Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekonomi Kota Medan

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

EKONOMI KOTA MEDAN

TESIS

Oleh

YUNI ELVINA HASIBUAN

097003051/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011

S

E K

O L A

H

P A

S C

A S A R JA N


(2)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

EKONOMI KOTA MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

YUNI ELVINA HASIBUAN

097003051/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(3)

Judul Tesis : ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKONOMI KOTA MEDAN

Nama Mahasiswa : Yuni Elvina Hasibuan Nomor Pokok : 097003051

Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE) Ketua

(Dr. Ir, Tavi Supriana, MS) (Kasyful Mahalli, SE. M.Si)

Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Dr.lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE)(Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 18 Agustus 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE Anggota : 1. Dr. Ir. Tavi Supriana. MS

2. Kasyful Mahalli, SE. M.Si 3. Prof. Erlina, SE. M.Si, Ph.D.Ak 4. Ir. Supriadi, MS


(5)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKONOMI KOTA MEDAN

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh belanja pembangunan, pendapatan asli daerah, investasi dan jumlah tenaga kerja terhadap ekonomi Kota Medan yang diproxy dengan PDRB Kota Medan selama kurun waktu 1989-2008.

Penelitian ini menggunakan data runtut waktu tahun 1989-2008 dan menggunakan analisa regresi “Ordinary Least Square” (OLS).

Temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa belanja pembangunan, pendapatan asli daerah, investasi dan tenaga kerja memberi pengaruh positif terhadap ekonomi Kota Medan.

Sebagai upaya meningkatkan pertumbuhan Kota Medan maka diperlukan kebijakan mendorong minat berinvestasi di daerah. Pada akhirnya peran pemerintah daerah melalui belanja pembangunan yang dapat merangsang peningkatan variabel investasi diharapkan mampu meningkatkan kegiatan ekonomi daerah guna tercapainya pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendapatan perkapita masyarakat.

Kata Kunci : Ekonomi, Belanja Pembangunan, Pendapatan Asli Daerah, Investasi, dan Tenaga Kerja.


(6)

ANALYSIS OF THE FACTORS INFLUENCING THE ECONOMY OF THE CITY OF MEDAN

ABSTRACT

The purpose of this study was to analyze the influence of development expenditure, locally generated revenue, investment and number of manpower on the economy of the City of Medan substituted with the GDP of the city of Medan within the period of 1989 -2008.

This study used the coherent data of 1989 -2008 which were analyzed through “Ordinary Least Square (OLS)” regression analysis method.

The result of this study showed that development expenditure, locally generated revenue, investment and number of manpower had a positive on the economy of the City of Medan.

As an attempt to increase the growth of the City of Medan, a policy encouraging the interest of regional investment is needed. Eventually, the role of local government through the development expenditure that can stimulate and encourage the increase of investment variable is expected to be able to increase local economic activity to achieve economic growth and to increase the community’s income per capita.

Keywords: Economy, Development Expenditure, Locally Generated Revenue, Investment, Manpower.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekonomi Kota Medan”. Tesis ini disusun untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan

2. Bapak Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE selaku Ketua Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. sekaligus Ketua Komisi Pembimbing yang telah memberikan masukan dan arahan dalam penyelesaian tesis ini..

3. Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, MS, dan Bapak Kasyful Mahalli, SE, M.Si, selaku Anggota Komisi Pembimbing, yang dengan penuh ketulusan telah banyak meluangkan waktu dan tenaga dalam memberikan petunjuk dan bimbingannya dalam penyusunan tesis ini.

4. Ibu Prof. Erlina, SE. M.Si, Ph.D.Ak, Bapak Ir. Supriadi, MS. dan Bapak Agus Suriadi, S.Sos. M.Si, selaku dosen pembanding sekaligus penguji tesis yang telah memberikan masukan-masukan yang berharga demi kesempurnaan tesis ini. 5. Segenap Bapak/Ibu Dosen dan seluruh karyawan Sekolah Pascasarjana USU

Program Studi PWD.

6. Bapak H. Gatot Pujo Nugroho, ST selaku Pelaksana Gubernur Provinsi Sumatera Utara yang telah memberikan kami program beasiswa dalam rangka


(8)

meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah.

7. Bapak Ir. H. Riadil Akhir Lubis, M.Si, Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Sumatera Utara yang telah memberikan izin bagi penulis untuk menyelelesaikan studi di Sekolah Pascasarjana USU. 8. Bapak Drs. H. Junaidi Muslim, M.Si, Kepala Bidang SDM dan Sosial Budaya

Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Sumatera Utara yang telah memberikan kelonggaran waktu bagi penulis, sehingga dapat menyelelesaikan studi dan penulisan tesis ini.

9. Seluruh mahasiswa PWD kelas Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Angkatan 2009 dan staf administrasi atas keakrabannya, bantuan dan kerjasama yang telah diberikan selama ini.

10.Ayahanda Djohar Hasibuan, SH. dan Ibunda Nurlangga Nasution yang telah membesarkan, mendidik dan membimbing penulis hingga dewasa.

11.Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada suami tercinta Onggara Sambihuji SH, MKn atas segala kesabaran dan ketabahannya selama ini dalam mendampingi penulis serta dorongan dan dukungannya, sehingga Tesis ini dapat diselesaikan. Demikian pula kepada ketiga putra-putri penulis, masing-masing: Avril Salsabilla, Alvito Java Sambihuji, dan Alvian Dinejat Sambihuji.

Dengan rasa hormat penulis mengharapkan masukan dan koreksi dari segala pihak, agar penulisan ini dapat memberikan hasil yang bermanfaat bagi Pemerintah Kota Medan dan juga kita semua.

Akhirnya kepada Allah SWT jualah penulis berserah diri karena Dia-lah Yang Maha Sempurna dan Maha Mengetahui. Amin

Medan, September 2011 Penulis


(9)

RIWAYAT HIDUP

Yuni Elvina Hasibuan lahir di Hulu Sungai Utara, 27 Juni 1978, dari pasangan Djohar Hasibuan, SH dengan Nurlangga Nasution, dan merupakan anak pertama dari dua bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan Dasar tahun 1990 di SD Negeri 02 Pagi, Jakarta Selatan. Pada tahun 1993 menyelesaikan pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama pada SMP Negeri 226, Cilandak Jakarta Selatan dan tahun 1996 menyelesaikan pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas di SMA Widuri, Cilandak Jakarta Selatan. Kemudian pada tahun 2001 menyelesaikan Sarjana S1 di Universitas Gunadarma, Depok.

Pada tahun 2002 penulis menikah dengan Onggara Sambihuji, SH. M.Kn dan dikarunia 3 orang putra putri: Avril Salsabilla, Alvito Java Sambihuji, dan Alvian Dinejat Sambihuji. Sejak tahun 2005 sampai sekarang aktif bekerja di Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Sumatera Utara. Bulan September 2009 mengikuti pendidikan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dalam bidang studi Perencanaan Pembangunan Wilayah Pedesaan (PWD).


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ……….. ABSTRACT ………. KATA PENGANTAR ……… RIWAYAT HIDUP ……… DAFTAR ISI ……….. DAFTAR TABEL ……….. DAFTAR GAMBAR ……….. DAFTAR LAMPIRAN ……….. BAB I PENDAHULUAN ………. 1.1. Latar Belakang ……….. 1.2. Perumusan Masalah ……….. 1.3. Tujuan Penelitian ……….. 1.4. Manfaat Penelitian ……… BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………..

2.1. Pertumbuhan Ekonomi Daerah ………. 2.2. Belanja Pembangunan ………... 2.3. Pendapatan Asli Daerah ……… 2.4. Investasi ………. 2.5. Tenaga Kerja ………. 2.5. Penelitian Sebelumnya ………. 2.6. Kerangka Pemikiran ……….. 2.7. Hipotesis ……… BAB III METODEPENELITIAN ………... 3.1. Ruang Lingkup Penelitian ………

i ii iii v vi viii ix x 1 1 7 8 8 9 9 13 15 18 21 24 26 26 27 27


(11)

3.2. Jenis dan Sumber Data Penelitian ……… 3.3. Identifikasi Variabel ………. 3.4. Lokasi Penelitian ………... 3.5. Analisis Data ………. 3.5.1. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ………. 3.5.2. Uji Kesesuaian ………. 3.6. Definisi Variabel Operasional Penelitian ………. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………... 4.1. Gambaran Umum Kota Medan ……… 4.1.1. Kondisi Geografis ……..……… 4.1.2. Gambaran Umum Demografis ..………. 4.1.3. Kondisi Ekonomi Makro Daerah ..……… 4.1.3.1. Produk domestic regional bruto (PDRB) ……….. 4.1.3.2. Pertumbuhan ekonomi ..……… 4.2. Analisis Pengujian Hipotesis ………... 4.2.1. Analisi Asumsi Klasik ………... 4.2.2. Analisis Statistik dan Interpretasi Ekonomi ..……….... 4.3. Pembahasan ……….. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………. 5.1. Kesimpulan ……….. 5.2. Saran ………. DAFTAR PUSTAKA ……….

27 27 28 28 29 31 32 34 34 34 36 41 42 44 46 47 52 57 60 60 60 62


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan periode 2005-2007 Menurut Sektor/Lapangan Usaha Atas Dasar Harga

Konstan 2000 (%) ………. 3

3.1. Definisi Operasional Variabel ………. 33

4.1. Jumlah Laju Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk Kota Medan Tahun 2006 -2008 ………. 37

4.2. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kota Medan Tahun 2008 ……… 40

4.3. Perkembangan Produk Domestik Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan di Kota Medan Tahun 1989-2008 ………. 43

4.4. Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan Tahun 1989 – 2008 …………. ... 45

4.5. Hasil Uji Multikolinieritas ………... 50

4.6. Hasil Uji Autokorelasi ……….. 51

4.7. Hasil Uji Koefisien Determinasi ……….. 53

4.8. Hasil Uji Simultan ……… 53


(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Kerangka Konsep Penelitian Ekonomi dan Varibel - variabel

yang Mempengaruhinya ……….. 26

4.1. Histogram Uji Normalitas ………. 48

4.2. Normal PPlot of Regression Standardized Residual ……….. 49


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Data PDRB Konstan, Belanja Pembangunan, PAD, Investasi

dan Tenaga Kerja ………... 64

2. Perkembangan Produk Domestik Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan di Kota Medan Tahun 1989-2008 (dalam juta Rupiah) ……….... 65

3. Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan Tahun 1989 s/d 2008 (dalam persen) ……… 66

4. Hasil Uji Regresi Berganda ………... 67

5. Hasil Hasil Normalitas ………... 68

6. Hasil Uji Multikolinearitas ……… 69

7. Hasil Uji Autokorelasi ……… 70


(15)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKONOMI KOTA MEDAN

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh belanja pembangunan, pendapatan asli daerah, investasi dan jumlah tenaga kerja terhadap ekonomi Kota Medan yang diproxy dengan PDRB Kota Medan selama kurun waktu 1989-2008.

