Pengembangan Konsep Pemukiman Berkelanjutan (Studi Kasus di Pemukiman Kumuh Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe)

(1)

PENGEMBANGAN KONSEP PEMUKIMAN BERKELANJUTAN

(STUDI KASUS DI PEMUKIMAN KUMUH KECAMATAN

BANDA SAKTI KOTA LHOKSEUMAWE)

TESIS

Oleh

RISNA DEWI 097024062/SP

PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGEMBANGAN KONSEP PEMUKIMAN BERKELANJUTAN (STUDI KASUS DI PEMUKIMAN KUMUH KECAMATAN BANDA SAKTI

KOTA LHOKSEUMAWE)

TESIS

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Studi Pembangunan (MSP) dalam Program Studi Pembangunan pada

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Oleh RISNA DEWI

097024062/SP

PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGEMBANGAN KONSEP PEMUKIMAN

BERKELANJUTAN (STUDI KASUS DI

PEMUKIMAN KUMUH KECAMATAN BANDA SAKTI KOTA LHOKSEUMAWE)

Nama Mahasiswa : Risna Dewi Nomor Pokok : 097024062

Program Studi : Studi Pembangunan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. R. Hamdani Harahap, M.Si (Husni Thamrin, S.Sos., MSP Ketua

) Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. M. Arif Nasution, M.A) (Prof. Dr. Badaruddin, M.Si)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal 17 Oktober 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. R. Hamdani Harahap, M.Si Anggota : 1. Husni Thamrin, S. Sos,.MSP

2. Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si 3. Nurman Achmad, S. Sos, M. Soc,Sc 4 . Prof.Dr. M. Arif Nasution, MA


(5)

PERNYATAAN

PENGEMBANGAN KONSEP PEMUKIMAN BERKELANJUTAN (STUDI KASUS DI PEMUKIMAN KUMUH KECAMATAN BANDA SAKTI

KOTA LHOKSEUMAWE)

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. .

Medan, Oktober 2011 Penulis,


(6)

ABSTRAK

Kota Lhokseumawe sebagian besar dimanfaatkan untuk kebutuhan pemukiman. Kebutuhan perumahan dan sarana prasarana pemukiman semakin meningkat dengan jumlah penduduk yang semakin bertambah. Permukiman kumuh cenderung dengan permasalahan status kependudukan dan masalah permukiman sebagai tempat tinggal yang mempunyai kualitas di bawah standar minimal dalam lingkungan yang kurang sehat dan tidak didukung oleh jasa pelayanan kota seperti air minum, sanitasi, drainase (gorong-gorong), jalur pejalan kaki dan jalan akses darurat. Untuk saat ini

Penelitian ini merumuskan masalah bagaimana profil kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan pemukiman kumuh di Gampong Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe dan bagaimana pengembangan konsep pemukiman berkelanjutan di pemukiman kumuh Gampong Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif.

pemukiman kumuh menjadi perhatian utama pemerintah kota Lhokseumawe.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

Tehnik pengumpulan data melalui observasi langsung, wawancara mendalam, kuesioner, fokus group diskusi, dan dokumentasi.

profil kondisi sosial, ekonomi, lingkungan pemukiman kumuh di Gampong Pusong Kecamatan Banda Sakti belum menuju kepada pembangunan berkelanjutan. Total semua indikator baik dari aspek sosial, ekonomi dan lingkungan mempunyai kecenderungan rendah. Pengembangan konsep pemukiman yang baik menurut penulis adalah pemanfaatan potensi laut yang berkelanjutan berbasis masyarakat dengan mengembangkan konsep minapolitan. Disarankan kepada pemerintah kota Lhokseumawe agar lebih berkomitmen dan serius untuk penanganan pemukiman kumuh di Gampong Pusong. Untuk penduduk pendatang dilakukan pengurangan laju pertumbuhan penduduk dikawasan Pusong. Hal ini dapat dilakukan dengan pembatasan jumlah penduduk yang masuk dan tinggal di kawasan tersebut. Perlu dilakukan peningkatan penertiban perpetakan lahan di Gampong Pusong melalui konsolidasi tanah. Perlu adanya keinginan pemerintah mulai Gampong, Kecamatan sampai tingkat Kota untuk bekerja sama dengan masyarakat dalam meningkatkan kualitas lingkungan melalui bina lingkungan berkelanjutan.


(7)

ABSTRACT

The city of Lhokseumawe partially used for residential needs. Needs housing and residential infrastructure is increasing with the growing population. Slums tend to issue residence status and problems of settlements as a place to live that have quality below the minimum standard in an unhealthy environment and is not supported by city services such as drinking water, sanitation, drainage (culverts), pedestrian paths and roads emergency access. For now a major concern of the shanty town of Lhokseumawe city government.

This study formulated the problem of how to profile the social, economic and environmental slums in the Village District Pusong Lhokseumawe Banda Sakti and how sustainable development concepts in slum settlements Gampong Pusong District Lhokseumawe Banda Sakti. This study used a qualitative approach with descriptive methods. Techniques of collecting data through direct observation, in-depth interviews, questionnaires, focus group discussions, and documentation.

The results showed that the profile of social, economic, environmental slums in Gampong Pusong Banda Sakti subdistrict yet toward sustainable development. Total all good indicators of social, economic and environment has a low inclination. Development of the concept of good settlement by authors is the utilization of sustainable marine-based society by developing the concept of Minapolitan.It is recommended to the city of Lhokseumawe to be more committed and serious for the handling of slums in Gampong Pusong. For the settlers carried out the reduction rate of population growth Pusong region. This can be done by limiting the number of people who enter and stay in the region. Necessary to improve policing in Gampong Pusong plot land through land consolidation. Need for the government's desire began to Village, District until the City to work with communities in improving the quality of the environment through environmentally sustainable community development.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Salawat dan salam kepada nabi besar Muhammad SAW beserta sahabatnya yang telah membawa umat manusia kealam yang berilmupengetahuan dan keberadaban.

Tugas akhir perkuliahan pada Program Studi Pembangunan Universitas Sumatera Utara (USU), untuk melengkapi syarat-syarat kesarjanaan Strata II (S2) maka penulis berkewajiban menyusun sebuah tesis yang berjudul “Pengembangan Konsep Pemukiman Berkelanjutan (Studi Kasus di Pemukiman Kumuh Kecamatan

Banda Sakti Kota Lhokseumawe)”.

Alhamdulillah selesai sudah penulis menyusun tesis ini, keberhasilan ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak. Terutama pihak keluarga, oleh karenanya penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang teristimewa kepada suami tercinta yang selalu mendampingi penulis baik suka maupun duka dan terima kasih atas pengorbanan anak-anak tersayang Jihan dan Naila yang selalu memberi doa dan motivasi untuk penulis, dan kedua orang tua, M. Yacob Ahmad dan Nurhasanah yang selalu memberikan doa restu dan kasih sayang sehingga penulis dapat menjejakkan kaki ke dunia ini dan membekali ilmu yang setinggi-tingginya.


(9)

Proses penulisan ini juga tidak terlepas dari dukungan, bimbingan dan bantuan dari beberapa pihak. Selanjutnya dalam kesempatan ini izinkanlah penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, M. Sc (CTM), Sp. A(k).

2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin M, Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA, selaku Ketua Program Studi Pembangunan SPs. Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. R. Hamdani Harahap, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi Pembangunan SPs Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Ketua Penguji yang telah banyak mengorbankan waktu dan pikiran guna mengarahkan dan membimbing penulis.

5. Bapak Husni Thamrin, S. Sos., MSP, selaku Pembimbing dan Penguji yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan guna kesempurnaan tesis ini. 6. Bapak Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si, selaku Pembanding dan

Penguji.

7. Bapak Nurman Achmad, S. Sos, M. Soc, Sc selaku Pembanding dan Penguji. 8. Bapak dan Ibu Dosen/Staf pengajar di Program Studi Pembangunan SPs

Universitas Sumatera Utara.

9. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Pembangunan SPs USU, Helminawaty Harahap, Ahmadan Harahap, Lamtagon, Falmer dkk, serta staf administrasi Program Studi Pembangunan SPs USU.


(10)

10.Pegawai Bapedda Kota Lhokseumawe Bapak Impiansyah, Bapak Masrizal, Bapak Salahuddin dan pegawai lainnya, Akademisi dari UNIMAL dan instansi terkait lainnya yang telah memberikan bantuan informasi dalam penelitian ini.

11.Perangkat aparatur Gampong Pusong Baru dan Pusong Lama yang telah memberikan data dan informasi guna mendukung penelitian penulis.

12.Sahabatku Badiuzzaman dan Ibu Maryam yang senantiasa selalu memberikan kontribusi pemikiran dan dukungan untuk penulis.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada segenap keluarga yang telah memberikan doa dan motivasi, baik selama perkuliahan sehingga penyelesaian tesis ini.

Penulis berharap agar tesis ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan menjadi tambahan rujukan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, 10 Oktober 2011


(11)

RIWAYAT HIDUP

IDENTITAS

Nama : Risna Dewi

NIM : 097024062

Tempat/Tgl. Lahir : Loskala/ 7 Februari 1982

Alamat : Jl. Medan-B.Aceh Lrg Puskesmas Muara Dua

Kota

Lhokseumawe

Agama : Islam

Pekerjaan : Tenaga Pengajar (Dosen)

Status Perkawinan : Kawin

Nama Suami : Tibrani

Nama Orang Tua :

Bapak : M. Yakob Ahmad

Ibu : Nurhasanah

PENDIDIKAN FORMAL

1. SD Negeri No 2 Cunda : 1994

2. SLTP Negeri 7 Lhokseumawe : 1997 3. SMU Negeri 3 Lhokseumawe : 2000 4. Strata Satu (S1) IAN FISIP Unimal : 2006 5. Strata Dua (S2) MSP USU : 2011


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR………. iii

RIWAYAT HIDUP……….. vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR……… xii

DAFTAR LAMPIRAN ……….. xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………. ... 10

2.1 Konsep Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development) 10

2.2 Prinsip-prinsip Pembangunan Berkelanjutan... 19

2.4 2.3 Strategi Pembangunan Berkelanjutan... 21

Indikator Pembangunan Berkelanjutan ... 24

2.5 Pembangunan Berkelanjutan; Masa Depan Pembangunan Perumahan dan Permukiman Indonesia... 30

2.7 2.6 Pembangunan Pemukiman Berkelanjutan... 33

Pemukiman Kumuh 2.8 ... 35

Ciri-ciri Pemukiman Kumuh 2.9 Faktor Penyebab Pertumbuhan Kawasan PermukimanKumuh... 42

... 39


(13)

2.11 2.12

Pengelolaan Lingkungan Hidup... 46

2.13 Penyebab Kemiskinan... 52

Solusi yang Berkelanjutan untuk Mengatasi Kemiskinan dan Daerah Kumuh Di Perkotaan... 54

2.14 2.15 Kemiskinan... 58

Isu Sosial Budaya dalam Perencanaan dan Pembangunan... 56

2.16 Strategi Pengentasan Kemiskinan... 62

2.17 Tridaya: Melawan Keterbatasan Mewujudkan Keterjangkauan dalam Pembangunan Perumahan dan Pemukiman... 64

2.18 Syarat Instrumen Desa/Gampong... 74

BAB III METODE PENELITIAN ... 78

3.1 Jenis Penelitian ... 78

3.2 Lokasi Penelitian ... 78

3.3 Definisi Konsep ... 79

3.4 Definisi Operasional ...………. 80

3.5 Informan ... ... 81

3.6 Populasi dan sampel ... 83

3.7 Tehnik Pengumpulan Data 3.8 ...………. 82

3.9 Tehnik Analis Data... 87

Jadwal Penelitian... BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 90

89 4.1 Hasil Penelitian... 90

4.1.1 Gambaran Umum Kota Lhokseumawe... 90

4.1.2 Kondisi Demografi ... 93

4.1.3 Kondisi Topografi... 95

4.1.4 Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat... 98


(14)

