Pola Interaksi Internal Masyarakat Pemukiman Kumuh (Studi deskriptif: Jl. Juanda Kelurahan Jati Kecamatan Medan Maimun)

(1)

Skripsi

POLA INTERAKSI INTERNAL MASYARAKAT PEMUKIMAN KUMUH (Studi deskriptif: Jl. Juanda Kelurahan Jati Kecamatan Medan Maimun)

Di susun Oleh :

Ester Verawaty Pasaribu 070901018

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(2)

LEMBAR PERSETUJUAN Skripsi ini disetujui oleh :

Nama : Ester Verawaty Pasaribu

NIM : 070901018

Departemen : Sosiologi

Judul : POLA INTERAKSI INTERNAL MASYARAKAT PEMUKIMAN KUMUH

(STUDI DESKRIPTIF : JL. JUANDA KELURAHAN JATI KECAMATAN MEDAN MAIMUN)

Dosen Pembimbing Ketua Departemen

(Dra. Linda Elida, M.Si) (Dra. Lina Sudarwati, M.Si) NIP. 131967683 NIP. 19660318 198903 2 001

Dekan

(Prof. Dr. Badaruddin, M.Si) NIP. 19680525 199203 1 002


(3)

ABSTRAK

Kota Medan sebagai kota terbesar ke tiga di Indonesia tidak terlepas dari masalah kebutuhan dan permukiman. Tingginya tingkat pertumbuhan penduduk ditambah dengan jumlah rumah yang dianggap belum layak dan arus urbanisasi menyebabkan kota Medan semakin kekurangan perumahan dan permukiman terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Pertumbuhan kota yang cenderung cepat mengakibatkan kota tidak mampu menyediakan prasarana dan sarana yang layak dan memadai bagi kehidupan masyarakat, seperti sarana kesehatan, penerangan, terutama perumahan. Ketidakmampuan menyediakan sarana perumahan yang memadai ini menimbulkan adanya pemukiman-pemukiman kumuh. Pemukiman kumuh banyak ditemukan di kota Medan salah satu diantaranya adalah pemukiman yang dekat dengan bantaran sungai Deli yaitu pemukiman yang berada pada kelurahan Jati Kecamatan Medan Maimun. Interaksi dapat ditemukan pada masyarakat ini adalah ketika berada di bantaran sungai. Aktifitas-aktifitas yang mereka lakukan seperti mandi di air sungai, memberihkan peralatan dapur. Ketika melakukan aktifitas tersebut mereka saling berinteraksi.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan studi deskriptif. Adapun yang menjadi lokasi penelitiannya adalah di Jl. Juanda kelurahan Jati Kecamatan Medan Maimun. Adapun yang menjadi popoulasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang bertempat tinggal pada pemukiman kumuh di kelurahan Jati Kecamatan Medan Maimun. Pengumpulan data yang digunakan adalah dengan menyebarkan kuesioner dan observasi (pengamatan).

Peneliti menemukan interaksi yang trjadi pada masyarakat pemukiman kumuh ini merupakan Interaksi yang terjadi pada masyarakat pemukiman kumuh ini merupakan interaksi yang terjadi tanpa memperhatikan indikator seperti jenis kelamin, usia, pendidikan, agama, status perkawinan, status sosial ekonomi dan memiliki tingkat kenyamanan tersendiri dalam berinteraksi. Hal tersebut dapat dilihat pada penyajian data yang memiliki persentase 99% memiliki sikap netral terhadap indikator dalam berinteraksi. Masyarakat pemukiman kumuh ini menyadari pentingnya berinteraksi antara yang satu dengan lainnya karena di dalam kehidupan tidak akan mungkin dapat hidup sendiri. Pola interaksi yang terjadi dalam masyarakat ini merupakan pola interaksi yang didasarkan pada kepedulian antara yang satu dengan yang lain dan kerjasama yang dilakukan. Kepedulian tersebut dapat dilihat dari bahu-membahu meringankan beban dan penderitaan orang lain sedangkan kerjasama yang dilakukan benar-benar kerjasama yang dilakukan dengan tulus hati seperti kerjasama di dalam kebersihan lingkungan, keamanan lingkungan, keaktifan dalam berbagai acara seperti acara perkawinan, acara adat, dan acara keagamaan.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus , karena berkat, rahmat dan karuniaNya, sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Pola Interaksi Internal Masyarakat Pemukiman Kumuh (Studi Deskriptif : Jl. Juanda Kelurahan Jati Kecamatan Medan Maimun)”.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 dengan gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Departemen Sosiologi Universitas Sumatera Utara. Dalam proses penyelesaian skripsi ini penulis telah banyak menerima bantuan baik berupa waktu, tenaga, pemikiran, kritikan, saran, kerjasama dalam penelitian ini.

Maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan ungkapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memotivasi penulis baik secara material maupun spiritual terutama kepada :

1. Kedua orangtua yang saya sangat sayangi dan sangat saya cintai. Terimakasih buat Ayahanda St. Tumpal Pasaribu, SP.d dan Ibunda Debora Sitorus, SP.d yang selalu memberikan motivasi, semangat kepada ananda dan doa-doa yang selalu kalian panjatkan. Terimakasih buat cinta dan kasih yang selalu kalian berikan. Ananda berharap Tuhan yang akan memberikan kasih dan berkat yang terus melimpah buat keluarga kita.

2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.


(5)

3. Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si sebagai Ketua Departemen Sosiologi sekaligus Dosen Wali yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis selama kuliah di Departemen Sosiologi.

4. Ibu Dra. Linda Elida, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan dan menyumbangkan ide-ide serta saran dan kritikan dari awal penulisan hingga penyelesaian skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu dosen dan staf di Departemen Sosiologi yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama menuntut ilmu di Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

6. Untuk Kak Feni dan Kak Bety, terima kasih karena selalu memberikan kemudahan dalam urusan administrasi kuliah.

7. Kepada seluruh responden dalam penelitian ini yaitu masyarakat kelurahan Jati.

8. Untuk Kakak, abang dan adikku tersayang, Martha Junita Pasaribu, SP.d, Daniel Fresly Pasaribu, Amd, Josua Fransen Pasaribu dan Marthin Fernando Pasaribu terima kasih telah memberikan nasehat dan doanya.

9. Buat Ayu Wulandari dan Rini Syahfitri terima kasih atas waktu yang telah kita lewati bersama dalam suka dan duka tetap setia walaupun berbeda.

10.Buat teman-teman stambuk 2007 terimakasih buat semangat dan dukungan kalian.

11.Buat senior dan junior Departemen Sosiologi terimakasih buat motivasi dan doa yang kalian berikan.


(6)

12.Untuk teman-teman Naposo Bulung HKBP Perumnas Batu Onom yang selalu memberikan motivasi, semangat dan selalu mendoakan penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa di dalam penelitian dan penyelesaian skripsi ini masih terdapat ketidaksempurnaan. Namun penulis berharap agar skripsi ini nantinya dapat bermanfaat bagi pembaca. Semoga penelitian ini dapat pula menjadi pedoman pada penelitian-penelitian selanjutnya.

Medan, September 2011


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAKSI ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ...1

1.2. Perumusan Masalah ...8

1.3. Tujuan Penelitian ...8

1.4. Manfaat Penelitian ...8

1.5. Kerangka Teori ...9

1.6. Defenisi Konsep ...11

1.7. Operasional Variabel...13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Interaksi sosial... 17

2.2. Interaksionisme Simbolik ... 18

2.3. Kerjasama... 20

2.4. Assimilasi... 22

2.5. Akulturasi ... 26


(8)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian ...32

3.2. Lokasi Penelitian...32

3.3. Populasi dan Teknik Penarikan Sampel 3.3.1. Populasi ...33

3.3.2. Sampel ...34

3.3.3. Purposive Sampling ...35

3.4. Teknik Pengumpulan Data 3.4.1. Data primer ...36

3.4.2. Data sekunder...36

3.5. Teknik Analisis Data ...37

3.6. Jadwal Kegiatan ...38

3.7. Keterbatasan Penelitian...38

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA PENELITIAN 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ...40

4.2. Penyajian Data Penelitian ... 45

4.2.1. Karakteristik Responden ... 50

4.2.2. Keadaan sosial Responden... 58

4.3. Analisa Data ... 100


(9)

5.1. Kesimpulan ... 104 5.2. Saran... 105

DAFTAR PUSTAKA


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Jadwal Kegiatan Penelitian ... 38

Tabel 4.1. Jumlah penduduk berdasarkan agama... 45

Tabel 4.2. Jumlah penduduk berdasarkan pendidikan terakhir... 46

Tabel 4.3. Jumlah penduduk berdasarkan suku... 47

Tabel 4.4. Jumlah Lembaga Pendidikan ... 48

Tabel 4.5. Jumlah rumah ibadah ... 49

Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Usia... 51

Tabel 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 52

Tabel 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Status Perkawinan... 53

Tabel 4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Anak ... 54

Tabel 5.0. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 55

Tabel 5.1. Distribusi Responden Berdasarkan Agama/Kepercayaan... 56

Tabel 5.2. Distribusi Responden Berdasarkan Suku/Etnis... 57

Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Waktu Tinggal ... 58

Tabel 5.4. Distribusi Responden Berdasarkan Saling Mengenal ... 59

Tabel 5.5. Distribusi Responden Berdasarkan Keeratan Hubungan ... 61

Tabel 5.6. Distribusi Responden Berdasarkan Memberikan Bantuan ... 62

Tabel 5.7. Distribusi Responden Berdasarkan Menerima Bantuan ... 63

Tabel 5.8. Distribusi Responden Berdasarkan Intensitas Mengunjungi ... 64


(11)

Tabel 6.0. Distribusi Responden Berdasarkan Interaksi memperhatikan Jenis Kelamin... 66 Tabel 6.1. Distribusi Responden Berdasarkan Interaksi memperhatikan Usia ... 67 Tabel 6.2. Distribusi Responden Berdasarkan Interaksi memperhatikan

pendidikan ... 68 Tabel 6.3. Distribusi Responden Berdasarkan Interaksi memperhatikan

suku bangsa ... 70 Tabel 6.4. Distribusi Responden Berdasarkan Interaksi memperhatikan status

perkawinan... 71 Tabel 6.5. Distribusi Responden Berdasarkan Interaksi memperhatikan

agama ... 72 Tabel 6.6. Distribusi Responden Berdasarkan Interaksi memperhatikan status sosial

ekonomi ... 73 Tabel 6.7. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Kenyamanan Berinteraksi

Menurut Jenis Kelamin ... 74 Tabel 6.8. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Kenyamanan Berinteraksi

Menurut Usia ... 75 Tabel 6.9. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Kenyamanan Berinteraksi

Menurut Pendidikan... 76 Tabel 7.0. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Kenyamanan Berinteraksi

Menurut Suku Bangsa... 78 Tabel 7.1. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Kenyamanan Berinteraksi


(12)

Tabel 7.2. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Kenyamanan Berinteraksi Menurut Pendapatan ... 80 Tabel 7.3. Distribusi Responden Berdasarkan Keaktifan Kerjasama Pada Acara

Perkawinan... 81 Tabel 7.4. Distribusi Responden Berdasarkan Keaktifan Kerjasama Pada Acara

Kematian ... 82 Tabel 7.5. Distribusi Responden Berdasarkan Keaktifan Kerjasama Pada Acara

Adat... 84 Tabel 7.6. Distribusi Responden Berdasarkan Keaktifan Kerjasama Pada Acara

Keagamaan... 85 Tabel 7.7. Distribusi Responden Berdasarkan Keaktifan Kerjasama Pada Acara

Kebersihan Lingkungan ... 86 Tabel 7.8. Distribusi Responden Berdasarkan Keaktifan Kerjasama Pada Acara

Keamanan Lingkungan ... 87 Tabel 7.9. Distribusi Responden Berdasarkan Mempelajari Budaya ... 88 Tabel 8.0. Distribusi Responden Berdasarkan Kebebasan Berbudaya ... 89 Tabel 8.1. Distribusi Responden Berdasarkan Konflik Setelah Kebebasan