Penelitian ini menggunakan data runtut waktu tahun 1989-2008 dan menggunakan analisa regresi “Ordinary Least Square” (OLS).

Temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa belanja pembangunan, pendapatan asli daerah, investasi dan tenaga kerja memberi pengaruh positif terhadap ekonomi Kota Medan.

Sebagai upaya meningkatkan pertumbuhan Kota Medan maka diperlukan kebijakan mendorong minat berinvestasi di daerah. Pada akhirnya peran pemerintah daerah melalui belanja pembangunan yang dapat merangsang peningkatan variabel investasi diharapkan mampu meningkatkan kegiatan ekonomi daerah guna tercapainya pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendapatan perkapita masyarakat.

Kata Kunci : Ekonomi, Belanja Pembangunan, Pendapatan Asli Daerah, Investasi, dan Tenaga Kerja.


(16)

ANALYSIS OF THE FACTORS INFLUENCING THE ECONOMY OF THE CITY OF MEDAN

ABSTRACT

The purpose of this study was to analyze the influence of development expenditure, locally generated revenue, investment and number of manpower on the economy of the City of Medan substituted with the GDP of the city of Medan within the period of 1989 -2008.

This study used the coherent data of 1989 -2008 which were analyzed through “Ordinary Least Square (OLS)” regression analysis method.

The result of this study showed that development expenditure, locally generated revenue, investment and number of manpower had a positive on the economy of the City of Medan.

As an attempt to increase the growth of the City of Medan, a policy encouraging the interest of regional investment is needed. Eventually, the role of local government through the development expenditure that can stimulate and encourage the increase of investment variable is expected to be able to increase local economic activity to achieve economic growth and to increase the community’s income per capita.

Keywords: Economy, Development Expenditure, Locally Generated Revenue, Investment, Manpower.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk mengetahui keberhasilan pembangunan di masa yang akan datang. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang berlangsung secara sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan hidup manusia atau masyarakat suatu bangsa.

Pembangunan dan pengembangan harus berjalan sesuai dengan kebijakan publik yang telah disusun sebelumnya. Kebijakan publik yang disusun harus mencakup kepentingan dari seluruh masyarakat (Miraza, 2005). Di sisi lain pembangunan yang berkesinambungan harus dapat memberi tekanan pada mekanisme ekonomi sosial, politik dan kelembagaan, baik dari sektor swasta maupun pemerintah, demi terciptanya suatu perbaikan standar hidup masyarakat secara cepat (Mahalli, 2005).

Pertumbuhan ekonomi mencerminkan kegiatan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dapat bernilai positif dan dapat pula bernilai negatif. Jika pada suatu periode perekonomian mengalami pertumbuhan positif, berarti kegiatan ekonomi pada periode tersebut mengalami peningkatan. Sedangkan jika pada suatu periode


(18)

perekonomian mengalami pertumbuhan negatif, berarti kegiatan ekonomi pada periode tersebut mengalami penurunan.

Pertumbuhan ekonomi merupakan kunci dari tujuan ekonomi makro. Hal ini didasari oleh 3 (tiga) alasan, yaitu:

1. Penduduk selalu bertambah. Bertambahnya jumlah penduduk ini berarti angkatan kerja juga selalu bertambah. Pertumbuhan ekonomi akan mampu menyediakan lapangan kerja bagi angkatan kerja. Jika pertumbuhan ekonomi yang mampu diciptakan lebih kecil daripada pertumbuhan angkatan kerja, hal ini mendorong terjadinya pengangguran.

2. Selama keinginan dan kebutuhan selalu tidak terbatas, perekonomian harus selalu mampu memproduksi lebih banyak barang dan jasa untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan tersebut.

3. Usaha menciptakan kemerataan ekonomi (economic stability) melalui retribusi pendapatan (income redistribution) akan lebih mudah dicapai dalam periode pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

Pembangunan di Kota Medan yang berlangsung secara menyeluruh dan berkesinambungan telah meningkatkan perekonomian masyarakat. Pencapaian hasil-hasil pembangunan yang sangat dirasakan masyarakat tidak terlepas dari usaha keras bersama-sama antara pemerintah dan masyarakat. Namun di sisi lain berbagai kendala dalam memaksimalkan potensi sumber daya manusia dan sumber modal masih dihadapi oleh penentu kebijakan di tingkat kota Medan maupun di Provinsi Sumatera Utara.


(19)

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan prosesnya yang berkelanjutan merupakan kondisi utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi daerah, karena penduduk mengalami peningkatan dan berarti pula kebutuhan ekonomi juga akan bertambah. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik menyatakan pertumbuhan ekonomi (di daerah diukur dengan pertumbuhan PDRB) (Sukirno, 2000).

Pertumbuhan ekonomi yang dicapai Kota Medan, selain relatif tinggi juga menunjukkan pertumbuhan yang cukup stabil. Sejalan dengan peningkatan PDRB ADH Konstan tahun 2000 Kota Medan selama periode 2005-2008, pertumbuhan ekonomi Kota Medan selama periode yang sama, meningkat rata-rata di atas 7.32 persen.

Tabel 1.1. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan periode 2005-2007 Menurut Sektor/Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 (%)

Sektor/Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008

1. Pertanian 1.30 0.37 5.14 3,61 2. Pertambangan & Penggalian 0.88 5.89 10.30 -13,49 3. Industri Pengolahan 3.14 6.59 6.08 3,91 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 2.27 5.39 2.81 3,50 5. Kontruksi 7.52 11.01 6.43 8,07 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 10.45 6.15 5.94 5,60 7. Transportasi & Telekomunikasi 10.45 13.34 10.61 8,15 8. Keuangan & Jasa Perusahaan 12.11 5.08 12.82 9,50 9. Jasa-jasa 8.00 6.34 6.83 7,08

PDRB 6.98 7.76 7.78 6,75

(Sumber: BPS, Medan Dalam angka 2009)

Kota Medan dalam pembiayaan pembangunannya berasal dari Anggaran Penadapatan Belanja Daerah (APBD), yang merupakan variabel penting mencerminkan kemampuan daerah untuk berkembang. Sumber-sumber pendanaan


(20)

APBD ini meliputi, antara lain Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan dan lain-lain Pendapatan Daerah yang sah. APBD Kota Medan ini digunakan untuk membiayai pembangunan melalui belanja pembangunan.

Kadir (2005) peranan Pendapatan Asli Daerah sebagai sumber pembiayaan bagi daerah, maka Pendapatan Asli Daerah merupakan salah satu komponen yang mempunyai peran yang sangat penting antara lain sebagai berikut: 1) Dari segi penyelenggaraan pemerintah berfungsi sebagai soko guru kelestarian otonomi daerah, dan 2) Dari segi pelaksanaan pembangunan berfungsi sebagai tulang punggung pembangunan berkelanjutan di daerah.

Belanja pembangunan merupakan pengeluaran yang ditujukan untuk membiayai program-program pembangunan sehingga anggarannya selalu disesuaikan dengan dana yang berhasil dimobilisasi. Dana ini kemudian dialokasikan pada berbagai sektor sesuai dengan prioritas yang direncanakan dalam program pembangunan daerah.

Adanya mekanisme penanaman modal merupakan langkah awal kegiatan produksi suatu negara. Begitu juga halnya dengan investasi yang merupakan langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi. Dalam upaya menumbuhkan perekonomian, setiap negara senantiasa berusaha menciptakan iklim yang dapat menggairahkan investasi. Sasaran yang dituju bukan hanya masyarakat atau kalangan swasta dalam negeri, tapi juga investasi asing.

Penerimaan investasi dalam negeri maupun investasi asing merupakan salah satu pos penerimaan Negara yang memberikan kontribusi cukup potensial dalam hal


(21)

pembiayaan anggaran dan belanja negara. Laju pertumbuhan perekonomian yang didasarkan pada alur investasi positif menggambarkan gerak pacu positif dengan dukungan beberapa faktor penunjang lainnya. Pertumbuhan ekonomi dan hubungannya dengan keberlanjutan pembangunan diketahui bahwa peningkatan output sektor-sektor ekonomi riil dapat dibentuk melalui mekanisme pertambahan kapasitas produksi.

Dalam suatu pembangunan sudah pasti diharapkan terjadinya pertumbuhan. Untuk mencapai sasaran tersebut, diperlukan sarana dan prasarana, terutama dukungan dana yang memadai. Disinilah peran serta investasi mempunyai cakupan yang cukup penting karena sesuai dengan fungsinya sebagai penyokong pembangunan dan pertumbuhan nasional melalui pos penerimaan negara sedangkan tujuannya adalah untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat.

Investasi merupakan salah satu motor penggerak pertumbuhan ekonomi. Pada perekonomian tertutup, sumber dana investasi semata-mata berasal dari tabungan domestik. Sedangkan pada perekonomian terbuka sumber dana dapat diperoleh melalui dana dari luar wilayah.

Pertumbuhan produksi pada dasarnya dipengaruhi oleh perkembangan faktor-faktor produksinya. Salah satu faktor-faktor produksi tersebut adalah modal (investasi). Banyak studi menunjukka bahwa pertumbuhan ekonomi suatu daerah erat kaitannya dengan tingkat produktivitas penggunaan modal (investasi).


(22)

Sejak tahun 2001 penanaman modal (investasi) di Kota Medan secara berangsur-angsur mulai menunjukkan pertumbuhan yang cukup berarti. Hal ini tidak saja didukung oleh faktor-faktor ekonomi yang dimiliki, tetapi didukung juga oleh faktor-faktor non ekonomi, sehingga menciptakan iklim dan lingkungan penanaman modal yang semakin kondusif dari waktu ke waktu.