4.2 Gambaran Umum Gampong Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota

Lhokseumawe... 102

4.3 Profil Kondisi Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan Pemukiman Kumuh di Gampong Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe... 110

4.3.1Aspek Sosial... 122

4.3.2 Aspek Ekonomi... 135

4.3.3 Aspek Ekologi... 141

4.4 Pengembangan Konsep Pemukiman Berkelanjutan di Pemukiman Kumuh Gampong Pusong kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe... 158

BAB V PENUTUP ... 177

5.1 Kesimpulan... 177

5.2 Saran... 182


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan Kota Lhokseumawe………… 93

2 Tingkat kepadatan penduduk di Kota Lhokseumawe Tahun 2008……….. 94

3 Proporsi Penduduk Lhokseumawe Menurut Jenis Pekerjaan Tahun 2008……… 100

4 Monografi Gampong Pusong Baru Tahun 2011……… 105

5 Profil Gampong pusong Lama……… 107

6 Monografi Gampong Pusong Lama Tahun 2011……… 108

7 Kajian Mikro Kawasan Prioritas……… 119

8 Jawaban Responden Pusong Baru terhadap Kesediaan Direlokasikan Tempat Lain Selama Perbaikan……… 121

9 Jawaban Responden Pusong Lama terhadap Kesediaan Direlokasikan tempat Lain Selama Perbaikan……… 122 10 Jenjang pendidikan masyarakat Gampong Pusong Baru……… 123

11 Jenjang pendidikan masyarakat Gampong Pusong Lama……… 124

12 Jawaban Responden terhadap Tingkat Pendidikan Gampong Pusong Baru……… 125

13 Jawaban Responden terhadap Tingkat Pendidikan Gampong Pusong Lama……… 126

14 Jawaban Responden terhadap Akses Pelayanan Kesehatan Gampong Pusong Baru……… 128


(16)

15 Jawaban Responden terhadap Akses Pelayanan Kesehatan

Gampong Pusong Lama……… 129

16 Jawaban Responden terhadap Status Lahan yang Dihuni (kepemilikan) Lahan yang Dihuni……… 131 17 Jawaban Responden terhadap status lahan yang dihuni

(kepemilikan)……….. 132

18 Jawaban Responden terhadap Penghasilan/pendapatan…… 138 19 Jawaban Responden terhadap Penghasilan/pendapatan……… 139 20 Jawaban Responden terhadap Ketersediaan Saluran Drainase 144 21 Jawaban Responden terhadap Ketersediaan Saluran Drainase 145 22 Jawaban Responden terhadap Ketersediaan Tempat

Pembuangan Sampah Sementara……… 148

23 Jawaban Responden terhadap Ketersediaan Tempat

Pembuangan Sampah Sementara……… 149

24 Jawaban Responden terhadap Akses Pelayanan Air Bersih

PDAM……….. 151

25 Jawaban Responden terhadap Akses Pelayanan Air Bersih

PDAM……….. 152

26 Jawaban Responden terhadap Ketersediaan Jamban di Rumah 155 27 Jawaban Responden terhadap Ketersediaan Jamban di Rumah 156 28 Rekapitulasi Tanggapan Responden secara Keseluruhan

terhadap Profil Kondisi Sosial, Ekonomi dan Ekologi di Pemukiman Kumuh Gampong Pusong Kecamatan Banda Sakti


(17)

29 Forum Group Discution (FGD) antara: Pemerintah, Akademisi

dan Tokoh Masyarakat……… 158

30 Pemanfaatan Potensi Laut yang Berkelanjutan Berbasis Masyarakat dengan Mengembangkan Konsep Minapolitan…… 174


(18)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman 1 Interaksi Terus Menerus antara Dimensi Ekonomi, Sosial, dan Ekologis. 18

2 Luas Wilayah Lhokseumawe menurut Kecamatan……….. 93

3 Kondisi topografi Kota Lhokseumawe………. 96

4 Ancaman bencana di Kota Lhokseumawe……… 97


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Panduan Wawancara……… 190

2. Daftar Pertanyaan/Kuesioner Penelitian... 196

3. Identifikasi Masalah dalam FGD... 200

4. Struktur Ruang Kota Lhokseumawe... 201

5. Profil Kondisi Pemukiman kumuh Gampong Pusong... 202

6. Kegiatan FGD... 203

7. Keputusan Walikota Lhokseumawe... 204

8. Surat Keterangan Bappeda Lhokseumawe... 205


(20)

ABSTRAK

Kota Lhokseumawe sebagian besar dimanfaatkan untuk kebutuhan pemukiman. Kebutuhan perumahan dan sarana prasarana pemukiman semakin meningkat dengan jumlah penduduk yang semakin bertambah. Permukiman kumuh cenderung dengan permasalahan status kependudukan dan masalah permukiman sebagai tempat tinggal yang mempunyai kualitas di bawah standar minimal dalam lingkungan yang kurang sehat dan tidak didukung oleh jasa pelayanan kota seperti air minum, sanitasi, drainase (gorong-gorong), jalur pejalan kaki dan jalan akses darurat. Untuk saat ini

Penelitian ini merumuskan masalah bagaimana profil kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan pemukiman kumuh di Gampong Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe dan bagaimana pengembangan konsep pemukiman berkelanjutan di pemukiman kumuh Gampong Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif.

pemukiman kumuh menjadi perhatian utama pemerintah kota Lhokseumawe.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

Tehnik pengumpulan data melalui observasi langsung, wawancara mendalam, kuesioner, fokus group diskusi, dan dokumentasi.

profil kondisi sosial, ekonomi, lingkungan pemukiman kumuh di Gampong Pusong Kecamatan Banda Sakti belum menuju kepada pembangunan berkelanjutan. Total semua indikator baik dari aspek sosial, ekonomi dan lingkungan mempunyai kecenderungan rendah. Pengembangan konsep pemukiman yang baik menurut penulis adalah pemanfaatan potensi laut yang berkelanjutan berbasis masyarakat dengan mengembangkan konsep minapolitan. Disarankan kepada pemerintah kota Lhokseumawe agar lebih berkomitmen dan serius untuk penanganan pemukiman kumuh di Gampong Pusong. Untuk penduduk pendatang dilakukan pengurangan laju pertumbuhan penduduk dikawasan Pusong. Hal ini dapat dilakukan dengan pembatasan jumlah penduduk yang masuk dan tinggal di kawasan tersebut. Perlu dilakukan peningkatan penertiban perpetakan lahan di Gampong Pusong melalui konsolidasi tanah. Perlu adanya keinginan pemerintah mulai Gampong, Kecamatan sampai tingkat Kota untuk bekerja sama dengan masyarakat dalam meningkatkan kualitas lingkungan melalui bina lingkungan berkelanjutan.


(21)

ABSTRACT

The city of Lhokseumawe partially used for residential needs. Needs housing and residential infrastructure is increasing with the growing population. Slums tend to issue residence status and problems of settlements as a place to live that have quality below the minimum standard in an unhealthy environment and is not supported by city services such as drinking water, sanitation, drainage (culverts), pedestrian paths and roads emergency access. For now a major concern of the shanty town of Lhokseumawe city government.

This study formulated the problem of how to profile the social, economic and environmental slums in the Village District Pusong Lhokseumawe Banda Sakti and how sustainable development concepts in slum settlements Gampong Pusong District Lhokseumawe Banda Sakti. This study used a qualitative approach with descriptive methods. Techniques of collecting data through direct observation, in-depth interviews, questionnaires, focus group discussions, and documentation.

The results showed that the profile of social, economic, environmental slums in Gampong Pusong Banda Sakti subdistrict yet toward sustainable development. Total all good indicators of social, economic and environment has a low inclination. Development of the concept of good settlement by authors is the utilization of sustainable marine-based society by developing the concept of Minapolitan.It is recommended to the city of Lhokseumawe to be more committed and serious for the handling of slums in Gampong Pusong. For the settlers carried out the reduction rate of population growth Pusong region. This can be done by limiting the number of people who enter and stay in the region. Necessary to improve policing in Gampong Pusong plot land through land consolidation. Need for the government's desire began to Village, District until the City to work with communities in improving the quality of the environment through environmentally sustainable community development.


(22)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Munculnya kawasan kumuh dengan tingkat kepadatan populasi tinggi ditemui di berbagai kota besar di dunia. Kawasan kumuh umumnya dihubung-hubungkan dengan tingkat menjadi sumber masalah sosial seperti kesehatan karena kondisinya yang tidak higienis.

Peningkatan kawasan kumuh juga berkembang seiring dengan meningkatnya sekarang ini mencoba menangani masalah kawasan kumuh ini dengan memindahkan kaw baik (umumnya berupa untuk mengetahui apakah sebuah kawasan tergolong kumuh atau tidak adalah diantaranya dengan melihat : tingkat kepadatan kawasan, kepemilikan lahan dan bangunan serta kualitas sarana dan prasarana yang ada dalam kawasan tersebut. Namun demikian kondisi kumuh tidak dapat digeneralisasi antara satu kawasan dengan kawasan lain karena kumuh bersifat spesifik dan sangat bergantung pada penyebab terjadinya kekumuhan.


(23)

Pemukiman kumuh merupakan pemukiman yang tidak layak huni karena tidak memenuhi persyaratan untuk hunian baik secara teknis maupun non teknis. Suatu pemukiman kumuh dapat dikatakan sebagai pengejawatahan dari kemiskinan, karena pada umumnya di pemukiman kumuhlah masyarakat miskin tinggal dan banyak di jumpai di kawasan perkotaan. Kemiskinan merupakan salah satu penyebab timbulnya pemukiman kumuh di kawasan perkotaan. Namun tidak selamanya miskin itu adalah kumuh. Pada dasarnya kemiskinan dapat ditanggulangi dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pemerataan, peningkatan lapangan pekerjaan dan pendapatan kelompok miskin serta peningkatan pelayanan dasar bagi kelompok miskin dan pengembangan institusi penanggulangan kemiskinan. Peningkatan pelayanan dasar ini dapat diwujudkan dengan peningkatan air bersih, sanitasi, penyediaan serta usaha perbaikan perumahan dan lingkungan pemukiman pada umumnya.

Terjadinya krisis-krisis lingkungan tersebut telah mencetuskan pemikiran atau paradigma baru yang disebut pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development). Paradigma pembangunan berkelanjutan menekankan pentingnya pemahaman terhadap makna hubungan timbal balik antara tiga dimensi utama kehidupan yang saling berinteraksi secara terus menerus, yaitu dimensi sosial, ekonomi dan lingkungan. Pembangunan berkelanjutan merupakan suatu proses yang bertujuan mencapai masyarakat sejahtera (masyarakat berkelanjutan) dalam lingkungan hidup yang berkelanjutan. Dengan demikian jelas bahwa kemiskinan serta kerusakan lingkungan hidup merupakan ancaman utama bagi proses pembangunan


(24)

berkelanjutan. Proses pembangunan berkelanjutan itu dapat dicapai melalui berbagai cara yang berbeda-beda, tidak universal, melainkan tergantung kepada kondisi sosial-budaya dan ekonomi masyarakat serta lingkungan hidup masyarakat itu sendiri.

