Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PERTUMBUHAN EKONOMI KOTA MEDAN

TESIS

Oleh

YUSLIZAR USMAN

087018066/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011

S

EK O L

A

H

P A

S C

A S A R JA N


(2)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PERTUMBUHAN EKONOMI KOTA MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

YUSLIZAR USMAN

087018066/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(3)

Judul Tesis : ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN EKONOMI KOTA MEDAN

Nama Mahasiswa : Yuslizar Usman

Nomor Pokok : 087018066

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

Menyetujui, Komisi Pembimbing:

(Dr. Murni Daulay, SE, M.Si) Ketua

(Prof. Dr. Ramli, M.S) Anggota

Ketua Program Studi,

(Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec)

Direktur,

(Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 11 Februari 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Murni Daulay, SE. M.Si

Anggota : 1. Prof. Dr. Ramli, M.S

2. Dr. Rahmanta, M.Si

3. Drs. Rahmad Sumanjaya, M.Si 4. Drs. Rujiman, M.A


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis saya yang berjudul: ANALISIS

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN

EKONOMI KOTA MEDAN”.

Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan oleh siapapun juga sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, 11 Februari 2011 Yang membuat pernyataan,


(6)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN EKONOMI KOTA MEDAN

Yuslizar Usman, Dr. Murni Daulay, SE. M.Si dan Prof. Dr. Ramli, M.S

ABSTRAK

Pembangunan ekonomi merupakan usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa, salah satu indikator yang paling sering untuk menilai pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi. Kota Medan juga berusaha untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Penelitian ini menggunakan Penanaman Modal Asing, Penanaman Modal Dalam Negeri, Konsumsi Rumah Tangga, Belanja Modal, Tenaga Kerja sebagai variabel bebas dan Pertumbuhan Ekonomi sebagai variabel terikat. Data penelitian diestimasi dengan menggunakan regresi linier berganda dengan memakai metode

Ordinary Least Square.

Hasil Penelitian menunjukkan Penanaman Modal Asing, Penanaman Modal Dalam Negeri, Konsumsi Rumah Tangga, Belanja Modal, Tenaga Kerja memiliki pengaruh positif terhadap Pertumbuhan Ekonomi kota Medan secara serempak. Secara parsial Penanaman Modal Asing, Penanaman Modal Dalam Negeri, Konsumsi Rumah Tangga, Belanja Modal, dan Tenaga Kerja, berpengaruh positif terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan, dengan Konsumsi Rumah Tangga yang memiliki pengaruh paling dominan.

Kata Kunci: Penanaman Modal Asing, Penanaman Modal Dalam Negeri, Konsumsi Rumah Tangga, Belanja Modal, Tenaga Kerja Pertumbuhan Ekonomi.


(7)

ANALYZE OF FACTORS ECONOMIC DEVELOPMENT INFLUENCE AT MEDAN CITY

Yuslizar Usman, Dr. Murni Daulay, SE. M.Si and Prof. Dr. Ramli, M.S

ABSTRACT

Economic development is a way to increase the standard living level of one country, one of the indicators to measure the economic development is economic growth. Medan is also trying to increase its economic growth.

This research used Foreign Investment, Domestic Investment, Consumer’s

Price Index, Capital Expenditure, Man Power as independent variables and Economic Growth as dependent variable. Data was estimated using multiple linier regression and Ordinary Least Square method.

The result showed Foreign Investment, Domestic Investment, Consumer’s

Price Index, Capital Expenditure, Man Power had positive impact on Economic

Growth simultaneously, and partially. Consumer’s Price Index had the most impact

on Economic Growth, partially.

Keywords: Foreign Investment, Domestic Investment, Consumer’s Price Index,


(8)

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji dan syukur terhadap Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir penyusunan tesis ini.

Penelitian ini merupakan tugas akhir pada Program Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Judul penelitian yang dilakukan penulis adalah: “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan”.

Selama melakukan penulisan tesis penulis banyak memperoleh bantuan moril dan materil dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang tulus kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec, selaku Ketua Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan selaku Pembanding I atas arahan dan bimbingannya selama masa perkuliahan dan pengerjaan tesis ini.


(9)

4. Ibu Dr. Murni Daulay, SE, M.Si, dan Bapak Prof. Dr. Ramli, M.S selaku Pembimbing yang telah membimbing dan memberikan masukan hingga selesainya tesis ini.

5. Bapak Dr. Rahmanta, M.Si, Drs. Rahmad Sumanjaya, M.Si, dan Drs. Rujiman, M.A selaku Dosen Pembanding yang telah memberikan masukan-masukan demi penyempurnaan tesis ini.

6. Seluruh Staf Pengajar Studi Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

7. Orang tua penulis, (Alm) H. Usman Yasin dan Hj. Siti Aidar yang memberikan perhatian, motivasi, saran serta doa sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

8. Khusus kepada Suami penulis H. Armen Yuni Nst. SE yang selama penulisan ini banyak membantu dan memberi semangat, penulis ucapkan terima kasih, dan putra dan putri penulis, M. Aris Fitrah Nst, Dewi Meilindatari Nst, dan Nurfairuz Diba Nst. Terima kasih atas motivasi yang telah diberikan.

9. Rekan-rekan mahasiswa atas bantuan dan kerjasamanya sehingga penulis dapat melaksanakan dan menyelesaikan pendidikan dan penulisan tesis ini dengan baik.


(10)

Penulis menyadari tesis ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, namun harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat bagi pembaca. Semoga Allah SWT memberikan rahmat dan karuniaNya kepada kita. Amin.

Medan, Februari 2011 Penulis


(11)

RIWAYAT HIDUP

1. Nama : Yuslizar Usman 2. Agama : Islam

3. Tempat/Tgl. Lahir : Tebing Tinggi, 14 November 1963 4. Pekerjaan : PNS Pemko Medan

5. Nama Orang Tua

Ayah : (Alm) H. Usman Yasin Ibu : Hj. Siti Aidar

6. Pendidikan

a. SD. Negeri No. 2 Binjai : Lulus Tahun 1975 b. SMP. Negeri 2 Binjai : Lulus Tahun 1979 c. SMA Negeri 2 Binjai : Lulus Tahun 1982 d. Fakultas Ekonomi UDA : Lulus Tahun 1988 e. Fakultas Sastra USU : Lulus Tahun 1995 f. Program Studi Ekonomi Pembangunan


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR... x

BAB I PENDAHULUAN……….. 1

1.1 Latar Belakang Penelitian……….. 1

1.2 Perumusan Masalah Penelitian……….. 5

1.3 Tujuan Penelitian………... 5

1.4 Manfaat Penelitian………... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 7

2.1 Pertumbuhan Ekonomi………... 7

2.1.1 Teori-teori Pertumbuhan Ekonomi………... 8

2.1.2 Faktor-faktor Pertumbuhan Ekonomi………... 14

2.2 Penanaman Modal Asing………... 16

2.3 Penanaman Modal Dalam Negeri……….. 17

2.4 Konsumsi Rumah Tangga……….. 18

2.5 Belanja Modal………... 20

2.6 Tenaga Kerja………... 23

2.6.1 Konsep Tenaga Kerja/Penduduk Usia Kerja (PUK)... 23

2.6.2 Angkatan Kerja... 24

2.7 Penelitian Terdahulu………... 25

2.8 Kerangka Pemikiran………... 27

2.9 Hipotesis Penelitian………... 27

BAB III METODE PENELITIAN……… 29

3.1 Jenis Variabel………... 29

3.2 Sumber Data………... 29

3.3 Metode Analisis Data………... 29

3.4 Pengujian Statistik………... 30

3.4.1 Uji Koefisien Determinasi (R2)……… 30


(13)

3.4.3 Uji F-statistik atau Uji Serempak……… 31

3.5 Uji Asumsi Klasik………... 32

3.5.1 Uji Multikolinearitas……… 32

3.5.2 Uji Heteroskedastisitas……….. 32

3.5.3 Uji Autokorelasi……….. 33

3.6 Definisi Operasional Variabel Penelitian………... 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………... 35

4.1 Hasil Penelitian………... 35

4.1.1 Indikator Makro Ekonomi Pembangunan Kota Medan...… 35

4.1.2 Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan... 37

4.1.3 Penanaman Modal Asing di Kota Medan……….... 39

4.1.4 Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)………... 42

4.1.5 Konsumsi Rumah Tangga………... 45

4.1.6 Belanja Modal………... 48

4.1.7 Tenaga Kerja………... 51

4.2 Analisis Model Penelitian..……… 54

4.3 Interpretasi Model Estimasi………... 56

4.4 Uji Asumsi Klasik………... 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………. 61

5.1 Kesimpulan………. ... 61

5.2 Saran………... 61

DAFTAR PUSTAKA... 63


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

4.1. Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan PDRB Harga Konstan 2000

(Milyar Rupiah)... 38

4.2. Perkembangan Investasi Asing di Kota Medan 1991-2008 dalam Milyar Rupiah... 39

4.3. Perkembangan PMDN Kota Medan dalam Milyar Rupiah... 42

4.4. Konsumsi Rumah Tangga Kota Medan Periode 1991-2008 dalam Ribu Rupiah... 48

4.5. Belanja Modal Kota Medan 1991-2008 dalam Milyar Rupiah... 49

4.6. Perkembangan Tenaga Kerja Medan 1991-2008 dalam Satuan Jiwa... 52

4.7. Hasil Estimasi Model Penelitian... 54

4.8. Uji Heteroskedastisitas... 59


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Kerangka Pemikiran……….. 27

4.1. Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan 1991-2008... 38

4.2. Perkembangan Investasi Asing di Kota Medan 1991-2008... 41

4.3. Perkembangan PMDN di Kota Medan 1991-2008... 44

4.4. Perkembangan Konsumsi Rumah Tangga Kota Medan 1991-2008 . 47 4.5. Perkembangan Belanja Modal Kota Medan 1991-2008... 50


(16)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN EKONOMI KOTA MEDAN

Yuslizar Usman, Dr. Murni Daulay, SE. M.Si dan Prof. Dr. Ramli, M.S

ABSTRAK

Pembangunan ekonomi merupakan usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa, salah satu indikator yang paling sering untuk menilai pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi. Kota Medan juga berusaha untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Penelitian ini menggunakan Penanaman Modal Asing, Penanaman Modal Dalam Negeri, Konsumsi Rumah Tangga, Belanja Modal, Tenaga Kerja sebagai variabel bebas dan Pertumbuhan Ekonomi sebagai variabel terikat. Data penelitian diestimasi dengan menggunakan regresi linier berganda dengan memakai metode

Ordinary Least Square.