Berbudaya ... 90 Tabel 8.2. Distribusi Responden Berdasarkan Konflik Internal (dalam rumah

tangga) ... 91 Tabel 8.3. Distribusi Responden Berdasarkan Konflik antara warga ... 92 Tabel 8.4. Distribusi Responden Berdasarkan Konflik Antara


(13)

Tabel 8.5. Distribusi Responden Berdasarkan Konflik Antara

Kelompok Tertentu ... 93 Tabel 8.6. Distribusi Responden Berdasarkan Memiliki Anak... 94

Tabel 8.7. Distribusi Responden Berdasarkan Memiliki Anak... 95 Tabel 8.8. Distribusi Responden Berdasarkan Mendampingi

Anak Dalam Bepergian ... 96 Tabel 8.9. Distribusi Responden Berdasarkan Mengantar

Anak Kesekolah Dan Menjemput Anak Dari Sekolah ... 97 Tabel 9.0. Distribusi Responden Berdasarkan Mendampingi

Anak Sewaktu Belajar (Mengerjakan Pekerjaan Rumah)... 98 Tabel 9.1. Distribusi Responden Berdasarkan Memberikan Motivasi


(14)

ABSTRAK

Kota Medan sebagai kota terbesar ke tiga di Indonesia tidak terlepas dari masalah kebutuhan dan permukiman. Tingginya tingkat pertumbuhan penduduk ditambah dengan jumlah rumah yang dianggap belum layak dan arus urbanisasi menyebabkan kota Medan semakin kekurangan perumahan dan permukiman terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Pertumbuhan kota yang cenderung cepat mengakibatkan kota tidak mampu menyediakan prasarana dan sarana yang layak dan memadai bagi kehidupan masyarakat, seperti sarana kesehatan, penerangan, terutama perumahan. Ketidakmampuan menyediakan sarana perumahan yang memadai ini menimbulkan adanya pemukiman-pemukiman kumuh. Pemukiman kumuh banyak ditemukan di kota Medan salah satu diantaranya adalah pemukiman yang dekat dengan bantaran sungai Deli yaitu pemukiman yang berada pada kelurahan Jati Kecamatan Medan Maimun. Interaksi dapat ditemukan pada masyarakat ini adalah ketika berada di bantaran sungai. Aktifitas-aktifitas yang mereka lakukan seperti mandi di air sungai, memberihkan peralatan dapur. Ketika melakukan aktifitas tersebut mereka saling berinteraksi.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan studi deskriptif. Adapun yang menjadi lokasi penelitiannya adalah di Jl. Juanda kelurahan Jati Kecamatan Medan Maimun. Adapun yang menjadi popoulasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang bertempat tinggal pada pemukiman kumuh di kelurahan Jati Kecamatan Medan Maimun. Pengumpulan data yang digunakan adalah dengan menyebarkan kuesioner dan observasi (pengamatan).

Peneliti menemukan interaksi yang trjadi pada masyarakat pemukiman kumuh ini merupakan Interaksi yang terjadi pada masyarakat pemukiman kumuh ini merupakan interaksi yang terjadi tanpa memperhatikan indikator seperti jenis kelamin, usia, pendidikan, agama, status perkawinan, status sosial ekonomi dan memiliki tingkat kenyamanan tersendiri dalam berinteraksi. Hal tersebut dapat dilihat pada penyajian data yang memiliki persentase 99% memiliki sikap netral terhadap indikator dalam berinteraksi. Masyarakat pemukiman kumuh ini menyadari pentingnya berinteraksi antara yang satu dengan lainnya karena di dalam kehidupan tidak akan mungkin dapat hidup sendiri. Pola interaksi yang terjadi dalam masyarakat ini merupakan pola interaksi yang didasarkan pada kepedulian antara yang satu dengan yang lain dan kerjasama yang dilakukan. Kepedulian tersebut dapat dilihat dari bahu-membahu meringankan beban dan penderitaan orang lain sedangkan kerjasama yang dilakukan benar-benar kerjasama yang dilakukan dengan tulus hati seperti kerjasama di dalam kebersihan lingkungan, keamanan lingkungan, keaktifan dalam berbagai acara seperti acara perkawinan, acara adat, dan acara keagamaan.


(15)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Perumahan dan pemukiman adalah salah satu masalah yang dihadapi oleh kota-kota besar pada negara yang sedang berkembang. Kota Medan sebagai kota terbesar ke tiga di Indonesia tidak terlepas dari masalah kebutuhan perumahan dan permukiman ini. Kota Medan dengan luas wilayah 265,10 km2 mempunyai jumlah penduduk 2.097.610 jiwa dan dengan tingkat pertumbuhan penduduk sebesar 1,28% pertahun. Menurut Data Sumatera Utara Dalam Angka tahun 2010 dari jumlah penduduk tersebut 7,17 % diantaranya adalah penduduk miskin dengan kondisi rumah yang masih belum dianggap layak adalah sebesar 24,28 %. Tingginya tingkat pertumbuhan penduduk ditambah dengan jumlah rumah yang dianggap belum layak dan arus urbanisasi menyebabkan Kota Medan semakin kekurangan perumahan dan permukiman terutama bagi golongan masyarakat berpenghasilan rendah.

Kota Medan merupakan salah satu kota besar di Indonesia. Medan memiliki gedung-gedung yang bertingkat, memiliki mall yang megah. Dibalik hal tersebut terdapat juga pemukiman kumuh yang letaknya tidak berjauhan dari gedung-gedung dan mall tersebut. Pertumbuhan kota yang cenderung cepat mengakibatkan kota tidak mampu menyediakan sarana dan prasarana yang layak dan memadai bagi kehidupan masyarakat, seperti sarana kesehatan, penerangan, terutama perumahan. Ketidakmampuan menyediakan sarana perumahan yang memadai ini menimbulkan adanya pemukiman–pemukiman kumuh. Menurut Direktorat Jenderal Pembangunan


(16)

Daerah-Departemen Dalam Negeri, suatu permukiman atau daerah perkampungan dinyatakan kumuh dan miskin memiliki beberapa kriteria sebagai berikut :

1. Kriteria sosial ekonomi

Kriteria sosial ekonomi dapat dilihat dari sebagian besar penduduknya berpenghasilan dan berpendidikan rendah, sebagian besar penduduknya bekerja di sektor informal kota, lingkungan pemukiman, rumah, fasilitas dan prasarana dibawah standar minimal sebagai tempat bermukim misalnya kepadatan penduduk yang tinggi >200 jiwa/ha, kepadatan bangunan >110 bangunan/ha, kondisi fasilitas lingkungan terbatas, kawasan permukiman rawan terhadap banjir.

2. Kriteria dari letak lokasi

Kriteria dari letak lokasinya seperti lokasi pemukiman kumuh berada di lokasi sangat strategis dalam mendukung fungsi kota yang direncanakan sebagai bangunan komersial, lokasi pemukiman kumuh yang kurang strategis mendukung fungsi kota yang dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat kota dan lingkungan pemukiman kumuh yang terletak di loksi berbahaya menurut rencana induk kota areal diperuntukkan bagi jalur pengaman seperti bantaran sungai, jalan kereta api, jalur listrik tegangan tinggi .

3. Kriteria berdasarkan jenis dan aktifitas pekerjaan penduduk permukiman kumuh


(17)

Jenis dan aktifitas pekerjaan pemukiman kumuh dilakukan umumnya tidak terorganisir, tidak menentu jumlah jam kerjanya, tidak ada perlindungan/ peraturan dari pemerintah, jenis usaha umumnya berskala kecil yang sangat tergantung pada teknologi sederhana, usaha merupakan milik keluarga, lokasi umumnya bersifat sementara yang menyatu dengan tempat tinggal, kualifikasi/ keterampilan diperoleh di luar pendidikan formal dan dalam pelaksanaan usaha belum menggunakan sistem manajemen. (Error! Hyperlink reference not valid. diakses pada tanggal 21 september 2010, pukul 10.52 wib).

Masyarakat yang tinggal di kelurahan Jati memiliki tingkat pendidikan rata-rata hanya sampai sekolah menengah atas, kemudian rata-rata-rata-rata dari masyarakat memiliki pekerjaan hanya sebagai tukang becak dengan pendapatan yang tidak menentu. Apabila dilihat dari jenis usaha dikategorikan sebagai usaha berskala kecil dan menyatu dengan tempat tinggal seperti menjual makanan ringan ataupun kedai kopi. Hal ini sangat tidak layak apabila dilihat dari segi lokasi dimana masyarakat yang juga bertempat tinggal di sekitar bantaran sungai Deli yang sudah tercemar oleh sampah rumah tangga dan kotoran lainnya.

Pemukiman kumuh yang berada di Jl. Juanda merupakan salah satu pemukiman kumuh yang berada di kota Medan. Pemukiman ini letaknya dekat dengan sungai yang sebenarnya tidak layak digunakan oleh masyarakat sekitar. Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan, sungai ini tetap digunakan oleh masyarakat tersebut. Masyarakat menggunakan air sungai tersebut untuk mandi yang biasanya dilakukan oleh anak-anak dan digunakan untuk membersihkan peralatan


(18)

dapur yang dilakukan oleh kaum ibu. Masyarakat saling berinteraksi di sungai tersebut, misalnya hal yang dilakukan ibu-ibu sewaktu berada di sungai tersebut yaitu bercerita hal-hal yang sederhana seperti masakan apa yang hendak dimasak, bercerita mengenai kehidupan keluarga mereka. Di bantaran sungai merupakan salah satu tempat masyarakat Kelurahan Jati berinteraksi. Bukan hanya itu yang terdapat pada pemukiman kumuh ini, terdapat juga banyak tumpukan sampah di ujung jalan yang sangat bau dan kotor. Di tempat tumpukan sampah ini juga masyarakat Kelurahan Jati berinteraksi. Hal yang biasa dilakukan oleh masyarakat di tempat tumpukan sampah ini adalah mengumpulkan barang-barang bekas yang masih dapat dipergunakan dan juga dapat dijual. Sewaktu mengumpulkan barang-barang bekas tersebut, masyarakat tesebut berinteraksi baik itu berkompetisi untuk memperoleh barang bekas dan juga saling bersenda gurau.

Manusia sebagai makhluk sosial dalam kehidupannya mempunyai kebutuhan– kebutuhan, baik kebutuhan material maupun spiritual. Kebutuhan itu bersumber dari dorongan-dorongan alamiah yang dimiliki setiap manusia semenjak dilahirkan. Lingkungan hidup merupakan sarana di mana manusia berada sekaligus menyediakan kemungkinan-kemungkinan untuk dapat mengembangkan kebutuhan-kebutuhan. Oleh karena itu, antara manusia dengan lingkungan hidup terdapat hubungan yang saling mempengaruhi. Hubungan-hubungan sosial yang terjadi secara dinamis yang menyangkut hubungan antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok dan berhubungan satu dengan yang lain disebut dengan interaksi sosial.


(19)

Interaksi sosial adalah syarat utama bagi terjadinya aktifitas sosial dan hadirnya kenyataan sosial, kenyataan sosial didasarkan pada motivasi individu dan tindakan-tindakan sosialnya. Ketika berinteraksi seorang individu atau kelompok sosial sebenarnya tengah berusaha atau belajar bagaimana memahami tindakan sosial seorang individu atau kelompok sosial lain. Interaksi sosial akan berjalan dengan tertib dan teratur dan anggota masyarakat bisa berfungsi secara normal, yang diperlukan bukan hanya kemampuan untuk bertindak sesuai dengan konteks sosialnya, tetapi juga memerlukan kemampuan untuk menilai secara objektif perilaku pribadinya dipandang dari sudut sosial masyarakatnya. Manusia telah mempunyai naluri untuk bergaul dengan sesamanya semenjak dia dilahirkan di dunia. Hubungan dengan sesamanya merupakan suatu kebutuhan bagi setiap manusia, oleh karena dengan pemenuhan kebutuhan tersebut dia akan mendapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan lainnya. Tanpa berhubungan atau melakukan interaksi dengan manusia lain tidak akan bertahan hidup.