Untuk mencapai pembangunan berkelanjutan perlu perencanaan dan perancangan yang bersifat ekologis dengan melakukan evaluasi terhadap kondisi kawasan-kawasan di kota tersebut, proses-proses yang terjadi didalam masyarakat dan lingkungannya. Hal tersebut dapat dilakukan berdasarkan pemikiran-pemikiran diatas dan dengan pemahaman bahwa kemiskinan dan kerusakan lingkungan adalah ancaman utama pembangunan berkelanjutan.

Tiga kriteria pembangunan berkelanjutan di perkotaan: Pertama, pro keadilan sosial, artinya keadilan dan kesetaraan akses terhadap sumber daya alam dan pelayanan publik, menghargai diversitas budaya dan kesetaraan gender. Kedua, pro ekonomi kesejahteraan, artinya pertumbuhan ekonomi ditujukan untuk kesejahteraan semua anggota masyarakat, dapat dicapai melalui teknologi inovatif yang berdampak minimum terhadap lingkungan. Ketiga, pro lingkungan berkelanjutan, artinya etika lingkungan non-antroposentris menjadi pedoman hidup masyarakat, sehingga mereka selalu mengupayakan kelestarian dan keseimbangan lingkungan, konservasi sumberdaya alam vital, dan mengutamakan peningkatan kualitas hidup non-material (Gondokusuma dalam Budhy 2005 : 407).

Peningkatan jumlah penduduk dunia diiringi dengan peningkatan jumlah penduduk kota dan peningkatan jumlah penduduk miskin di perkotaan telah membuat beban lingkungan perkotaan bertambah berat permasalah pokok perkotaan di negara


(25)

sedang berkembang terdapat subsistem besar yang komponen-komponennya saling berinteraksi secara terus menerus yaitu : Pertama, subsistem ekonomi : rendahnya tingkat pendapatan dan lemahnya tingkat pemberdayaan ekonomi masyarakat. Kedua,

subsistem sosial : masyarakat yang menderita kemiskinan (seperti pengangguran, kriminalitas, pelayanan kesehatan dan pendidikan yang tidak memadai. Ketiga,

subsistem lingkungan yang menderita kerusakan (seperti pencemaran air, udara dan tanah, kelangkaan air bersih dan pemukiman yang kumuh). (Gondokusumo dalam Budhy 2005 : 408).

Sejarah perkembangan Kota Lhokseumawe dimulai sejak dasawarsa kedua abad XX. Saat itu Lhokseumawe diisi oleh bangunan-bangunan pemerintah umum, militer dan perhubungan kereta api milik Pemerintah Belanda. Pada tahun 1956 dibentuklah Kebupaten Daerah Tingkat (DATI) II Aceh Utara yang beribukota Lhokseumawe. Selanjutnya pada tahun 2001 Lhokseumawe resmi menjadi kotamadya yang memiliki wilayah administrasi pemerintahan sendiri (Bappeda Lhokseumawe, Sejarah Kota Lhokseumawe).

Seiring ditemukannya sumber gas alam cair di Arun Kabupaten Aceh Utara pada tahun 1973, maka kawasan pemukiman di Lhokseumawe tumbuh dan berkembang sangat pesat pada tahun 1973-1979. Pembangunan pabrik pengolahan gas alam cair PT. ARUN Liquefied Natural Gas (LNG) di Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe juga menyebabkan terjadinya lonjakan pertumbuhan penduduk rata-rata nasional pada saat itu (Bappeda Kabupaten Aceh Utara dalam Rencana Umum Tata Ruang Kabupaten Aceh Utara, 1997).


(26)

Hal tersebut tentu saja menyebabkan kebutuhan lahan dan perumahan di Lhokseumawe menjadi meningkat pula, tanpa mampu diimbangi oleh penataan kawasan secara baik dan ideal dari pemerintahan Aceh Utara pada saat itu, sehingga penduduk baru di Kota Lhokseumawe yang disebabkan oleh migrasi, mengisi ruang-ruang yang ada secara tidak teratur. Sebagian daripadanya membentuk komunitas pemukiman padat terutama oleh masyarakat yang berpenghasilan rendah seperti halnya yang terjadi di Gampong Pusong Baru dan Pusong Lama yang dominan mata pencahariannya tergantung pada hasil nelayan.

Pemukiman di Kecamatan Banda Sakti yang memiliki 9 Gampong dengan 4.673 rumah tangga sehingga menyebabkan pemukiman yang padat. Muncul berbagai permasalahan seperti keterbatasan air bersih, pengelolaan sampah, ketersediaan jamban keluarga serta rendahnya pendapatan masyarakat yang merupakan faktor penyebab ketidakmampuan dalam meningkatkan dan memelihara lingkungan pemukiman tempat tinggal yang baik dan sehat. Melihat kenyataan tersebut, berdasarkan Keputusan Walikota Lhokseumawe Nomor : 225 Tahun 2010 tentang penetapan kawasan kumuh dalam wilayah kota Lhokseumawe menetapkan bahwa Gampong Pusong Lama dan Gampong Pusong Baru dikategorikan sebagai kawasan kumuh dan tujuh Gampong lainnya (Keude Aceh, Teumpok Teungoh, Mon Geudong, Jawa Lama, Hagu Selatan, Ujong Blang, Ulee Jalan) ditetapkan sebahagian kumuh di Kecamatan Banda Sakti (Hasil observasi awal, data dari Bappeda Kota Lhokseumawe, 22 Maret 2011).


(27)

Fenomenal yang terjadi selama ini di Gampong Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe kondisi masyarakatnya masih tinggal di pemukiman kumuh dan dengan kemiskinan. Padahal dengan melihat letak geografis Pusong Baru itu sendiri merupakan bagian strategis dari wilayah pusat Kota Lhokseumawe. Informasi dari Geuchik Gampong Pusong Baru Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe bahwa program pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah kota pada saat ini lebih memprioritaskan infrastruktur, namun untuk diketahui, sedikit pun belum menyentuh bagian dari luas 20 Ha Gampong Pusong Baru. Jumlah warga 6.000 jiwa, “40 persen warga kumuh dan penduduk miskin mencapai 60 persen. Serta seluas 6 Ha dari 20 Ha desa acap terendam air laut dikala pasang purnama. Kendati bagian strategis dari pusat Kota Lhokseumawe dan meski berganti-ganti walikota, namun Gampong ini tak pernah tersentuh pembangunan, bahkan terabaikan.

Berdasarkan data terkini yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Lhokseumawe, 39 persen warga masuk dalam kategori rumah tangga miskin secara nasional. Kategori-kategori yang dinyatakan miskin secara nasional. Ada 14 item yang dinilai, yakni kondisi rumah yang dihuni, pendidikan anak-anak, penghasilan per bulan di bawah Rp 600 ribu, frekuensi makan per hari, tidak punya sepeda motor, frekuensi beli baju per tahunnya, susu bagi anak, dan sejumlah kategori lainnya. “Dari 14 item itu, jika ada yang mengalami sembilan saja, maka sudah bisa dikatakan keluarga miskin.

Data yang dibawa petugas lapangan selanjutnya dikirim ke BPS Pusat. Hasil pendataan dari 33.995 rumah tangga di Kota Lhokseumawe, 13.269 (39 persen)


(28)

dinyatakan dalam kategori miskin. Dirincikan, Kecamatan Blang Mangat 2.491 rumah tangga, Muara Dua 3.336, Muara Satu 2.769, dan Banda Sakti 4.673 rumah tangga. Dengan kondisi ini tentunya perlu terobosan-terobosan yang cepat dari pemerintah Kota Lhokseumawe untuk terus mengurangi jumlah rumah tangga miskin.

Sudah fenomena alamiah, warga kumuh dan miskin selalu kurang beruntung. Demikian yang dialami masyarakat Pusong Baru dan Pusong Lama. Kondisi mereka dari tahun ke tahun hidup di rumah tidak layak huni yang kelihatan sangat kontras, dibanding warga menengah ke atas penghuni kota Lhokseumawe. “50 Warga Gampong Pusong Baru, berprofesi tukang jemur ikan teri dengan produksi per bulan tidak kurang dari 50 ton. 80 persen dari 1000 KK penduduk berprofesi nelayan tradisionil, penopang kebutuhan ikan seluruh warga kota Lhokseumawe strata menengah ke atas,” (T. Zulkifli Ilyas, Geuchik Gampong Pusong Baru dalam Waspada: Kamis, 28 Januari 2010). Wajarkah warga miskin ini dikonotasikan dengan borok kota. Wajarkah mereka ini dimarginalkan. Masyarakat Pusong yang berada di lingkungan tidak sehat sampai dengan sekarang ini, dengan tumpukan sampah di sekitar rumah warga, ketika bau menyebar, warga mengaku sulit bernafas. Selain itu banyak warga mengalami gatal-gatal. Warga mengharapkan supaya dinas terkait memperhatikan nasib keadaan lingkungan Pusong.

Berdasarkan permasalahan tersebut maka penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut dengan judul Pengembangan Konsep Pemukiman Berkelanjutan (Studi Kasus di Pemukiman Kumuh Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe).


(29)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana diuraikan diatas, maka perumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana profil kondisi sosial, ekonomi, dan lingkungan pemukiman kumuh di Gampong Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe ?

2. Bagaimana pengembangan konsep pemukiman berkelanjutan di pemukiman kumuh Gampong Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe ?

1.3 Tujuan Kajian

1. Mengacu pada latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan profil kondisi sosial, ekonomi, dan lingkungan pemukiman kumuh serta mendeskripsikan dan menganalisis pengembangan konsep pemukiman berkelanjutan di pemukiman kumuh Gampong Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe. (Pengembangan konsep ini mengarah bukan hanya kepada fisiknya saja yaitu membangun prasarana mendukung seperti jalan, air minum, sanitasi, tetapi juga memberdayakan masyarakat pemukiman kumuh baik sosial, ekonomi dan ekologi).


(30)

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dalam penelitian ini ada dua yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis : 1. Secara Teoritis, penelitian ini dapat menambah wawasan pengetahuan dalam

pengembangan konsep pemukiman berkelanjutan.

2. Secara Praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada pemerintah kota Lhokseumawe dalam pengembangan pemukiman berkelanjutan dan memberikan kontribusi kepada masyarakat untuk turut berpartisipasi menciptakan kualitas lingkungan pemukiman yang sehat.


(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development)

Pembangunan yang sekarang sedang marak adalah pembangunan yang hanya bersifat sementara. Dengan tuntutan globalisasi, Indonesia mengikuti perkembangan jaman tanpa melihat prospek kedepan. Perkembangan masyarakat yang serba instan dan asal jadi, budaya konsumtif telah mendarah daging pada sebagian besar masyarakat Indonesia. Sedang sebenarnya, hakikat pembangunan adalah pembangunan yang berkelanjutan yang tidak parsial, instan dan pembangunan kulit. Maka, dengan adanya konsep Sustainable Development yang kemudian disebut SD akan berusaha memberikan wacana baru mengenai pentingnya melestarikan lingkungan alam demi masa depan, generasi yang akan datang. “Pembangunan yang memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengkompromikan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.”

Pengertian Sustainable Development

Wikipedia : Pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan, sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan”

Menurut Brundtland Report dari

terjemahan dari Bahasa Inggris sustainabel development. Salah satu faktor yang harus dihadapi untuk mencapai pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana


(32)

memperbaiki kehancura

Laporan dari KTT Duni yang menjabarkan pembangunan berkelanjutan sebagai terdiri dari tiga tiang utama (ekonomi, sosial, dan lingkungan) yang saling bergantung dan memperkuat.