Hasil Penelitian menunjukkan Penanaman Modal Asing, Penanaman Modal Dalam Negeri, Konsumsi Rumah Tangga, Belanja Modal, Tenaga Kerja memiliki pengaruh positif terhadap Pertumbuhan Ekonomi kota Medan secara serempak. Secara parsial Penanaman Modal Asing, Penanaman Modal Dalam Negeri, Konsumsi Rumah Tangga, Belanja Modal, dan Tenaga Kerja, berpengaruh positif terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan, dengan Konsumsi Rumah Tangga yang memiliki pengaruh paling dominan.

Kata Kunci: Penanaman Modal Asing, Penanaman Modal Dalam Negeri, Konsumsi Rumah Tangga, Belanja Modal, Tenaga Kerja Pertumbuhan Ekonomi.


(17)

ANALYZE OF FACTORS ECONOMIC DEVELOPMENT INFLUENCE AT MEDAN CITY

Yuslizar Usman, Dr. Murni Daulay, SE. M.Si and Prof. Dr. Ramli, M.S

ABSTRACT

Economic development is a way to increase the standard living level of one country, one of the indicators to measure the economic development is economic growth. Medan is also trying to increase its economic growth.

This research used Foreign Investment, Domestic Investment, Consumer’s

Price Index, Capital Expenditure, Man Power as independent variables and Economic Growth as dependent variable. Data was estimated using multiple linier regression and Ordinary Least Square method.

The result showed Foreign Investment, Domestic Investment, Consumer’s

Price Index, Capital Expenditure, Man Power had positive impact on Economic

Growth simultaneously, and partially. Consumer’s Price Index had the most impact

on Economic Growth, partially.

Keywords: Foreign Investment, Domestic Investment, Consumer’s Price Index,


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Pembangunan ekonomi adalah proses merubah struktur ekonomi yang belum berkembang dengan jalan capital investment dan human investment dan bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran penduduk atau income per kapita. Pembangunan ekonomi juga merupakan usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang seringkali diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan perkapita riil. Oleh karena itu tujuan pembangunan ekonomi di samping untuk meningkatkan pendapatan nasional riil juga untuk meningkatkan produktivitas. Pembangunan ekonomi dapat memberikan kepada manusia kemampuan yang lebih besar untuk menguasai alam sekitarnya dan mempertinggi tingkat kebebasannya dalam mengadakan suatu tindakan tertentu.

Pemberlakuan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pelimpahan sebagian wewenang pemerintah daerah untuk mengatur dan menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri dalam rangka pembangunan nasional negara Republik Indonesia dan pemberlakuan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, diharapkan bisa memotifasi peningkatan kreativitas dan inisiatif untuk lebih menggali dan mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki oleh tiap-tiap daerah, dan


(19)

dilaksanakan secara terpadu, serasi, dan terarah agar pembangunan di setiap daerah dapat benar-benar sesuai dengan prioritas dan potensi daerah.

Kegiatan pembangunan nasional tidak lepas dari peran seluruh Pemerintah daerah yang telah berhasil memanfaatkan segala sumber daya yang tersedia di daerah masing-masing dalam melaksanakan kegiatan pembangunan. Sebagai upaya memperbesar peran dan kemampuan daerah dalam pembangunan, pemerintah daerah dituntut untuk lebih mandiri dalam membiayai kegiatan operasional rumah tangga.

Pemerintah daerah memanfaatkan segala sumber daya yang tersedia di daerah itu dan dituntut untuk bisa lebih mandiri. Terlebih dengan diberlakukannya otonomi daerah, maka pemerintah daerah harus bisa mengoptimalkan pemberdayaan semua potensi yang dimiliki dan perlu diingat bahwa pemerintah daerah tingkat satu tidak boleh terlalu mengharapkan bantuan dari pemerintah pusat seperti pada tahun-tahun sebelumnya.

Belanja Modal (BM) merupakan belanja yang dipergunakan untuk jangka waktu lebih dari satu tahun atau disebut jangka panjang untuk mendapatkan aset tetap pemerintah daerah, yakni: peralatan, bangunan, infrastruktur dan harta tetap lainnya dengan cara membeli yang umumnya dilakukan dengan proses lelang atau tender yang cukup rumit (Halim dan Abdullah, 2006).

Belanja modal yang dilakukan oleh pemerintah daerah juga digunakan diantaranya untuk pembangunan dan perbaikan infrastruktur di dalam sektor pendidikan, kesehatan dan transportasi sehingga masyarakat pun turut menikmati manfaat dari pembangunan daerah. Tersedianya infrastruktur yang baik diharapkan


(20)

dapat menciptakan efisiensi dan efektivitas di berbagai sektor tersebut, produktivitas masyarakat pun menjadi semakin tinggi dan pada akhirnya terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi (Harianto dan Adi, 2007). Seperti yang dikemukakan juga oleh Lin dan Liu (2000) bahwa pemerintah perlu untuk meningkatkan investasi modal guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah.

Tetapi otonomi daerah yang saat ini sudah berjalan di tiap kabupaten dan kota di Indonesia tetap menimbulkan persoalan baru, karena ternyata potensi fiskal pemerintah daerah yang satu dengan daerah yang lainnya masih sangat beragam. Hal ini disebabkan oleh kesiapan fiskal dari masing-masing daerah yang berbeda-beda dalam pelaksanaan otonomi daerah (Nordiawan, 2006). Perbedaan yang terjadi ini akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang beragam pula. Hal ini disebabkan karena dengan adanya peningkatan PAD, maka dana yang dimiliki oleh pemerintah daerah tersebut akan lebih tinggi, sehingga pemerintah daerah akan berinisiatif untuk lebih menggali potensi-potensi daerah dan akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Harianto dan Adi, 2007).

Pembangunan daerah secara menyeluruh dan berkesinambungan akan lebih sulit dilakukan pemerintah daerah apabila tanpa adanya dukungan dari pihak swasta. Untuk mendukung hal tersebut, pemerintah daerah perlu membuat kebijakan yang mendukung penanaman modal yang saling menguntungkan baik bagi pemerintah daerah, pihak swasta maupun terhadap masyarakat daerah. Tumbuhnya iklim investasi yang sehat dan kompetitif diharapkan akan memacu perkembangan investasi yang saling menguntungkan dalam pembangunan daerah.


(21)

Modal pembangunan yang penting selain keuangan daerah dan investasi adalah sumber daya manusia. Partisipasi aktif dari seluruh masyarakat akan mempercepat pembangunan daerah karena rasa kepemilikan yang lebih besar terhadap daerah. Hasil yang dicapai dalam pembangunan juga akan lebih cepat dirasakan untuk daerah sendiri sehingga nantinya dapat erangsang kesadaran masyarakat membangun wilayah lokal masing-masing. Untuk mendukung

pelaksanaan pembangunan memerlukan sumber daya manusia yang berkualitas di samping terpenuhinya kuantitas permintaan tenaga kerja.

Pembangunan daerah diharapkan akan membuka lapangan pekerjaan baru yang sesuai dengan kemampuan daerah untuk menyerap tenaga kerja lokal untuk kepentingan daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Penggalian pendapatan daerah, peningkatan peran serta swasta dan peningkatan partisipasi tenaga kerja lokal sebagai modal pembangunan daerah diharapkan menjadi salah satu faktor pendorong pertumbuhan daerah. Pemerintah daerah harus melaksanakan pendekatan perencanaan pembangunan daerah dari bawah ke atas (bottom up) agar pembangunan yang dilaksanakan daerah merupakan keinginan bersama dan sesuai dengan potensi yang ada agar kesinambungan pembangunan dapat tercapai.

Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa tingkat investasi, pendapatan asli daerah, belanja modal dan tenaga kerja mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Apabila nilai dari masing-masing variabel meningkat maka peningkatan juga terjadi pada pertumbuhan ekonomi dalam hal ini adalah PDRB. Apabila terjadi


(22)

penurunan dari variabel-variabel tersebut penurunan juga terjadi terhadap PDRB, dari fenomena tersebut di atas maka perlu adanya suatu penelitian yang diharapkan dapat memberikan rekomendasi demi kelangsungan pertumbuhan ekonomi. Hal ini yang melatarbelakangi penelitian dengan judul “Analisis Faktor faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi kota Medan”.

1.2. Perumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan uraian di atas, maka ada rumusan masalah yang dapal diambil sebagai kajian dalam penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Apakah Penanaman Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), Konsumsi Rumah Tangga (KRT), Belanja Modal (BM), dan Tenaga Kerja (TK) berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan secara serempak?

2. Apakah Penanaman Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), Konsumsi Rumah Tangga (KRT), Belanja Modal (BM), dan Tenaga Kerja (TK) berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan secara parsial?

1.3. Tujuan Penelitian

Maksud dan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk menganalisis Apakah Penanaman Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), Konsumsi Rumah Tangga (KRT), Belanja


(23)

Modal (BM), dan Tenaga Kerja (TK) berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan secara serempak.

2. Untuk menganalisis apakah Apakah Penanaman Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), Konsumsi Rumah Tangga (KRT), Belanja Modal (BM), dan Tenaga Kerja (TK) berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan secara parsial.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan kelak berguna bagi:

1. Pemerintah atau pembuat Kebijakan, sebagai masukan dalam hal membuat kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan Pertumbuhan Ekonomi. 2. Peneliti/akademisi lainnya, sebagai masukan/rujukan dalam melakukan

penelitian lain yang berhubungan dengan tingkat investasi PMA/PMDN, konsumsi rumah tangga, belanja modal, tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pertumbuhan Ekonomi

Secara umum, pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai peningkatan kemampuan dari suatu perekonomian dalam memproduksi barang-barang dan jasa-jasa. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator yang amat penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauhmana aktivitas perekonomian akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu. Karena pada dasarnya aktivitas perekonomian adalah suatu proses penggunaan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan output, maka proses ini pada gilirannya akan menghasilkan suatu aliran balas jasa terhadap faktor produksi yang dimiliki oIeh masyarakat (Basri, 2002), dengan adanya pertumbuhan ekonomi maka diharapkan pendapatan masyarakat sebagai pemilik faktor produksi juga akan meningkat.