Langkah-langkah strategis yang ditempuh adalah dengan mengembangkan kemitraan strategis di antara sesama pelaku usaha dengan Pemerintah Kota yang kenyataannya mampu menumbuhkan minat berinvestasi para pemilik modal untuk menanamkan modalnya di Kota Medan, di berbagai bidang lapangan usaha potensial. Hal ini juga tidak terlepas dari persepsi yang sama dari seluruh stakeholders tentang perlunya menarik investasi lebih besar, untuk menggerakkan roda perekonomian dalam volume yang lebih besar, sehingga mampu menciptakan lapangan kerja lebih banyak, sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat. Perkembangan positif penanaman modal selama tahun 2005-2008 dapat dilihat dari perkiraan nilai investasi di berbagai sektor lapangan usaha, baik yang berasal dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun Penanaman Modal Asing (PMA), disamping sektor Pemerintah dan rumah tangga.

Selain investasi, maka tenaga kerja merupakan suatu faktor yang mempengaruhi output suatu daerah. Angkatan kerja yang besar akan terbentuk dari jumlah penduduk yang besar. Namun pertumbuhan penduduk dikhawatirkan akan menimbulkan efek yang buruk terhadap pertumbuhan ekonomi. Menurut Todaro (2000) pertumbuhan penduduk yang cepat mendorong timbulnya masalah


(23)

keterbelakangan dan membuat prospek pembangunan menjadi semakin jauh. Selanjutnya dikatakan bahwa masalah kependudukan yang timbul bukan karena banyaknya jumlah anggota keluarga, melainkan karena mereka terkonsentrasi pada daerah perkotaan saja sebagai akibat dari cepatnya laju migrasi dari desa ke kota. Namun demikian jumlah penduduk yang cukup dengan tingkat pendidikan yang tinggi dan memiliki skill akan mampu mendorong laju pertumbuhan ekonomi. Dari jumlah penduduk usia produktif yang besar maka akan mampu meningkatkan jumlah angkatan kerja yang tersedia dan pada akhirnya akan mampu meningkatkan produksi output di suatu daerah.

Dengan demikian dipandang perlu untuk mengkaji lebih jauh faktor-faktor yang mempengaruhi ekonomi kota Medan dan diharapkan akan mampu menjawab tantangan saat ini dan masa yang akan datang.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaruh belanja pembangunan terhadap ekonomi Kota Medan? 2. Bagaimana pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap ekonomi Kota

Medan?

3. Bagaimana pengaruh investasi terhadap ekonomi Kota Medan?


(24)

1.3. Tujuan Penelitian

Secara lebih terperinci tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis: 1. Pengaruh belanja pembangunan terhadap ekonomi Kota Medan.

2. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap ekonomi Kota Medan. 3. Pengaruh investasi terhadap ekonomi Kota Medan.

4. Pengaruh jumlah tenaga kerja terhadap ekonomi Kota Medan.

1.4. Manfaat Penelitian

Sebagai masukan bagi pemerintah Kota Medan dalam merumuskan kebijakan ekonomi Kota Medan.

Sebagai sarana pengembangan ilmu dan pengetahuan yang secara teori telah dipelajari di Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.

Sebagai bahan pengembangan penelitian lebih lanjut yang sejenis dengan metode penelitian yang berbeda.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Salah satu tujuan pembangunan sacara makro adalah meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi berhubungan dengan proses peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat dan dapat dikatakan bahwa pertumbuhan ekonomi menyangkut perkembanganyang berdimensi tunggal dan diukur dengan peningkatan hasil produksi dan pendapatan.

Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode berikutnya. Menurut Sirojuzilam dan Mahalli (2010) pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran mengenai dampak kebijaksanaan pemerintah yang dilaksanakan khususnya dalam bidang bidang ekonomi. Supriana (2008) peningkatan taraf hidup masyarakat dalam jangka panjang melalui pertumbuhan ekonomi adalah tujuan pembangunan ekonomi setiap negara.

Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan apabila tingkat kegiatan ekonomi yang dicapai sekarang lebih tinggi dari pada yang dicapai pada masa sebelumnya. Pertumbuhan tercapai apabila jumlah fisik barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan dalam perekonomian tersebut bertambah besar dari tahun-tahun sebelumnya.


(26)

Dalam teori ekonomi pembangunan, dikemukakan ada enam karakteristik pertumbuhan ekonomi, yaitu:

1. Terdapatnya laju kenaikan produksi perkapita yang tinggi untuk mengimbangi laju pertumbuhan penduduk yang cepat.

2. Semakin meningkatnya laju produksi perkapita terutama akibat adanya perbaikan teknologi dan kualitas input yang digunakan.

3. Adanya perubahan struktur ekonomi dari sektor pertanian ke sektor industri dan jasa.

4. Meningkatnya jumlah penduduk yang berpindah dari pedesaan ke daerah perkotaan (urbanisasi).

5. Pertumbuhan ekonomi terjadi akibat adanya ekspansi negara maju dan adanya kekuatan hubungan internasional.

6. Meningkatnya arus barang dan modal dalam perdagangan internasional. (Jhingan, 1995).

Data ekonomi merupakan sumber informasi sistematik untuk dapat mengukur sejauhmana perkembangan aktivitas ekonomi suatu negara. Suatu data yang akurat diharapkan dapat menggambarkan suatu kondisi statistik perekonomian. Statistik ini digunakan oleh para ahli ekonomi untuk mempelajari perekonomian dan oleh para pengambil keputusan untuk mengawasi pembangunan ekonomi dan merumuskan kebijakan-kebijakan yang tepat.

Dalam konsep dasar ekonomi makro indikator yang digunakan dalam mengukur pertumbuhan ekonomi, adalah produk domestik bruto (PDB). Produk


(27)

Domestik Bruto (PDB) adalah nilai pasar semua barang dan jasa akhir yang diproduksi dalam perekonomian selama kurun waktu tertentu (Mankiw, 2006). Dalam konsep regional Produk Domestik Bruto dikenal sebagai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB merupakan indikator ekonomi makro suatu daerah, yang menggambarkan ada atau tidaknya perkembangan perekonomian daerah. Dengan menghitung PDRB secara teliti dan akurat baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan dapat diambil beberapa kesimpulan mengenai keberhasilan pembangunan di suatu daerah, yang memperlihatkan laju pertumbuhan ekonomi yang mewakili peningkatan produksi di berbagai sektor lapangan usaha yang ada (Saggaf, 1999).

Berdasarkan rumusan pengertian di atas, maka dalam konsep regional, pertumbuhan ekonomi daerah adalah angka yang ditunjukkan oleh besarnya tingkat pertumbuhan produk domestik regional bruto suatu daerah yang diukur atas dasar harga konstan. Bagi suatu daerah provinsi, kabupaten/kota gambaran PDRB yang mencerminkan adanya laju pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dalam data sektor-sektor ekonomi yang meliputi pertanian, pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, listrik gas dan air bersih, bangunan, perdagangan hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan persewaan dan jasa perusahaan dan jasa-jasa lainnya. Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari data konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, pembentukan modal bruto, perubahan persediaan, ekspor dan impor. Sedangkan pertumbuhan ekonomi daerah dirumuskan sebagai berikut:


(28)

PDRBt - PDRBt-1

PED = x 100 %

PDRBt-1

Di mana: PED = Pertumbuhan Ekonomi Daerah

PDRBt = Produk Domestik Regional Bruto Periode Tertentu PDRBt-1 = Produk Domestik Regional Bruto Periode Sebelumnya Menurut Todaro (2000) terdapat tiga faktor atau komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi dari setiap bangsa, ketiganya adalah: Akumulasi modal yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik dan modal atau sumber daya manusia, Pertumbuhan penduduk beberapa tahun selanjutnya yang akan memperbanyak jumlah akumulasi kapital, kemajuan teknologi

Model pertumbuhan neoklasik dipelopori oleh Robert M. Solow pada tahun 1950-an. Model pertumbuhan ini telah di-terapkan dalam berbagai studi empiris di banyak negara. Asumsi dasar yang dipakai dalam model ini antara lain, keluaran di-hasilkan dari penggunaan dua jenis masukan yaitu modal dan tenaga kerja, perekonomian berada pada kondisi penggunaan tenaga kerja penuh, perekonomian berada dalam kondisi persaingan sempurna.

Ada dua hal utama yang dibahas dalam model ini, yaitu peranan modal dan perubahan teknologi dalam pertumbuhan ekonomi. Namun untuk sementara perubahan teknologi dianggap konstan sehingga akan diketahui bagaimana peran modal dalam proses pertumbuhan. Akumulasi modal dan kedalaman modal terjadi


(29)

pada saat pertumbuhan persediaan (stock) modal lebih cepat daripada pertumbuhan tenaga kerja. Dalam kondisi tanpa perubahan teknologi, akumulasi modal akan mendorong pertumbuhan keluaran per tenaga kerja, meningkatkan marginal product tenaga kerja serta meningkatkan upah. Namun akumulasi modal juga akan mendorong berkurangnya pengembalian modal (return of capital) dan menurunkan tingkat suku bunga riil.

2.2. Belanja Pembangunan

Dalam melaksanakan semua kegiatan, pemerintah membutuhkan sejumlah pembiayaan. Dalam hal ini didukung oleh penerimaan pemerintah baik yang berasal dari penerimaan daerah maupun penerimaan pembangunan. Kegiatan pemerintah yang berupa pengeluaran pemerintah dibagi dua yaitu: pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Pengeluaran rutin adalah bagian yang biasanya dibelanjakan setiap tahun anggarannya secara teratur. Pengeluaran pembangunan adalah bagian dari pengeluaran yang khusus digunakan untuk pengeluaran pembangunan daerah.

Dalam teori ekonomi makro, pengeluaran pemerintah terdiri dari tiga pos utama yang dapat digolongkan sebagai berikut:

1. Pengeluaran pemerintah untuk pembelian barang dan jasa.

2. Pengeluaran pemerintah untuk gaji pegawai, perubahan gaji pegawai yang mempunyai proses makroekonomi dimana perubahan gaji pegawai akan mempengaruhi tingkat permintaan secara tidak langsung.


(30)

3. Pengeluaran pemerintah untuk transfer payment. Transfer payment adalah bukan pembelian barang/jasa oleh pemerintah di pasar barang, akan tetapi pos ini mencatat pembayaran atau pemberian pemerintah langsung kepada warganya, misalnya: pembayaran subsidi atau bantuan langsung tunai kepada berbagai golongan masyarakat. Pembayaran pensiun, pemabayaran pinjaman pemerintah kepada masyarakat. Secara ekonomis transfer payment mempunyai pengaruh yang sama dengan pos gaji pegawai meskipun secara administratif keduanya berbeda (Boediono, 2001).