Deklarasi Universal Keberagaman Budaya lebih jauh menggali konsep pembangunan berkelanjutan dengan menyebutkan bahwa “keragaman budaya penting bagi manusia sebagaimana pentingnya keragaman hayati bagi alam”. Dengan demikian “pembangunan tidak hanya dipahami sebagai pembangunan ekonomi, namun juga sebagai alat untuk mencapai kepuasan intelektual, emosional, moral, dan spiritual”. Dalam pandangan ini, keragaman “pertumbuhan ekonomi” itu sendiri bermasalah, karena sumberdaya bumi itu sendiri terbatas.

Budimanta (2005) menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah suatu cara pandang mengenai kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terencana dalam kerangka peningkatan kesejahteraan, kualitas kehidupan dan lingkungan umat manusia tanpa mengurangi akses dan kesempatan kepada generasi yang akan datang untuk menikmati dan memanfaatkannya.

Dalam proses pembangunan berkelanjutan terdapat proses perubahan yang terencana, yang didalamnya terdapat eksploitasi sumberdaya, arah investasi orientasi pengembangan teknologi, dan perubahan kelembagaan yang kesemuanya ini dalam keadaan yang selaras, serta meningkatkan potensi masa kini dan masa depan untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi masyarakat.


(33)

Menurut Salim : 2003, pembangunan berkelanjutan harus diarahkan pada pemberantasan kemiskinan (sasaran ekonomi), perimbangan: ekuitisosial yang adil (sasaran sosial) dan kualitas tinggi, kehidupan lingkungan hidup (sasaran lingkungan). Untuk ini secara sadar diusahakan investasi dalam modal: ekonomi (finansial, modal mesin, dll), modal sosial (investasi pendidikan, kesehatan dan keakraban sosial) dan modal lingkungan (investasi-sumber daya alam diperbaharui dan daur-ulang serta substitusi sumber daya alam yang tak terbaharui).

Menurut Marlina : 2009 mengatakan pembangunan berkelanjutan tidak saja berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan. Lebih luas dari itu, pembangunan berkelanjutan mencakup tiga lingkup kebijakan: pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan (selanjutnya disebut 3 Pilar Pembangunan berkelanjutan).

Aspek sosial, maksudnya pembangunan yang berdimensi pada manusia dalam hal interaksi, interrelasi dan interdependesi. Yang erat kaitannya juga dengan aspek budaya. Tidak hanya pada permasalahan ekonomi, pembangunan berkelanjutan untuk menjaga keberlangsungan budaya dari sebuah masyarakat supaya sebuah amsyarakat tetap bisa eksis untuk menjalani kehidupan serta mempunyai sampai masa mendatang. Faktor lingkungan (ekologi) yang diperlukan untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan ialah a) terpeliharanya proses ekologi yang esensial, b) tersedianya sumberdaya yang cukup, dan c) lingkungan sosial- budaya dan ekonomi yang sesuai (Otto, 2004 : 161).

Pembangunan berkelanjutan dirumuskan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan generasi mendatang. Pembangunan berkelanjutan mengandung makna jaminan mutu kehidupan manusia dan tidak melampaui kemampuan ekosistem untuk mendukungnya. Dengan demikian pengertian pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pada saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka (Sudarmadji : 2008).


(34)

Meningkatkan kesejahteraan generasi sekarang tanpa mengurangi kemampuan alam, masyarakat dan ekonomi untuk menaikan kesejahteraan generasi masa depan. Jadi, jika generasi saat ini bisa maju, maka generasi anak-anak kitapun minimal bisa mencapai kesejahteraan yang setingkat, demikian pula dengan cucu-cucu kita. Sehingga kemudian terdapat alur ekonomi yang berjalan terus menerus, tanpa mengurangi tingkat kesejahteraan dari generasi ke generasi. Itulah yang dimaksud dengan keberlanjutan ekonomi. Keberlanjutan ekonomi saja ternyata tidak cukup. Ekonomi berlangsung di dalam masyarakat, dan di dalam masyarakat terjadi juga pertumbuhan yang memerlukan keberlanjutan. Keberlanjutan masyarakat mensyaratkan adanya keutuhan, kondisi dan hubungan jaringan antar masyarakat yang terpelihara terus menerus, sehingga dijaga agar jangan sampai terjadi bahwa masyarakat yang sekarang lahir 5 tahun kemudian berantakan dan bubar. Masyarakat yang sustainable, masyarakat yang berlanjut, tidak mengenal konflik sosial, dan juga tidak mengenal disintegrasi sosial.

Tujuan akhir setiap usaha pembangunan ialah memperlakukan manusia, laki-laki, perempuan, anak-anak sebagai tujuan, untuk memperbaiki kondisi manusia dan memperbesar pilihan manusia. Salah satu yang menjadi bagian dari pembangunan berkelanjutan adalah dimensi manusia atau bisa juga disebut dengan ‘pembangunan manusia’. Ada empat komponen utama dalam paradigma pembangunan manusia, yaitu pemerataan atau kesetaraan (equity), berkelanjutan, produktivitas dan pemberdayaan. (Firdaus : 1998).


(35)

Hal ketiga adalah sustainabilitas lingkungan. Alam menyediakan udara dimana kita menghirup udara bersih. Alam memberikan kita air dimana kita minum air bersih. Alam memberikan tanah sehingga kita bisa menanam. Alam, air, tanah, udara, dan iklim mampu menghidupi manusia. Persoalan sekarang adalah bisakah kita membangun dimana fungsi-fungsi alam itu, yang menumbuhkan kehidupan manusia, bisa terus menerus memungkinkan kehidupan manusia tersebut. Jadi

Pembangunan Berkelanjutan itu mempunyai 3 kaki, kaki keberlanjutan ekonomi, keberlanjutan sosial dan keberlanjutan lingkungan. Keberlanjutan ekonomi tidak bisa jalan kalau keberlanjutan sosial berantakan. Keberlanjutan ekonomi dan sosial tidak bisa jalan juga kalau lingkungan berantakan, pertama adalah dengan menempatkan modal alam sebagai faktor utama. Jika cara berpikir sebelumnya adalah ekonomi menguasai, sosial penting nomor 2 dan lingkungan penting nomor 3, maka sekarang harus dibalik. Sekarang yang nomor 1 adalah modal alam, sebab alam sudah berada dalam keadaan yang berbahaya, (Prof. Dr. Emil Salim, 2003, dalam orasi ilmiah diakses tanggal 11/12/2010).

Awal munculnya konsep pembangunan berkelanjutan adalah karena perhatian kepada lingkungan. Terutama sumber daya alam yang tidak bisa diperbaharui sedang ekspoitasi terhadapnya dilakukan terus menerus. Pengertian dari tidak mengurangi dan mengorbankan kebutuhan generasi yang akan datang adalah pembangunan yang dilakukan dimasa sekarang itu jangan sampai merusak lingkungan, boros terhadap SDA dan juga memperhatikan generasi yang akan datang. Generasi yang akan datang juga jangan terlalu dimanjakan dengan tersedianya semua fasilitas. Tetapi mereka


(36)

juga harus di beri kesempatan untuk berekspresi menuangkan ide kreatifnya untuk mengolah dan mengembangkan alam dan pembangunan.

a.

Sutamihardja (2004), menyatakan sasaran pembangunan berkelanjutan mencakup pada upaya untuk mewujudkan terjadinya :

b.

Pemerataan manfaat hasil-hasil pembangunan antar generasi (intergenaration equity) yang berarti bahwa pemanfaatan sumberdaya alam untuk kepentingan pertumbuhan perlu memperhatikan batas-batas yang wajar dalam kendali ekosistem atau sistem lingkungan serta diarahkan pada sumberdaya alam yang

replaceable dan menekankan serendah mungkin eksploitasi sumber daya alam yang unreplaceable.

c.

Safeguarding atau pengamanan terhadap kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup yang ada dan pencegahan terjadi gangguan ekosistem dalam rangka menjamin kualitas kehidupan yang tetap baik bagi generasi yang akan datang.

d.

Pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam semata untuk kepentingan mengejar pertumbuhan ekonomi demi kepentingan pemerataan pemanfaatan sumberdaya alam yang berkelanjutan antar generasi.

e.

Mempertahankan kesejahteraan rakyat (masyarakat) yang berkelanjutan baik masa kini maupun masa yang mendatang (inter temporal).

f.

Mempertahankan manfaat pembangunan ataupun pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang mempunyai dampak manfaat jangka panjang ataupun lestari antar generasi.

Menjaga mutu ataupun kualitas kehidupan manusia antar generasi sesuai dengan habitatnya.


(37)

Pemikiran-pemikiran tentang syarat-syarat tercapainya proses pembangunan berkelanjutan :

DIMENSI Brundtland, G.H 1987

ICPQL. 1996 Becker, F.et al. 1997

Sosial Pemenuhan kebutuhan dasar bagi semua

Keadilan sosial, kesetaraan gender, rasa aman, menghargai diversitas budaya

Penekanan pada proses pertumbuhan sosial yang dinamis, keadilan sosial dan pemerataan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi

untuk pemenuhan kebutuhan dasar

Ekonomi kesejahteraan Ekonomi kesejahteraan

Lingkungan Lingkungan untuk generasi sekarang dan yang akan datang

Keseimbangan

lingkunagan yang sehat

Lingkungan adalah dimensi sentral dalam proses sosial

Gondokusumo 2005 dalam Budhy 2005 : 407

Untuk mencapai pembangunan berkelanjutan perlu perencanaan dan perancangan yang bersifat ekologis dengan melakukan evaluasi terhadap kondisi kawasan-kawasan di kota tersebut, proses-proses yang terjadi didalam masyarakat dan lingkungannya. Hal tersebut dapat dilakukan berdasarkan pemikiran-pemikiran diatas dan dengan pemahaman bahwa kemiskinan dan kerusakan lingkungan adalah ancaman utama pembangunan.

Ada tiga kriteria pembangunan berkelanjutan di perkotaan disebut 3 PRO : 1. Pro keadilan sosial, artinya keadilan dan kesetaraan akses terhadap sumber daya


(38)

2. Pro ekonomi kesejahteraan, artinya pertumbuhan ekonomi ditujukan untuk kesejahteraan semua anggota masyarakat, dapat dicapai melalui tehnologi inovatif yang berdampak minimum terhadap lingkungan.

3. Pro lingkungan berkelanjutan, artinya etika lingkungan non-antroposentris

menjadi pedoman hidup masyarakat, sehingga mereka selalu mengupayakan kelestarian dan keseimbangan lingkungan, konservasi sumberdaya alam vital, dan mengutamakan peningkatan kualitas hidup non-material.

Peningkatan jumlah penduduk dunia diiringi dengan peningkatan jumlah penduduk kota dan peningkatan jumlah penduduk miskin di perkotaan telah membuat beban lingkungan perkotaan bertambah berat. Permasalah pokok perkotaan di negara sedang berkembang terdapat subsistem besar yang komponen-komponennya saling berinteraksi secara terus menerus yaitu :

a. Subsistem ekonomi : rendahnya tingkat pendapatan dan lemahnya tingkat pemberdayaan ekonomi masyarakat.

b. Subsistem sosial : masyarakat yang menderita kemiskinan (seperti pengangguran, kriminalitas, pelayanan kesehatan dan pendidikan yang tidak memadai.

c. Subsistem lingkungan yang menderita kerusakan (seperti pencemaran air, udara dan tanah, pengelolaan limbah, kelangkaan air bersih dan pemukiman yang kumuh).