Perekonomian dianggap mengalami pertumbuhan jika seluruh balas jasa riil terhadap penggunaan faktor produksi pada tahun tertentu lebih besar dari pada tahun sebelumnya. Dengan kata lain perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan jika pendapatan riil masyarakat pada tahun tertentu lebih besar dari pada pendapatan riil masyarakat pada tahun sebelumnya (Basri, 2002).

Dengan perkataan lain bahwa pertumbuhan ekonomi lebih menunjuk kepada perubahan yang bersifat kuantitatif (quantitative change) dan biasanya diukur dengan


(25)

menggunakan data Produk Domestik Bruto (GDP) atau pendapatan atau nilai akhir pasar (total market value) dari barang-barang akhir dan jasa-jasa (final goods and

services) yang dihasilkan dari suatu perekonomian selama kurun waktu tertentu

(biasanya satu tahun).

Kuznets dalam Hariyanto (2005) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara dalam menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya; kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi, dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukannya.

2.1.1. Teori-teori Pertumbuhan Ekonomi

Teori-teori pertumbuhan ekonomi yang berkembang antara lain: 2.1.1.1. Teori pertumbuhan klasik

Teori ini dipelopori oleh Adam Smith, David Ricardo, Malthus, dan John Stuart Mill. Menurut teori ini pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu jumlah penduduk, jumlah barang modal, luas tanah dan kekayaan alam serta teknologi yang digunakan. Mereka lebih menaruh perhatiannya pada pengaruh pertambahan penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi. Mereka asumsikan luas tanah dan kekayaan alam serta teknologi tidak mengalami perubahan. Teori yang menjelaskan keterkaitan antara pendapatan perkapita dengan jumlah penduduk disebut dengan teori penduduk optimal.

Menurut teori ini, pada mulanya pertambahan penduduk akan menyebabkan kenaikan pendapatan perkapita. Namun jika jumlah penduduk terus bertambah maka


(26)

hukum hasil lebih yang semakin berkurang akan mempengaruhi fungsi produksi yaitu produksi marginal akan mengalami penurunan, dan akan membawa pada keadaan pendapatan perkapita sama dengan produksi marginal.

Pada keadaan ini pendapatan perkapita mencapai nilai yang maksimal. Jumlah penduduk pada waktu itu dinamakan penduduk optimal. Apabila jumlah penduduk terus meningkat melebihi titik optimal maka pertumbuhan penduduk akan menyebabkan penurunan nilai pertumbuhan ekonomi (Ricardo dalam Hariani, 2008).

2.1.1.2. Teori pertumbuhan Harrod-Domar

Teori ini dikembangkan hampir pada waktu yang bersamaan oleh Harrod (1948) di Inggris dan Domar (1957) di Amerika Serikat. Diantara mereka menggunakan proses perhitungan yang berbeda tetapi memberikan hasil yang sama, sehingga keduanya dianggap mengemukakan ide yang sama dan disebut teori Harrod-Damar. Teori ini melengkapi teori Keynes, di mana Keynes melihatnya dalam jangka pendek (kondisi statis), sedangkan Harrod-Damar melihatnya dalam jangka penjang (kondisi dinamis). Teori Harrod-Damar didasarkan pada asumsi:

1. Perekonomian bersifat tertutup.

2. Hasrat menabung (MPS = s) adalah konstan.

3. Proses produksi memiliki koefisien yang tetap (constant return to

scale).

4. Tingkat pertumbuhan angkatan kerja adalah konstan dan sama dengan tingkat pertumbuhan penduduk.


(27)

Model ini menerangkan dengan asumsi supaya perekonomian dapat mencapai pertumbuhan yang kuat (steady growth) dalam jangka panjang. Asumsi yang dimaksud di sini adalah kondisi di mana barang modal telah mencapai kapasitas penuh, tabungan memiliki proporsional yang ideal dengan tingkat pendapatan nasional, rasio antara modal dengan produksi (Capital Output Ratio/COR) tetap perekonomian terdiri dari dua sektor (y = C + I).

Atas dasar asumsi-asumsi khusus tersebut, Harrod-Domar membuat analisis dan menyimpulkan bahwa pertumbuhan jangka panjang yang mantap (seluruh kenaikan produksi dapat diserap oleh pasar) hanya bisa tercapai apabila terpenuhi syarat-syarat keseimbangan sebagai berikut:

g = K = n Di mana:

g : Growth (tingkat pertumbuhan output) K : Capital (tingkat pertumbuhan modal) n : Tingkat pertumbuhan angkatan kerja

Harrod-Domar dalam Hariani (2008) teorinya berdasarkan mekanisme pasar tanpa campur tangan pemerintah. Akan tetapi kesimpulannya menunjukkan bahwa pemerintah perlu merencanakan besarnya investasi agar terdapat keseimbangan dalam sisi penawaran dan sisi permintaan barang.


(28)

2.1.1.3. Teori pertumbuhan Neoklasik

Teori pertumbuhan neoklasik dikembangkan oleh Solow (1970) dan Swan (1956). Model Solow-Swan menggunakan unsur pertumbuhan penduduk, akumulasi kapital, kemajuan teknologi, dan besarnya output yang saling berinteraksi.

Perbedaan utama dengan model Harrod-Domar adalah dimasukkannya unsur kemajuan teknologi dalam modelnya. Selain itu, Solow, dan Swan menggunakan model fungsi produksi yang memungkinkan adanya substitusi antara kapital (K) dan tenaga kerja (L). Dengan demikian, syarat-syarat adanya pertumbuhan ekonomi yang baik dalam model Solow Swan kurang restriktif disebabkan kemungkinan substitusi antara tenaga kerja dan modal. Hal ini berarti ada fleksibilitas dalam rasio

modal-output dan rasio modal-tenaga kerja.

Solow-Swan dalam Hariani (2008) melihat bahwa dalam banyak hal, mekanisme pasar dapat menciptakan keseimbangan, sehingga pemerintah tidak perlu terlalu banyak mencampuri/mempengaruhi pasar. Campur tangan pemerintah hanya sebatas kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Tingkat pertumbuhan berasal dari tiga sumber, yaitu akumulasi modal, bertambahnya penawaran tenaga kerja, dan peningkatan teknologi. Teknologi ini terlihat dari peningkatan skill atau kemajuan teknik, sehingga produktivitas kapital meningkat. Dalam model tersebut, masalah teknologi dianggap sebagai fungsi dari waktu.

Teori Neoklasik sebagai penerus dari teori klasik menganjurkan agar kondisi selalu diarahkan untuk menuju pasar sempurna. Dalam keadaan pasar sempurna, perekonomian bisa tumbuh maksimal. Sama seperti dalam ekonomi model klasik,


(29)

kebijakan yang perlu ditempuh adalah meniadakan hambatan dalam perdagangan termasuk perpindahan orang, barang, dan modal. Harus dijamin kelancaran arus barang, modal, tenaga kerja, dan perlunya penyebarluasan informasi pasar. Harus diusahakan, terciptanya prasarana perhubungan yang baik dan terjaminnya keamanan, ketertiban, dan stabilitas politik. Hal khusus yang perlu dicatat adalah bahwa model neoklasik mengasumsikan I=S. Hal ini berarti kebiasaan masyarakat yang suka memegang uang tunai dalam jumlah besar dapat menghambat pertumbuhan ekonomi.

Analisis lanjutan dari paham neoklasik menunjukkan bahwa untuk terciptanya suatu pertumbuhan yang mantap (steady growth), diperlukan suatu tingkat saving yang tinggi dan seluruh keuntungan pengusaha diinvestasikan kembali.

2.1.1.4. Teori Schumpeter

Teori ini menekankan pada inovasi yang dilakukan oleh para pengusaha dan mengatakan bahwa kemajuan teknologi sangat ditentukan oleh jiwa usaha (entrepreneurship) dalam masyarakat yang mampu melihat peluang dan berani mengambil risiko membuka usaha baru, maupun memperluas usaha yang telah ada. Dengan pembukaan usaha baru dan perluasan usaha, tersedia lapangan kerja tambahan untuk menyerap angkatan kerja yang bertambah setiap tahunnya.

Didorong oleh adanya keinginan untuk memperoleh keuntungan dari inovasi tersebut maka para pengusaha akan meminjam modal dan mengadakan investasi. Investasi ini akan mempertinggi kegiatan ekonomi suatu negara. Kenaikan tersebut


(30)

selanjutnya juga akan mendorong pengusaha-pengusaha lain untuk menghasilkan lebih banyak lagi sehingga produksi agregat akan bertambah.

Maka menurut Schumpeter dalam Hariani (2008) penanaman modal atau investasi dapat dibedakan menjadi dua, yakni penanaman modal otonomi (autonomous investment) yakni penanaman modal untuk melakukan inovasi. Jenis investasi kedua yaitu penanaman modal terpengaruh (induced investment) yakni penanaman modal yang timbul sebagai akibat kegiatan ekonomi setelah munculnya inovasi tersebut.

Selanjutnya Schumpeter menyatakan bahwa jika tingkat kemajuan suatu perekonomian semakin tinggi maka keinginan untuk melakukan inovasi semakin berkurang, hal ini disebabkan oleh karena masyarakat telah merasa mencukupi kebutuhannya. Dengan demikian pertumbuhan ekonomi akan semakin lambat jalannya dan pada akhirnya tercapai tingkat keadaan tidak berkembang (stationery

state). Namun keadaan tidak berkembang yang dimaksud di sini berbeda dengan

pandangan klasik. Dalam pandangan Schumpeter keadaan tidak berkembang itu dicapai pada tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi. Sedangkan dalam pandangan klasik, keadaan tidak berkembang terjadi pada waktu perekonomian berada pada kondisi tingkat pendapatan masyarakat sangat rendah.

2.1.1.5. Teori tahap-tahap pertumbuhan ekonomi

Teori ini dimunculkan oleh Rostow yang memberikan lima tahap dalam pertumbuhan ekonomi. Analisis ini didasarkan pada keyakinan bahwa pertumbuhan ekonomi akan tercapai sebagai akibat dan timbulnya perubahan yang fundamental


(31)

dalam corak kegiatan ekonomi, juga dalam kehidupan politik dan hubungan sosial dalam suatu masyarakat dan negara.

Rostow dalam Hariani (2008) menyebutkan tahapan tersebut yakni: 1. Tahap masyarakat tradisionil.

