lain sebagainnya yang dijalankan oleh lansia sebagai rutinitasnya dalam kehidupan sehari-harinya di panti. “Senin dan kamis kita ada bimbingan rohani, hari rabu ada qosidah, selasa dan kamis ada membuat keterampilan untuk kakek nenek yang mau saja kerena usia mereka seperti membuat keset,pernak pernik, kipas-kipas kecil, dll, selasa dan jum’at kita ada senam, dan kalau hari sabtu dan minggu kita tidak ada kegiatan tetapi biasanya ada dari donatur bakti sosial jadi mereka bikan acara supaya nenek kakek 4 Hasil wawancara pribadi dengan Bpk. Agus Makhsum Pembimbing Agama RPLU Jelambar, Jakarta 25 September 2014. gembira , dan setiap satu bulan sekali ada panggung gembira, panggung gembira itu kita panggil pemain organ nanti nenek kakek pada nyayi pada joged bareng gitu biar pada seneng.” 5 Bimbingan merupakan usaha membantu orang lain dengan mengungkapkan dan membangkitkan potensi yang dimilikinya. Sehingga dengan potensi itu, ia akan memiliki kemampuan untuk mengembangkan dirinya secara wajar dan optimal, yakni dengan cara memahami dirinya, mengenal lingkungannya, mengarahkan dirinya, mampu mengambil keputusan untuk hidupnya, dan dengannya ia akan dapat mewujudkan kehidupan yang baik, berguna, dan bermanfaat di masa kini dan masa yang akan datang. 6 Tujuan dengan adanya kegiatan-kegiatan positif tersebut di harapkan lansia bisa melupakan masalah-masalah yang ada dibenaknya dan merubah pola pikirnya ke arah yang lebih maju. Masalah seperti rasa tersisih, tidak dibutuhkan lagi, ketidakikhlasan menerima kenyataan, khawatir, kesepian, depresi, kecemasan menghadapi kematian, merupakan sebagian kecil yang harus dihadapi para lansia. Satu sebab rasa tidak bahagia adalah cara berfikir yang negatif terhadap diri mereka sendiri dan orang lain. Mereka percaya hidup sendirian itu mengerikan dan merasa cemas sebab bertambah tua tanpa keluarga atau seorangpun yang dicintai. 5 Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Sumaryati.S.Ap penanggung jawab RPLU Jelambar,Jakarta 29 September 2014. 6 M. Lutfi, Dasar-dasar bimbingan dan penyuluhan konseling islam, Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah 2008, h.6.