(39)

EKONOMI : BURUK

- Pekerjaan - Penghasilan - Lingkungan - Pelayanan

publik

SOSIAL: BURUK

- Hak atas tanah - Pendidikan - Kesehatan - Informasi

Sumber: Gondokusumo 2005 dalam Budhy 2005 : 410

Gambar 1. Interaksi Terus Menerus antara Dimensi Ekonomi, Sosial, dan Ekologis

Kemiskinan merupakan salah satu contoh ketidakadilan yang dialami suatu kelompok masyarakat miskin, dan terdapat dimana-mana, baik di negara maju maupun negara sedang berkembang. ketidakadilan struktur sosial (faktor eksternal kemiskinan) itu terlihat dari tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan untuk bertahan hidup dalam kesehatan yang baik, sulitnya mendapat akses ke pelayanan publik (sanitasi sehat, air bersih, pengelolaan sampah), rumah sehat, dan pelayanan pendidikan. Ketidakadilan juga terlihat dari tidak adanya kepemilikan hak atas tanah

EKOLOGIS : BURUK

- Air - Udara - Lahan


(40)

yang mereka huni. Sebagai akibat itu semua, sulit bagi mereka untuk mendapat akses ke pekerjaan yang baik dan stabil.

Kerusakan lingkungan, yang merupakan faktor ekologis sebuah kota dapat dilihat dari kondisi air, tanah dan udara yang telah tercemar. Pencemaran itu disebabkan dari berbagai sumber dari dalam kota akibatnya tidak berfungsinya pengelolaan sampah dan limbah cair serta adanya tumpukan sampah. Air kotor yang tidak mengalir didalam saluran air kotor karena tersumbat sampah. Akibatnya bau menyengat tidak dapat dihindarkan. Kondisi lingkungan pemukiman buruk atau kumuh akan menghambat dan menjadi ancaman dalam proses pembangunan berkelanjutan.

2.2 Prinsip-prinsip Pembangunan Berkelanjutan

Memang diakui bahwa konsep keberlanjutan merupakan konsep yang sederhana namun kompleks, sehingga pengertian keberlajutanpun sangat multidimensi dan multi-interpretasi. Menurut Heal dalam (Fauzi, 2004) Konsep keberlanjutan ini paling tidak mengandung dua dimensi : Pertama adalah dimensi waktu karena keberlanjutan tidak lain menyangkut apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang. Kedua adalah dimensi interaksi antara sistem ekonomi dan sistem sumber daya alam dan lingkungan.

Pezzey (1992) dalam Fauzi, 2004 melihat aspek keberlajutan dari sisi yang berbeda. Keberlanjutan dari sisi statik diartikan sebagai pemanfaatan sumber daya alam terbarukan dengan laju teknologi yang konstan, sementara keberlanjutan dari


(41)

sisi dinamik diartikan sebagai pemanfaatan sumber daya alam yang tidak terbarukan dengan tingkat teknologi yang terus berubah. Karena adanya multidimensi dan multi-interpretasi ini, maka para ahli sepakat untuk sementara mengadopsi pengertian yang telah disepakati oleh komisi Brundtland yang menyatakan bahwa “pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka.”

Perman (1997) dalam Fauzi 2004 mencoba mengelaborasikan lebih lanjut konsep keberlanjutan ini dengan mengajukan lima alternatif pengertian: (1). Suatu kondisi dikatakan berkelanjutan (sustainable) jika utilitas yang diperoleh masyarakat tidak berkurang sepanjang waktu dan konsumsi tidak menurun sepanjang waktu ( non-declining consumption), (2) keberlanjutan adalah kondisi dimana sumber daya alam dikelola sedemikian rupa untuk memelihara kesempatan produksi dimasa mendatang, (3) keberlanjutan adalah kondisi dimana sumber daya alam (natural capital stock)

tidak berkurang sepanjang waktu (non- declining), (4) keberlanjutan adalah kondisi dimana sumber daya alam dikelola untuk mempertahankan produksi jasa sumber daya alam, dan (5) keberlanjutan adalah adanya kondisi keseimbangan dan daya tahan (resilience) ekosistem terpenuhi.

Haris (2000) dalam Fauzi 2004, melihat bahwa konsep keberlajutan dapat diperinci menjadi tiga aspek pemahaman, (1) keberlajutan ekonomi yang diartikan sebagai pembangunan yang mampu menghasilkan barang dan jasa secara kontinu untuk memelihara keberlajutan pemerintahan dan menghindari terjadinya ketidakseimbangan sektoral yang dapat merusak produksi pertanian dan industri. (2)


(42)

Keberlajutan lingkungan : Sistem keberlanjutan secara lingkungan harus mampu memelihara sumber daya yang stabil, menghindari eksploitasi sumber daya alam dan fungsi penyerapan lingkungan. Konsep ini juga menyangkut pemeliharaan keanekaraman hayati, stabilitas ruang udara, dan fungsi ekosistem lainnya yang tidak termasuk kategori sumber-sumber ekonomi. (3). Keberlajutan sosial, keberlanjutan secara sosial diartikan sebagai sistem yang mampu mencapai kesetaraan, penyediaan layanan sosial termasuk kesehatan, pendidikan, gender, dan akuntabilitas politik.

2.3 Strategi Pembangunan Berkelanjutan

Dari berbagai konsep yang ada maka dapat dirumuskan prinsip dasar dari setiap elemen pembangunan berkelanjutan. Dalam hal ini ada empat komponen yang perlu diperhatikan yaitu pemerataan, partisipasi, keanekaragaman, integrasi, dan perspektif jangka panjang (Askar Jaya : 2004) :

a. Pembangunan yang Menjamin Pemerataan dan Keadilan Sosial

Pembangunan yang berorientasi pemerataan dan keadilan sosial harus dilandasi hal-hal seperti ; meratanya distribusi sumber lahan dan faktor produksi, meratanya peran dan kesempatan perempuan, meratanya ekonomi yang dicapai dengan keseimbangan distribusi kesejahteraan, Namun pemerataan bukanlah hal yang secara langsung dapat dicapai. Pemerataan adalah konsep yang relatif dan tidak secara langsung dapat diukur. Dimensi etika pembangunan berkelanjutan adalah hal yang menyeluruh, kesenjangan pendapatan negara kaya dan miskin semakin melebar, walaupun pemerataan dibanyak negara sudah meningkat. Aspek etika lainnya yang


(43)

perlu menjadi perhatian pembangunan berkelanjutan adalah prospek generasi masa datang yang tidak dapat dikompromikan dengan aktivitas generasi masa kini. Ini berarti pembangunan generasi masa kini perlu mempertimbangkan generasi masa datang dalam memenuhi kebutuhannya.

b. Pembangunan yang Menghargai Keanekaragaman

Pemeliharaan keanekaragaman hayati adalah prasyarat untuk memastikan bahwa sumber daya alam selalu tersedia secara berkelanjutan untuk masa kini dan masa datang. Keanekaragaman hayati juga merupakan dasar bagi keseimbangan ekosistem. Pemeliharaan keanekaragaman budaya akan mendorong perlakuan yang merata terhadap setiap orang dan membuat pengetahuan terhadap tradisi berbagai masyarakat dapat lebih dimengerti.

c. Pembangunan yang Menggunakan Pendekatan Integratif

Pembangunan berkelanjutan mengutamakan keterkaitan antara manusia dengan alam. Manusia mempengaruhi alam dengan cara yang bermanfaat atau merusak. Hanya dengan memanfaatkan pengertian tentang konpleknya keterkaitan antara sistem alam dan sistem sosial. Dengan menggunakan pengertian ini maka pelaksanaan pembangunan yang lebih integratif merupakan konsep pelaksanaan pembangunan yang dapat dimungkinkan. Hal ini merupakan tantangan utama dalam kelembagaan.

d. Pembangunan yang Meminta Perspektif Jangka Panjang

Masyarakat cenderung menilai masa kini lebih dari masa depan, implikasi pembangunan berkelanjutan merupakan tantangan yang melandasi penilaian ini.


(44)

Pembangunan berkelanjutan mensyaratkan dilaksanakan penilaian yang berbeda dengan asumsi normal dalam prosedur discounting. Persepsi jangka panjang adalah perspektif pembangunan yang berkelanjutan. Hingga saat ini kerangka jangka pendek mendominasi pemikiran para pengambil keputusan ekonomi, oleh karena itu perlu dipertimbangkan.

1.

Budimanta (2005) menyatakan, untuk suatu proses pembangunan berkelanjutan, maka perlu diperhatikan hal sebagai berikut:

Cara berpikir yang integratif.

2.

Dalam konteks ini, pembangunan haruslah melihat keterkaitan fungsional dari kompleksitas antara sistem alam, sistem sosial dan manusia di dalam merencanakan, mengorganisasikan maupun melaksanakan pembangunan tersebut.

Pembangunan berkelanjutan harus dilihat dalam perspektif jangka panjang.

Hingga saat ini yang banyak mendominasi pemikiran para pengambil keputusan dalam pembangunan adalah kerangkapikir jangka pendek, yang ingin cepat mendapatkan hasil dari proses pembangunan yang dilaksanakan. Kondisi ini sering kali membuat keputusan yang tidak memperhitungkan akibat dan implikasi pada jangka panjang, seperti misalnya potensi kerusakan hutan yang telah mencapai 3,5 juta Ha/tahun, banjiryang semakin sering melanda dan dampaknya yangsemakin luas, krisis energi (karena saat ini kita telah menjadi nett importir minyak tanpa pernah melakukan langkah diversifi kasi yang maksimal ketika masih dalam kondisi surplus energi), moda transportasi yang tidak berkembang, kemiskinan yang sulit untuk diturunkan,dan seterusnya.


(45)

3. Mempertimbangkan keanekaragaman hayati,

4.

Untuk memastikan bahwa sumberdaya alam selalu tersedia secara berkelanjutan untuk masa kini dan masa mendatang. Yang tak kalah pentingnya adalah juga pengakuan dan perawatan keanekaragaman budaya yang akan mendorong perlakukan yang merata terhadap berbagai tradisi masyarakat sehingga dapat lebih dimengerti oleh masyarakat.

Distribusi keadilan sosial ekonomi.

Dalam konteks ini dapat dikatakan pembangunan berkelanjutan menjamin adanya pemerataan dan keadilan sosial yang ditandai dengan meratanya sumber daya lahan dan faktor produksi yang lain, lebih meratanya akses peran dan kesempatan kepada setiap warga masyarakat, serta lebih adilnya distribusi kesejahteraan melalui pemerataan ekonomi.

2.4 Indikator Pembangunan Berkelanjutan

Surna T. Djajadiningrat (2005:123) menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan memerlukan perspektif jangka panjang. Lebih lanjut secara ideal keberlanjutan pembangunan membutuhkan pencapaian keberlanjutan dalam hal (1) ekologis, (2) ekonomi, (3) sosial budaya, (4) politik, dan (5) keberlanjutan pertahanan dan keamanan. Keberlanjutan ekologis merupakan prasyarat pembangunan demi keberlanjutan kehidupan karena akan menjamin keberlanjutan eksistensi bumi. Dikaitkan dengan kearifan budaya, masing-masing suku di Indonesia memiliki konsep yang secara tradisional dapat menjamin keberlangsungan ekologis, misalnya


(46)

sistem Subak di Bali atau pemaknaan hutan bagi suku Dayak di pedalaman Kalimantan dan beberapa suku lain yang memiliki filosofi harmonisasi dengan alam.