2. Tahap peletakan dasar untuk tinggal landas. 3. Tahap tinggal landas.

4. Tahap gerak menuju kematangan. 5. Tahap era konsumsi tinggi secara massa.

2.1.2. Faktor-faktor Pertumbuhan Ekonomi

Proses pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh dua macam faktor, faktor ekonomi dan faktor non ekonomi (Todaro, 2000).

a. Faktor Ekonomi

Para ahli ekonomi menganggap faktor produksi sebagai kekuatan utama yang mempengaruhi pertumbuhan, jatuh atau bangunnya perekonomian adalah konsekuensi dari perubahan yang terjadi di dalam faktor produksi tersebut.

Faktor utama yang mempengaruhi perkembangan suatu perekonomian adalah sumber daya alam atau tanah. Tanah sebagaimana dipergunakan dalam ilmu ekonomi mencakup sumber daya alam seperti kesuburan tanah, letak dan susunannya, kekayaan hutan, mineral, iklim, sumber air, sumber lautan, dan sebagainya. Dalam pertumbuhan ekonomi, tersedianya sumber daya alam secara melimpah merupakan hal yang penting.


(32)

Modal berarti persediaan faktor produksi yang secara fisik dapat direproduksi. Apabila stok modal naik dalam batas waktu tertentu, hal ini disebut akumulasi modal atau pembentukan modal. Pembentukan modal merupakan investasi dalam bentuk barang-barang modal yang dapat menaikkan stok modal, output nasional dan pendapatan nasional.

Organisasi merupakan bagian penting dari proses pertumbuhan. Organisasi berkaitan dengan penggunaan faktor produksi dalam kegiatan ekonomi. Organisasi bersifat melengkapi (komplemen) modal, buruh dan membantu meningkatkan produktivitasnya. Dalam ekonomi modern para wiraswastawan tampil sebagai organisator dan pengambil resiko dalam ketidakpastian.

Perubahan teknologi dianggap sebagai sektor paling penting dalam proses pertumbuhan ekonomi. Perubahan ini berkaitan dengan perubahan dalam metode produksi yang telah menaikkan produktivitas buruh, modal, dan sektor produksi lain.

Spesialisasi dan pembagian kerja menimbulkan peningkatan produktivitas. Keduanya membawa perekonomian kearah ekonomi skala besar yang selanjutnya membantu perkembangan industri.

b. Faktor Non Ekonomi

Faktor non ekonomi bersama sektor ekonomi saling mempengaruhi kemajuan perekonomian. Faktor sosial dan budaya juga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Misalnya saja pendidikan dan kebudayaan barat yang menanamkan semangat yang menghasilkan berbagai penemuan baru, juga merubah cara pandang, harapan, struktur, dan nilai-nilai sosial.


(33)

Sumber daya manusia merupakan faktor terpenting dalam pertumbuhan ekonomi, baik jumlah dan efisiensi mereka. Faktor politik dan administratif yang kokoh juga membantu pertumbuhan ekonomi modern.

2.2. Penanaman Modal Asing

Penanaman Modal Asing merupakan usaha yang dilakukan pihak asing dalam rangka menanamkan modalnya di suatu negara dengan tujuan untuk menciptakan suatu produksi. Penanaman Modal Asing terbagi atas 2 yaitu:

1. Penanaman Modal Asing Langsung (Foreign Direct Investment). FDI langsung dilakukan oleh pihak asing atau dapat dikatakan sebagai investasi perusahaan secara penuh, di mana pengelolaan baik manajemen ataupun sebagian tenaga kerja ditentukan oleh pihak asing. Jenis penanaman modal asing ini biasanya dilakukan oleh prusahaan raksasa yang tergabung dalam

Multi National Country yaitu perusahaan yang memiliki dan mengendalikan

berbagai kegiatan produktif dilebih dari satu negara. Penanaman modal secara langsung meliputi transfer modal ataupun pendirian pabrik dan biasanya menggunakan teknik teknik produksi asal investor, jasa manajerial, pemasaran dan iklan yang ditentukan oleh penanam modal asing tersebut. Investasi Asing Langsung berarti bahwa perusahaan dari negara penanam modal secara de

facto dan de jure melakukan pengawasa atas aset yang ditanam di negara

di mana penanam modal menginvestasikan modalnya, dengan cara investasi itu, investasi langsung dapat mengambil beberapa bentuk, diantaranya


(34)

pembentukan suatu cabang perusahaan di negara pengimpor modal, pembentukan satu perusahaan investo memiliki saham mayoritas, pembentukan suatu perusahaan di negara pengimpor hanya dibiayai oleh perusahaan perusahaan yang terletak di negara investor untuk secara khusus di negara lain, atau menaruh aset tetap di negara lain oleh perusahaan dari negara investor.

2. Joint Venture (JV). JV merupakan usaha bersama yang diselenggarakan oleh

dua atau lebih pihak yang merupakan badan hukum di mana masing masing pihak memasukkan sejumlah modal tertentu, dengan pembagian resiko dan keuntungan berdasarkan proporsi modal tersebut. Jadi JV merupakan kerjasama antara pemilik modal asing dengan modal nasional. Tentang pengelolalaan perusahaan ditetapkan oleh kedua belah pihak dan dengan memperhatikan ketentuan ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah, investor asing dapat hanya menyertakan modal tanpa ikut dalam manajemen dan pengelalaan perusahaan dan tenaga kerja.

2.3. Penanaman Modal Dalam Negeri

Penanaman modal dalam negeri adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri (Pasal 1, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal)


(35)

Penanaman modal dalam negeri dapat dilakukan dalam bentuk:

1. Penanaman modal dalam negeri langsung (Domestic Direct Investment), yaitu penanaman modal oleh pemilik modal itu sendiri.

2. Penanaman modal dalam negeri tidak langsung (Domestic Indirect

Investment), yaitu melalui pembelian obligasi, surat surat kertas

perbendaharaan negara, emisi smisi lainnya (saham-saham) yang dikeluarkan oleh perusahaan, serta deposito dan tabungan yang berjangka sekurang kurangnya satu tahun.

2.4. Konsumsi Rumah Tangga

Konsumsi rumah tangga adalah kegiatan membeli barang dan jasa untuk memuaskan keinginan memiliki dan menggunakan barang dan jasa tersebut. Pengeluaran konsumsi rumah tangga ialah belanja yang dilakukan oleh rumah tangga untuk membeli berbagai kebutuhan dalam satu tahun tertentu.

Konsumsi rumah tangga meliputi semua pengeluaran barang dan jasa (baik barang tahan lama maupun barang tidak tahan lama) dikurangi hasil penjualan netto (penjualan dikurangi pembelian) barang-barang bekas atau tidak terpakai yang dilakukan oleh suatu rumah tangga. Selain untuk pengeluaran untuk bahan makanan, minuman, pakaian, bahan bakar dan jasa-jasa, termasuk juga barang yang tidak adanya (tidak diproduksi kembali seperti karya seni, barang antik dan lain-lain).

Pendapatan rumah tangga akan digunakan untuk membeli makanan, membeli pakaian, membiayai jasa pengangkutan, membayar pendidikan anak, membayar sewa


(36)

rumah dan membeli kendaraan. Barang-barang tersebut dibeli rumah tangga untuk memenuhi kebutuhannya. Tidak semua transaksi yang dilakukan oleh rumah tangga digolongkan sebagai konsumsi (rumah tangga). Kegiatan rumah tangga untuk membeli rumah digolongkan sebagai investasi (Supriana, 2008).

Konsep yang dipakai dalam perhitungan pengeluaran konsumsi rumah tangga adalah:

1. Pengeluaran konsumsi rumah tangga yang terbatas pada wilayah domestik

region.

2. Pengeluaran konsumsi rumah tangga yang terbatas pada rumah-rumah penduduk suatu region.

Pengertian konsep Pertama adalah pengeluaran oleh anggota rumah tangga di suatu region, tidak terkecuali oleh penduduk atau bukan penduduk region tersebut. Sehingga dalam hal ini semua pengeluaran oleh rumah tangga staf kedutaan asing, staf perwakilan daerah, anggota militer dan lain-lain berada di suatu wilayah, serta pengeluaran turis asing adalah pengeluaran rumah tangga dalam wilayah domestik regional tersebut.

Pengertian kedua pengeluaran konsumsi pemerintah dalam wilayah domestik dengan pembelian langsung oleh rumah tangga penduduk di luar region, dikurangi dengan pengeluaran rumah tangga bukan penduduk yang dilakukan oleh wilayah tersebut.


(37)

2.5. Belanja Modal

Belanja Modal merupakan belanja pemerintah daerah yang manfaatnya lebih dari satu tahun anggaran yang akan menambah aset atau kekayaan daerah (Halim, 2004). Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP 02 menyatakan belanja modal adalah belanja yang dikeluarkan dalam rangka membeli dan atau mengadakan barang modal (Komite Standar Akuntansi Pemerintahan, 2005). Selanjutnya di dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 belanja modal adalah sebagai pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian atau pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan (Republik Indonesia, 2006). Jadi dapat disimpulkan belanja dapat dikategorikan sebagai belanja modal jika:

a. Pengeluaran tersebut mengakibatkan adanya perolehan aset tetap atau aset lainnya yang dengan demikian menambah aset pemerintah.

b. Aset tetap atau aset lainnya tersebut mempunyai nilai manfaat jangka panjang (lebih dari satu tahun).

c. Perolehan aset tetap tersebut diniatkan bukan untuk dijual.

Belanja Modal dimaksudkan untuk mendapatkan aset tetap pemerintah daerah, yakni: peralatan, bangunan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya. Secara teoritis ada tiga cara untuk memperoleh aset tetap tersebut, yakni dengan cara

membangun sendiri, menukarkan dengan aset tetap lain, dan membeli. Namun, di dalam pemerintahan biasanya diperoleh dengan cara membeli yang umumnya


(38)

dilakukan dengan proses lelang atau tender yang cukup rumit (Abdullah dan Halim, 2006).

Alokasi belanja modal di dasarkan pada kebutuhan, hal ini mengandung arti bahwa tidak semua satuan kerja atau unit organisasi di pemerintahan daerah melaksanakan kegiatan atau proyek pengadaan aset tetap. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) masing-masing satuan kerja, ada satuan kerja yang memberikan pelayanan kepada publik berupa penyediaan sarana dan prasarana fisik, seperti fasilitas pendidikan (gedung sekolah, peralatan laboratorium, mobiler), kesehatan (rumah sakit, peralatan kedokteran, mobil ambulans), jalan raya, dan jembatan, sementara satuan kerja lain hanya memberikan pelayanan jasa langsung berupa pelayanan administrasi (catatan sipil, pembuatan kartu identitas kependudukan), pengamanan, pemberdayaan, pelayanan kesehatan, dan pelayanan pendidikan.