Interaksi sosial adalah hubungan timbal balik antara individu dengan individu, individu dengan kelompok dan antara kelompok dengan kelompok. Interaksi sosial merupakan proses komunikasi diantara orang-orang untuk saling mempengaruhi perasaan, pikiran dan tindakan. Interaksi sosial akan berlangsung apabila seorang individu melakukan tindakan dan dari tindakan tersebut menimbulkan reaksi individu yang lain. Interaksi sosial terjadi jika dua orang atau lebih saling berhadapan, bekerja sama, berbicara, berjabat tangan atau bahkan terjadi persaingan dan pertikaian.Interaksi sosial merupakan hubungan tersusun dalam bentuk tindakan berdasarkan norma dan nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat. Dan disinilah


(20)

dapat kita amati atau rasakan bahwa apabila sesuai dengan norma dan nilai dalam masyarakat, interaksi tersebut akan berlangsung secara baik, begitu pula sebaliknya, manakala interaksi sosial yang dilakukan tidak sesuai dengan norma dan nilai dalam masyarakat, interaksi yang terjadi kurang berlangsung dengan baik. ( Soekanto, 2009;67)

Secara teoritis, sekurang-kurangnya ada dua syarat bagi terjadinya suatu interaksi sosial, yaitu terjadinya kontak sosial dan komunikasi. Terjadinya suatu kontak sosial tidaklah semata-mata tergantung dari tindakan, tetapi juga tergantung kepada adanya anggapan terhadap tindakan tersebut. Sedangkan aspek terpenting dari komunikasi adalah bila seseorang memberikan tafsiran pada sesuatu atau perikelakuan orang lain. Dalam komunikasi sering kali muncul berbagai macam penafsiran terhadap makna sesuatu atau tingkahlaku orang lain yang mana itu semua ditentukan oleh perbedaan konteks sosialnya. Komunikasi melalui isyarat-isyarat sederhana adalah paling elementer dan yang paling pokok dalam komunikasi. Tetapi, pada masyarakat manusia “isyarat” komunikasi yang dipakai tidaklah terbatas pada bentuk komunikasi ini. Hal ini disebabkan karena manusia mampu menjadi objek untuk dirinya sendiri (dan juga sebagai subjek yang bertindak) dan melihat tindakan-tindakannya seperti orang lain dapat melihatnya. Dengan kata lain, manusia dapat membayangkan dirinya secara sadar dalam perilakunya dari sudut pandang orang lain. Sebagai akibatnya, mereka dapat mengonsentrasikan perilakunya dengan sengaja untuk membangkitkan tipe respons tertentu dari orang lain. . ( Bagong, 2004; 16)


(21)

Faktor-faktor yang mendasari proses terbentuknya interaksi sosial adalah imitasi yaitu proses sosial atau tindakan seseorang untuk meniru orang lain, baik sikap penampilan, gaya hidupnya, bahkan apa-apa yang dimilikinya; indentifikasi yaitu adalah upaya yang dilakukan oleh seorang individu untuk menjadi sama (identik) dengan individu lain yang ditirunya; sugesti adalah rangsangan, pengaruh, stimulus yang diberikan sesorang individu kepada individu lain sehingga orang yang diberi sugesti menuruti atau melaksanakan tanpa berpikir kritis dan rasional; motivasi yaitu rangsangan pengaruh, stimulus yang diberikan seorang individu kepada individu lain, sehingga orang yang diberi motivasi menuruti tahu melaksanakan apa yang dimotivasikan; simpati adalah proses kejiwaan, dimana seorang individu merasa tertarik kepada seseorang atau kelompok orang, karena sikapnya, penampilannya, wibawanya atau perbuatannya yang sedemikian rupa dan empati yaitu mirip dengan simpati, akan tetapi tidak semata-mata perasaan kejiwaan saja. Empati dibarengi dengan perasaan organisme tubuh yang sangat intens/dalam. ( Soekanto, 2009; 70)

Semua manusia yang hidup di dunia ini pasti akan melakukan yang namanya interaksi. Sama seperti masyarakat yang bertempat tinggal di pemukiman kumuh juga melakukan interaksi terhadap sesamanya di lingkungan sekitar dimana dia hidup. Untuk itu, peneliti ingin meneliti bagaimana interaksi yang terjadi pada masyarakat pemukiman kumuh.


(22)

1.2. Rumusan masalah

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dalam latar belakang masalah tersebut, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Faktor sosial apa saja yang kontributif pada pola interaksi sosial masyarakat pemukiman kumuh ?

2. Bagaimana pola interaksi yang terjadi pada masyarakat pemukiman kumuh tersebut?

1.3. Tujuan Penelitian

Didalam sebuah penelitian, memang membutuhkan cara pandang tujuan. Yang menjadi tujuan penelitian ini adalah

1. Untuk mengetahui faktor sosial yang kontributif pada pola interaksi sosial masyarakat pemukiman kumuh tersebut.

2. untuk mengetahui bagaimana pola interaksi yang terjadi di pemukiman kumuh tersebut.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memperkaya teori, menambah wawasan dan pengetahuan yang lebih mendalam tentang pola interaksi internal masyarakat pemukiman kumuh kepada penulis dan juga pembaca serta dapat memberikan sumbangan bagi ilmu sosial lainnya.


(23)

b. Manfaat Praktis

Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan kemampuan kajian ilmiah bagi penulis dan mampu juga sebagai referensi dan rujukan penelitian yang terkait dalam penitian ini.

1.5. Kerangka Teori

Interaksi sosial adalah proses saling mempengaruhi dalam hubungan timbal balik antara individu dengan individu,individu dengan suatu kelompok, suatu kelompok dengan kelompok lain. Interaksi berasal dari kata action yang berarti tindakan, inter artinya berbalas-balasan. Interaksi sosial dapat disebut juga proses orang-orang yang berkomunikasi, saling mempengaruhi dalam pikiran dan tindakan. Interaksi dapat terjadi karena adanya kontak sosial dan komunikasi. Jadi, interaksi sosial adalah proses dimana orang-orang yang menjalin kontak dan berkomunikasi saling pengaruh mempengaruhi dalam pikiran dan tindakan. Interaksi terjadi antara individu dengan individu, antara individu dengan kelompok, dan antara kelompok dengan kelompok, dan antara kelompok dengan kelompok. Yang terpenting dalam interaksi sosial adalah pengaruh timbal balik. Interaksi tidak mungkin terjadi apabila tidak memenuhi syarat yaitu kontak dan komunikasi. Interaksi sosial dapat kita lihat secara nyata diinstitusi keluarga. ( http://www.scribd.com/doc/12892816/Interaksi-Sosial diakses pada tanggal 10 Mei 2011, pukul 13.05 wib).

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Menurut Salvicion dan Celis (1998) di dalam


(24)

keluarga terdapat dua atau lebih dari dua pribadi yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan, di hidupnya dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan. (http://id.wikipedia.org/wiki/Keluarga diakses pada tanggal 10 Mei 2011, pukul 12.59). Fungsi keluarga beberapa diantaranya adalah untuk mengatur penyaluran dorongan seks; reproduksi berupa pengembangan keturunan pun selalu dibatasi dengan aturan yang menempatkan kegiatan ini dalam keluarga; keluarga berfungsi untuk menyosialisasikan anggota baru masyarakat sehingga dapat memerankan apa yang diharapkan darinya,keluarga mempunyai fungsi afeksi yaitu keluarga memberikan cinta kasih kepada seorang anak; keluarga memberikan status kepada seorang anak bukan hanya status yang diperoleh seperti status yang terkait dengan jenis kelamin, urutan kelahiran dan hubungan kekerabatan tetapi juga termasuk di dalamnya status yang diperoleh orang tua yaitu status kelas sosial tertentu; keluarga memberikan perlindungan kepada anggotanya, baik perlindungan fisik maupun yang bersifat kejiwaan. ( Sunarto 2004: 64). Intitusi keluarga merupakan ruang lingkup yang dapat kita lihat terjadinya interaksi sosial. Selain itu, ruang lingkup lain yang dapat kita lihat terjadinya interaksi sosial adalah masyarakat.

Marion Levy mengemukakan empat kriteria yang perlu dipenuhi agar dapat disebut masyarakat yaitu kemampuan bertahan melebihi masa hidup seorang individu, rekrutmen seluruh atau sebagian anggota melalui reproduksi, kesetiaan pada suatu sistem tindakan utama bersama, adanya sistem tindakan utama yang bersifat


(25)

swasembada. Inkeles mengemukakan suatu kelompok hanya dapat kita namakan masyarakat bila kelompok tersebut memenuhi kriteria tersebut atau bila kelompok tersebut dapat bertahan stabil untuk beberapa generasi walaupun sama sekali tidak ada orang atau kelompok lain di luar kelompok tersebut.

Seseorang tokoh sosiologi modern, Talcott Parsons pun merumuskan kriteria adanya masyarakat. Menurutnya masyarakat ialah suatu sistem sosial yang swasembada, melebihi masa hidup individu normal, dan merekrut anggota secara reproduksi biologis dan serta melakukan sosialisasi terhadap generasi berikutnya. Seorang tokoh sosiologi modern Edward Shils, pun menekankan pada aspek pemenuhan keperluan sendirin dibaginya dalam tiga komponen: pengaturan diri, reproduksi sendiri, dan penciptaan diri. Dari berbagai rumusan ini Nampak bahwa konsep masyarakat mempunyai makna khusus, dan bahwa berbeda dengan penggunaan kata masyarakat dalam bahasa sehari-hari, dalam sosiologi tidak semua kelompok dapat disebut masyarakat. ( Sunarto 2004: 54)

1.6. Defenisi Konsep

Konsep merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian. Konsep sangat diperlukan dalam penelitian agar dapat menjadi masalah dan menghindari timbulnya kekacauan ataupun kesalahan-kesalahan yang dapat mengaburkan penelitian. Adapun konsep-konsep penting dalam penelitian ini adalah :


(26)

a. Interaksi sosial

Interaksi sosial merupakan hubungan timbal balik antara individu dengan individu, individu dengan kelompok dan antara kelompok dengan kelompok. Interaksi sosial merupakan proses komunikasi diantara orang-orang untuk saling mempengaruhi perasaan, pikiran dan tindakan. Interaksi berasal dari kata action yang berarti tindakan, inter artinya berbalas-balasan. Interaksi sosial dapat disebut juga proses orang-orang yang berkomunikasi, saling mempengaruhi dalam pikiran dan tindakan. Interaksi dapat terjadi karena adanya kontak sosial dan komunikasi.

b. Pemukiman kumuh

Permukiman kumuh mengandung dua pengertian, yaitu ; daerah slumsdan daerah squatter. Sekilas secara fisik antara daerah "slum" dan "squatter" hampir sama, namun sesungguhnya berbeda dalam cara pengertiannya. Jika daerah slums merupakan daerah-daerah permukiman yang diakui, tetapi karena kemiskinan yang diderita penghuninya sehingga tidak dapat membiayai pembangunan lingkungannya. Sedangkan daerah squatter adalah permukiman kumuh dan miskin yang diperoleh dengan cara melanggar hukum, yaitu dengan cara menempati ruang-ruang publik terbuka yang semestinya tidak diperuntukkan bagi permukiman dan penghunian. Pemukiman kumuh Kelurahan Jati merupakan pemukiman kumuh slum.

1.7. Operasionalisasi Variabel

Defenisi operasional melekatkan arti pada suatu konstruk dengan cara menetapkan kegiatan-kegiatan atau tindakan yang perlu untuk mengukur konstruk atau variabel. Kemungkinan lainnya, suatu defenisi operasional merupakan


(27)

spesifikasi kegiatan peneliti dalam mengukur suatu variabel atau memanipulasikannya. Suatu defenisi operasional merupakan semacam buku pegangan yang berisi petunjuk bagi peneliti. ( Silalahi 2009: 119).