Pengeluaran pemerintah dalam arti riil dapat dipakai sebagai indikator besarnya kegiatan pemerintah yang dibiayai oleh pengeluaran pemrintah itu, semakin besar dan banyak kegiatan pemerintah semakin besar pula pengeluaran pemerintah yang bersangkutan.

Menurut Suparmoko (1996) sifat-sifat pengeluaran pemerintah:

1. Pengeluran yang self liquidating sebagian atau seluruhnya yaitu pengeluaran pemerintah yang berupa pemberian jasa kepada masyarakat yang pada akhirnya adanya pembayaran kembali dari masyarakat yang menerima jasa-jasa tersebut. 2. Pengeluaran pemerintah yang bersifat reproduktif, artinya mewujudkan

keuntungan-keuntungan ekonomi bagi masyarakat, dengan naiknya tingkatan penghasilan dan sasaran pajak yang lain yang akhirnya menaikkan penerimaan pemerintah.

3. Pengeluaran yang tidak self liquidating maupun yang tidak reproduktif yaitu pengeluaran yang langsung menambah kesejahteraan masyarakat.


(31)

4. Pengeluran yang secara langsung tidak produktif dan merupakan pemborosan. Misalnya: untuk pembiayaan pertahanan dan perang.

5. Pengeluaran yang merupakan penghematan di masa yang akan datang

2.3. Pendapatan Asli Daerah

Pengertian pendapatan dapat diartikan sebagai jumlah penerimaan atau perolehan yang berasal dari penjualan yang akan menambah jumlah harta si penjual berupa kas ataupun piutang serta harta lainnya. Sering juga pendapatan diartikan sebagai jumlah perolehan yang telah menjadi hak daripada yang memperoleh. Akan tetapi pengertian seperti ini tidak dapat memberikan pengertian yang memuaskan karena tidak menjelaskan sumber atau sehubungan dengan kegiatan apa maka ada pendapatan tersebut, juga tidak menjelaskan apa-apa saja yang merupakan bagian dari pendapatan.

Pendapatan merupakan arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal perusahaan selama suatu periode bila arus masuk itu

mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal. Berdasarkan kedua definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendapatan merupakan keseluruhan penerimaan atau perolehan atau penyelesaian kewajiban yang tercermin pada peningkatan aktiva atau penurunan kewajiban suatu badan usaha dalam satu periode tertentu. Peningkatan harta ataupun penurunan kewajiban tersebut berasal dari kegiatan utama perusahaan ditambah dengan penerimaan atau perolehan


(32)

yang timbul diluar operasi normal perusahaan seperti halnya pendapatan dari deviden, bunga, sewa dan lain-lain.

Sedangkan pengertian Daerah adalah seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai revisi dari UU Nomor 22 tahun 1999 yaitu daerah yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri (daerah otonom) yang dibagi menjadi: Daerah Propinsi, Daerah Kabupaten/Kota.

Hak dan wewenang pemerintah daerah dalam pengelolaan/penggalian sumber-sumber keuangan daerah diatur dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah sebagai revisi Undang-Undang No. 22 Tahun 1999. Dinyatakan bahwa kepada suatu pemerintah daerah diwajibkan untuk menggali sumber-sumber keuangan daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini dapat memberikan kebebasan kepada pemerintah daerah setempat untuk menciptakan sumber pajak/retribusi daerah yang baru demi semakin tercapainya kemajuan suatu daerah yang semakin mantap. Tentu saja dengan cara yang tidak eksploitatif agar dimensi-dimensi yang disebutkan diatas menjadi dasar dalam menggali sumber-sumber pendapatan daerah.

Sesuai dengan penggolongan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, pendapatan daerah bersumber dari:

a. Pendapatan Asli Daerah yaitu pendapatan dari suatu daerah dimana pengelolaaannya diurus sendiri oleh rumah tangga/pemerintah daerah itu sendiri. Jenis penerimaan ini terdiri dari:


(33)

Hasil Retribusi Daerah

Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Lain-lain PAD yang sah

b. Dana Perimbangan, terdiri dari: Dana Bagi Hasil

Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus

c. Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah, terdiri dari: Dana Darurat dari Pemerintah

Hibah

Bantuan Keuangan Bagi Hasil dari Provinsi

Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.

Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

Yang menjadi dasar hukum pemungutan pajak daerah adalah: Wewenang daerah untuk memungut pajak diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004


(34)

sebagai revisi dari UU No. 22 tahun 1999 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah yang merupakan UU pokok pemerintah daerah.

Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan oleh Bendahara Umum Daerah (BUD) yang berasal dari potensi asli daerah yang bersangkutan sesuai kewenangan daerah tersebut. Penerimaan tersebut akan menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan dan menjadi hak pemerintah daerah serta tidak perlu dibayar kembali. Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Selanjutnya menurut Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang tersebut di atas, lain-lain pendapatan asli daerah yang sah adalah meliputi hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, komisi potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan atau pengadaan barang dan atau jasa oleh daerah.

2.4. Investasi

Investasi merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan tingkat pendapatan nasional. Kegiatan investasi memungkinkan suatu masyarakat terus menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan nasional dan taraf kemakmuran (Sukirno, 2000). Adanya investasi-investasi baru memungkinkan terciptanya barang modal baru sehingga akan


(35)

menyerap faktor produksi baru yaitu menciptakan lapangan pekerjaan baru atau kesempatan kerja yang akan menyerap tenaga kerja yang pada gilirannya akan mengurangi pengangguran.

Dengan demikian akan menambah output dan pendapatan baru pada faktor produksi akan menambah output nasional sehingga akan terjadi pertumbuhan ekonomi. Melihat kondisi Indonesia yang sedimikian rupa maka peningkatan modal sangat berperan penting untuk meningkatkan perekonomian, oleh karena itu pemerintah dan swasta berupaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui penghimpunan dana yang diarahkan pada kegiatan ekonomi produktif yaitu dengan menggenjot investasi, baik penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal dalam negeri serta penimgkatan volume perdagangan luar negeri melalui ekspor guna menambah cadangan devisa.

Untuk membangun daya saing, suatu bangsa harus menerapkan kebijakan yang jelas dan terpadu bagi investasi asing langsung, industri dan perdagangan. Tidaklah mengherankan bahwa beberapa negara berkembang yang sebelumnya tidak menerima perusahaan asing sekarang mulai bersaing untuk investasi mereka yang bertujuan untuk penciptaan kesempatan kerja, alih tehnologi dan lain-lain (Kotler, dkk. 1998).

Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau perbelanjaan penanaman modal yang digunakan untuk membeli barang-barang dan jasa dengan harapan dapat memberikan keuntungan pada masa yang akan datang (Bappeda Kota Medan, 2000). Menurut Sukirno (2000) investasi merupakan pengeluaran atau pengeluaran


(36)

penanaman-penanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal atau perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian. Pertambahan jumlah barang modal ini memungkinkan perekonomian tersebut menghasilkan lebih banyak barang dan jasa dimasa yang akan datang.

Dornbusch and Fischer (1994) dalam Bappeda kota Medan (2000) mencatat bahwa investasi dalam perhitungan pendapatan nasional dan statistik, diartikan sebagai jumlah nilai pembelian para pengusaha terhadap barang-barang modal dan pembelanjaan untuk mendirikan industri dan pertambahan dalam stock barang perusahaan (bahan mentah, bahan dalam proses produksi dan barang jadi).

Faktor-faktor utama yang menentukan tingkat investasi adalah: 1. Tingkat keuntungan yang diramalkan akan diperoleh.

2. Suku bunga.

3. Ramalan mengenai keadaan ekonomi di masa yang akan datang. 4. Kemajuan teknologi.

5. Tingkat pendapatan nasional dan perubahan-perubahannya. 6. Keuntungan yang diperoleh perusahaan-perusahaan.

Ada tiga tipe pengeluaran investasi. Pertama, investasi dalam barang tetap (business fixed investment) yang melingkupi peralatan dan struktur dimana dunia usaha membelinya untuk dipergunakan dalam produksi. Kedua, investasi perumahan (residential investment) melingkupi perumahan baru dimana orang membeliya untuk ditempati atau pemilik modal membeli untuk disewakan. Ketiga, investasi inventori


(37)

(inventory investment) meliputi bahan baku dan bahan penolong, barang setengah jadi dan barang jadi (Herlambang, 2001).

Peranan investasi terhadap kapasitas produksi nasional memang sangat besar, karena investasi merupakan penggerak perekonomian, baik untuk penabahan faktor produksi maupun berupa peningkatan kualitas faktor produksi, investasi ini nantinya akan memperbesar pengeluaran masyarakat melalui peningkatan pendapatan masyarakat dengan bekerja multilier effect. Faktor produksi akan mengalami penyusutan, sehingga akan mengurangi produktivitas dari faktor-faktor produksi tersebut. Supaya tidak terjadi penurunan produktivitas (kapasitas) nasional harus diimbangi dengan investasi baru yang lebih besar dari penyusutan faktor-faktor produksi. Akhirnya perekonomian masyarakat (nasional) akan berkembang secara dinamis dengan naiknya investasi yang lebih besar dari penyusutan faktor produksi tersebut. Bila penambahan investasi lebih kecil dari penyusutan faktor-faktor produksi, maka terjadi stagnasi perekonomian untuk dapat berkembang (Nasution, 1996).

2.5. Tenaga Kerja

Masalah tenaga kerja hingga saat ini masih merupakan salah satu masalah nasional yang cukup berat dan komplek dengan diwarnai berbagai issue dan produktifitas tenaga kerja, gejolak ketenagakerjaan berupa unjuk rasa dan mogok kerja. Rendahnya tingkat pendidikan dan lemahnya perlindungan atau kesejahteraan akan mempengaruhi kualitas tenaga kerja.


(38)

Masalah ketenagakerjaan di Kota Medan dalam skala kecil merupakan salah satu bidang yang cukup rawan, karena secara langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan aspek pendidikan yang berkembang. Disisi lain masalahnya cukup strategi karena tenaga kerja merupakan faktor dominan dan mempunyai korelasi yang cukup kuat terhadap pembangunan dan pertumbuhan ekonomi daerah maupun nasional.

Tenaga kerja yang bekualitas merupakan modal yang sangat berharga bagi pertumbuhan ekonomi. Pendidikan diakui secara luas sebagai unsur yang mendasar dari pertumbuhan ekonomi. Kemajuan suatu daerah sangat dipengaruhi oleh kemampuan dan pendidikan sumber daya manusianya. Semakin tinggi tingkat pendidikan para tenaga kerja maka diharapkan akan menghasilkan peningkatan kinerja yang ada dan semakin baik kondisi sosialnya.