Belanja modal mencakup jenis belanja berdasarkan Kepmendagri No. 29/2002; Permendagri No. 13/2006; PP No. 24/2005 adalah sebagai berikut:

a. Belanja Tanah.

b. Belanja Peralatan dan Mesin. c. Belanja Gedung dan Bangunan. d. Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan. e. Belanja Aset Tetap Lainnya. f. Belanja Aset lainnya.


(39)

Belanja ini diperinci sebagai berikut: a. Belanja Modal Tanah.

b. Belanja Modal Jalan dan Jembatan. c. Belanja Modal Bangunan Air (Irigasi). d. Belanja Modal Instalasi.

e. Belanja Modal Jaringan.

f. Belanja Modal Bangunan Gedung. g. Belanja Modal Monumen.

h. Belanja Modal Alat-alat Besar. i. Belanja Modal Alat-alat Angkutan. j. Belanja Modal Alat-alat Bengkel. k. Belanja Modal Alat-alat Pertanian.

l. Belanja Modal Alat-alat Kantor dan Rumah Tangga. m. Belanja Modal Alat-alat Studio dan Alat-alat Komunikasi. n. Belanja Modal Alat-alat Kedokteran.

o. Belanja Modal Alat-alat Laboratorium. p. Belanja Modal Buku atau Perpustakaan.

q. Belanja Modal Barang Bercorak Kesenian, Kebudayaan. r. Belanja Modal Hewan, Ternak, serta Tanaman.


(40)

2.6. Tenaga Kerja

2.6.1. Konsep Tenaga Kerja/Penduduk Usia Kerja (PUK)

Pengertian tenaga kerja sebenarnya tidak berbeda jauh dengan pengelompokan penduduk usia kerja, karena kebanyakan pengertian tenaga kerja dan bukan tenaga kerja dibedakan hanya oleh batasan umur, jadi penduduk usia kerja dapat disebut sebagai tenaga kerja (Suroto, 2003). Pengertian tenaga kerja dikaitkan dengan asal katanya adalah tenaga yang berarti potensi atau kapasitas untuk menimbulkan gerak atau perubahan tempat suatu masa, dan kerja yang berarti banyaknya tenaga yang dikeluarkan dalam suatu kurun waktu untuk menghasilkan sesuatu. Dengan demikian tenaga kerja berarti kemampuan manusia untuk mengeluarkan usaha tiap satuan waktu guna menghasilkan barang atau jasa, baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain (Setianingrum, 2008).

Pengertian penduduk usia kerja dari masing-masing negara berbeda-beda. India menggunakan batasan umur 14 sampai 60 tahun. Jadi penduduk yang termasuk usia kerja adalah mereka yang berusia 14 sampai 60 tahun, sedangkan mereka yang berumur di bawah 14 atau di atas 60 tahun tidak digolongkan sebagai penduduk usia kerja. Amerika Serikat pada awalnya menggunakan batasan umur minimum 14 tahun tanpa batas umur maksimum, kemudian sejak tahun 1967 batas umur minimum dinaikkan menjadi 16 tahun. Jadi penduduk usia kerja adalah penduduk yang berusia 16 tahun keatas, sedangkan penduduk yang berusia di bawah 16 tahun tidak termasuk ke dalam penduduk usia kerja. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menggolongkan


(41)

penduduk yang termasuk usia kerja adalah penduduk yang usianya antara 15 sampai 64 tahun (Simanjuntak, 2005).

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Indonesia mengelompokkan penduduk yang termasuk usia kerja adalah penduduk yang berumur minimal 15 sampai dengan 65 tahun.

2.6.2. Angkatan Kerja

Angkatan kerja adalah sebagian dari jumlah penduduk dalam usia kerja yang mempunyai pekerjaan dan yang tidak mempunyai pekerjaan. Atau dengan kata lain angkatan kerja adalah bagian penduduk yang mampu dan bersedia melakukan pekerjaan tapi secara aktif atau pasif mencari suatu pekerjaan. Kata “mampu” di sini

menunjuk pada 3 hal. Pertama, mampu fisik, yaitu sudah cukup umur, jasmani sudah cukup kuat. Kedua, mampu mental, yaitu mempunyai mental sehat. Ketiga, secara yuridis cukup mampu dan tidak kehilangan. Kebebasan untuk memilih dan melakukan pekerjaan.

Sedangkan kata “berada” berarti orang yang bersangkutan dapat secara aktif, maupun secara pasif mencari pekerjaan. Di sini tidak ada unsur paksaan dan adanya adalah kebebasan pribadi untuk memilih pekerjaan yang sesuai dengan keinginan (Suroto, 2003).


(42)

2.7. Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang faktor faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi telah banyak dilakukan antara lain:

Hanum (2004) dengan penelitian yang berjudul Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, penelitian ini bertujuan untuk mengindentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) selama kurun waktu tahun 1981-2001. Variabel independen dalam penelitian ini adalah adalah kesempatan kerja, penanaman modal, pengeluaran pemerintah, dan ekspor. Penelitian ini menemukan bahwa keseluruhan variabel independen yang dipilih mampu menjelaskan variasi pertumbuhan ekonomi Provinsi NAD sebesar 89,62 persen dan sisanya sebesar 10,38 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar penelitian ini. Analisa secara serentak (simultan) musing-musing variabel independen memberi pengaruh yang sangat signifikan pada tingkat kepercayaan 99 persen. Analisis secara parsial menunjukkan hanya variabel pengeluaran daerah dan investasi yang memberi pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi NAD. Sedangkan kesempatan kerja dan ekspor tidak memberikan pengaruh yang berarti.

Dobronogov dan Iqbal (2005) dalam penelitian yang berjudul Economic

Growth in Egypt: Constraints and Determinants, penelitian bertujuan untuk

mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan hambatan ekonomi Mesir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi pemerintah, kredit kepada sektor swasta, dan rata rata pertumbuhan ekonomi negara OECD memiliki pengaruh


(43)

yang signifikan terhadap pertumbuhan Mesir, sedangkan yang menjadi penghambat bagi pertumbuhan ekonomi adalah intermediasi keungan yang tidak efisien.

Bachtiar, (2005) dalam penelitian yang berjudul Analisis Pertumbuhan Ekonomi di Kota Pasuruan, penelitian ini menganalisis tentang pertumbuhan ekonomi di Kota Pasuruan selama kurun waktu tahun 2000 sampai dengan 2004. Hasil penelitian untuk pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Kota Pasuruan selama kurun waktu tahun 2000 sampai dengan tahun 2004 mengalami kenaikan dari tahun ke tahunnya. Alokasi tenaga kerja paling tinggi terdapat pada sektor perdagangan, hotel dan restoran yang berkisar antara 30,01% sampai 30,10%, sedangkan alokasi tenaga kerja paling rendah adalah pada sektor pertambangan dan penggalian yang menyerap tenaga kerja secara konstan sebesar 0,33% dari jumlah tenaga kerja yang ada di Kota Pasuruan. Pengaruh alokasi tenaga kerja pada tiap sektor ekonomi terhadap jumlah nilai Produk Domestik Regional Bruto sektor-sektor ekonomi di Kota Pasuruan adalah signifikan.

Laili (2007) dalam penelitian yang berjudul Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi DIY Tahun 1990-2004, bertujuan untuk menganalisis pengaruh dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), Ekspor, Pariwisata, dan Jumlah Perusahaan di Sektor Industri terhadap Pertumbuhan Ekonomi di DIY tahun 1990 – 2004. Hasil analisis data menunjukkan bahwa Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), Ekspor, Pariwisata, Jumlah Perusahaan di Sektor Industri berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi di DIY.


(44)

2.8. Kerangka Pemikiran

Besarnya pertumbuhan ekonomi Kota Medan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain Penanaman Modal Asing, Penanaman Modal Dalam Negeri, Konsumsi Rumah Tangga, Belanja Modal, dan Tenaga Kerja.

Hubungan antara Penanaman Modal Asing, Penanaman Modal Dalam Negeri, Konsumsi Rumah Tangga, Belanja Modal, dan Tenaga Kerja dengan Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan dapat digambarkan pada bagan berikut ini:

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran

2.9. Hipotesis Penelitian

Penelitian ini menggunakan hipotesis sebagai berikut:

3. Secara serempak, Penanaman Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), Konsumsi Rumah Tangga (KRT), Belanja Modal (BM), dan Tenaga Kerja (TK) memiliki pengaruh positif terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan.

PMA

Konsumsi RT PMDN

Belanja Modal

Pertumbuhan Ekonomi


(45)

4. Secara parsial, Penanaman Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), Konsumsi Rumah Tangga (KRT), Belanja Modal (BM) dan Tenaga Kerja (TK) memiliki pengaruh positif terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan.


(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna memecahkan permasalahan dan menguji hipotesa penelitian. Dalam penelitian ini digunakan cara sebagai berikut:

3.1. Jenis Variabel

Variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian adalah variabel Penanaman Modal Asing, Penanaman Modal Dalam Negeri, Konsumsi Rumah Tangga, Belanja Modal, Tenaga Kerja, dan Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan.

3.2 Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder mulai dari tahun 1991-2008 yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara dan berbagai sumber lainnya yang relevan seperti jurnal, internet, buletin, buku, dan hasil-hasil penelitian yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan.

3.3. Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan periode tahun 1991-2008, dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS), untuk mengestimasi data penelitian digunakan


(47)

Regresi linear berganda dibantu dengan menggunakan software eviews 5.1, adapun fungsi yang dipakai dalam penelitian ini adalah:

PDRB = f { PMA, PMDN, KRT, BM, TK } ... (1)

Selanjutnya dispesifikasikan ke dalam model ekonometrika sebagai berikut:

Di mana:

PDRB = Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan (Persen)

PMA = Penanaman Modal Asing di Kota Medan (Milyar Rupiah) PMDN = Penanaman Modal Dalam Negeri (Milyar Rupiah)

KRT = Konsumsi Rumah Tangga (Rp/Tahun) BM = Belanja Modal (Milyar Rupiah) TK = Tenaga Kerja (jiwa)

á1 - á3 = Koefisien Regresi á0 = Intercept

å = Error Term

3.4. Pengujian Statistik

3.4.1. Uji Koefisien Determinasi (R2)

Uji ini digunakan untuk mengetahui besarnya kemampuan variabel-variabel bebas menerangkan variabel tidak bebas pada model secara bersama-sama.