Dalam penelitian ini yang menjadi defenisi operasional adalah: Faktor-faktor sosial yang kontributif dalam interaksi: a. Jenis Kelamin

Jenis kelamin adalah kelas atau kelompok yang terbentuk dalam suatu spesies sebagai sarana atau sebagai akibat digunakannya proses reproduksi seksual untuk mempertahankan keberlangsungan spesies itu.Jenis kelamin merupakan suatu akibat dari dimorfisme seksual, yang pada manusia dikenal menjadi laki-laki dan perempuan. (http://id.wikipedia.org/wiki/Jenis_kelamin diakses pada tanggal 18 Mei 2011 pukul 11.39 wib)

b. Usia

Umur atau usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu benda atau makhluk, baik yang hidup maupun yang mati. (http://id.wikipedia.org/wiki/Umur diakses pada tanggal 18 Mei 2011 pukul 11.43 wib). Age adalah tingkat usia yang ditandai perkembangan sosial tertentu ( usia sosial (Soekanto 1985 : 14)

c. Pendidikan

Pendidikan berasal dari kata pedagogi (paedagogie, Bahasa Latin) yang berarti pendidikan dan kata pedagogia (paedagogik) yang berarti ilmu pendidikan yang berasal dari bahasa Yunani. Pedagogia terdiri dari dua kata yaitu ‘Paedos’ (anak, pen) dan ‘Agoge’ yang berarti saya membimbing, memimpin anak. Sedangkan


(28)

paedagogos ialah seorang pelayan atau bujang (pemuda, pen) pada zaman Yunani Kuno yang pekerjaannya mengantar dan menjemput anak-anak (siswa, pen) ke dan dari sekolah. Perkataan paedagogos yang semula berkonotasi rendah (pelayan, pembantu) ini, kemudian sekarang dipakai untuk nama pekerjaan yang mulia yakni paedagoog (pendidik atau ahli didik atau guru).

Dari sudut pandang ini pendidikan dapat diartikan sebagai kegiatan seseorang dalam membimbing dan memimpin anak menuju ke pertumbuhan dan perkembangan secara optimal agar dapat berdiri sendiri dan bertanggung jawab. Pendidikan berkaitan erat dengan segala sesuatu yang bertalian dengan perkembangan manusia mulai perkembangan fisik, kesehatan keterampilan, pikiran, perasaan, kemauan, sosial, sampai kepada perkembangan Iman. Perkembangan ini mengacu kepada membuat manusia menjadi lebih sempurna, membuat manusia meningkatkan hidupnya dan kehidupan alamiah menjadi berbudaya dan bermoral(http://id.shvoong.com/socialsciences/education/2043347-pengertian

pendidikan/#ixzz1MfzNgKI8 diakses pada tanggal 18 Mei 2011 pukul 11.45 wib). d. Suku bangsa

Kelompok etnik atau suku bangsa adalah suatu golongan manusia yang anggota-anggotanya mengidentifikasikan dirinya dengan sesamanya, biasanya berdasarkan garis keturunan yang dianggap sama. Identitas suku pun ditandai oleh pengakuan dari orang lain akan ciri khas kelompok tersebut dan oleh kesamaan budaya, bahasa, agama, perilaku atau ciri-ciri biologis.


(29)

(http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_bangsa diakses pada tanggal 18 Mei 2011 pukul11.49 wib)

e. Status perkawinan

Kawin adalah status dari mereka yang terikat dalam perkawinan pada saat pencacahan, baik tinggal bersama maupun terpisah. Dalam hal ini tidak saja mereka yang kawin sah, secara hukum (adat, agama, negara dan sebagainya) tetapi juga mereka yang hidup bersama dan oleh masyarakat sekelilingnya dianggap sebagai suami istri. Cerai hidup adalah status dari mereka yang hidup berpisah sebagai suami istri karena bercerai dan belum kawin lagi. Cerai mati adalah status dari mereka yang suami/istrinya telah meninggal dunia dan belum kawin lagi. (http://www.datastatistik-indonesia.com/content/view/928/950/ diakses pada tanggal 19 Mei 2011 pukul 12.20 wib)

f. Agama

Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebhaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut. Kata "agama" berasal dari bahasa Sansekerta āgama yang berarti "tradisi". Sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan. (http://id.wikipedia.org/wiki/Agama diakses pada tanggal 18 mei 2011 pukul 11.55 wib).


(30)

g. Status sosial ekonomi

Status sosial ekonomi adalah kedudukan atau posisi seseorang dalam masyarakat, status sosial ekonomi adalah gambaran tentang keadaan seseorang atau suatu masyarakat yang ditinjau dari segi sosial ekonomi, gambaran itu seperti tingkat

pendidikan, pendapatan dan sebagainya. (http://drsuparyanto.blogspot.com/2010/07/konsep-dasar-status ekonomi diakses pada


(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Interaksi sosial

Interaksi sosial adalah sebagai atau merupakan dasar dari proses-proses sosial, sebab tanpa adanya interaksi tidak mungkin kehidupan bersama akan terjalin. (Wiyarti, 2008; 95). Bentuk proses sosial adalah interaksi sosial karena interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial adalah merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Apabila dua orang bertemu, interaksi sosial dimulai pada saat itu. Mereka saling menegur, berjabat tangan, saling berbicara atau bahkan saling berkelahi. Aktivitas-aktivitas semacam itu merupakan bentuk-bentuk interaksi sosial. Walaupun orang-orang yang bertemu muka tersebut tidak saling berbicara atau tidak saling menukar tanda-tanda, interaksi sosial telah terjadi, karena masing-masing sadar akan adanya pihak lain yang menyebabkan perubahan-perubahan dalam perasaan maupun syaraf orang yang bersangkutan, yang disebabkan oleh minyak wangi, suara berjalan, dan sebagainya. Semuanya itu menimbulkan kesan di dalam pikiran seseorang, yang kemudian menentukan tindakan apa yang akan dilakukan.

Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat yaitu adanya kontak sosial dan komunikasi. Kata kontak berasal dari bahasa Latin con atau cum yang artinya bersama-sama dan tango yang artinya menyentuh. Jadi artinya secara harfiah adalah bersama-sama menyentuh. Secara fisik, kontak baru


(32)

terjadi apabila terjadi hubungan badaniah. Sebagai gejala sosial itu tidak perlu berarti terjadi hubungan badaniah, karena orang dapat mengadakan hubungan dengan pihak lain tanpa menyentuhnya, seperti misalnya cara berbicara dengan pihak lain tersebut. Komunikasi adalah bahwa seseorang memberikan tafsiran perilaku orang lain ( yang berwujud pembicaraan, gerak-gerak badaniah atau sikap), perasaan-perasaan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberikan reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang lain tersebut. Dengan adanya komunikasi tersebut, sikap-sikap dan perasaan-perasaan suatu kelompok manusia atau orang-perseorangan dapat diketahui oleh kelompok-kelompok lain atau orang-orang lainnya. Dalam komunikasi kemungkinan sekali terjadi pelbagai macam penafsiran terhadap tingkah laku orang lain. Dengan komunikasi memungkinkan kerja sama antara orang perorangan atau antara kelompok-kelompok manusia dan memang komunikasi merupakan salah satu syarat terjadinya kerja sama. Akan tetapi, tidak selalu komunikasi menghasilkan kerjasama bahkan suatu pertikaian mungkin akan terjadi sebagai akibat salah paham atau karena masing-masing tidak mau mengalah. (Bagong, 2004;16)

2.2. Interaksi Simbolik

Untuk mempelajari interaksi sosial digunakan pendekatan tertentu, yang dikenal dengan interaksionisme simbolik. Diantara berbagai pendetan yang digunakan untuk mempelajari interaksi sosial, dijumpai pendekatan yang dikenal dengan nama interaksi simbolik. Pendekatan ini bersumber pada pemikiran George Herbert Mead. Dari kata interaksionisme sudah kelihatan bahwa sasaran pendekaan


(33)

ini adalah interaksi sosial, kata simbolik mengacu pada penggunaan simbol-simbol dalam interaksi.

Menurut Leslie White, simbol merupakan suatu nilai atau maknanya diberikan kepadanya oleh mereka yang mempergunakannya. Menurut white makna atau nilai tersebut tidak berasal dari atau ditentukan oleh sifat-sifatyang secara instrinsik terdapat dalam bentuk fisiknya. Makna suatu simbol menurut White hanya dapat ditangkap melalui cara nonsensoris yaitu melalui cara simbolik.

Herbet Blumer, salah seorang penganut pemikiran mead, berusaha menjabarkan pemikiran Mead mengenai interaksionisme simbolik. Menurut Blumer pokok pikiran interaksionisme simbolik ada tiga, yang pertama ialah bahwa manusia bertindak (act) terhadap sesuatu (thing) atas dasar makna (meaning) yang dipunyai sesuatu tersebut baginya. Blumer selanjutnya mengemukakan bahwa makna yang dipunyai sesuatu berasal atau muncul dari interaksi sosial antara seseorang dengan sesamanya. Pokok pikiran ketiga yang dikemukakan Blumer ialah bahwa makan diperlakukan atau diubah melalui suatu proses penafsiran yang digunakan orang dalam menghadapi sesuatu yang dijumpainya. Yang hendak ditekankan Blumer di sini adalah bahwa makna muncul dari interaksi tersebut tidak begitu saja diterima oleh seseorang melainkan ditafsirkan terlebih dahulu. ( Sunarto 2000 : 38)

2.3. Kerja sama (Kooperasi)

Kooperasi berasal dari dua kata latin, co yang berarti bersama-sama dan

operani yang berarti bekerja. Kooperasi merupakan perwujudan minat dan perhatian orang untuk bekerja bersama-sama dalam suatu kesepahaman, sekalipun motifnya sering dan bisa tertuju kepada kepentingan diri sendiri. Bentuk-bentuk kerja sama


(34)

dapat kita jumpai dalam kelompok dan masyarakat manusia mana pun, baik pada kelompok-kelompok yang kecil maupun pada satuan-satuan kehidupan yang besar. Pada dasarnya, proses sosial yang namanya kooperasi ini selalu sudah diperkenalkan kepada setiap anak manusia sejak kecil, ketika dia masih hidup di dalam keluarga orang tuanya. Dalam keluarga-keluarga dan juga di dalam komunitas-komunitas tradisional yang kecil, bentuk-bentuk usaha kooperasi itu mungkin masih sederhana saja. Akan tetapi, di dalam masyarakat nasional atau kota yang serbakompleks, jalinan kooperasi itu tidak bisa lagi dibilang sederhana.

Di dalam kelompok-kelompok kecil seperti keluarga dan komunitas-komunitas tradisional. Proses sosial yang namanya kooperasi ini cenderung bersifat spontan. Inilah kooperasi yang terbentuk secara wajar di dalam kelompok-kelompok yang disebut kelompok primer. Di dalam kelompok-kelompok ini individu-individu cenderung membaurkan diri dengan sesamanya di dalam kelompok, dan masing-masing hendak berusaha menjadi bagian dari kelompoknya. Di dalam kelompok-kelompok primer yang kecil dan bersifat tatap muka seperti ini, orang perorangan cenderung lebih senang bekerja dalam tim selaku anggota tim dari pada bekerja sendiri sebagai perorangan.

Berbeda halnya dengan kooperasi yang terjadi di dalam kelompok-kelompok primer, kooperasi yang ada di dalam kelompok sekunder itu lebih bersifat direncanakan secara rasional dan sengaja daripada bersifat spontan atau berlandaskan emosi solidaritas. Kelompok-kelompok yang sedikit banyak bersifat terencana dan diatur dan pada umumnya tak bersifat tatap muka.


