dalam penelitian Deshpande 2009 yang sama-sama menggunakan eceng gondok sebagai sumber karbon dan mikroba Trichoderma reesei, hanya praperlakuan yang
dilakukannya adalah praperlakuan kimia yang menghasilkan limbah kimia sehingga kurang ramah lingkungan.
Penggunaan mix kultur mikroba menghasilkan aktivitas selulolitik enzim lebih rendah dari mono kultur mikroba. Nilai aktivitas tersebut disebabkan oleh
keterbatasan nutrisi yang digunakan oleh kedua mikroba sehingga tidak maksimal dalam memproduksi enzim selulase, sejalan dengan ini dalam tulisannya, Brijwani
dan Vadlani 2011 juga memperoleh hasil yang lebih rendah dalam produksi enzim selulase menggunakan mix kultur Trichoderma reesei dan Aspergillus oryzae.
Aktivitas maksimum dalam penelitiannya juga dicapai pada fermentasi dengan penggunaan mikroba mono kultur Aspergillus oryzae.
4.6 Pengaruh Variasi Moisture Content Terhadap Aktivitas Enzim Selulase
Kelembaban moisture adalah faktor yang sangat signifikan pada proses Solid State Fermentation SSF seperti yang dilakukan dalam penelitian ini. Kadar
kelembaban moisture content ini membuat utilisasi substrat lebih baik oleh mikroorganisme dan mengefisiensikan perpindahan massa pada partikel solid
bergantung pada karakteristik substrat dan kelembaban yang sesuai Liu dan Yang, 2007. Gambar 4.7 berikut menghubungkan pengaruh moisture content terhadap
aktivitas enzim selulase.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.7 Pengaruh Variasi Moisture Content Terhadap Aktivitas Enzim Selulase pada t = 7 Hari dengan Mikroba Aspergillus niger
Pada penelitian ini diketahui bahwa kecenderungan grafik pada moisture content 65 - 75 pada sampel fisik dan 65 - 80 pada sampel biologi adalah
keadaan paling baik untuk pertumbuhan dan pemicu produksi enzim selulase, hal ini disebabkan oleh porositas dan kemampuan biomassa mengikat air sehingga mikroba
dapat tumbuh di solid matriks Rahardjo dkk, 2005. Pada penelitian ini hasil terbaik dari aktivitas enzim yaitu pada moisture
content 75 untuk sampel fisik dan moisture content 80 untuk sampel biologi. Hal ini sejalan dengan beberapa penelitian oleh beberapa peneliti Brijwani dan Vadlani,
2011; Kumar dkk, 2011. Moisture content dengan kadar rendah mengurangi pembengkakan substrat, difusi nutrien dan kelarutan substansi padatan. Fakta ini
menyebabkan ketidakcukupan suplai nutrien untuk mikro organisme yang 0.00
0.05 0.10
0.15 0.20
0.25
65 70
75 80
85 A
kt ivi
ta s E
nz im
IU m
l
Moisture Content praperlakuan fisik
praperlakuan biologi
Universitas Sumatera Utara
mengakibatkan penurunan pertumbuhan mikroba dan produksi enzim Prior dkk, 1992.
4.7 Pengaruh Variasi Waktu Fermentasi Incubation Period Terhadap
Aktivitas Enzim Selulase Waktu fermentasi untuk memproduksi enzim selulase merupakan salah satu
aspek esensial karena pertumbuhan mikroba berpengaruh pada produksi enzim Singh, 2009.
Gambar 4.8 menunjukkan hubungan pengaruh variasi waktu fermentasi terhadap aktivitas enzim selulase. Pada gambar menunjukkan kenaikan
nilai aktivitas enzim dari hari ke-3 baik dari sampel fisik maupun biologi hingga mencapai keadaan optimum di hari ke-7 fermentasi. Setelah hari ke-7 penurunan
secara signifikan terjadi dan hal yang serupa juga dilaporkan Devi dan Kumar 2012 dalam produksi selulase dengan substrat limbah serbuk gergaji dan kertas yang
mencapai hasil optimum pada hari ke-7 kemudian penurunan secara signifikan terjadi setelah hari ke-8. Di penelitian lainnya, produksi enzim selulase dilaporkan terjadi
pada keadaan optimum di hari ke-7 fermentasi kemudian turun pada hari ke-8 hingga hari ke-11 fermentasi, dan selanjutnya produksi selulase mengalami peningkatan
lebih besar dari hasil hari ke-7 hingga puncaknya di hari ke-15 fermentasi Deshpande, 2009. Hari ke-6 dan ke-7 adalah waktu terbaik untuk perkecambahan
spora dan pembentukan miselia sekaligus produksi enzim selulase Deshpande, 2009.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.8 Pengaruh Variasi Waktu Fermentasi terhadap Aktivitas Enzim Selulase dari Crude Enzim dengan Fermentasi Sampel Moisture Content 75
untuk Sampel Fisik dan 80 untuk Sampel Biologi. Waktu fermentasi ini juga berhubungan dengan tahapan dalam pertumbuhan
mikroba. Pada fase stasioner mikroba berada pada fase stag, dimana nutrisi sudah mulai habis dan ini memicu mikroba untuk menghasilkan enzim selulase yang
digunakan untuk memecah gusus selulosa menjadi gugus sederhananya yaitu glukosa. Bukan hanya enzim selulase tetapi banyak enzim lainnya dimana bagi mikroba lain
yang tumbuh bersama dapat menjadi toksinanti biotik sehingga dapat melumpuhkan mikroba lain Griffin, 1996. Cara ini digunakan untuk mempertahankan hidupnya,
sehingga pada penelitian ini hari ke-7 fermentasi yang merupakan waktu optimum aktivitas selulase dianggap sebagai fase stationer.
4.8 Respon Maksimum Aktivitas Enzim Selulase