30


(48)

Nilai R2 berkisar antara 0 sampai dengan 1. Semakin besar nilai R2, maka semakin besar pula kemampuan variabel-variabel bebas menerangkan variabel tidak bebas.

3.4.2. Uji t-statistik atau Uji Parsial

Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel bebas dalam model secara terpisah mempunyai pengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas untuk tingkat kepercayaan =  dan df = n-k dengan hipotesa:

H0 : variabel bebas tidak mempengaruhi variabel tidak bebas, jika t-hitung< t-tabel

maka H0 diterima.

H1 : variabel bebas mempengaruhi variabel tidak bebas, jika t-hitung > t-tabel maka

H1 diterima.

3.4.3. Uji F- statistik atau Uji Serempak

Uji ini digunakan untuk mengetahui variabel-variabel bebas secara bersama-sama mempengaruhi variabel tidak bebas dengan hipotesis, dengan tingkat keyakinan= dan df= (k-1) (N-k).

H0 : semua variabel bebas secara bersama-sama tidak mempengaruhi variabel tidak

bebas, H0 diterima jika F-hitung < F-tabel

H1 : semua variabel bebas secara bersama-sama mempengaruhi variabel tidak bebas,


(49)

3.5. Uji Asumsi Klasik 3.5.1 Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antar variabel independen. Menurut Ghozali (2005) bahwa, jika variabel independen saling berkorelasi maka, variabel ini tidak ortogonal. Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas di dalam model regresi dapat dilihat dari nilai tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF), jika nilai tolerance < 0,10 atau nilai VIF > 10 berarti terdapat multikolinearitas.

3.5.2. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika

variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut

homokedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas.

Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk melihat apakah ada data yang penyimpangannya terlalu jauh (outlayer). Ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilihat dari tingkat signifikansi untuk masing-masing variabel independen. Jika variabel independen signifikan secara statistik (á lebih kecil dari 5%) terhadap nilai

residual yang diperlakukan sebagai variabel dependen, maka variabel independen tersebut menunjukkan adanya heteroskedastisitas, dan demikian pula sebaliknya.


(50)

3.5.3. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi dimaksudkan untuk mengetahui apakah terjadi korelasi antara anggota-anggota dari serangkaian pengamatan tersusun dalam rangkaian waktu (times

series) dan dalam rangkaian ruang (cross section).

Untuk mengetahui dan menguji ada tidaknya autokorelasi dalam model analisis regresi, bisa digunakan cara pengujian statistik Durbin Watson (DW).

Santoso (2000) mengemukakan secara umum untuk mendeteksi adanya autokorelasi bisa diambil patokan:

1. Angka D-W di bawah -2, berarti ada autokorelasi positif.

2. Angka D-W di antara -2 sampai +2, berarti tidak ada autokorelasi. 3. Angka D-W di atas +2, berarti ada autokorelasi negatif.

3.6. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Variabel-varibel penelitian dapat didefinisikan sebagai berikut:

1. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauhmana aktivitas ekonomi akan menghasikan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu dan perekonomian dianggap mengalami pertumbuhan jika seluruh balas jasa riil terhadap penggunaan faktor produksi pada tahun tertentu lebih besar dari tahun sebelumnya, dan dinyatakan dalam satuan persen.


(51)

2. Penanaman Modal Asing ialah total investasi pihak asing yang dilakukan di Kota Medan dengan tujuan mendapatkan keuntungan atau nilai tambah produksi, dan dinyatakan dalam satuan Milyar Rupiah.

3. Penanaman Modal Dalam Negeri ialah total investasi yang berasal dalam negeri yang dilakukan di Kota Medan dengan tujuan mendapatkan keuntungan atau nilai tambah produksi, dan dinyatakan dalam satuan Milyar Rupiah.

4. Konsumsi Rumah Tangga ialah kegiatan membeli barang dan jasa yang dilakukan oleh rumah tangga dalam satu tahun tertentu, dinyatakan dalam Rupiah/tahun.

5. Belanja Modal ialah pengeluaran anggaran yang dugunakan dalam rangka memperoleh atau menambah aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi serta melebihi batasan minimal kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang ditetapkan pemerintah. Aset tetap tersebut dipergunakan untuk operasional kegiatan sehari-hari suatu satuan kerja bukan untuk dijual, dinyatakan dalam Milyar Rupiah.

6. Tenaga Kerja ialah seluruh penduduk dalam usia kerja (berusia 15 tahun atau lebih) yang potensial dapat memproduksi barang dan jasa, dinyatakan dalam satuan jiwa.


(52)

BAB IV

HASIL DAN ANALISA PENELITIAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Indikator Makro Ekonomi Pembangunan Kota Medan

Indikator kinerja makro yang digunakan untuk mengukur pencapaian pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan Kota Medan dibagi dalam dua bidang, yaitu:

1. Indikator Kinerja Makro untuk bidang ekonomi.

2. Indikator Kinerja Makro untuk bidang kesejahteraan rakyat.

Salah satu indikator kinerja makro untuk bidang ekonomi yang sering digunakan secara luas adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB Kota Medan merupakan jumlah nilai tambah barang dan jasa akhir yang dihasilkan (nilai barang dan jasa akhir dikurangi biaya untuk menghasilkannya atau sering disebut dengan biaya antara) oleh berbagai unit produksi di wilayah Kota Medan, dalam jangka waktu satu tahun. Unit-unit produksi tersebut dikelompokkan ke dalam sembilan lapangan usaha yaitu:

1. Pertanian (tanaman bahan makanan, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan).

2. Pertambangan dan penggalian. 3. Industri pengolahan (manufaktur). 4. Listrik, gas dan air bersih.


(53)

5. Konstruksi.

6. Perdagangan, hotel dan restoran/rumah makan. 7. Transportasi dan komunikasi.

8. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan.

9. Jasa perorangan dan kemasyarakatan, termasuk jasa pelayanan pemerintah. Indikator kinerja lain yang terkait dengan besaran Produk Domestik Regional Bruto adalah PDRB per kapita dan tingkat pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi, inflasi, ekspor dan impor serta investasi. PDRB per kapita dihitung dengan cara membagi jumlah PDRB dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. Angka PDRB per kapita memperlihatkan rata-rata pendapatan yang diterima oleh masing-masing penduduk, yang dapat menggambarkan tingkat kemakmuran penduduk Kota Medan. Sementara itu, tingkat pertumbuhan ekonomi merupakan persentase kenaikan atau penurunan PDRB-harga konstan suatu tahun, dibandingkan harga tahun sebelumnya. Selaras dengan indikator kinerja PDRB, kedua indikator kinerja makro ini juga menggambarkan keberhasilan atau kinerja pembangunan kota, dalam mewujudkan kemajuan dan peningkatan kemakmuran masyarakat Kota Medan.

Berbeda dengan indikator kinerja makro bidang ekonomi, maka indikator kinerja makro untuk bidang kesejahteraan rakyat mencakup indikator kinerja pembangunan Kota Medan dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat, ditinjau dari aspek kependudukan, kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, dan distribusi pendapatan.


(54)

4.1.2. Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan

Pertumbuhan ekonomi kota Medan mengalami peningkatan yang pesat dari tahun ke tahun, hal ini disebabkan dari kondisi geografis Kota Medan yang strategis di mana di dekat Kota Medan terdapat jalur Selat Malaka di mana Medan merupakan pintu gerbang atau pintu masuk wisatawan dan perdagangan barang dan jasa baik perdagangan domestik maupun luar negeri (ekspor-impor), hal ini menjadikan Medan sebagai pintu gerbang Indonesia bagian barat. Medan juga merupakan kota ketiga terbesar di Indonesia yang memiliki sarana dan prasarana yang mendukung bagi tumbuh dan berkembangnya industri.

Tabel 4.1. Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan PDRB Harga Konstan 2000 (Milyar Rupiah)

Tahun Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan (Persen)

1991 8.90

1992 11.01

1993 5.57

1994 6.95

1995 6.53

1996 9.75

1997 7.73

1998 -8.11

1999 3.43

2000 5.49

2001 5.33

2002 4.50

2003 4.65

2004 4.80

2005 4.95

2006 5.10

2007 5.25

2008 5.40


(55)

Tabel 4.1 menunjukkan pada awal tahun 1990-an pertumbuhan ekonomi kota Medan sangat bagus tetapi pada masa krisis ekonomi pertumbuhan ekonomi kota medan mengalami sedikit penurunan, apabila kita bandingkan dengan keadaan perekonomian kota-kota di Pulau Jawa penurunan pertumbuhan ekonomi Kota Medan pada masa krisis ekonomi tidaklah serendah yang dialami oleh Pulau Jawa, hal ini disebabkan walaupun mengalami krisis, Kota Medan pertumbuhan ekonomi kota Medan masih disokong oleh daerah sekitar Kota Medan yaitu Kabupaten Deli Serdang yang memiliki wilayah perkebunan yang cukup luas di mana imbas krisis ekonomi tidak begitu parah dirasakan oleh Kota Medan, karena pendapatan dari masyarakat sekitar Kota Medan pada umumnya dihabiskan di Kota Medan, bukan hanya kabupaten di sekitar Kota Medan, banyak pendapatan Kota Medan berasal dari luar Provinsi Sumatera Utara, di mana banyak sekali orang-orang dari Provinsi Aceh datang ke Kota Medan untuk membelanjakan pendapatannya di Kota Medan

sehingga pertumbuhan usaha di Medan selama era krisis ekonomi tidak seperti di Pulau Jawa.


(56)

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010

Gambar 4.1. Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan 1991-2008 4.1.3. Penanaman Modal Asing di Kota Medan

Medan sebagai kota yang terbesar ketiga di Indonesia memiliki sarana dan prasarana yang cukup menarik para investor asing untuk berinvestasi di Kota Medan. Di samping sarana dan prasarana yang mendukung Kota Medan memiliki kelebihan dari kota-kota lain yang ada di Indonesia, di mana heterogenitas penduduk Kota Medan membawa berkah bagi kota ini, penduduk yang beragam etnis tidak begitu perduli dengan keadaan politik, yang sedang terjadi di Indonesia pada umumnya hal ini membuat Kota Medan semakin kondusif bagi para investor asing.