(35)

Dalam kenyataannya, realisasi kooperasi itu diusahakan melalui berbagai macam usaha. Setidak-tidaknya ada empat macam bentuk usaha kooperasi:

1. Tawar-menawar (bargaining) yang merupakan bagian dari proses pencapaian kesepakatan untuk pertukaran barang atau jasa.

2. Kooptasi (cooptation) yaitu usaha ke arah kerja sama yang dilakukan dengan jalan menyepakati pimpinan yang akan ditunjuk untuk mengendalikan jalannya organisasi atau kelompok.

3. Koalisi (coalition) yaitu usaha dua organisasi atau lebih yang sekalipun mempunyai struktur berbeda-beda hendak mengajar tujuan yang sama dengan cara kooperatif.

4. Patungan (joint-venture), yaitu usaha bersama untuk mengusahakan suatu kegiatan, demi keuntungan bersama yang akan dibagi nanti, secara proporsional dengan cara saling mengisi kekurangan masing-masing partner. (Bagong, 2004;59).

2.4. Asimilasi

Asimilasi merupakan proses sosial dalam taraf lanjut. Ia ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap dan proses-proses mental dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan bersama. Apabila orang-orang melakukan asimilasi ke dalam suatu kelompok manusia atau masyarakat, dia


(36)

tidak lagi membedakan dirinya dengan kelompok tersebut lakukan asimilasi ke dalam suatu kelompok manusia atau masyarakat, dia tidak lagi membedakan dirinya dengan kelompok tersebut yang mengakibatkan bahwa mereka dianggap sebagai orang asing.

Dalam proses asimilasi, mereka mengindentifikasikan dirinya dengan kepntingan-kepentingan serta tujuan-tujuan kelompok. Apabila dua kelompok manusia mengadakan asimilasi, batas-batas antara kelompok-kelompok tadi akan hilang dan keduanya lebur menjadi satu kelompok. Secara singkat, proses asimilasi ditandai dengan pengembangan sikap-sikap yang sama, walau kadangkala bersifat emosional dengan tujuan-tujuan untuk mencapai kesatuan, atau paling sedikit mencapai integrasi dalam organisasi, pikiran dan tindakan.

Proses-proses asimilasi akan timbul apabila :

1. Ada perbedaan kebudayaan antara kelompok-kelompok manusia yang hidup pada suatu waktu dan pada suatu tempat yang sama.

2. Para warga dari masing-masing kelompok yang berbeda-beda itu di dalam kenyataannya selalu bergaul secara intensif dalam jangka waktu yang cukup lama.

3. Demi pergaulan mereka yang berlangsung secara intensif itu, masing-masing pihak menyesuaikan kebudayaan mereka msing-masing sehingga terjadilah proses saling penyesuaian kebudayaan diantara kelompok-kelompok itu,

Sementara itu, beberapa factor yang diketahui dapat mempermudah terjadinya asimilasi, antara lain:


(37)

1. Sikap dan kesediaan menenggang. Apabila toleransi dapat dihidupkan diantara kelompok-kelompok manusia yang berbeda budaya itu, maka proses asimilasi akan mudah dilangsungkan tanpa banyak hambatan yang berarti .

2. Sikap menghadapi orang asing berikut kebudayaannya. Sikap demikian ini akan memudahkan pendekatan-pendekatan warga dari kelompok-kelompok yang saling berbeda itu.

3. Kesempatan di bidang ekonomi yang seimbang. Kesempatan di bidang ekonomi yang seimbang begini akan memberikan kemungkinan pada setiap pihak untuk mencapai kedudukan tertentu berkat kemampuannya. Hal yang demikian jelas akan menetralisir perbedaan-perbedaan kesempatan yang terjadi akibat kebudayaan yang berlainan dan berbeda-beda, yang oleh karena itu akan memudahkan asimilasi.

4. Sikap terbuka golongan penguasa. Sikap terbuka golongan penguasa akan meniadakan kemungkinan diskriminasi oleh kelompok mayoritas terhadap kelompok minoritas, dan tiadanya diskriminasi antar kelompok akan memudahkan asimilasi.

5. Kesamaan dalam berbagai unsur kebudayaan. Sekalipun kebudayaan masing-masing kelompok itu tidak sepenuhnya sama, namun sering kita saksikan bahwa dalam hal-hal atau unsur-unsur tertentu terdapat kesamaan. Kian banyak unsur-unsur kebudayaan kelompok-kelompok itu yang bersamaan


(38)

6. Perkawinan campuran. Misalnya antara warga kelompok mayoritas dan warga kelompok minoritas, atau antara anggota golongan penjajah dan golongan anggota terjjah sering pula merupakan langkah penting di dalam usaha-usaha penyelenggaraan asimilasi.

7. Musuh bersama dari luar. Ancaman musuh bersama dari luar sering pula diperkirakan akan memperkuat rasa persatuan di dalam masyarakat. Sadar akan adanya ancaman musuh bersama, golongan di dalam masyarakat sering melupakan perbedaan-perbedannya dan karenanya lalu mudah berasimilasi.

Proses asimilasi tidaklah akan terjadi apabila antarkelompok tidak tumbuh sikap toleransi dan saling berempati. Faktor-faktor yang disebutkan di atas kiranya akan mendorong lahirnya kedua sikap yang diprasyaratkan itu. Selain faktor-faktor yang mempercepat asimilasi, ada pula beberapa faktor yang justru menghambat terjadinya asimilasi. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah:

1. Terisolasinya kebudayaan sesuai golongan tertentu di dalam masyarakat

2. Kurangnya pengetahuan suatu golongan tertentu mnegenai kebudayaan yang dipunyai oleh golongan lain di dalam masyarakat.

3. Perasaan takut kepada kekuatan kebudayaan kelompok lain yang dirasakan oleh warga suatu kelompok tertentu.


(39)

4. Perasaan superior yang bercokol di hati para warga golongan pendukung kebudayaan tertentu yang mengakibatkan sikap meremehkan oleh mereka yang berperasaan superior ini terhadap kebudayaan kelompok lain

5. Perbedaan ciri badaniah antarkelompok, seperti misalnya warna kulit yang menandakan bahwa perbedaan antarkelompok yang ada itu tak hanya bersifat budayawi, tetapi juga rasial.

6. Perasaan in-group yang kuat, artinya bahwa para warga kelompok yang ada itu merasa sangat terikat kepada kelompok dan kebudayaannya masing-masing.

7. Gangguan-gangguan diskriminatif yang dilancarkan oleh golongan-golongan yang berkuasa terhadap golongan minoritas.

8. Perbedaan kepentingan dan pertentangan pribadi antara para warga kelompok yang akhirnya bisa membawa-bawa pertentangan antarkelompok.( Bagong, 2004;62)

2.5. Akulturasi

Telah kita ketahui bahwa manusia adalah makhluk yang dinamis. Tidak jarang manusia melakukan perpindahan dari suatu tempat ke tempat lainnya. Dalam sejarah kebudayaan dunia, kita ketahui bahwa suku-suku bangsa di dunia sering kali melakukan perpindahan (migrasi) ini baik akibat adanya ancaman alam maupun karena kebutuhan untuk mencari bahan makanan. Nenek moyang bangsa Indonesia misalnya bermigrasi dari Yunan melalui Cina, Teluk Tonkin, Vietnam, Semenanjung


(40)

Malaya dan Indonesia. Perpindahan seperti ini menyebabkan terjadinya pertemuan antarkelompok manusia dengan kebudayaan yang berbeda-beda. Akibatnya, individu dalam kelompok itu dihadapkan dengan unsur kebudayaan para pendatang tersebut. Interaksi antarindividu yang berbeda dengan kebudayaan ini menyebabkan masing-masinh individu mengalami proses sosial tertentu. Diantaranya adalah akulturasi.

Akulturasi (acculturation atau culture contact) adalah proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri. Secara singkat, akulturasi adalah bersatunya dua kebudayaan atau lebih sehingga membentuk kebudayaan baru tanpa menghilangkan unsur kebudayaan asli. Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri. Akulturasi merupakan sebuah istilah dalam ilmu Sosiologi yang berarti proses pengambil alihan unsur-unsur (sifat) kebudayaan lain oleh sebuah kelompok atau individu. (http://sansanice.blogspot.com/2010/08/akulturasi.html diakses pada tanggal 14 oktober 2010 pukul 13.20 wib)

Akulturasi merupakan perpaduan dua budaya dimana kedua unsur kebudayaan bertemu dapat hidup berdampingan dan saling mengisi serta tidak


(41)

menghilangkan unsur-unsur asli dari kedua kebudayaan tersebut. Akulturasi adalah fenomena yang timbul sebagai hasil jika kelompok-kelompok manusia yang mempunyai kebudayaan yang berbeda-beda bertemu dan mengadakan kontak secara langsung dan terus-menerus; yang kemudian menimbulkan perubahan dalam pola kebudayaan yang original dari salah satu kelompok atau kedua-duanya. akulturasi sama dengan kontak budaya yaitu bertemunya dua kebudayaan yang berbeda melebur menjadi satu menghasilkan kebudayaan baru tetapi tidak menghilangkan kepribadian atau sifat kebudayaan aslinya (http://ulyniamy.wordpress.com/2010/05/21/akulturasi/ diakses pada tanggal 14 oktober 2010 pukul 13.10 wib)

2.6. Konflik

Konflik merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tidak akan lenyap dari sejarah. Selama kita masih hidup tidak akan mungkin kita menghapus konflik dari dunia ini. Baik konflik intrapersonal dan interpersonal dan juga konflik antar kelompok merupakan bagian konstitutif dari sejarah manusia. Berbagai macam hal seperti perbedaan selera, perbedaan pendapat dapat mengakibatkan konflik. Masalahnya adalah apabila konflik berlanjut hingga melahirkan kekerasaan.

Konflik sebagai proses ternyata dipraktikkan juga secara luas di dalam masyarakat. Berbeda hal dengan kompetisi yang selalu berlangsung di dalam suasana “damai”, konflik adalah suatu proses sosial yang berlangsung dengan melibatkan orang-orang atau kelompok-kelompok yang saling menantang dengan ancaman kekerasan. Dalam bentuknya yang ekstrem, konflik itu dilangsungkan tidak hanya sekedar untuk mempertahankan hidup dan eksistensi, akan tetapi juga bertujuan


(42)

sampai ke taraf pembinasaan eksistensi orang atau kelompok lain yang dipandang sebagai lawan atau saingannya.

Banyak faktor telah menyebabkan terjadinya konflik-konflik . perbedaan pendirian dan keyakinan orang perorangan telah menyebabkan konflik-konflik antarindividu, dalam konflik-konflik seperti ini terjadilah bentrokan-bentrokan pendirian, dan masing-masing pihak pun berusaha membinasakan lawannya. Kecuali perbedaan pendirian, perbedaan kebudayaan pun menimbulkan konflik-konflik. Perbedaan kebudayaan tidak hanya akan menimbulkan konflik antarindividu, akan tetapi malahan antarkelompok. Pola-pola kebudayaan yang berbeda akan menimbulkan pola-pola kepribadian dan poal-pola perilaku yang berbeda pula di kalangan khalayak kelompok yang luas, sehingga apabila terjadi konflik-konflik karena alas an ini, konflik tersebut akan bersifat konflik antark lompok. Kepentingan-kepentingan yang berbeda-beda pun memudahkan terjadinya konflik. Mengajar tujuan kepentingan masing-masing yang berbeda-beda, kelompok-kelompokmakan bersaing akan berkonflik untuk memperbutkan kesempatan dan sarana.

Perbedaan pendirian, budaya, kepentingan , dan sebagainya tersebut sering terjadi pada situasi-situasi perubahan sosial. Dengan demikian, perubahan-perubahan sosial itu secara tidak langsung dapat dilihat sebagai penyebab juga terjadinya (peningkatan) konflik-konflik sosial. Perubahan-perubahan sosial yang cepat dalam masyarakat akan mengakibatkan berubahnya system nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Dan perubahan nilai-nilai di dalam masyarakat ini akan menyebabkan perbedaan-perbedaan pendirian dalam masyarakat.