Dalam khasanah teori pertumbuhan ekonomi ada tiga faktor penentu pertumbuhan ekonomi yaitu sumber daya modal, sumber daya manusia, dan kemajuan teknologi. Hasil penelitian di negara maju umumnya menunjukkan adanya korelasi positif antara tingkat pendidikan seseorang dengan tingkat kondisi sosial ekonominya.

Menurut Todaro (2000) pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan angkatan kerja (AK) secara tradisional dianggap sebagai salah satu faktor positif yang memacu pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti akan menambah tingkat produksi, sedangkan pertumbuhan penduduk yang lebih besar berarti ukuran pasar domestiknya lebih besar. Meski demikian hal tersebut masih dipertanyakan


(39)

apakah benar laju pertumbuhan penduduk yang cepat benar-benar akan memberikan dampak positif atau negatif dari pembangunan ekonominya.

Selanjutnya dikatakan bahwa pengaruh positif atau negatif dari pertumbuhan penduduk tergantung pada kemampuan sistem perekonomian daerah tersebut dalam menyerap dan secara produktif memanfaatkan pertambahan tenaga kerja tersebut. Kemampuan tersebut dipengaruhi oleh tingkat dan jenis akumulasi modal dan tersedianya input dan faktor penunjang seperti kecakapan manajerial dan administrasi.

Dalam model sederhana tentang pertumbuhan ekonomi, pada umumnya pengertian tenaga kerja diartikan sebagai angkatan kerja yang bersifat homogen. Menurut Lewis, angkatan kerja yang homogen dan tidak terampil dianggap bisa bergerak dan beralih dari sektor tradisional ke sektor modern secara lancar dan dalam jumlah terbatas. Dalam keadaan demikian penawaran tenaga kerja mengandung elastisitas yang tinggi. Meningkatnya permintaan atas tenaga kerja (dari sektor tradisional) bersumber pada ekspansi kegiatan sektor modern. Dengan demikian salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi adalah tenaga kerja.

Tenaga kerja adalah mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja, sedang mencari pekerjaan dan melakukan kegiatan lain, seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga.

Menurut BPS penduduk berumur 10 tahun ke atas terbagi sebagai angkatan kerja (AK) dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja dikatakan bekerja bila mereka melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh


(40)

pendapatan atau keuntungan dan lamanya bekerja paling sedikit 1 (satu) jam secara kontinu selama seminggu yang lalu. Sedangkan penduduk yang tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan disebut menganggur (Santosa, 2001)

Jumlah angkatan kerja yang bekerja merupakan gambaran kondisi dari lapangan kerja yang tersedia. Semakin bertambah besar lapangan kerja yang tersedia maka akan menyebabkan semakin meningkatkan total produksi di suatu daerah.

2.6. Penelitian Sebelumnya

1. Penelitian Saggaf (1999) menyimpulkan bahwa secara simultan dan parsial terdapat pengaruh yang signifikan antara Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap pertumbuhan ekonomi daerah Kota Pekan baru dalam kurun waktu tahun 1989 - 1993. Demikian juga halnya dengan jumlah alokasi APBD secara keseluruhan juga berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah tersebut dalam kurun waktu yang sama.

2. Penelitian Helmi (2009) menyimpulkan bahwa pendapatan dari sektor pajak dan pendapatan asli daerah berpengaruh positif terhadap laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau, di mana PAD dari sektor pertambangan, pertanian dan pariwisata berpengaruh positif terhadap pembentukan PDRB.

3. Fitrianti dan Pratolo (2009), dalam studi tentang pengaruh pendapatan asli daerah dan belanja pembangunan terhadap rasio kemandirian dan pertumbuhan ekonomi menyimpulkan bahwa dalam kurun waktu tahun 1999 - 2007 di beberapa kabupaten/kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tidak terdapat pengaruh


(41)

yang signifikan antara pendapatan asli daerah terhadap pertumbuhan ekonomi, akan tetapi terdapat pengaruh yang signifikan antara pendapatan asli daerah terhadap rasio kemandirian, serta pengaruh signifikan antara belanja pembangunan terhadap rasio kemandirian.

4. Penelitian Hamzah (2009) menyatakan bahwa dalam kurun waktu 2001 - 2006, PAD dan Dana Perimbangan baik secara langsung maupun tidak langsung tidak berpengaruh secara secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur.

5. Penelitian Yuslizar (2011) menyatakan bahwa penanaman modal asing, penanaman modal dalam negeri, konsumsi rumah tangga, belanja modal, tenaga kerja memiliki pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Kota Medan. 6. Penelitian Rahmansyah (2004) menyimpulkan bahwa dalam kurun waktu tahun

1999 - 2003 pengeluaran pemerintah yang dialokasikan sebagai belanja daerah dalam APBD berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi pada 11 provinsi di Indonesia, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Sumatera Utara, Bengkulu, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah dan Sulawesi Tengah dengan tingkat signifikansi yang berbeda-beda.

7. Penelitian Nurlina (2004) menyimpulkan bahwa dalam kurun waktu 1999 – 2003 anggaran belanja rutin daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dengan tingkat kepercayaan 99 persen.


(42)

2.7. Kerangka Pemikiran

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian Ekonomi dan Varibel- variabel yang Mempengaruhinya

2.8. Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Belanja pembangunan berpengaruh positif dan signifikan terhadap ekonomi Kota Medan.

2. Pendapatan asli daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap ekonomi Kota Medan.

3. Investasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap ekonomi Kota Medan. 4. Jumlah tenaga kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap ekonomi Kota

Medan.

Belanja Pembangunan

Jumlah Tenaga Kerja

Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan Pendapatan Asli

Daerah

Investasi Faktor-faktor

yang mempengaruhi

Pertumbuhan Ekonomi


(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini difokuskan pada faktor-faktor yang diperkirakan dapat mempengaruhi ekonomi Kota Medan. Faktor-faktor tersebut antara lain: belanja pembangunan, pendapatan asli daerah (PAD), investasi dan jumlah tenaga kerja kota Medan.

3.2. Jenis dan Sumber Data Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekonomi Kota Medan adalah data sekunder dengan jenis data runtun waktu (time-series) selama kurun waktu 20 tahun yaitu dari 1989 - 2008. Variabel penelitian yang diteliti adalah PDRB harga konstan, belanja pembangunan, pendapatan asli daerah, investasi dan jumlah tenaga kerja Kota Medan.

3.3. Identifikasi Variabel

Variabel-variabel dalam penelitian ini akan dipisahkan menjadi dua kelompok, yaitu variabel dependent (terikat), yaitu ekonomi Kota Medan (PDRB harga konstans) dan variabel independent (bebas), yaitu belanja pembangunan, pendapatan asli daerah, investasi dan jumlah tenaga kerja di Kota Medan. Seluruh variabel merupakan data time series tahunan dengan kurun waktu 1989 – 2008.


(44)

3.4. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di kota Medan.

3.5. Analisis Data

Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang ekonomi Kota Medan selama kurun waktu 1989 – 2008 dilakukan analisis dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Sebagai variabel terikat (dependent variable) dalam penelitian ini adalah ekonomi wilayah Kota Medan dan sebagai variabel bebas (independent variable) adalah belanja pembangunan, pendapatan asli daerah (PAD), investasi, dan jumlah tenaga kerja. Untuk itu fungsi persamaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

PEKM = f(BP, PAD, INV, TK)………(1)

Dari fungsi tersebut di atas, kemudian dispesifikasikan ke dalam model ekonometrika sebagai berikut (Sarwoko, 2005) :

PEKM = b0 + b1BP+ b2PAD+ b3INV+ b4 di mana:

TK+ µ

PEKM = Ekonomi Kota Medan (PDRB Harga Konstan dalam milyar rupiah) BP = Belanja pembangunan (milyar rupiah)

PAD = Pendapatan asli daerah (milyar rupiah) INV = Investasi (milyar rupiah)

TK = Jumlah tenaga kerja (ribu jiwa) b0

b

= intercept


(45)

µ = Kesalahan penggangu

3.5.1. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik

Ada beberapa permasalahan yang bisa terjadi dalam model regresi linier, yang secara statistik permasalahan tersebut dapat mengganggu model yang telah ditentukan, bahkan dapat menyesatkan kesimpulan yang diambil dari persamaan yang terbentuk. Untuk itu perlu dilakukan uji penyimpangan asumsi klasik yang terdiri dari:

1. Uji Normalitas Data

Tujuan uji normalitas adalah ingin mengetahui apakah dalam model regresi variabel penggangu atau residual memiliki distribusi normal (Erlina, 2008). Cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik. Analisis grafik adalah dengan grafik histogram dan melihat normal probability plot yaitu dengan membandingkan distribusi kumulatif dengan distribusi normal.

2. Uji Heterokedastsitas

Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah yang homokedastisitas atau tidak terjadi heterokedastisitas. Uji heterokedastisitas dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik Scatterplot antara SRESID dan ZPRED. Dasar analisisnya dapat dilihat :


(46)

a) Jika titik-titik yang membentuk pola yang teratur (bergelombang, melebar kemudian memyempit) maka mengidentifikasikan telah terjadi heterokedastisitas.

b) Jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu y maka tidak terjadi heterokedastisitas.

3. Uji Autokorelasi

Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu seperti dalam data time series. Sehingga terdapat saling ketergantungan antara faktor pengganggu yang berhubungan dengan observasi yang dipengaruhi oleh unsur gangguan yang berhubungan dengan pengamatan lainnya. Oleh sebab itu masalah autokorelasi biasanya muncul dalam data time series, meskipun tidak menutup kemungkinan terjadi dalam data cross sectional. Dalam konteks regresi, model regresi linier klasik mengasumsikan bahwa autokorelasi seperti itu tidak terdapat dalam disturbansi atau pengguan µi. Dengan menggunakan lambang Ε (µi, µj) = 0; i ≠ j. Secara sederhana dapat dikatakan model klasik mengasumsikan bahwa unsur gangguan yang berhubungan dengan observasi tidak dipengaruhi oleh unsur disturbansi atau gangguan yang berhubungan dengan pengamatan lain yang manapun. Salah satu pengujian yang digunakan untuk mengetahui adanya autokorelasi adalah dengan memakai uji statistik Durbin Watson (DW test). Jika


(47)

nilai Durbin Watson berbeda antara -2 sampai +2 berarti autokorelasi (Nugroho, 2005).

4. Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi di antara variabel independen (Erlina, 2008). Pengujian ini diperlukan untuk mengetahui apakah ada tidaknya variabel independen yang memiliki kemiripan dengan variabel indpenden lain dalam satu model. Jika terjadi korelasi, maka terdapat masalah multikolinieritas. Pada model regresi yang baik tidak terdapat korelasi di antara variabel independent. Pendeteksiannya dengan menggunakan tolerance value dan variance inflation factor (VIF). Jika nilai tolerance value > 0,10 dan VIP < 10 maka tidak terjadi multikolinieritas. Penghitungan di atas dilakukan sepenuhnya dengan bantuan software komputer.

3.5.2. Uji Kesesuaian

Suatu masalah yang erat hubungannya dengan penaksiran koefisien regresi adalah kesesuaian (goodness of fit) regresi sampel secara keseluruhan. Kebaikan sesuai diukur dengan koefisien determinasi R2, yang mengatakan proporsi variasi variabel tidak bebas yang dijelaskan oleh variabel yang menjelaskan. R2

Pengujian satistik dilakukan dengan menggunakan uji-t (t-test) dan uji-F (F-test) serta perhitungan nilai koefisien determinasi R

ini mempunyai jangkauan antara 0 dan 1, semakin dekat ke 1 maka semakin baik kesesuiannya.

2


(48)

mengetahui signifikansi statistik koefisien regresi secara parsial. Sedangkan uji-F dimaksudkan untuk mengetahui signikasi statistik koefisien regresi secara bersama. Koefisien determinasi R2 bertujuan untuk melihat kekuatan variabel bebas menjelaskan variabel tidak bebas.

3.6. Definisi Variabel Operasional Penelitian

1. Ekonomi Kota berdasarkan PDRB yaitu nilai produksi barang-barang dan jasa-jasa menurut sektor kegiatan ekonomi di Kota Medan berdasarkan harga konstan tahun 1989-2008. (milyar rupiah/tahun).

2. Belanja Pembangunan merupakan pengeluaran pemerintah yang ditujukan untuk pembiayaan program-program pembangunan sehingga anggarannya selalu disesuaikan dengan dana yang berhasil dimobilisasi tahun 1989-2008 (milyar/tahun).

3. Pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang berasal dari sumber-sumber pendapatan asli daerah yang terdiri atas: pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah tahun 1989-2008 (milyar/tahun).

4. Investasi adalah total investasi yang dilakukan baik PMA maupun PMDN setiap tahunnya tahun 1989-2008 (milyar/tahun).

5. Jumlah tenaga kerja merupakan jumlah orang yang bekerja di Kota Medan yang terdata di Dinas Tenaga Kerja tahun 1989-2008 (jiwa/tahun).


(49)

Tabel 3.1. Definisi Operasional Variabel

Variabel Definisi Pengukuran

Ekonomi Kota Medan (Y)

Ekonomi Kota Medan berdasarkan PDRB yaitu nilai produksi barang-barang dan jasa-jasa menurut sektor kegiatan ekonomi di Kota Medan berdasarkan harga konstan tahun 1989-2008

Rasio

Belanja Pembangunan (X1)

Pengeluaran pemerintah yang ditujukan untuk pembiayaan program-program pembangunan tahun 1989-2008

Rasio

PAD (X2)

Penerimaan yang berasal dari sumber-sumber pendapatan asli daerah yang terdiri atas: pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah tahun 1989-2008

Rasio

Investasi (X3)

Total investasi yang dilakukan baik PMA maupun PMDN di Kota Medan tahun 1989-2008

Rasio

Jumlah Tenaga Kerja (X4)

Jumlah orang yang bekerja di Kota Medan yang terdata di Dinas Tenaga Kerja tahun 1989-2008


(50)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Kota Medan

Kota Medan merupakan ibukota Provinsi Sumatera Utara yang berfungsi sebagai pusat perdagangan, industri, dan jasa dengan luas wilayah 26.510 Ha yang terdiri dari 21 Kecamatan dan 151 Kelurahan.

Secara umum ada 3 (tiga) aspek pokok yang selalu mempengaruhi penyelenggaraan pemerintahan daerah Kota Medan, yaitu: (1) kondisi geografis, (2) demografis, dan (3) kondisi sosial ekonomi daerah. Faktor-faktor tersebut dapat diamati sebagai potensi pembangunan Kota Medan juga sekaligus sebagai tantangan pembangunan pada masa yang akan datang.

4.1.1. Kondisi Geografis

Sebagai salah satu daerah otonom dengan status kota, maka kedudukan, fungsi dan peranan Kota Medan cukup penting dan strategis baik secara regional maupun nasional. Bahkan sebagai ibukota Propinsi Sumatera Utara, Kota Medan sering digunakan sebagai barometer dan tolok ukur dalam pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Secara geografis, Kota Medan memiliki kedudukan strategis sebab berbatasan langsung dengan Selat Malaka di bagian Utara, sehingga relatif dekat dengan kota-kota/negara yang lebih maju seperti Pulau Penang, Kuala Lumpur Malaysia dan Singapura.


(51)

Sesuai dengan dinamika pembangunan kota, luas wilayah administrasi Kota Medan telah melalui beberapa kali perkembangan. Pada tahun 1951, Walikota Medan mengeluarkan Maklumat Nomor 21 Tanggal 29 September 1951 yang menetapkan luas Kota Medan menjadi 5.130 Ha yang meliputi 4 kecamatan dengan 59 kelurahan. Maklumat Walikota Medan dikeluarkan menyusul keluarnya Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 66/III/PSU tanggal 21 September 1951 agar daerah Kota Medan diperluas menjadi 3 (tiga) kali lipat.

Melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1973, Kota Medan kemudian mengalami pemekaran wilayah menjadi 26.510 Ha yang terdiri dari 11 kecamatan dengan 116 kelurahan. Berdasarkan luas administrasi yang sama maka melalui Surat Persetujuan Menteri Dalam Negeri Nomor 140/2271/PUOD tanggal 5 Mei 1986, Kota Medan melakukan pemekaran kelurahan menjadi 144 kelurahan.

Selanjutnya, berdasarkan Surat Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Sumatera Utara Nomor 140.22/2772.K/1996 tanggal 30 September 1996 tentang pendefinitipan 7 kelurahan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1992 tentang Pembentukan Beberapa Kecamatan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan, Kota Medan dimekarkan kembali menjadi 21 kecamatan dengan 151 kelurahan dan 2.001 lingkungan.

Secara astronomis Kota Medan terletak pada posisi 3°30’ - 3°43’ Lintang Utara dan 98°35’ - 98°44’ Bujur Timur dengan luas wilayah 265,10 km2. Sebagian


(52)

besar wilayah Kota Medan merupakan dataran rendah dengan topografi yang cenderung miring ke Utara dan menjadi tempat pertemuan 2 sungai penting, yaitu sungai Babura dan sungai Deli. Di samping itu, Kota Medan berada pada ketinggian 2,5 – 37,5 meter di atas permukaan laut dan secara administratif mempunyai batas wilayah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Kabupaten Deli Serdang dan Selat Malaka Sebelah Selatan : Kabupaten Deli Serdang

Sebelah Barat : Kabupaten Deli Serdang Sebelah Timur : Kabupaten Deli Serdang 4.1.2. Gambaran Umum Demografis

Profil penduduk Kota Medan memiliki ciri penting yaitu kemajemukan yang meliputi unsur agama, suku, etnis budaya dan adat istiadat. Hal ini memunculkan karakter sebagian besar penduduk Kota Medan bersifat terbuka. Berdasarkan sisi demografi, Kota Medan pada saat ini sedang mengalami masa transisi demografi. Kondisi ini menunjukkan suatu proses pergeseran dari suatu keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian tinggi menuju keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian semakin menurun.

Berbagai faktor yang mempengaruhi proses penurunan tingkat kelahiran adalah seperti perubahan pola pikir masyarakat dan perubahan sosial ekonominya. Sementara di sisi yang lain adanya faktor perbaikan gizi dan kesehatan yang memadai akan mempengaruhi tingkat kematian yang semakin menurun.


(53)

Tabel 4.1. Jumlah Laju Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk Kota Medan Tahun 2006 -2008

Indikator Tahun

2006 2007 2008

Jumlah Penduduk (jiwa) 2.067.288 2.083.156 2.102.105 Laju Pertumbuhan Penduduk (%) 1,53 0,77 0,91 Luas Wilayah (km2) 265,10 265,10 265,10 Kepadatan Penduduk (jiwa/km2) 7.798 7.858 7.929 Sumber: BPS Kota Medan, Tahun 2010

Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui bahwa ada peningkatan jumlah penduduk Kota Medan dari 2.067.288 jiwa pada tahun 2006 menjadi 2.083.156 jiwa pada tahun 2007 dan meningkat lagi menjadi 2.102.105 jiwa pada tahun 2008. Laju pertumbuhan penduduk tahun 2006 sebesar 1,53%, sedangkan pada tahun 2007 sebesar 0,77%, laju pertumbuhan penduduk meningkat menjadi 0,91% pada tahun 2008. Walaupun mengalami peningkatan pada tahun 2006, akan tetapi cenderung kembali menurun pada tahun 2007 dan tahun 2008. Adapun faktor alami yang dapat mempengaruhi peningkatan laju pertambahan penduduk adalah tingkat kelahiran, tingkat kematian dan arus urbanisasi. Sedangkan upaya-upaya yang dilakukan untuk pengendalian tingkat kelahiran adalah melalui program keluarga berencana (KB), dan peningkatan derajat pendidikan dan kesehatan masyarakat, terutama pembangunan sosial, ekonomi secara menyeluruh.

Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, Kota Medan mengalami peningkatan kepadatan penduduk dari 7.798 jiwa/km2 pada tahun 2006, menjadi 7.858 pada tahun 2007, kepadatan penduduk Kota Medan meningkat kembali menjadi 7.929 jiwa/km2 pada tahun 2008. Peningkatan tingkat kepadatan penduduk


(54)

tersebut relatif tinggi sehingga termasuk salah satu permasalahan yang harus diantisipasi. Apalagi dengan semakin menyempitnya luas lahan yang ada sehingga berpeluang terjadi ketidakseimbangan antara daya dukung dan daya tampung lingkungan yang tersedia. Kombinasi antara kepadatan, commuters (penglaju), para pencari kerja dan peran Pemerintah Kota Medan sebagai pusat pelayanan regional menyebabkan tuntutan akan pelayanan dasar menjadi semakin meningkat.