YEAR

2,010 2,005

2,000 1,995

1,990

PE

RT

15.00

10.00

5.00

0.00

-5.00


(57)

Tabel 4.2. Perkembangan Investasi Asing di Kota Medan 1991 – 2008 dalam

Milyar Rupiah

Tahun PMA Persentase Perubahan 1991 8.49

1992 10.89 28.27

1993 64.99 496.76

1994 24.65 -62.07

1995 175.62 612.54

1996 117.07 -33.34

1997 131.94 12.70

1998 133.00 0.81

1999 484.48 264.26

2000 88.88 -81.66

2001 62.65 -29.51

2002 111.76 78.39

2003 276.34 147.26

2004 387.67 40.29

2005 423.49 9.24

2006 587.90 38.82

2007 691.45 17.61

2008 783.76 13.35

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010

Upaya untuk meningkatkan keinginan investor asing untuk berinvestasi di Kota Medan oleh Pemko Medan dengan memberikan insentif dan kemudahan

berupa (Pemko Medan, 2010):

1. Keringanan bea masuk, impor barang-barang modal (mesin, bahan baku, dan lain-lain) sesuai dengan SK Menteri Keuangan No. 135/km 05/2000.

2. Pembebasan PPn atas impor dan atau penyerahan barang kena pajak tertentu yang bersifat strategis, sesuai dengan SK Menteri Keuangan RI No. 155/KMK 03/2001


(58)

3. Memberikan visa izin tinggal sementara dan atau izin tinggal terbatas bagi perusahaan yang ingin memperkerjakan tenaga kerja asing, melalui Ditjen Imigrasi/Kantor Imigrasi setempat.

4. Menggalang kerjasama perdagangan dan investasi dalam wadah-wadah regional seperti IMT-GT, sister city dan lain-lain.

5. Peningkatan pelayanan pada pintu-pintu masuk khususnya bandara dan pelabuhan, sehingga menciptakan budaya yang maju.

6. Melakukan koordinasi secara terus menerus dengan kepolisian dan TNI untuk memberikan rasa aman dan tenteram bagi seluruh pelaku bisnis baik domestik maupun asing yang ada di Kota Medan.

Serta berbagai langkah yang telah, sedang dan akan dilanjutkan oleh Pemko Medan tersebut diharapkan juga menghapus perbedaan perlakuan antara investor asing dan lokal, sehingga investor asing dapat memiliki akses yang sama termasuk dari lembaga perbankan domestik/lokal (menyamakan perlakuan terhadap investor). Selain itu, diharapkan regulasi lebih berpihak kepada pasar serta transparan dengan mengusahakan mengurangi jumlah larangan yang terdapat pada negative investment

list.

Perkembangan investasi asing di Kota Medan secara grafis ditunjukkan pada Gambar 4.2 berikut ini:


(59)

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010

Gambar 4.2. Perkembangan Investasi Asing di Kota Medan 1991-2008

Gambar 4.2 terlihat terjadinya krisis ekonomi pada periode 1997-1998 tidak mengakibatkan turunnya investasi asing langsung di Kota Medan, imbas dari krisis ekonomi justru baru dirasakan pada periode 2000-2001 di mana terjadi penurunan yang signifikan pada jumlah investasi asing di Kota Medan. Setelah tahun 2001 terjadi kenaikan yang cukup bagus di Kota Medan, investasi asing terus mengalami kenaikan hingga tahun 2008.

4.1.4. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)

Berbagai terobosan dilakukan Pemerintah Kota Medan di sektor investasi untuk dapat menarik minat para investor dari dalam maupun luar negeri mulai dari penyempurnaan pelayanan perizinan investasi sampai kepada pemberian insentif baik

0 100 200 300 400 500 600 700 800

92 94 96 98 00 02 04 06 08

PMA Tahun P M A ( m ili a r R u p ia h )


(60)

yang bersifat langsung maupun tidak langsung. Berbagai langkah debirokrasi dan deregulasi terus dilanjutkan untuk menciptakan efisiensi berusaha dan berinvestasi termasuk konsistensi aturan dan kepastian hukum untuk meminimalisir ketidakpastian berusaha bagi investasi asing.

Tabel 4.3. Perkembangan PMDN Kota Medan dalam Milyar Rupiah

Tahun PMDN Persentase Perubahan 1991 167.04

1992 35.06 -79.01

1993 11.98 -65.83

1994 45.19 277.23

1995 439.47 872.46

1996 42.63 -90.30

1997 110.82 159.92

1998 129.11 16.51

1999 104.68 -18.92

2000 90.40 -13.64

2001 119.25 31.91

2002 122.10 2.39

2003 201.76 65.24

2004 297.12 47.26

2005 335.89 13.05

2006 473.34 40.92

2007 504.45 6.57

2008 593.87 17.73

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010

Tabel 4.3 menunjukkan baru pada awal 2001 iklim penanaman modal (Investasi) di Kota Medan secara berangsur-angsur mulai menunjukkan pertumbuhan yang cukup berarti. Hal ini tidak saja didukung oleh letak geografis dan potensi demografis Kota Medan yang cukup strategis tetapi juga didukung juga oleh


(61)

kebijakan-kebijakan yang bersahabat dengan pasar, sehingga menciptakan iklim dan lingkungan penanaman modal yang semakin kondusif dari waktu ke waktu.

Langkah-langkah proaktif dan inovasi yang ditempuh, dengan mengembangkan kemitraan strategia diantara sesama pelaku usaha dengan Pemerintah Kota, kenyataan secara signifikan mampu menumbuhkan minat

berinvestasi para pemilik modal untuk menanamkan modalnya di Kota Medan, di berbagai bidang lapangan usaha potensial. Hal ini juga tidak terlepas dari persepsi

yang sama dari seluruh stakeholders, tentang perlunya menarik investasi lebih besar untuk menggerakkan roda perekonomian dalam volume yang lebih besar di Kota Medan, sehingga mampu menciptakan lapangan kerja lebih banyak, sekaligus memperbaiki tingkat pendapatan masyarakat.


(62)

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010

Gambar 4.3. Perkembangan PMDN di Kota Medan 1991-2008

Gambar 4.3 menunjukkan periode sebelum 1997 investasi dalam negeri di Kota Medan cukup fluktuatif, di mana terjadi penurunan yang tajam pada tahun

1996, hal ini disebabkan semakin kencangnya isu isu di dalam negeri mengenai Pemerintah Republik Indonesia, di mana pada masa itu sudah mulai adanya keinginan berbagai elemen masyarakat agar bisa mengganti Pemerintahan Orde Baru dengan pemerintahan yang lebih demokratis. Situasi ini tentunya hanya bisa dipahami oleh para investor lokal, dapat kita lihat bahwa investasi asing untuk periode yang sama hampir tidak mengalami perubahan.

0 100 200 300 400 500 600

92 94 96 98 00 02 04 06 08

PMDN Tahun P M D N (m ilia r R u p ia h )


(63)

4.1.5. Konsumsi Rumah Tangga

Pola konsumsi rumah tangga/masyarakat merupakan salah satu indikator kesejahteraan rumah tangga/masyarakat. Selama ini berkembang pengertian bahwa besar kecilnya proporsi pengeluaran untuk konsumsi makanan terhadap seluruh pengeluaran rumah tangga dapat memberikan gambaran kesejahteraan rumah tangga tersebut. Rumah tangga dengan proporsi pengeluaran yang lebih besar untuk konsumsi makanan mengindikasikan rumah tangga yang berpenghasilan rendah. Makin tinggi tingkat penghasilan rumah tangga, makin kecil proporsi pengeluaran untuk makanan terhadap seluruh pengeluaran rumah tangga. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa rumah tangga/keluarga akan semakin sejahtera bila persentase pengeluaran untuk makanan jauh lebih kecil dibandingkan persentase pengeluaran untuk non makanan.

Pengeluaran rata-rata perkapita sebulan menurut hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) untuk penduduk Sumatera Utara di daerah perkotaan pada tahun

2005 sebesar 371.492 rupiah yang terdiri dari pengeluaran untuk makanan Rp. 188.875 dan untuk bukan makanan Rp. 182.617 sedangkan di daerah pedesaan

sebesar 222.454 rupiah pada tahun 2005 dengan rincian pengeluaran untuk makanan sebesar Rp. 153.004 dan pengeluaran bukan makanan sebesar Rp. 69.450.


(64)

Tabel 4.4. Konsumsi Rumah Tangga Kota Medan Periode 1991 – 2008 dalam

Ribu Rupiah

Tahun KRT Persentase Perubahan 1991 474.62

1992 274.66 -42.13

1993 1752.90 538.22

1994 937.32 -46.53

1995 1497.78 59.79

1996 2191.77 46.33

1997 1180.62 -46.13

1998 725.09 -38.58

1999 2001.58 176.05

2000 1582.23 -20.95

2001 832.42 -47.39

2002 2319.69 178.67

2003 1221.49 -47.34

2004 963.76 -21.10

2005 2038.01 111.46

2006 2928.30 43.68

2007 1578.04 -46.11

2008 2464.06 56.15

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010

Secara keseluruhan pengeluaran rata-rata perkapita sebulan penduduk Sumatera Utara sebesar Rp. 287.480. Untuk tahun 2006 pengeluaran rata-rata sebulan penduduk Sumatera Utara di daerah perkotaan/pedesaan sebesar Rp. 287.434 yang terdiri dari pengeluaran untuk makanan Rp. 168.542 dan untuk bukan makanan Rp. 118.892.


(65)

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010

Gambar 4.4. Perkembangan Konsumsi Rumah Tangga Kota Medan 1991-2008

Gambar 4.4 menunjukkan adanya tren yang sangat fluktuatif konsumsi rumah tangga di Kota Medan, naik turunnya konsumsi rumah tangga sangat ditentukan oleh pendapatan masyarakat, walaupun kita lihat pada perkembangan Pendapatan Domestik Bruto Kota Medan yang cenderung untuk naik setiap tahun tetapi perkembangan konsumsi rumah tangga terus berfluktuasi hal ini berarti bahwa hampir sebagian besar dari pertumbuhan PDB Kota Medan disokong oleh pengeluaran konsumsi masyarakat Kota Medan bukan merupakan dominasi dari peningkatan pertumbuhan ekonomi Kota Medan.