Keberlanjutan ekonomi yang terdiri atas keberlanjutan ekonomi makro dan keberlanjutan ekonomi sektoral merupakan salah satu aspek keberlanjutan ekonomi dalam perspektif pembangunan. Dalam keberlanjutan ekonomi makro tiga elemen yang diperlukan adalah efisiensi ekonomi, kesejahteraan ekonomi yang berkesinambungan dan peningkatan pemerataan dan distribusi kemakmuran. Hal ini akan dapat tercapai melalui kebijaksaaan ekonomi makro yang tepat guna dalam proses struktural yang menyertakan disiplin fiskal dan moneter. Sementara itu keberlanjutan ekonomi sektoral yang merupakan keberlanjutan ekonomi makro akan diwujudkan dalam bentuk kebijaksanaan sektoral yang spesifik. Kegiatan ekonomi sektoral ini dalam bentuknya yang spesifik akan mendasarkan pada perhatian terhadap sumber daya alam yang bernilai ekonomis sebagai kapital. Selain itu koreksi terhadap harga barang dan jasa, dan pemanfaatan sumber daya lingkungan yang merupakan biosfer keseluruhan sumber daya.

Dalam hal keberlanjutan sosial dan budaya, secara menyeluruh keberlanjutan sosial dinyatakan dalam keadilan sosial. Hal-hal yang merupakan perhatian utama adalah stabilitas penduduk, pemenuhan kebutuhan dasar manusia, pertahanan keanekaragaman budaya dan partisipasi masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan.


(47)

Di bidang keberlanjutan politik terdapat pokok pikiran seperti perhatian terhadap HAM, kebebasan individu, hak-hak sosial, politik dan ekonomi, demokratisasi serta kepastian ekologis.

Sedangkan keberlanjutan di bidang pertahanan dan keamanan adalah keberlanjutan kemampuan dalam menghadapi dan mengatasi tantangan, ancaman dan gangguan. Persoalan berikutnya adalah harmonisasi antar struktur (suprastruktur dan infrastruktur) dalam menghadapi atau melaksanakan idealisasi pembangunan yang berkelanjutan. Apabila selama ini terjadi ketimpangan, maka yang terjadi adalah disharmonisasi yang berdampak pada hal yang lebih luas yaitu yang menyangkut nasionalisme, rasa kebangsaan dan “pudarnya negara bangsa”.

Secara ideal keberlanjutan pembangunan membutuhkan pendekatan pencapaian terhadap keberlanjutan ataupun kesinambungan berbagai aspek kehidupan yang mencakup; keberlanjutan ekologis, ekonomi, sosial budaya, politik dan pertahanan keamanan :

a. Keberlanjutan Ekologis

a.

Keberlanjutan ekologis adalah prasyarat untuk pembangunan dan keberlanjutan kehidupan. Keberlanjutan ekologis akan menjamin keberlanjutan ekosistem bumi. Untuk menjamin keberlanjutan ekologis harus diupayakan hal-hal sebagai berikut:

Memelihara integritas tatanan lingkungan agar sistem penunjang kehidupan dibumi tetap terjamin dan sistem produktivitas, adaptabilitas, dan pemulihan tanah, air, udara dan seluruh kehidupan berkelanjutan.


(48)

b. Tiga aspek yang harus diperhatikan untuk memelihara integritas tatanan lingkungan yaitu ; daya dukung, daya asimilatif dan keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya terpulihkan. ketiga untuk melaksanakan kegiatan yang tidak mengalir; menggunakan prinsip pengelolaan yang berkelanjutan, sedangkan sumber yang tidak terpulihkan mempunyai jumlah absulut dan berkurang bila dimanfaatkan.

b.

Oleh karena itu pada kondisi seperti ini konsep sustainable tidak boleh diterapkan. Pembangunan berkelanjutan dalam konteks sumberdaya yang tidak dapat dipulihkan berarti: pemanfaatan secara efisien sehingga dapat dimanfaatkan oleh generasi masa mendatang dan diupayakan agar dapat dikembangkan substitusi dengan sumberdaya terpulihkan; membatasi dampak lingkungan pemanfaatannya sekecil mungkin, karena sumberdaya lingkungan adalah biosfer, secara menyeluruh sumberdaya ini tidak menciut akan tetapi bervariasi sesuai dengan kualitasnya.

Pertumbuhan ekonomi untuk pemenuhan kebutuhan dasar, Keberlanjutan Ekonomi

ekonomi makro merupakan landasan bagi terselenggaranya berbagai kebijakan pemenuhan hak-hak dasar. Kebijakan ekonomi makro diarahkan pada terwujudnya lingkungan yang kondusif bagi pengembangan usaha, dan terbukanya kesempatan yang luas bagi peningkatan kapabilitas masyarakat miskin.

Dalam rangka pemenuhan hak-hak dasar, kebijakan ekonomi makro perlu memperhitungkan empat tujuan yang saling berkaitan, yaitu menjaga stabilitas ekonomi, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, memperluas kesempatan kerja, dan


(49)

mengurangi kesenjangan antar wilayah. Tiga elemen utama untuk keberlanjutan ekonomi makro yaitu efisiensi ekonomi, kesejahteraan ekonomi yang berkesinambungan, dan meningkatkan pemerataan dan distribusi kemakmuran. Hal tersebut diatas dapat dicapai melalui kebijaksanaan makro ekonomi mencakup reformasi fiskal, meningkatkan efisiensi sektor publik, mobilisasi tabungan domestik, pengelolaan nilai tukar, reformasi kelembagaan, kekuatan pasar yang tepat guna, ukuran sosial untuk pengembangan sumberdaya manusia dan peningkatan distribusi pendapatan dan aset.

c. Keberlanjutan Sosial Budaya

a.

Secara menyeluruh keberlanjutan sosial dan budaya dinyatakan dalam keadilan sosial, harga diri manusia dan peningkatan kualitas hidup seluruh manusia. Keberlanjutan sosial dan budaya mempunyai empat sasaran yaitu:

b.

Stabilitas penduduk yang pelaksanaannya mensyaratkan komitmen politik yang kuat, kesadaran dan partisipasi masyarakat, memperkuat peranan dan status wanita, meningkatkan kualitas, efektivitas dan lingkungan keluarga.

Memenuhi kebutuhan dasar manusia, dengan memerangi kemiskinan dan mengurangi kemiskinan absolut. Keberlanjutan pembangunan tidak mungkin tercapai bila terjadi kesenjangan pada distribusi kemakmuran atau adanya kelas sosial. Halangan terhadap keberlajutan sosial harus dihilangkan dengan pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Kelas sosial yang dihilangkan dimungkinkannya untuk mendapat akses pendidikan yang merata, pemerataan pemulihan lahan dan peningkatan peran wanita.


(50)

c. Mempertahankan keanekaragaman budaya, dengan mengakui dan menghargai sistem sosial dan kebudayaan seluruh bangsa, dan dengan memahami dan menggunakan pengetahuan tradisional demi manfaat masyarakat dan pembangunan ekonomi.

d. Mendorong pertisipasi masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan.

Beberapa persyaratan dibawah ini penting untuk keberlanjutan sosial yaitu: prioritas harus diberikan pada pengeluaran sosial dan program diarahkan untuk manfaat bersama, investasi pada perkembangan sumberdaya misalnya meningkatkan status wanita, akses pendidikan dan kesehatan, kemajuan ekonomi harus berkelanjutan melalui investasi dan perubahan teknologi dan harus selaras dengan distribusi aset produksi yang adil dan efektif, kesenjangan antar regional dan desa, kota, perlu dihindari melalui keputusan lokal tentang prioritas dan alokasi sumber daya.

d. Keberlanjutan Politik

Keberlanjutan politik diarahkasn pada respek pada human right, kebebasan individu dan sosial untuk berpartisipasi dibidang ekonomi, sosial dan politik, demokrasi yang dilaksanakan perlu memperhatikan proses demokrasi yang transparan dan bertanggungjawab, kepastian kesedian pangan, air, dan pemukiman.

e. Keberlanjutan Pertahanan Keamanan

Keberlanjutan keamanan seperti menghadapi dan mengatasi tantangan, ancaman dan gangguan baik dari dalam dan luar yang langsung dan tidak langsung


(51)

yang dapat membahayakan integritas, identitas, kelangsungan negara dan bangsa perlu diperhatikan. (Askar Jaya : 2004).

2.5 Pembangunan Berkelanjutan; Masa Depan Pembangunan Perumahan dan Permukiman Indonesia

Kondisi masa depan pembangunan dan permukiman di Indonesia harus diarahkan kepada pola pembangunan berkelanjutan. Hal ini penting guna keberlangsungan pembangunan dan dampaknya terhadap kondisi lingkungan. Dalam pengertian lain, pembangunan berkelanjutan dapat diartikan dalam arti sempit dan arti luas. Dalam arti luas pembangunan berkelanjutan diartikan sebagai pembangunan yang tidak menurunkan kapasitas genarasi yang akan datang untuk melaksanakan pembangunan. Meskipun terdapat penyusutan cadangan sumber daya alam dan memburuknya lingkungan. Tetapi keadaan tersebut dapat digantikan sumber daya lain baik oleh sumber daya manusia maupun sumber daya kapital. Sedangkan dalam arti sempit pembangunan berkelanjutan diartikan sebagai pembangnan yang tidak mengurangi kemampuan genarasi yang akan datang untuk melakukan pembangunan. Tetapi dengan menjaga agar fungsi sumber daya alam dan lingkungan yang ada tidak menurun, tanpa digantikan oleh sumber daya lainnya.

Pola pembangunan berkelanjutan terdiri dari keseimbangan pendayagunaan lingkungan alam, pelaku pembangunan dan partisipasi masyarakat sebagai pelaku sosial. Ketiga unsur pokok tersebut idealnya berjalan sinergis, tetapi seringkali


(52)

pembangunan hanya menekankan pada kepentingan bisnis semata tanpa mempedulikan masalah lingkungan dan sosial.

Keseimbangan pembangunan dan perumahan yang ideal terjadi apabila tingkat kesejahteraan masyarakat sudah merata. Sehingga penyerapan perumahan dan penataan perumahan bisa dilakukan dengan kondisi yang memungkinkan. Masyarakat yang sejahtera akan mudah menerima arahan dan aturan untuk mematuhi rencana tata ruang atau menjalankan semua aturan yang berlaku terkait pengembangan perumahan dan permukiman. Penataan perumahan dan permukiman di Indonesia merupakan pekerjaan yang tidak mudah. Jumlah penduduk yang sudah mencapai 220 Juta Jiwa serta tingkat pendapatan masyarakat yang masih banyak dibawah standar, telah menyebabkan pemenuhan kebutuhan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah selalu sulit memenuhi target.

Pembangunan selain berpengaruh terhadap lingkungan alam, juga mempengaruhi kualitas hidup masyarakat. Pembangunan berkelanjutan dalam konteks perumahan dan permukiman diharapkan mampu menjadi guiden semua pihak. Agar penyediaaan kebutuhan perumahan rakyat di masa-masa mendatang tidak semata-mata bersifat fisik semata. Melainkan mempertimbangkan keterpaduan antara aspek alam, sosial aspek ekonomi.