Di samping itu, adanya fenomena penglaju di Kota Medan yang menyebabkan jumlah penduduk pada siang hari lebih banyak, yaitu sekitar 2,5 juta jiwa dibandingkan jumlah penduduk pada malam hari yang diperkirakan 2,1 juta jiwa. Sebuah penelitian menyebutkan bahwa penyebab utama fenomena penglaju di Kota Medan dikarenakan adanya pandangan bahwa (1) bekerja di kota lebih bergengsi; (2) lebih mudah mencari pekerjaan di kota; (3) tidak ada lagi yang dapat dikerjakan (diolah) di daerah asalnya; dan (4) upaya mencari nafkah yang lebih baik. Dengan demikian, besarnya dorongan untuk menjadi penglaju tentunya berpengaruh terhadap kehidupan sosial, ekonomi, dan pelayanan umum yang harus disediakan secara keseluruhan.

Selanjutnya, faktor lain yang secara umum memberikan pengaruh menurunnya angka pertumbuhan penduduk pada periode 2006 – 2008 adalah meningkatnya derajat pendidikan masyarakat Kota Medan. Pada umumnya peningkatan derajat pendidikan masyarakat secara langsung akan meningkatkan rata-rata pendidikan generasi muda yang merupakan calon orang tua yang akan memasuki kehidupan rumah tangga. Melalui tingkat pendidikan yang semakin baik diharapkan


(55)

semakin meningkatnya taraf kesejahteraan masyarakat. Adanya anggapan mengenai jumlah anggota keluarga yang tidak besar akan memudahkan usaha untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga. Hal ini dikarenakan beban ekonomi yang harus dipikul menjadi lebih ringan dan pada akhirnya akan mendorong pasangan usia subur (PUS) cenderung mengikuti konsep norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera (NKKBS). Bahkan sebagian PUS memilih untuk menunda kelahiran dengan berbagai ekonomi (bekerja) ataupun alasan sosial dan psikologis lainnya.

Komposisi penduduk Kota Medan tentunya memberikan pengaruh terhadap kebijakan pembangunan kota, baik sebagai subjek maupun objek pembangunan. Keterkaitan komposisi penduduk dengan upaya-upaya pembangunan kota yang dilaksanakan, umumnya didasarkan kepada kebutuhan pelayanan sosial ekonomi yang harus disediakan kepada masing-masing kelompok usia penduduk, seperti pelayanan kesehatan, pendidikan bahkan pelayanan kesejahteraan sosial lainnya.

Berdasarkan Tabel 4.2, diketahui proporsi anak-anak yang berusia di bawah lima tahun (balita) di Kota Medan mencapai sekitar 9% dari jumlah penduduk. Besarnya proporsi ini berimplikasi pada kebutuhan penyediaan prasarana dan sarana kesehatan untuk usia balita serta sarana pendidikan bagi anak usia dini baik secara kualitas maupun kuantitas.


(56)

Tabel 4.2. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kota Medan Tahun 2008

Golongan Umur

Laki-laki Perempuan Jumlah

Jiwa % Jiwa % Jiwa %

0 – 4 84.810 8,16 91.367 8,60 176.177 8,38 5 – 9 92.185 8,187 95.124 8,95 187.309 8,91 10 – 14 93.039 8,95 100.949 9,50 193.988 9,23 15 – 19 111.213 10,70 101.109 9,52 212.342 10,10 20 – 24 117.217 11,27 122.707 11,55 239.924 11,41 25 – 29 100.014 9,62 104.256 9,81 204.270 9,72 30 – 34 84.210 8,10 71.636 6,74 155.846 7,41 35 – 39 74.973 7,21 87.525 8,24 162.498 7,73 40 – 44 76.490 7,36 77.476 7,29 153.966 7,32 45 – 49 57.116 5,49 51.494 4,85 108.610 5,17 50 – 54 47.039 4,52 52.619 4,95 99.658 4,74 55 – 59 35.710 3,43 38.265 3,60 73.975 3,52 60 – 64 26.999 2,60 23.025 2,17 50.024 2,38 65 38.672 3,72 44.846 4,22 83.518 3,97 Jumlah 1.039.707 100 1.062.398 100 2.102.105 100 Sumber: BPS Kota Medan, 2010

Sedangkan untuk kelompok usia anak-anak dan remaja yang mencapai sekitar 18%, kebijakan Pemerintah Kota Medan yang telah ditempuh selama ini diarahkan pada kegiatan yang mengarah pada peningkatan status gizi anak, pengendalian tingkat kenakalan anak dan remaja, serta peningkatan kualitas pendidikan. Upaya ini diharapkan nantinya terus berkesinambungan sebagai upaya untuk mempersiapkan masa depan anak-anak dan remaja untuk mendukung terbentuknya sumber daya manusia yang berkualitas dan tangguh dalam menghadapi persaingan global.

Sementara itu, jumlah penduduk Kota Medan sampai tahun 2010 diperkirakan 2,2 juta jiwa serta ditambah beban arus penglaju yang tinggi dipastikan menjadi beban pembangunan Kota Medan. Untuk itu diperlukan kebijakan yang terintegrasi


(57)

sekaligus antisipatif untuk mengendalikan perkembangan penduduk sehingga harus ditangani secara terpadu dan komprehensif. Di samping itu, kebijakan pengendalian kuantitas, peningkatan kualitas dan pengarahan mobilitas penduduk harus disesuaikan dengan pertumbuhan ekonomi Kota Medan sehingga masalah kependudukan tidak menjadi persoalan di masa mendatang.

Secara umum masalah kependudukan yang dihadapi Kota Medan saat ini maupun masa datang sebagai berikut:

a. Kecenderungan adanya penurunan fluktuasi laju pertumbuhan penduduk dari tahun 2006, 2007 dan tahun 2008.

b. Kecenderungan peningkatan arus ulang alik ke Kota Medan yang berimplikasi pada pemenuhan fasilitas sosial yang dibutuhkan.

c. Masalah kemiskinan, tenaga kerja dan permasalahan sosial lainnya yang dipengaruhi oleh iklim perekonomian nasional dan global.

d. Penyediaan pelayanan pendidikan, kesehatan dan pelayanan dasar lainnya termasuk sarana dan prasarana permukiman untuk warga Kota Medan.

4.1.3. Kondisi Ekonomi Makro Daerah

Pada hakekatnya pembangunan ekonomi daerah adalah serangkaian usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan kerja dan pemerataan pendapatan masyarakat. Kinerja pembangunan ekonomi daerah mempunyai kedudukan yang amat penting karena keberhasilan di bidang ekonomi dapat menyediakan sumber daya yang lebih luas bagi pembangunan daerah di bidang lainnya.


(58)

Oleh karena itu, aspek ekonomi secara umum dijadikan salah satu ukuran penting untuk menilai kemajuan, kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat daerah.

4.1.3.1. Produk domestik regional bruto (PDRB)

Besaran PDRB sering digunakan sebagai indikator untuk menilai kinerja perekonomian suatu daerah, terutama yang dikaitkan dengan kemampuan suatu daerah dalam mengelola sumber daya yang dimilikinya. Besaran nilai PDRB ini secara nyata mampu memberikan gambaran mengenai nilai tambah bruto yang dihasilkan unit-unit produksi pada suatu daerah dalam periode tertentu. Di samping itu, perkembangan besaran nilai PDRB merupakan salah satu indikator yang dapat dijadikan ukuran untuk menilai keberhasilan pembangunan daerah atau dengan kata lain pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat tercermin melalui pertumbuhan nilai PDRB.

Berdasarkan Tabel 4.3, menunjukkan bahwa perkembangan ekonomi Kota Medan selama periode 1989 – 2008 ditandai oleh peningkatan PDRB atas dasar harga berlaku dari 2,24 triliun rupiah pada tahun 1989 menjadi 65,31 triliun rupiah pada tahun 2008 atau mengalami peningkatan rata-rata per tahun sekitar 14,61%.


(59)

Tabel 4.3. Perkembangan Produk Domestik Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan di Kota Medan Tahun 1989-2008

Tahun PDRB (jutaan rupiah)

Atas Harga Berlaku Atas Harga Konstan 1993 dan 2000 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2.241.712,99 2.588.269,00 2.944.341,00 3.447.340,00 4.382.251,46 5.094.032,94 5.806.572,80 6.400.860,10 7.031.630,90 9.737.645,50 10.922.094,10 13.958.606,54 17.145.663,88 19.660.542,30 22.542.021,05 26.329.403,23 42.652.210,19 48.849.946,89 55.452.504,62 65.316.256,81 1.356.228,00 1.467.667,00 1.582.056,00 2.737.336,00 4.382.251,47 4.686.651,41 4.992.604,17 5.479.426,25 5.903.111,60 4.833.911,10 5.003.957,90 5.274.101,21 5.549.453,20 5.799.222,07 6.092.413,47 23.623.135,56 25.272.416,52 27.234.454,02 29.352.923,70 31.373.951,99 Sumber: BPS Kota Medan (beberapa tahun penerbitan)

Sejalan dengan perkembangan PDRB atas dasar harga berlaku, perkembangan PDRB atas dasar harga konstan tahun 1993/2000 selama periode 1989 – 2008 juga mengindikasikan adanya peningkatan yang signifikan. Pada tahun 1989, PDRB Kota Medan atas dasar harga konstan sebesar 1,35 triliun rupiah dan meningkat menjadi 31,37 triliun rupiah pada tahun 2008 atau mengalami peningkatan secara rata-rata per tahun sebesar 7,42%.


(60)

4.1.3.2. Pertumbuhan ekonomi

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk menilai tingkat keberhasilan pembangunan yang dilaksanakan suatu daerah khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan tersebut merupakan rangkuman laju pertumbuhan dari berbagai sektor ekonomi yang menggambarkan tingkat perubahan ekonomi yang terjadi.