(43)

Tak perlu diragukan lagi, proses sosial yang namanya konflik itu adalah suatu proses yang bersifat disosiatif. Namun demikian, sekalipun sering berlangsung dengan keras dan tajam, proses-proses konflik itu sering pula mempunyai akibat-akibat yang positif bagi masyarakat. Konflik-konflik yang berlangsung daalam diskusi, misalnya, jelas akan unggul,sedangkan pikiran-pikiran yang kurang terkaji secara benar akan tersisih. Positif tidaknya akibat konflik-konflik memang tergantung pula dari struktur sosial yang menjadi ajang berlangsungnya konflik.

Salah satu akibat positif yang lain dari suatu konflik itu adalah bertambahnya solidaritas intern dan rasa in-group suatu kelompok. Apabila terjadi pertentangan antara kelompok-kelompok, solidaritas antaranggota di dalam masing-masing kelompok itu akan meningkat sekali. Solidaritas di dalam suatu kelompok, yang pada situasi normal sulit dikembangkan, akan langsung meningkat pesat saat terjadinya konflik dengan pihak-pihak luar. Sejalan dengan peristiwa di atas, konflik-konflik antarkelompok pun memudahkan perubahan dan perubahan kepribadian individu. Apabila terjadi pertentangan antara dua kelompok yang berlainan, individu-individu akan mudah mengubah kepribadiannya untuk mengidentifikasikan dirnya secara penuh dengan kelompoknya. Tak terbantahkan, konflik juga menerbitkan akibat-akibatyang negatif. Dalam konflik-konflik fisik, seperti peperangan, korban-korban akan berjatuhan dan jumlah harta benda akan hancur-luluh.(Bagong, 2004; 69)

Beberapa titik tolak konflik: a. Konflik itu selalu ada


(44)

Manusia hidup selalu berkonflik. Konflik ada di alam dan hadir dalam kehidupan manusia.

b. Konflik menciptakan perubahan

Konflik merupakan salah satu cara bagaimana sebuah keluarga, komunitas, perusahaan, dan masyarakat berubah. Konflik juga mengubah pemahaman, mendorong kita untuk memobilisasi sumber daya dengan cara-cara yang baru. c. Konflik selalu mempunyai dua sisi

Secara inheren konflik membawa potensi resiko dan potensi manfaat. d. Konflik menciptakan energy

Energy dapat merusak dan juga bersifat kreatif. Konflik memiliki sifat mengikat dan membawa sifat memisahkan.

e. Konflik dapat menjadi produktif atau non-produktif

Konflik yang produktif mengacu pada permasalahannya, kepentingan/minat, prosedur dan nilai-nilai pemahamannya. Konflik yang paling non-produktif mengacu pada pembentukan prasangka terhadap lawan, komunikasi memburuk.

f. Konflik mengandung berbagai makna

Konflik adalah drama yang dapat dianalisis dengan memahami siapa, apa, dimana, kapan dan mengapa dari cerita-cerita tersebut. (Wijardo, 2002; 51)


(45)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian studi deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif merupakan pendekatan yang bertujuan memperoleh data dari lapangan dalam bentuk angka yang kemudian dianalisis.

Studi deskriptif dalam hal ini adalah penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai variabel yang timbul di masyarakat yang menjadi objek penelitian itu berdasarkan apa yang terjadi. Kemudian mengangkat ke permukaan karakter atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun variabel tersebut ( Bungin, 2009: 36 ).

3.2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di lingkungan kumuh Jl. Juanda Kelurahan Jati Kecamatan Medan Maimun. Lokasi penelitian ini diambil berdasarkan pertimbangan diantaranya adalah lokasi tersebut meruapakan salah satu pemukiman kumuh, lokasi yang mudah dijangkau oleh peneliti, tersedianya transportasi yang memadai dan hemat biaya.


(46)

3.3.1 Populasi

Populasi adalah jumlah total dari seluruh unit atau elemen di mana penyelidik tertarik. Populasi adalah seluruh unit-unit ynag darinya sampel dipilih. Populasi dapat berupa organisme, orang atau sekelompok orang, masyarakat, organisasi, benda, objek, peristiwa, atau laporan yang semuanya memiliki ciri dan harus didefenisikan secara spesifik dan tidak secara mendua (Silalahi 2009 : 253)

Berdasarkan pengertian tersebut, maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang bertempat tinggal pada pemukiman kumuh di Kelurahan Jati Kecamatan Medan Maimun dengan jumlah 1791 orang (Laki-laki 813 orang dan perempuan 978 orang).

3.3.2 Teknik Penarikan Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi yang ingin diteliti. Oleh karena itu, sampel harus dilihat sebagai suatu pendugaan terhadap populasi dan bukan populasi itu sendiri (Bambang 2005 : 119). Sampel merupakan bagian dari populasi yang ingin diteliti. Oleh karena itu, sampel harus dilihat sebagai suatu pendugaan terhadap populasi dan bukan populasi itu sendiri (Bailey, 1994:83). Untuk menghitung besarnya sampel didasarkan pada pendapat Taro Yamane (Rakhmat, 1995:99) yang mengajukan pilihan ukuran sampel berdasarkan tingkat presisi 10% dan tingkat kepercayaan 90%.

Rumus yang dikemukakan Taro Yamane adalah : N

n =


(47)

Dimana,` n : Besarnya sampel N : Besarnya populasi

d : Presisi atau derajat kebebasan (peneliti menetapkan 10% atau d = 0,1) Dari rumus Taro Yamane tersebut, maka besar sampel yang ditarik pada penelitian ini adalah :

N n =

N (d)2 + 1 1791

n =

1791 (0,1)2 + 1

1791 n =

17,91 + 1 1791 n =

18, 91 n = 94, 71 n = 95 orang


(48)

Dari proses penjumlahan melalui rumus Taro Yamane diatas maka didapat sampel sebanyak 95 orang responden. Sedangkan teknik untuk menarik sampelnya dilakukan dengan cara :

3.3.3 Purposive Sampling

Pemilihan sampel purposive atau bertujuan, kadang-kadang disebut juga sebagai judgement sampling merupakan pemilihan kepada siapa subjek yang ada dalam posisi terbaik untuk memberikan informasi yang dibutuhkan. Karena itu, menentukan subjek atau orang-orang terpilih harus sesuai dengan ciri-ciri khusus yang dimiliki sampel itu. Peneliti memilih sampel berdasarkan penilaian atas karakteristik anggota sampel yang dengannya diperoleh data yang sesuai dengan maksud penelitian (Silalahi 2009 : 272 )

Dengan kriteria sebagai berikut :

- Pengemudi becak : 31 orang ( masyarakat yang pekerjaannya sebagai pengemudi becak)

- Pedagang : 30 orang ( masyarakat yang pekerjaannya sebagai pedagang )

- Ibu rumah tangga : 34 orang ( masyarakat yang pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga)

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan atau mengumpulkan data informasi yang dapat menjelaskan dan menjawab permasalahan


(49)

penelitian yang bersangkutan secara obejektif. Dalam hal ini, teknik pengumpulan data yang dilakukan penelitian ini dibagi menjadi dua cara yaitu:

3.4.1 Data primer

Data primer adalah data yang diambil dari sumber data atau sumber responden dilapangan. Untuk mendapatkan data primer dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan studi lapangan yaitu:

Metode Angket

Metode ini juga disebut sebagai metode kuesioner. Metode angket berbentuk rangkaian atau kumpulan pertanyaan yang disusun secara sistematis dalam sebuah pertanyaan, kemudian dikirim kepada responden untuk diisi. Setelah diisi, angket dikirim kembali atau dikembalikan ke petugas atau peneliti (Bungin 2001: 130)

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber sekunder yaitu dengan mengumpulkan data dan mengambil informasi dari beberapa literature diantaranya adalah buku-buku referensi, dokumen majalah, jurnal, internet, yang dianggap relevan dengan masalah yang diteliti. Oleh karena itu, sumber data sekunder diharapkan dapat berperan membantu mengungkap data yang diharapkan, membantu member keterangan sebagai pelengkap dan bahan pembanding. ( Bungin, 2001;129)

3.5 Analisis Data

Dalam proses penelitian setelah data yang dikumpulkan dan diperoleh, maka tahap berikutnya yang penting adalah melakukan analisis data. Analisis data dengan


(50)

model kuantitatif dapat dilakukan dengan tiga tahap, yaitu (1) pengolahan data; (2) pengorganisasian data; (3) penemuan hasil. Pada analisis ini pengtetahuan dan pengukuran yang cermat menurut ilmu statistik sangat diperlukan ( Suyanto, 2005 : 57 ).

3.6 Jadwal Penelitian

BULAN No Kegiatan

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 Pra Proposal √

2 ACC Judul √

3 Penyusunan Proposal Penelitian √ √

4 Seminar Proposal Penelitian √

5 Revisi Proposal Penelitian √

6 Penelitian Ke Lapangan √

7 Pengumpulan Data dan Analisis Data √

8 Interpretasi Data

9 Bimbingan Skripsi √ √ √ √

10 Penulisan Laporan Akhir √ √

11 Sidang Meja Hijau √

3.7. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian mencakup uraian tentang keterbatasan dan hambatan yang ditemui dalam penelitian baik yang berkaitan dengan metode dan tehnik


(51)

penulisan yang digunakan maupun keterbatasan peneliti sendiri. Keterbatasan dalam penelitian ini disebabkan karena terbatasnya kemampuan dan pengalaman yang dimiliki oleh peneliti untuk melakukan kegiatan penelitian ilmiah.

Selain itu, peneliti juga belum menguasai secara penuh tehnik dan metode penelitian sehingga dapat menjadi keterbatasan dalam menyajikan dan mengolah data. Akan tetapi kendala tersebut dapat diatasi melalui proses bimbingan skripsi dan peneliti berusaha mencari informasi dari berbagai sumber yang mendukung penelitian ini.

Walaupun terdapat berbagai keterbatasan, peneliti tetap berusaha semaksimal mungkin dalam mengumpulkan informasi dari responden serta informasi yang diperoleh dapat dipertanggung jawabkan validitasnya.


(52)

BAB IV

HASIL DAN ANALISA PENELITIAN 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini berada di wilayah kelurahan Jati, Kecamatan Medan Maimun Propinsi Sumatera Utara dengan ibukota adalah kota Medan. Pada zaman dahulu Kota Medan ini dikenal dengan nama Tanah Deli dan keadaan tanahnya berawa-rawa kurang lebih seluas 4000 Ha. Beberapa sungai melintasi Kota Medan ini dan semuanya bermuara ke Selat Malaka. Sungai-sungai itu adalah Sei Deli, Sei Babura, Sei Sikambing, Sei Denai, Sei Putih, Sei Badra, Sei Belawan dan Sei Sulang Saling/Sei Kera. http://www.pemkomedan.go.id/images/orang_payung.jpgPada mulanya yang membuka perkampungan Medan adalah Guru Patimpus lokasinya terletak di Tanah Deli, maka sejak zaman penjajahan orang selalu merangkaikan Medan dengan Deli (Medan–Deli). Setelah zaman kemerdekaan lama kelamaan istilah Medan Deli secara berangsur-angsur lenyap sehingga akhirnya kurang popular.

Dahulu orang menamakan Tanah Deli mulai dari Sungai Ular (Deli Serdang) sampai ke Sungai Wampu di Langkat sedangkan Kesultanan Deli yang berkuasa pada waktu itu wilayah kekuasaannya tidak mencakup daerah diantara kedua sungai tersebut.Secara keseluruhan jenis tanah di wilayah Deli terdiri dari tanah liat, tanah pasir, tanah campuran, tanah hitam, tanah coklat dan tanah merah. Hal ini merupakan


(53)

penelitian dari Van Hissink tahun 1900 yang dilanjutkan oleh penelitian Vriens tahun 1910 bahwa disamping jenis tanah seperti tadi ada lagi ditemui jenis tanah liat yang spesifik. Tanah liat inilah pada waktu penjajahan Belanda ditempat yang bernama Bakaran Batu (sekarang Medan Tenggara atau Menteng) orang membakar batu bata yang berkwalitas tinggi dan salah satu pabrik batu bata pada zaman itu adalah Deli Klei.