Keseimbangan aspek alam terkait dengan semakin tingginya intensitas pembangunan di perkotaan. Menyebabkan kondisi tanah, air dan udara menjadi rusak. Bidang perumahan dan permukiman yang membutuhkan lahan yang sesuai, tidak dapat dipenuhi karena banyak lahan yang sudah dikuasai oleh pihak lain. Harga tanah


(53)

juga seringkali berubah-ubah. Misi pembangunan perumahan dan permukiman yang berdimensi sosial menjadi sulit terealisasi karena biaya tinggi dalam proses pembangunannya.

Tantangan ini akan terus terjadi apabila pemerintah tidak segera menyiapkan strategi pembangunan perumahan dan permukiman yang memiliki dimensi berkelanjutan. Salah satu cara dalam menyelesaikan masalah pertanahan tersebut, diperlukan sebuah Lembaga Bank Tanah (land banking) yang bertugas khusus menangani pengelolaan tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman bagi masyarakat.

Ketersediaan lahan merupakan faktor utama untuk pembagunan perumahan dan permukiman. Jika tidak ada lahan proses pembangunan akan terkendala. Selain itu juga perencanaan kawasan yang terpadu dari mulai pemerintah pusat hingga daerah untuk pembangunan perumahan dan permukiman perlu diperhatikan. Agar pembangunan perumahan dan permukiman tidak melanggar aturan tata ruang. Sedangkan keseimbangan dari aspek ekonominya, pembangunan perumahan dan pengembangan permukiman kedepan harus difasilitasi oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dengan mempermudah proses perijinan dan menghapuskan pungutan-pungutan yang memberatkan dunia usaha dan para pelaku pembangunan perumahan.

Tujuan dari proses pembangunan perumahan dan permukiman pada akhirnya harus memiliki dampak sosial. Aspek sosial ini terkait dengan komitmen pemerintah dan dunia usaha untuk membantu penyediaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan


(54)

rendah. Kontribusi tersebut bisa berupa bantuan subsidi kredit perumahan yang terjangkau, bebas biaya uang muka atau penyediaan hunian massal yang bersifat sosial.

Dimensi pembangunan berkelanjutan ini dalam konteks pembangunan bidang perumahan dan pengembangan permukiman di era desentralisasi harus dapat dikembangkan di daerah. Melibatkan setiap pemangku kepentingan dari unsur masyarakat. Juga para pelaku pembangunan perumahan. Selanjutnya perlu ada upaya pembinaan dan pemberdayaan komunitas masyarakat perumahan dan permukiman agar arah perkembangannya selaras dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, (Ilham M. Wijaya, 2009).

2.6 Pembangunan Permukiman Berkelanjutan

Banyak kegiatan pembangunan telah mengakibatkan kemiskinan, kemerosotan serta kerusakan lingkungan (Mitchell, Setiawan & Rahmi 2003). Isu lingkungan hidup dan pembangunan menjadi agenda penting masyarakat internasional di forum regional dan multilateral sejak tahun 1972 setelah pelaksanaan konferensi internasional mengenai "Human Environment" di Stockholm, Swedia dan khususnya setelah Konferensi Tingkat Tinggi Bumi di Rio de Janeiro, Brazil tahun 1992. Konferensi Tingkat Tinggi Bumi 1992 menghasilkan Deklarasi Rio de Janeiro, Agenda 21, Forests Principles, serta Konvensi Perubahan Iklim dan Keanekaragaman Hayati. Konferensi Tingkat Tinggi Bumi juga menghasilkan Konsep Pembangunan Berkelanjutan yang mengandung tiga pilar utama yang saling terkait dan saling


(55)

menunjang yakni pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan pelestarian lingkungan hidup (Mitchell, B., B. Setiawan dan D.H. Rahmi, 2003).

Pembangunan berkelanjutan di sektor permukiman diartikan sebagai pembangunan permukiman, termasuk di dalamnya pembangunan kota, secara berkelanjutan sebagai upaya yang berkelanjutan untuk memperbaiki kondisi sosial, ekonomi dan kualitas lingkungan sebagai tempat hidup dan bekerja semua orang. Inti pembangunan permukiman yang berkelanjutan merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas hidup secara berkelanjutan (Kirmanto 2002).

Menurut Kirmanto (2002), pembangunan berkelanjutan merupakan salah satu pendekatan yang dapat dilakukan dalam penyelenggaraan perumahan dan permukiman. Pembangunan perumahan dan permukiman merupakan kegiatan yang menerus atau berkelanjutan sehingga memerlukan dukungan sumber daya pendukung, baik ruang dan lingkungan, alam, kelembagaan dan finansial maupun sumber daya lainnya secara memadai. Untuk itu pembangunan yang dilakukan perlu mempertimbangkan kelestarian dan keserasian lingkungan dan keseimbangan pemanfaatan sumberdaya yang ada maupun daya dukungnya sejak tahap perencanaan, pengelolaan dan pengembangan. Hal ini dimaksudkan agar arah perkembangannya tumbuh selaras dan serasi sesuai prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan baik secara ekonomi, lingkungan, maupun sosial dan budaya. Oleh karena itu, perlu pengalihan orientasi dari membangun rumah ke membangun permukiman.


(56)

2.7 Pemukiman Kumuh

Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan (UU No. 4 tahun 1992, tentang Perumahan dan Permukiman).

Permukiman adalah kawasan yang didominasi oleh lingkungan yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan dan tempat kerja yang memberikan pelayanan dan kesempatan kerja yang terbatas untuk mendukung perikehidupan dan penghidupan, sehingga fungsinya dapat berdaya guna dan berhasil guna. Permukiman ini dapat berupa permukiman perkotaan maupun permukiman perdesaan (Kamus Tata Ruang Tahun 1997).

a.

Permukiman adalah tempat atau daerah untuk bertempat tinggal dan menetap (Kamus Tata Ruang 1997) Permukiman di dalam kamus tata ruang terdiri dari tiga pengertian yaitu :

b.

Bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.

c.

Kawasan yang didomisili oleh lingkungan hunian dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal yang dilengkapi dengan prasarana, sarana lingkungan dan tempat kerja yang memberikan pelayanan dan kesempatan kerja terbatas untuk mendukung perikehidupan dan penghidupan sehingga fungsi permukiman tersebut dapat berdaya guna dan berhasil guna.

Tempat atau daerah untuk bertempat tinggal atau tempat untuk menetap. Permukiman adalah suatau lingkungan hidup yang meliputi masalah lapangan kerja, struktur perekonomian dan masalah kependudukan yang bukan saja mencakup mengenai pemerataan dan penyebaran penduduk melainkan juga menyangkut kualitas manusia yang diharapkan pada generasi mendatang (Hardriyanto. D, 1986: 17 dalam Laode Masrun diakses tanggal 16/02/2011).


(57)

Perumahan dan pemukiman adalah dua hal yang tidak dapat pisahkan dan berkaitan erat dengan aktivitas ekonomi, industrialisasi dan pembangunan. Pemukiman dapat diartikan sebagai perumahan atau kumpulan rumah dengan segala unsur serta kegiatan yang berkaitan dan yang ada di dalam pemukiman. Pemukiman dapat terhindar dari kondisi kumuh dan tidak layak huni jika pembangunan perumahan sesuai dengan standar yang berlaku, salah satunya dengan menerapkan persyaratan rumah sehat.

1.

Kumuh dapat ditempatkan sebagai sebab dan dapat pula ditempatkan sebagai akibat. Ditempatkan dimanapun juga, kata kumuh tetap menjurus pada sesuatu hal yang bersifat negative, pemahaman kumuh dapat ditinjau dari :

a.

Sebab Kumuh (Kumuh adalah kemunduran atau kerusakan lingkungan hidup) dilihat dari:

b.

Segi fisik, yaitu gangguan yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alam seperti air dan udara,

2.

Segi masyarakat / sosial, yaitu gangguan yang ditimbulkan oleh manusia sendiri seperti kepadatan lalulintas, sampah.

a.

Akibat Kumuh (Kumuh adalah akibat perkembangan dari gejala-gejala) antara lain:

b.

Kondisi perumahan yang buruk, c.

Penduduk yang terlalu padat, d.

Fasilitas lingkungan yang kurang memadai, e.

Tingkah laku menyimpang, f.

Budaya kumuh,

Apati dan isolasi. (Azmi :


(58)

Wilayah kawasan kumuh menurut Bank Dunia (1999) merupakan bagian yang terabaikan dalam pembangunan perkotaan. Hal ini ditunjukkan dengan kondisi sosial demografis di kawasan kumuh seperti kepadatan penduduk yang tinggi, kondisi lingkungan yang tidak layak huni dan tidak memenuhi syarat serta minimnya fasilitas pendidikan, kesehatan dan sarana prasarana sosial budaya. Tumbuhnya kawasan kumuh terjadi karena tidak terbendungnya arus urbanisasi.

Pengertian Kumuh prasarana yang ada tidak sesuai, Kumuh adalah kesan atau gambaran standar yang berlaku, baik standar secara umum tentang sikap dan tingkah laku yang rendah dilihat dari standar hidup persyaratan rumah sehat, kepadatan bangunan, kebutuhan sarana dan penghasilan kelas menengah. Dengan air bersih, sanitasi maupun persyaratan kata lain, kumuh dapat diartikan sebagai kelengkapan prasarana jalan, ruang tanda atau cap yang diberikan golongan terbuka, serta kelengkapan fasilitas sosial atas yang sudah mapan kepada golongan bawah yang belum mapan, (Sri Kurniasih, diakses tanggal 10/10/2010).

Kawasan kumuh menurut ILO 2008 dalam Edi Suharto 2009 : 69 adalah tempat tinggal yang kumuh, pendapatan yang rendah dan tidak menentu, serta lingkungan yang tidak sehat dan bahkan membahayakan dan hidup penuh resiko dan senantiasa dalam ancaman penyakit dan kematian.

Kawasan kumuh (Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas) adalah sebuah kawasan dengan tingkat kepadatan populasi tinggi di sebuah diakses 03/02/2011)

Kawasan kumuh dapat ditemui di berbagai kota besar di dunia. Kawasan

kumuh umumnya dihubung-hubungkan dengan tingkat dan


(59)

seperti miskin, kawasan kumuh juga menjadi pusat masalah kesehatan karena kondisinya yang tidak higienis. Di berbagai kawasan kumuh, khususnya di negara-negara miskin, penduduk tinggal di kawasan yang sangat berdekatan sehingga sangat sulit untuk dilewati kendaraan seperti ambulans dan pemadam kebakaran. Kurangnya pelayanan pembuangan

Pemukiman kumuh adalah pemukiman yang tidak layak huni karena tidak memenuhi persyaratan untuk hunian baik secara teknis maupun non teknis. Suatu pemukiman kumuh dapat dikatakann sebagai pengejawantahan dari kemiskinan, karena pada umumnya di pemukiman kumuhlah masyarakat miskin tinggal dan banyak kita jumpai di kawasan perkotaan. Kemiskinan merupakan salah satu penyebab timbulnya pemukiman kumuh di kawasan perkotaan. Pada dasarnya kemiskinan dapat ditanggulangi dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pemerataan, peningkatan lapangan pekerjaan dan pendapatan kelompok miskin serta peningkatan pelayanan dasar bagi kelompok miskin dan pengembangan institusi penanggulangan kemiskinan. Peningkatan pelayanan dasar ini dapat diwujudkan dengan peningkatan air bersih, sanitasi, penyediaan serta usaha perbaikan perumahan dan lingkungan pemukiman pada umumnya.