Untuk melihat fluktuasi pertumbuhan ekonomi Kota Medan secara riil selama periode 1989 – 2008 disajikan sebagai berikut:

Salah satu indikator penting guna menganalisa kinerja pembangunan ekonomi yang terjadi di suatu daerah adalah pertumbuhan PDRB. Pertumbuhan PDRB juga mengindikasikan adanya aktivitas perekonomian daerah tersebut. Selama periode 1989 – 2008, pertumbuhan ekonomi Kota Medan menunjukkan trend yang cenderung berfluktuasi. Setelah lama Indonesia terbuai dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi bahkan dianggap sebagai salah satu negara berpredikat keajaiban dari


(61)

Tabel 4.4. Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan Tahun 1989 – 2008

Tahun Laju Pertumbuhan Ekonomi (%)

1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 13.27 8,22 7,79 9,82 15,42 6.94 6.53 9.75 7.73 -18.11 3.52 5.4 5.22 4.5 5.31 5.2 5.73 7.76 7.78 6.75

Sumber: PDRB Kota Medan, berbagai tahun penerbitan, (2011)

Asia Tenggara, pada pertengahan tahun 1997 perekonomian Indonesia mulai goncang dengan mulainya krisis moneter yang berlarut menjadi krisis ekonomi. Pada tahun 1998 tercatat kondisi perekonomian Indonesia sangat buruk. Para pakar ekonomi baik domestik maupun internasional, hingga lembaga kajian-kajian ekonomi terpaksa harus merevisi bahkan membongkar kembali prediksi ekonomi Indonesia, yang biasa mereka sajikan dalam seminar, jurnal ilmiah maupun dalam bentuk lainnya. Para pakar ekonomi yang sebelumnya dapat memberikan perkiraan ekonomi


(62)

seakan tidak dapat berbuat apa atau sering kontradiksi dalam memperkirakan perekonomian Indonesia. Krisis moneter yang diikuti krisis ekonomi dan krisis kepercayaan telah membuyarkan semua pridiksi mereka yang pernah dikatakan bahwa Indonesia aakan menjadi salah satu macam ekonomi Asia.

Apa yang terjadi di Indonesia sudah barang tentu terjadi juga di Kota Medan, apalagi perekonomian Kota Medan sebagian besar bersumber dari sektor sekunder dan tersier yang paling banyak mengalami “musibah” perekonomian ini. Sebelum tahun 1998, laju pertumbuhan ekonomi Kota Medan selalu diatas 6,5 persen per tahun. Setelah krisis ekonomi melanda Indonesia pada akhir tahun 1997, pertumbuhan ekonomi Kota Medan anjlok tahun 1998 menjadi minus 18,11 persen, angka pertumbuhan yang negatif ini lebih besar dibandingkan pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara yaitu minus 11,76 persen ataupun pertumbuhan ekonomi nasional yaitu minus 13,68 persen. Parahnya pertumbuhan ekonomi Kota Medan ini, karena ekonomi kota ini ditopang oleh sektor industri, perdagangan, dan angkutan yang terpaan krisis ekonomi sangat keras.

4.2. Analisis Pengujian Hipotesis

Pengujian untuk mengetahui pengaruh realisasi belanja pembangunan, pendapatan asli daerah (PAD), investasi, dan jumlah tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi Kota Medan dilakukan dengan analisis regresi berganda.

Dengan analisis regresi akan diketahui kekuatan dan arah hubungan antara variabel dependen yaitu pertumbuhan ekonomi dengan variabel independen: realisasi


(63)

nilai belanja pembangunan, pendapatan asli daerah (PAD), investasi, dan jumlah tenaga kerja Teknik estimasi variabel dependen yang melandasi analisa regresi tersebut dinamakan Ordinary Least Square (OLS).

Menurut Gujarati (2003) asumsi utama yang mendasari model regresi linear klasik dengan menggunakan model OLS adalah:

1. Model regresi linear artinya linear dalam parameter: Yi = β1 + β2 Xi + u i

2. Nilai X diasumsikan non stokastik, artinya nilai X dianggap tetap dalam sampel yang berulang

3. Nilai rata-rata kesalahan adalah nol, atau E(u i / Xi) = 0

4. Homoskedastisitas, artinya varian kesalahan sama untuk setiap periode sama dan

dinyatakan dalam bentuk matematis Var (u i / Xi) = δ2

5. Tidak ada autokorelasi antar kesalahan (antara ui dan uj tidak ada korelasi) 6. Antara u i dan Xi saling bebas, sehingga Cov (u i / Xi) = 0

7. Jumlah observasi n, harus lebih besar daripada jumlah parameter yang diestimasi (jumlah variabel bebas)

8. Adanya variabilitas dalam nilai X (nilai X harus berbeda)

9. Model regresi telah dispesifikasi secara benar atau tidak ada bias (kesalahan) spesifikasi dalam model yang digunakan dalam analisa empiric

10.Tidak ada multikolinearitas yang sempurna antarvariabel bebas. 4.2.1. Analisis Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik ini dilakukan karena dalam model regresi perlu memperhatikan adanya penyimpangan-penyimpangan atas asumsi klasik, karena pada


(64)

hakekatnya jika asumsi klasik tidak dipenuhi maka variabel-variabel yang menjelaskan akan menjadi tidak efisien Pada penelitian ini dilakukan beberapa uji asumsi klasik terhadap model regresi yang telah diolah dengan menggunakan program SPSS (Singgih Santoso, 2000) yang meliputi:

a. Uji Normalitas

Uji normalitas menguji apakah dalam model regresi, variabel independen dan variabel dependen, keduanya terdistribusikan secara normal atau tidak, maka pengujian ini menggunakan bantuan computer program SPSS versi 16. Normalitas data dalam penelitian dilihat dengan cara memperhatikan penyebaran data (titik) pada Normal PPlot of Regression Standardized Residual dari variabel terikat.

Gambar 4.1. Histogram Uji Normalitas

-3Regression Standardized Residual-2-1012

01234567

Frequency

Mean = -1.08E-16 Std. Dev. = 0.889 N = 20 Dependent Variable: PAHK Histogram


(65)

Gambar 4.2. Normal PPlot of Regression Standardized Residual

Persyaratan dari uji normalitas data adalah jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan/atau tidak mengikuti garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.

Berdasarkan hasil pengolahan data maka didapatkan hasil bahwa semua data berdistribusi secara normal dan tidak terjadi penyimpangan, sehingga data yang dikumpulkan dapat diproses dengan metode-metode selanjutnya. Hal ini dapat dibuktikan dengan memperhatikan sebaran data yang menyebar disekitar garis diagonal pada “Normal P-Plot of Regresion Standardized Residual” sesuai gambar di

0.20.40.60.8 1.0

Expected Cum Prob

Dependent Variable: PAHK Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual


(1)

Lampiran 3. Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan Tahun 1989 s/d 2008 (dalam

persen)

Tahun

Laju Pertumbuhan Ekonomi

1989

1990

1991

1992

1993

1994

1995

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

13.27

8,22

7,79

9,82

154,22

6.94

6.53

9.75

7.73

-18.11

3.52

5.4

5.22

4.5

5.31

5.2

5.73

7.76

7.78

6.75


(2)

Lampiran 4. Hasil Uji Regresi Berganda

Variables Entered/Removed(b)

Model

Variables

Entered

Variables

Removed

Method

1

T.Kerja,

Investasi,

B.Pembang

unan,

PAD(a)

.

Enter

a All requested variables entered.

b Dependent Variable: PAHK

Model Summary

Model

R

R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

1

.972(a)

.946

.931

2749334.22026

a Predictors: (Constant), T.Kerja, Investasi, B.Pembangunan, PAD

ANOVA(b)

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 1969252036003011.000 4 492313009000752.000 65.131 .000(a) Residual 113382579820134.500 15 7558838654675.630

Total 2082634615823145.000 19

a Predictors: (Constant), T.Kerja, Investasi, B.Pembangunan, PAD

b Dependent Variable: PAHK

Coefficients(a)

Model Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 10489410.890 7046754.061 1.489 .157

B.Pembangunan .013 .006 .352 2.167 .047

PAD .046 .015 .539 3.105 .007

Investasi 59.438 26.202 .161 2.268 .038

T.Kerja 343.599 129.633 .227 2.651 .018


(3)

Lampiran 5. Hasil Hasil Normalitas

-3Regression Standardized Residual-2-1012

01234567

Frequency

Mean = -1.08E-16 Std. Dev. = 0.889 N = 20

Dependent Variable: PAHK

Histogram

0.00.2Observed Cum Prob0.40.60.81.0

0.00.20.4

0.60.81.0

Expected Cum

Prob

Dependent Variable: PAHK


(4)

Lampiran 6. Hasil Uji Multikolinearitas

Coefficients(a)

Model Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients t Sig. Collinearity Statistics B Std. Error Beta Tolerance VIF 1 (Constant) 10489410.890 7046754.061 1.489 .157 B.Pembang

unan .013 .006 .352 2.167 .047 .138 7.256 PAD .046 .015 .539 3.105 .007 .121 8.295 Investasi 59.438 26.202 .161 2.268 .038 .722 1.384 T.Kerja -343.599 129.633 -.227 -2.651 .018 .497 2.013


(5)

Lampiran 7. Hasil Uji Autokorelasi

Model Summary(b)

Model

R

R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of

the Estimate

Durbin-Watson

1

.972(a)

.946

.931

2749334.220

26

2.301

a Predictors: (Constant), T.Kerja, Investasi, B.Pembangunan, PAD

b Dependent Variable: PAHK

Residuals Statistics(a)

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

Predicted Value -492808.0938 32025546.0000 10049863.6320 10180611.18009 20 Residual -6194683.50000 4180480.50000 .00000 2442847.55993 20 Std. Predicted Value -1.036 2.159 .000 1.000 20

Std. Residual -2.253 1.521 .000 .889 20


(6)

Lampiran 8. Hasil Uji Heterokedastisitas

Residuals Statistics(a)

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

Predicted Value

-492808.0938 32025546.0000 10049863.632

0 10180611.18009 20 Std. Predicted Value -1.036 2.159 .000 1.000 20 Standard Error of Predicted Value

819541.813 2466987.500 1323022.991 382952.284 20 Adjusted Predicted Value

-1103289.5000 38311292.0000 10674142.327

2 11249593.51540 20 Residual -6194683.50000 4180480.50000 .00000 2442847.55993 20

Std. Residual -2.253 1.521 .000 .889 20

Stud. Residual -2.937 1.680 -.076 1.120 20

Deleted Residual -11076839.00000 5101391.50000 -624278.69516 4268474.49204 20 Stud. Deleted Residual -4.352 1.801 -.157 1.371 20

Mahal. Distance .738 14.348 3.800 3.058 20

Cook's Distance .000 2.614 .229 .623 20

Centered Leverage Value .039 .755 .200 .161 20 a Dependent Variable: PAHK

-1012

Regression Standardized Predicted Value

-3

-2-1

0

12

Regression Student

ized Residual

Dependent Variable: PAHK