Mengenai curah hujan di Tanah Deli digolongkan dua macam yakni : Maksima Utama dan Maksima Tambahan. Maksima Utama terjadi pada bulan-bulan Oktober s/d bulan Desember sedang Maksima Tambahan antara bulan Januari s/d September. Secara rinci curah hujan di Medan rata-rata 2000 pertahun dengan intensitas rata-rata 4,4 mm/jam. Menurut Volker pada tahun 1860 Medan masih merupakan hutan rimba dan disana sini terutama dimuara-muara sungai diselingi pemukiman-pemukiman penduduk yang berasal dari Karo dan semenanjung Malaya. Pada tahun 1863 orang-orang Belanda mulai membuka kebun Tembakau di Deli yang sempat menjadi primadona Tanah Deli. Sejak itu perekonomian terus berkembang sehingga Medan menjadi Kota pusat pemerintahan dan perekonomian di Sumatera Utara.

Kota Medan memiliki luas 26.510 hektar (265,10 km²) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan kota/kabupaten lainya, Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis kota Medan terletak pada 3° 30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur. Untuk itu topografi kota Medan


(54)

cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 - 37,5 meter di atas permukaan laut.

Secara administratif, batas wilayah Medan adalah sebagai berikut:

- Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang - Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang - Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang

Kota Medan memiliki beberapa kecamatan, salah satu diantaranya adalah Kecamatan Medan Maimun. Sebelum pemekaran Kecamatan Medan Maimun dahulu bergabung dengan Kecamatan Medan Baru. Tahun 1988 terjadi pemekaran di Kotamadya Medan. Maka berdirilah Kecamatan Medan Maimun. Kecamatan Medan Maimun ini terdapat bangunan peninggalan sejarah kejayaan Kesultanan Deli masa dahulu yaitu Istana Maimun yang terletak di Kelurahan Sukaraja.Walaupun bukan sebagai daerah pusat industri di Kecamatan Medan Maimun ini juga terdapat beberapa Industri sebagai Potensi dan Produk Unggulan, seperti Konveksi Pakaian Jadi, Roti Bika Ambon, Anyaman Rotan, Perabot rumah tangga dari kayu, Sepatu, Syrup marquisa, Kerupuk.

Kecamatan Medan Maimun terletak di wilayah Selatan Kota Medan dengan batas-batas sebagai berikut :


(55)

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Medan Johor - Sebelah Baratberbatasan denganKecamatan Medan Polonia

- Sebelah Timurberbatasan denganKecamatan Medan Kota

Kecamatan Medan Maimun mempunyai beberapa kelurahan diantaranya adalah Kelurahan Sukaraja, Kelurahan AUR, Kelurahan Jati, Kelurahan Hamdan, Kelurahan Sei Mati, dan Kelurahan Kampung Baru. Kelurahan Jati pada awalnya adalah sebuah kebun sayur yang juga ditumbuhi oleh pepohonan jati yang rimbun sehingga melindungi tanaman sayur warga dari sinar matahari secara langsung yang dapat merusak tanaman sayur tersebut. Menurut pengakuan ibu Masni, salah seorang warga kelurahan Jati yang telah tinggal sejak tahun 1950 sampai sekarang, kelurahan jati memang dahulunya banyak ditanamani pohon jati. Namun seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern kelurahan jati pun dimekarkan sehingga kelurahan jati yang cukup luas dipecah menjadi dua dengan kelurahan yang sekarang dikenal orang-orang dengan kelurahan Hamdan. Kelurahan Jati yang awalnya kebun sayur warga yang ditanami pohon jati dengan semakin banyaknya pendatang di kelurahan Jati maka semakin lama pepohonan jati sudah tidak dapat ditemukan di daerah kelurahan Jati. Banyak pula warga yang sudah tidak mengetahui asal mula dari kelurahan Jati tersebut.

Kelurahan Jati ini dapat dikatakan pemukiman kumuh atau slum area karena pemukiman kumuh ini merupakan pemukiman kumuh yang mendukung apabila dilihat dari kriteria sosial ekonomi, kriteria letak lokasi dan kriteria berdasarkan jenis dan aktifitas pekerjaan penduduk. Ditinjau dari kriteria sosial ekonomi, masyarakat


(56)

pada Kelurahan Jati memiliki pendidikan rendah yaitu penduduk tamatan sekolah menengah atas. Pemukiman ini merupakan pemukiman yang rawan terhadap banjir. Ditinjau dari kriteria letak lokasi, pemukiman ini berada pada lokasi yang berbahaya menurut rencana induk kota. Pemukiman kumuh ini sangat dekat dengan bantaran sungai. Ditinjau dari kriteria jenis dan aktifitas kelurahan jati, masyarakat ini memiliki jenis usaha berskala kecil dan tidak menentu jumlah jam kerjanya seperti kedai kopi dan warung yang menjual makanan ringan.

Kehidupan masyarakat pemukiman ini merupakan kehidupan masyarakat yang menarik. Hal tersebut dapat dilihat dari kehidupan mereka sehari-hari yaitu kepedulian dan solidaritas yang dimiliki masyarakat tersebut. Kepedulian dan solidaritas yang dimaksud adalah peduli terhadap kesulitan yang dihadapi orang lain, meringankan beban atau penderitaan orang lain. Masyarakat Kelurahan Jati ini memiliki alasan mengapa mereka tetap tinggal di pemukiman ini. Alasan mereka adalah pemukiman tempat tinggal mereka nyaman untuk dijadikan tempat tinggal, orang-orang yang berada di pemukiman ini adalah orang yang benar-benar peduli antara yang satu dengan yang lainnya.

Kelurahan Jati memiliki 5 lingkungan dan mempunyai batas wilayah sebagai berikut: - Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Hamdan

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Sukadamai Medan Polonia

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Anggung Medan Polonia


(57)

1. Kependudukan

a. Jumlah penduduk berdasarkan Agama

Tabel 4.1

Agama Frekuensi Persen

Islam

Kristen Protestan Katolik

Hindu Buddha

868 390 310 36 187

48,5 21,8 17,3 2,0 10,4

Jumlah 1791 100

Sumber: Profil Kelurahan Jati Desember 2010

Berdasarkan tabel 4.1 mengenai jumlah penduduk berdasarkan agama dapat dilihat dari profil Kelurahan Jati Desember 2010 yaitu pada masyarakat Kelurahan Jati yang menganut Agama Islam adalah 868 orang dengan persentase 48,5%, masyarakat Kelurahan Jati yang menganut Agama Kristen Protestan adalah 390 orang dengan persentase 21,8 %, masyarakat Kelurahan Jati yang menganut Agama Katolik adalah 310 orang dengan persentase 17,3%, masyarakat Kelurahan Jati yang menganut Agama Hindu adalah 36 orang dengan persentase 2,0%, sedangkan masyarakat Kelurahan Jati yang menganut Agama Hindu adalah 187 orang dengan persentase 10,4%. Keanekaragaman dari segi agama tidak menjadi permasalahan dalam kehidupan masyarakat pemukiman kumuh ini. Keanekaragaman agama membuat masyarakat ini lebih mempunyai variasi di dalam kehidupan.


(58)

Variasi dalam kehidupan maksudnya adalah setiap agama pastinya memiliki perayaaan keagamaan mereka masing-masing, pada perayaan setiap agama ini menjadi bagian yang paling menyenangkan dikarenakan dapat mengetahui berbagai bentuk hari kebesaran agama tersebut. Selain itu, pada masyarakat ini tidak pernah mengalami konflik antaragama. Saling menghargai dan hidup rukun antaragama memang terjadi dalam masyarakat ini.

b. Jumlah penduduk berdasarkan pendidikan terakhir

Tabel 4.2

Pendidikan Terakhir Frekuensi Persen Sekolah Dasar

SLTP SLTA S1 S2 S3

175 325 450 56 30 13

16,7 30,9 42,9 5,4 2,9 1,2

Jumlah 1049 100 Sumber: Profil Kelurahan Jati Desember 2010

Berdasarkan tabel 4.2 mengenai pendidikan terakhir yang diperoleh adalah masyarakat Kelurahan Jati yang pendidikan terakhirnya sekolah dasar adalah 175 orang dengan persentase 16,7%, masyarakat Kelurahan Jati yang pendidikan terakhirnya SLTP adalah 325 orang dengan persentase 30,9%, masyarakat Kelurahan Jati yang pendidikan terakhirnya SLTA adalah 450 orang dengan persentase 42,9%, masyarakat Kelurahan Jati yang pendidikan terakhirnya S1 adalah 56 orang dengan persentase 5,4%, masyarakat Kelurahan Jati yang pendidikan terakhirnya S2 adalah 30 orang dengan persentase 2,9%, sedangkan masyarakat Kelurahan Jati yang pendidikan terakhirnya S3 adalah 13 orang dengan persentase 1,2%. Pendidikan


(59)

merupakan aspek terpenting di dalam kehidupan. Hal ini terlihat dari pendidikan terakhir yang diperoleh oleh masyarakat ini. Beraneka ragam pendidikan yang diperoleh tidak membuat masyarakat antara yang satu dengan yang lain untuk menyombongkan diri. Pendidikan yang diperoleh merupakan aspek yang dapat menolong antara masyarakat yang satu dengan yang lain. Hal demikian dapat terlihat dalam kehidupan mereka, misalnya untuk membuka usaha kecil masyarakat yang memiliki pendidikan lebih tinggi memberikan saran-saran dalam membuka usaha kecil mereka. Sehingga dalam pengelolaan usaha kecil mereka benar-benar terlaksana dengan baik. c. Jumlah penduduk berdasarkan suku

Tabel 4.3

Suku Frekuensi Persen

Batak Simalungun Karo Mandailing Dairi Nias Minang Aceh Jawa Keturunan 575 58 425 6 4 19 45 423 236 32,1 3,3 23,8 0,3 0,2 1,0 2,5 23,7 13,1

Jumlah 1791 100 Sumber: Profil Kelurahan Jati Desember 2010

Berdasarkan tabel 4.3 mengenai suku yang dimiliki masyarakat Kelurahan jati yaitu Suku Batak Simalungun adalah 575 orang dengan persentase 32,1%, masyarakat Kelurahan Jati yang sukunya Karo adalah 58 orang dengan persentase 3,3%, masyarakat Kelurahan Jati yang sukunya Mandailing adalah 425 orang dengan persentase 23,8%, masyarakat


(60)

Kelurahan Jati yang sukunya Dairi adalah 6 orang dengan persentase 0,3%, masyarakat Kelurahan Jati yang sukunya Nias adalah 4 orang dengan persentase 0,2%, masyarakat Kelurahan Jati yang sukunya Minang adalah 19 orang dengan persentase 1,0%, masyarakat Kelurahan Jati yang sukunya Aceh adalah 45 orang dengan persentase 2,5 %, masyarakat Kelurahan Jati yang sukunya Jawa adalah 423 dengan persentase 23,7 %, sedangkan masyarakat Kelurahan Jati yang sukunya Keturunan adalah 236 orang dengan persentase 13,1%. Tabel diatas merupakan hasil yang peneliti peroleh dari data kependudukan mengenai suku yang terdapat di Kelurahan Jati. Beraneka ragam suku-suku yang terdapat di kelurahan ini. Sewaktu peneliti melakukan observasi, peneliti melihat kehidupan di kelurahan ini adalah kehidupan yang nyaman. Hal tersebut dikarenakan tidak terdapat sedikit pun ketidaknyamanan antarsuku yang satu dengan yang lain. Kenyataan yang terlihat, suku yang satu dengan suku yang lain benar-benar memiliki kenyamanan dan saling bertenggang rasa di dalam kehidupan bertetangga. Sama sekali tidak memiliki rasa ketidaknyamanan di dalam kehidupan bertetangga.