Rumah kumuh dipandang sebagai suatu masalah terutama dilihat dari sisi penampilan fisiknya. Rumah kumuh selalu menjadi kambing hitam bagi kumalnya wajah kota dan menyiratkan terlalu vulgar tentang kegagalan pembangunan, sesuatu yang haram bagi kebanyakan pemimpin. Lingkungan yang kotor, becek, sanitasi yang buruk, bangunan yang semrawut, penampilan yang jorok, sumur yang tercemar, kepadatan bangunan dan hunian yang tinggi, penggunaan bahan bangunan bekas dan murahan, dan sebagainya,


(60)

merupakan gambaran umum yang dikaitkan dengan eksistensi rumah kumuh, (Ngakan Putu Sueca : 2004).

Mengingatkan rumah layak huni adalah isu hak asasi manusia. Karena itu, semua pemimpin dunia berpandangan perlu mengatasi masalah perumahan ini terutama dengan pembangunan perumahan yang terjangkau (low cost housing).

a.

Dalam pengertian yang luas, rumah tinggal bukan hanya sebuah bangunan (struktural), melainkan juga tempat kediaman yang memenuhi syarat-syarat kehidupan yang layak, dipandang dari berbagai segi kehidupan. Rumah dapat dimengerti sebagai tempat perlindungan untuk menikmati kehidupan, beristirahat dan bersuka ria bersama keluarga. Di dalam rumah, Secara garis besar, rumah memiliki empat fungsi pokok sebagai tempat tinggal yang layak dan sehat bagi setiap manusia, yaitu:

b.

Rumah harus memenuhi kebutuhan pokok jasmani manusia. c.

Rumah harus memenuhi kebutuhan pokok rohani manusi. d.

Rumah harus melindungi manusia dari penularan penyakit.

Rumah harus melindungi manusia dari gangguan luar.

2.8 Ciri-ciri Pemukiman Kumuh

1.

Ciri-ciri pemukiman kumuh seperti yang diungkapkan oleh (Parsudi Suparlan : 1984) adalah :

2.

Fasilitas umum yang kondisinya kurang atau tidak memadai.

Kondisi hunian rumah dan pemukiman serta penggunaan ruang-ruanganya mencerminkan penghuninya yang kurang mampu atau miskin.


(61)

3.

4.

Adanya tingkat frekuensi dan kepadatan volume yang tinggi dalam penggunaan ruang-ruang yang ada di pemukiman kumuh sehingga mencerminkan adanya kesemrawutan tata ruang dan ketidakberdayaan ekonomi penghuninya.

a.

Pemukiman kumuh merupakan suatu satuan-satuan komuniti yang hidup secara tersendiri dengan batas-batas kebudayaan dan sosial yang jelas, yaitu terwujud sebagai :

b.

Sebuah komuniti tunggal, berada di tanah milik negara, dan karena itu dapat digolongkan sebagai hunian liar.

c.

Satuan komuniti tunggal yangmerupakan bagian dari sebuah RT atau sebuah RW.

5.

Sebuah satuan komuniti tunggal yang terwujud sebagai sebuah RT atau RW atau bahkan terwujud sebagai sebuah Kelurahan, dan bukan hunian liar.

6.

Penghuni pemukiman kumuh secara sosial dan ekonomi tidak homogen, warganya mempunyai mata pencaharian dan tingkat kepadatan yang beranekaragam, begitu juga asal muasalnya. Dalam masyarakat pemukiman kumuh juga dikenal adanya pelapisan sosial berdasarkan atas kemampuan ekonomi mereka yang berbeda-beda tersebut.

Sebagian besar penghuni pemukiman kumuh adalah mereka yang bekerja di sektor informal atau mempunyai mata pencaharian tambahan di sektor informil.

Menurut Departemen Permukiman Dan Prasarana Wilayah (Depkimpraswil)

slum) dapat

diklasifikasikan ke dalam dua klasifikasi yaitu : 1. Fisik :

a. Berpenghuni padat > 500 orang/Ha

b. Tata letak bangunan kondisinya buruk dan tidak memadai c. Konstruksi bangunan kondisinya buruk dan tidak memadai

d. Ventilasi tidak ada, kalau ada kondisinya buruk dan tidak memadai e. Kepadatan bangunan kondisinya buruk dan tidak memadai

f. Keadaan jalan kondisinya buruk dan tidak memadai

g. Drainase tidak ada dan kalau ada kondisinya buruk dan tidak memadai h. Persediaan air bersih tidak tersedia, kalau tersedia kualitasnya kurang baik dan terbatas, tidak/kurang lancar.

i. Pembuangan limbah manusia dan sampah tidak tersedia, kalau tersedia kondisinya buruk atau tidak memadai.

2. Non Fisik :

a. Tingkat kehidupan Sosial ekonomi rendah b. Pendidikan didominasi SLTP ke bawah

c. Mata pencaharian bertumpu pada sektor informal d. Disiplin warga rendah


(62)

e. Dll.

1.

Karakteristik Permukiman kumuh Berdasarkan penelitian para ahli permukiman kumuh memiliki karakteristik atau ciri khas sebagai berikut;

2.

Dihuni oleh penduduk dengan penghasilan rendah dengan porsi pengeluaran untuk makan dan minum yang relative besar.

3.

Pendidikan kepala keluarga pada umumnya rendah. 4.

Pemakaian air bersih juga masih relatife sedikit. 5.

Pembuangan sampah tidak tertata rapi, dan cenderung ada kesan berserakan. 6.

Cara penduduk pembuangan membuang tinja dan kotoran lain tidak sehat.

1.

Drainase kurang berfungsi dengan baik sehingga terjadi genangan air, berbau busuk dan kotor.

Bangunan berhimpitan dan seadanya karena pada umumnya tidak berstatus penempatan atau pemilihan lahan yang jelas. (Adi Prasetyo : 2009 diakses tanggal 23/01/2011).

2.

Disamping itu terdapat pula pendapat lain yang menyebutkan karakteristik yang merupakan ciri-ciri dari permukiman kumuh yaitu :

3.

Permukiman kumuh tersebut dihuni oleh penduduk yang padat dan berjubel, karena adanya pertambahan penduduk yang alamiah maupun migrasi yang tinggi dari desa.

4.

Permukiman kumuh tersebut dihuni oleh warga yang berpenghasilan rendah atau berproduksi subsistem, yang hidup di bawah garis kemiskinan.

5.

Perumahan di permukiman tersebut berkualitas rendah atau masuk substandard housing condition), yaitu dalam kategori rumah darurat ( bangunan rumah yang terbuat dari bahan tradisional, seperti : bambu, kayu, ilalang, dan bahan-bahan cepat hancur lainnya.

6.

Kondisi kebersihan dan sanitasi rendah.

7.

Langkanya pelayanan kota (urban service), seperti : air bersih, fasilitas MCK, sistem pembuangan kotoran dan sampah serta perlindungan dari kebakaran.

8.

Pertumbuhan tidak terencana sehingga penampilan fisiknya pun tidak teratur dan terurus.

9.

Secara sosial terisolir dari permukiman lapisan masyarakat lainya.

Permukiman tersebut pada umumnya berlokasi disekitar pusat kota dan seringkali tak jelas pula status hukum tanah yang di tempati (Adi Prasetyo : 2009 diakses tanggal 23/01/2011).


(63)

1.

Kondisi rumah beserta lingkungannya tidak memenuhi persyaratan yang layak untuk tempat tinggal baik secara fisik, kesehatan maupun sosial menurut (Parsudi Suparlan : 1984). dengan kriteria antara lain7 :

Luas lantai perkapita, di kota kurang dari 4 m2 sedangkan di desa kurang 2.

dari 10 m2. 3.

Jenis atap rumah terbuat dari daun dan lainnya. 4.

Jenis dinding rumah terbuat dari anyaman bambu yang belum diproses.

Jenis lantai tanahTidak mempunyai fasilitas tempat untuk Mandi, Cuci, Kakus (MCK).

2. 9 Faktor Penyebab Pertumbuhan Kawasan Permukiman Kumuh

1.

Dalam perkembangannya perumahan permukiman di pusat kota ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut Constantinos A. Doxiadis disebutkan bahwa perkembangan perumahan permukiman (development of human settlement) dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:

2.

Growth of density (Pertambahan jumlah penduduk) : Dengan adanya pertambahan jumlah penduduk yaitu dari kelahiran dan adanya pertambahan jumlah keluarga, maka akan membawa masalah baru. Secara manusiawi mereka ingin menempati rumah milik mereka sendiri. Dengan demikian semakin bertambahlah jumlah hunian yang ada di kawasan permukiman tersebut yang menyebabkan pertumbuhan perumahan permukiman.

Urbanization (Urbanisasi) : Dengan adanya daya tarik pusat kota maka akan menyebabkan arus migrasi desa ke kota maupun dari luar kota ke pusat kota. Kaum urbanis yang bekerja di pusat kota ataupun masyarakat yang membuka usaha di pusat kota, tentu saja memilih untuk tinggal di permukiman di sekitar


(1)

a. Pernah b. Tidak pernah

15. Bagaimana akses pelayanan pendidikan di pemukiman Bapak/Ibu? a. Memadai

b. Tidak Memadai

16. Apakah keluarga Bapak/Ibu dapat akses pelayanan air bersih? a. dapat

b. tidak

17. Apakah di pemukiman Bapak/Ibu adanya pemberdayaan ekonomi Apabila Bapak/Ibu/Saudara(i) menjawab ADA pada soal no.17,

mohon berikan penjelasannya?... ... 18. apakah ada tempat pembuangan sampah khusus di pemukiman Bapak/Ibu? a. ada

b. tidak ada

19. Apakah di rumah Bapak/Ibu ada Jamban/kakus/WC? a. ada

b. tidak ada

20. Apakah saluran Drainase di pemukiman Bpk/Ibu sudah lancar? a. lancar

b. tidak lancar

21. Menurut Bapak/Ibu/Saudara(i), cocokkah pemukiman kumuh ini dilakukan rekonstruksi (pembangunan Kembali)

a. Cocok. Alasannya ... ...

... ...

b. Tidak cocok. Alasannya... ...

... ...

22. Menurut Bapak/Ibu/Saudara(i), Perumahan yang bagaimanakah yang sesuai dengan keinginan Bpk/ibu ? (berikan komentar singkat)

... ... ...


(2)

23. Menurut Bapak/Ibu/Saudara(i), apakah bersedia jika di relokasikan ketempat lain selama perbaikan pemukiman? (berikan komentar singkat)

... ... ...


(3)

Lampiran 3

Identifikasi masalah dalam FGD :

1.

Issu pengembangan pemukiman dan infrastruktur

a.

Masalah kepemilikan lahan

b.

Banyak kawasan perumahan tumbuh sepadan pantai

c.

Pencemaran lingkungan akibat BAB, sampah rumah tangga dibawah

rumah

d.

Muncul kawasan kumuh

Pengembangan Infrastruktur :

a.

Air bersih

b.

Drainase

c.

Persampahan

d.

MCK (mandi, cuci, kakus)

2.

Pengembangan konsep pemukiman berkelanjutan ditinjau dari aspek sosial,

ekonomi dan ekologi dengan metode tridaya yang diterapkan dalam seluruh

proses dan tahap kegiatan pembangunan. Pelaksanaan dilakukan secara

bertahap, yaitu : a) Pengorganisasian b) Stabilitasi (pemantapan) dan c)


(4)

Lampiran 4.

Struktur Ruang Kota Lhokseumawe

Lampiran 5.


(5)

(6)