0 500 1000 1500 2000 2500 3000

92 94 96 98 00 02 04 06 08

KRT Tahun K o n s u m s i R T (rib u R u p ia h )


(66)

Kota Medan tidak mempunyai keunggulan sumber daya alam sehingga prekonomiannya ditopang dari sektor jasa, seperti juga dengan kota-kota besar lain di Indonesia yang perekonomiannya ditunjang oleh sektor jasa, jumlah konsumsi rumah tangga mereka juga sangat tinggi di mana sudah menjadi kebiasaan di dunia bahwa kota-kota besar yang pertumbuhan ekonominya ditunjang oleh sektor jasa cenderung untuk menghabiskan pendapatannya untuk konsumsi, tetapi selain dari hal tersebut untuk kasus Kota Medan, habisnya pendapatan penduduk untuk konsumsi juga dipicu oleh mahalnya harga harga kebutuhan pokok masyarakat, di mana tingkat kenaikan pendapatan masyarakat tidak sebanding dengan tingkat kenaikan harga harga kebutuhan pokok masyarakat.

4.1.6. Belanja Modal

Belanja Modal dimaksudkan untuk mendapatkan aset tetap pemerintah daerah, yakni: peralatan, bangunan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya. Secara teoritis ada tiga cara untuk memperoleh aset tetap tersebut, yakni dengan cara membangun sendiri, menukarkan dengan aset tetap lain, dan membeli.

Pemerintah Kota Medan dalam upaya untuk melakukan perbaikan pelayanan kepada masyarakat melakukan penambahan belanja modal dan anggaran langsung

untuk dinas-dinas yang memiliki tugas pelayanan kepada masyarakat, seperti di bidang kesehatan, pendidikan dan infrastruktur (Pemko Medan, 2010).

Besarnya belanja modal dari Pemko Medan masih belum berimbang atau masih sangat kecil dibandingkan dengan besarnya belanja pegawai dan belanja


(67)

barang/jasa yang lebih berorientasi kepada kepentingan aparatur, ini memperlihatkan kecilnya keberpihakan APBD Kota Medan terhadap kepentingan publik.

Tabel 4.5. Belanja Modal Kota Medan 1991-2008 dalam Milyar Rupiah

Tahun BM Persentase Perubahan 1991 11.34

1992 13.76 21.34

1993 15.87 15.33

1994 17.35 9.31

1995 20.90 20.47

1996 21.83 4.47

1997 28.57 30.85

1998 33.38 16.83

1999 42.21 26.46

2000 36.41 -13.74

2001 82.96 127.82

2002 143.11 72.51

2003 198.42 38.65

2004 140.79 -29.04

2005 194.50 38.15

2006 215.68 10.89

2007 435.73 102.03

2008 394.28 -9.51

Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan

Besarnya Belanja modal yang dikeluarkan oleh pihak Pemko Medan dan pemerintah daerah lainnya di Indonesia sebelum tahun 2004 cenderung salah dalam mengaplikasikan penggunaan belanja modal ini, sebelum tahun 2004 besarnya belanja modal dimasukkan kedalam belanja operasional dan pemeliharaan, sehingga pemanfaatan belanja tersebut sering tidak tepat sasaran utama yaitu bagaimana menciptakan sarana dan prasaran yang bisa memberikan pelayanan kepada penduduk


(68)

daerah tersebut. Sejak tahun 2004, Pemerintah Indonesia menetapkan agar dalam APBD setiap daerah memisahkan belanja modal dalam sebuah akun tersendiri.

Walaupun setiap daerah tiap tahun berusaha untuk menambah belanja modalnya dalam APBD masing-masing daerah, masih terlihat bahwa dana tersebut masih sering salah dalam penggunaannya, di mana dapat kita lihat sering pemakaian belanja modal digunakan untuk proyek-proyek “mencari simpati masyarakat” oleh

kepala daerah khususnya kepala daerah yang masih menjabat untuk periode pertama, dan ingin untuk dipilih kembali pada periode kedua, sedangkan untuk kepala daerah yang sudah menjabat dua periode bisanya menggunakan belanja modal sebagai sarana “kenangan” dengan mendirikan sesuatu yang dianggap fantastik (modern) agar

kelak bisa dikenang bahwa dialah pendiri atau pun pemrakarsa berdirinya bangunan tersebut.

Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan

Gambar 4.5. Perkembangan Belanja Modal Kota Medan 1991-2008

0 100 200 300 400 500

92 94 96 98 00 02 04 06 08

BM Tahun B e la n ja M o d a l ( m ili a r R u p ia h )


(1)

Tabel 4.8. Uji Multikolinearitas

Variabel Tolerance VIF

Lpma 0,838 2,105

Lpmdn 0,900 2,500

Lkrt 0,755 2,818

Lbm 0,812 1,048

Ltk 0,807 19,373

Sumber: Hasil Penelitian (Data Diolah)

Tabel 4.8 menunjukkan seluruh nilai tolerance < 1.0 dan nilai VIF < 10, maka disimpulkan model estimasi terbebas dari multikolinearitas.

b. Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk melihat apakah ada data yang penyimpangannya terlalu jauh (outlayer). Ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilihat dari tingkat signifikansi untuk masing-masing variabel independen. Jika variabel independen signifikan secara statistik (álebih kecil dari 5%) terhadap nilai

residual yang diperlakukan sebagai variabel dependen, maka variabel independen tersebut menunjukkan adanya heteroskedastisitas, dan demikian pula sebaliknya.

Tabel 4.9. Uji Heteroskedatisitas

Coefficients a

9.87E-017 5.946 .000 1.000

.000 .287 .000 .000 1.000

.000 .234 .000 .000 1.000

(Constant) lpma lpmdn Model

1

B Std. Error

Unstandardized Coefficients Beta Standardized Coefficients t Sig.


(2)

Tabel 4.9 menunjukkan semua nilai signifikansi > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa model penelitian terbebas dari heteroskedastisitas.

c. Autokorelasi

Selanjutnya dilakukan Uji Asumsi Klasik Autokorelasi dengan menggunakan D-W Test sebagaimana disajikan pada Tabel berikut.

Tabel 4.10. Uji Autokorelasi

Sumber: Hasil Penelitian, 2010 (Data Diolah)

Santoso (2000) mengemukakan secara umum untuk mendeteksi adanya autokorelasi bisa diambil patokan:

4. Angka D-W di bawah -2, berarti ada autokorelasi positif.

5. Angka D-W di antara -2 sampai +2, berarti tidak ada autokorelasi. 6. Angka D-W di atas +2, berarti ada autokorelasi negatif.

Tabel 4.10 di atas menunjukkan nilai D-W sebesar 1,256, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat autokorelasi pada model estimasi penelitian.

Model Summaryb

.825a .680 .547 .28030 1.256

Model 1

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson

Predictors: (Constant), ltk, lkrt, lpmdn, lbm, lpma a.

Dependent Variable: lpert b.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan atas hasil penelitian Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan, maka ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Secara simultan, Penanaman Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), Konsumsi Rumah Tangga (KRT), Belanja Modal (BM), dan Tenaga Kerja (TK) memiliki pengaruh positif terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan.

2. Secara parsial, Penanaman Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), Konsumsi Rumah Tangga (KRT), Belanja Modal, dan Tenaga Kerja (TK), berpengaruh positif terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan, dengan Konsumsi Rumah Tangga yang memiliki pengaruh paling dominan.

5.2. Saran

1. PMDN merupakan salah satu faktor yang dominan dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Kota Medan, untuk itu pihak Pemerintah Kota Medan


(4)

2. Belanja Modal memiliki pengaruh yang paling kecil terhadap pertumbuhan ekonomi dan kemudian diikuti dengan Tenaga Kerja, dari hal ini hendaknya pihak Pemko Medan lebih efektif dan efisien dalam mengelola Belanja Modal, sebab apabila Belanja Modal sudah baik dikelola maka secara langsung juga akan mengurangi jumlah pengangguran.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Bachtiar, Samsul. 2005. Analisis Pertumbuhan Ekonomi di Kota Pasuruan. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Malang. Malang. Tidak dipublikasikan.

Basri, Faisal. 2002. Perekonomian Indonesia. Erlangga. Jakarta. Boediono. 1988. Teori Pertumbuhan Ekonomi. BPFE. Yogyakarta.

Daniel, Moehar. 2002. Metode Penelitian Sosial Ekonomi. Bumi Aksara. Jakarta. Djojohadikusuma, Soemitro. 1994. Dasar Teori Ekonomi Pertumbuhan dan Ekonomi

Pembangunan. LP3ES. Jakarta.

Dobronogov, Anton and Iqbal, Farrukh. 2005. Economic Growth in Egypt: Constraints and Determinants, SSRN working paper, http://papers.ssrn. com/sol3/papers.cfm?abstract_id=872328, diakses 5 Agustus 2010.

Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Edisi Ketiga. Badan Penerbitan Universitas Diponegoro. Semarang.

Hakim, Abdul. 2004. Ekonomi Pembangunan. FE UII Yogyakarta. Ekonisia. Yogyakarta.

Halim, Abdul & Syukriy, Abdullah. 2004. Pengaruh Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Pemda: Studi Kasus Kabupaten dan Kota di Jawa dan Bali. Jurnal Ekonomi STEI No. 2/Tahun XIII/25.

Hanum, N. 2004. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Tesis. Sekolah Pascasarjana USU. Medan. Tidak dipublikasikan.


(6)

Laili, Nelly Nur. 2007. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi DIY Tahun 1990-2004. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta. Tidak dipublikasikan.

Laporan Perekonomian Indonesia. BPS Berbagai Edisi. Jakarta – Indonesia.

Lembaga Ketahanan Nasional. 1997. Pembangunan Nasional. Balai Pustaka. Jakarta. Lin, Justin Yifu dan Zhiqiang Liu. 2000. Fiscal Decntralization and Economic

Growth in China. Economic Development and Cultural Change. Chicago. Vol 49. USA.

Mangkoesoebroto, Guritno. 2001. Ekonomi Publik. BPFE. Yogyakarta.

Mulyadi, S. 2003. Ekonomi Sumber Daya Manusia dalam Perspektif Pembangunan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Nordiawan, Deddi. 2006. Akuntansi Sektor Publik. Penerbit Salemba Empat. Jakarta. Santoso, Singgih. 2002. Mengolah Data Statistik Secara Profesional. Penerbit Elex

Media Komputindo. Jakarta.

Setianingrum, Erna. 2008. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja di Kabupaten Karanganyar Tahun 1991 2006. Skripsi. FE-UNS. Surakarta.

Simanjuntak, Payaman. 2005. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.

Supriana, Tavi. 2008. Ekonomi Makro. USU Press. Medan.

Suroto. 2003. Strategi Pembangunan dan Perencanaan Tenaga Kerja. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Todaro, M. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Edisi 7. Erlangga. Jakarta.