2. Jumlah Lembaga Pendidikan

Tabel 4.4

Lembaga Pendidikan Frekuensi Persen

TK

Sekolah Dasar SLTP Swasta SLTA Swasta Perguruan tinggi

Lembaga Pendidikan Non Formal 4 5 2 1 1 3

25 31,2 12,5 6,3 6,3 18,7


(61)

Jumlah 16 100 Sumber: Profil Kelurahan Jati Desember 2010

Berdasarkan tabel 4.4 mengenai lembaga pendidikan yaitu Lembaga Pendidikan TK yang berada di Kelurahan Jati adalah 4 unit dengan persentase 25%, Lembaga Pendidikan Sekolah Dasar yang berada di Kelurahan Jati adalah 5 unit dengan persentase 31,2%, Lembaga Pendidikan SLTP Swasta yang berada di Kelurahan Jati adalah 2 unit dengan persentase 12,5%, Lembaga Pendidikan SLTA Swasta yang berada di Kelurahan Jati adalah 1 unit dengan persentase 6,3%, Lembaga Pendidikan Perguruan Tinggi yang berada di Kelurahan Jati adalah 1 unit dengan persentase 6,3 %, sedangkan Lembaga Pendidikan Non Formal adalah 3 unit dengan persentase 18,7%. Hal diatas merupakan lembaga pendidikan yang tersedia di kelurahan Jati. Lembaga pendidikan yang tersedia di Kelurahan ini merupakan lembaga pendidikan yang dipergunakan oleh masyarakat Kelurahan Jati. Masyarakat Kelurahan Jati mengecap pendidikan tidak perlu bersekolah jauh dari rumah mereka. Masyarakat yang memiliki anak sekolah khususnya sekolah dasar dapat dengan mudah memperhatikan anak-anak mereka. Jarak antara sekolah dengan rumah tidak jauh sehingga mempermudah orangtua dalam memperhatikan anak mereka.

3. Jumlah Rumah Ibadah

Tabel 4.5

Rumah Ibadah Frekuensi Persen

Mesjid Gereja Kuil

1 1 1

33,3 33,3 33,3

Jumlah 3 100


(62)

Berdasarkan tabel 4.5 mengenai rumah ibadah yang berada di Kelurahan Jati adalah Mesjid yang berada di Kelurahan Jati adalah 1 unit dengan persentase 33,3%, Gereja yang berada di Kelurahan Jati adalah 1 unit dengan persentase 33,3%, sedangkan Kuil yang berada di Kelurahan Jati adalah 1 unit dengan persentase 33,3%. Hal diatas merupakan fasilitas rumah ibadah yang berada di Kelurahan Jati. Rumah Ibadah seperti Mesjid merupakan rumah ibadah yang sangat dekat jaraknya dengan rumah-rumah masyarakat. Mayoritas agama di kelurahan ini adalah Islam sehingga terlihat dari rumah ibadah mereka yang bersih karena masyarakat tesebut benar-benar memelihara rumah ibadah mereka. 4.2. Penyajian Data

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada tahun 2011 di Kelurahan Jati, informasi yang diperoleh merupakan hasil kuesioner yang telah disebarkan kepada masyarakat pemukiman kumuh yang berada di Kelurahan Jati . Hasil penelitian yang ini akan ditabelkan melalui tabel tunggal dengan analisis data. Di dalam penyajian data, peneliti membagi ke dalam 2 bagian yaitu:

1. 4.2.1. Membahas mengenai karakteristik Responden

2. 4.2.2. Membahas mengenai kondisi sosial responden

Pembagian kelompok tersebut akan dijelaskan secara berurutan yang disesuaikan dengan kuesioner penelitian. Penyajian data yang diperoleh dengan menggunakan cara manual adalah sebagai berikut:

4.2.1. Karakteristik Responden 4.2.1.1. Usia Responden


(63)

Tabel 4.6

Distribusi Responden Berdasarkan Usia

Usia Frekuensi Persen

21-29 30-38 39-47 48-56 57-65

4 45 34 5 7

4,2 47,4 35,8

5,3 7,3

Jumlah 95 100

Sumber: Data Primer peneliti tahun; 2011

Berdasarkan tabel 4.6 penulis mengkategorikan jenjang usia responden yaitu 21-29 tahun, 30-38 tahun, 39-47 tahun, 48- 56 tahun dan 57-65 tahun. Dari hasil penelitian dapat dilihat frekuensi jenjang usia 21-29 tahun adalah 4 responden (4,2%), frekuensi jenjang usia 30-38 tahun merupakan responden terbanyak yang ditemui peneliti saat di lapangan yaitu sekitar 45 responden (47,4%), frekuensi jenjang usia 48-56 tahun adalah 5 responden (5,3%) dan frekuensi jenjang usia 57-65 adalah 7 responden ( 7,3%). Usia produktif adalah usia 18-45 tahun. Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa responden yang mengisi kuesioner adalah usia yang produktif. Usia produktif dapat dikatakan bahwa usia yang memiliki pemikiran-pemikiran yang cerah. Pemikiran yang masih ingin memiliki banyak keinginan. Usia produktif ini sangat membantu penulis karena dapat menjawab kuesioner yang diberikan. Dan responden usia produktif ini lebih banyak meluangkan waktunya untuk berbicara kepada penulis baik itu menanyakan apa kegunaan dari kuesioner ini, menanyakan kepada penulis dari universitas mana. Sedangkan responden yang usia non produktif, tidak terlalu banyak bertanya. Hanya saja setelah selesai mengisi kuesioner beberapa responden memberi nasehat kepada penulis. Hal inilah yang ditemukan penulis saat di lapangan.


(64)

4.2.1.2. Jenis kelamin

Tabel 4.7

Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis kelamin Frekuensi Persen

Laki-laki Perempuan

41 54

43,1 56,9

Jumlah 95 100 Sumber: Data Primer peneliti tahun; 2011

Berdasarkan tabel 4.7 dapat dilihat responden perempuan lebih banyak dibandingkan dengan responden laki-laki yaitu frekuensi perempuan sebanyak 54 responden (56,9%) sedangkan frekuensi laki-laki sebanyak 41 responden (43,1%). Dari hasil penyebaran kuesioner yang telah dilakukan, penulis menemukan responden perempuan lebih meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner dibandingkan responden laki-laki. Hal ini dikarenakan ketika penulis melakukan penelitian, kuesioner yang diberikan penulis kepada responden laki-laki diberikan kepada responden perempuan untuk diisi. Selain itu penulis juga menemukan dilapangan responden perempuan lebih banyak ditemukan dibandingkan responden laki-laki. Hal lain juga yang ditemukan penulis adalah faktor status perkawinan juga mempengaruhi lebih banyak responden perempuan dibandingkan laki-laki yaitu perempuan yang berada di Kelurahan Jati ini yang telah menikah lebih banyak dirumah, karena suami mereka harus bekerja di luar rumah untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sedangkan perempuan harus memperhatikan kondisi anak-anak mereka di rumah. 4.2.1.3. Status Perkawinan

Tabel 4.8

Distribusi Responden Berdasarkan Status Perkawinan


(65)

Belum kawin Kawin Janda/duda Lainnya

0 85 10 0

0 89,5 10,5 0

Jumlah 95 100 Sumber: Data Primer peneliti tahun; 2011

Berdasarkan tabel 4.8 dapat dilihat bahwa penulis memberikan beberapa pilihan mengenai status perkawinan. Beberapa pilihan tersebut antara lain yaitu belum kawin, kawin, janda/duda. Dari hasil menyebarkan kuesioner penulis menemukan bahwa yang memiliki status perkawinan belum kawin adalah 0 responden (0%), status perkawinan yaitu kawin adalah 85 responden (89,5%) dan status perkawinan janda/duda yaitu 10 responden (10,5%). Hal ini menunjukkan bahwa ketika penulis berada di lapangan yang lebih banyak dijumpai adalah masyarakat yang status perkawinannya adalah kawin. Hal demikian akan lebih mempermudah penulis karena masyarakat yang status perkawinannya adalah kawin akan lebih memahami isi dan maksud dari kuesioner tersebut. Faktor yang juga mempengaruhi adalah faktor usia karena usia mereka yang memiliki status perkawinan adalah usia yang yang termasuk usia yang cocok untuk menikah yaitu usia 20 tahun keatas. Apabila dilihat dari umur mereka, umur < 20 tahun merupakan umur yang sudah dikategorikan dewasa sehingga dapat dengan mudah menjawab dengan baik kuesioner yang telah diberikan oleh penulis. Status perkawinan masyarakat yaitu janda maupun duda juga merupakan responden yang dapat memahami dan menjawab dengan baik terhadap kuesioner yang telah diberikan. Karena usia yang status perkawinannya adalah janda maupun duda yang ditemukan di lapangan merupakan usia produktif sehingga dapat menjawab pertanyaan yang terdapat pada kuesioner tersebut.


(1)

DAFTAR PUSTAKA Buku

Bagong, Suyanto J. Dwi Narwoko. 2004. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana Media Group

Bungin, Burhan. 2009. Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Bungin, Burhan. 2001. Metodologi Penelitian Sosial. Surabaya : Airlangga University Press

Hasan, Prof.Dr.H.S. Hamid. 2008. Pengantar Ilmu Sosial. Jakarta: Bumi Aksara Nugroho, Fera, dkk. 2004. Konflik dan Kekerasan Pada Aras Lokal. Salatiga: Pustaka

Pelajar

Silalahi, Ulber. 2009. Ulb Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Perpustakaan Universitas


(2)

Suyanto, Bagong dan Sutinah. 2005. Metode Penelitian Sosial : Berbagai Altenatif Pendekatan. Jakarta : Prenada Media.

Soekanto, Soerjono. 2009. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Wijardo, Boedhi,dkk. 2002. Konflik Bahaya atau Peluang. Bandung: Pustaka Pelajar Wiyarti, Sri. 2008. Sosiologi. Jawa Tengah: UNS Press.

Website

http://sansanice.blogspot.com/2010/08/akulturasi.html diakses pada tanggal 14 oktober 2010 pukul 13.20 wib

http://ulyniamy.wordpress.com/2010/05/21/akulturasi/ diakses pada tanggal 14 oktober 2010 pukul 13.10 wib

Error! Hyperlink reference not valid. diakses pada tanggal 21 september 2010, pukul 10.52 WIB

http://www.scribd.com/doc/12892816/Interaksi-Sosial diakses pada tanggal 10 Mei 2011, pukul 13.05 WIB

http://id.wikipedia.org/wiki/Keluarga diakses pada tanggal 10 Mei 2011, pukul 12.59 WIB


(3)

http://id.shvoong.com/socialsciences/education/2043347-pengertian

pendidikan/#ixzz1MfzNgKI8 diakses pada tanggal 18 Mei 2011 pukul 11.45 WIB http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_bangsa diakses pada tanggal 18 Mei 2011 pukul11.49 WIB

http://www.datastatistik-indonesia.com/content/view/928/950/ diakses pada tanggal 19 Mei 2011 pukul 12.20 WIB

http://id.wikipedia.org/wiki/Agama diakses pada tanggal 18 Mei 2011 pukul 11.55 WIB

http://drsuparyanto.blogspot.com/2010/07/konsep-dasar-status ekonomi diakses pada tanggal 8 Juni 2011 pukul 11.32 WIB


(4)

LAMPIRAN DOKUMENTASI


(5)

Gambar 2. Penduduk membersihkan peralatan dapur di bantaran sungai

Gambar 3. Masyarakat sedang melakukan aktifitas masak-memasak untuk kegiatan yang akan dilakukan di pemukiman mereka


(6)

Gambar 4. Peneliti sedang menanyakan isi dari questioner kepada salah satu warga