Pengadaan Tanah Dalam Rangka Perluasan Lahan Hak Guna Usaha Pada PT. Kutai Balian Nauli Kalimantan Timur

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, H, (1991), Masalah Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Pembebasan Tanah di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. ---(1994), Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk

Kepentingan Umum di Indonesia (Edisi Revisi), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

---(1996), Masalah Pencabutan Hak-hak Atas Tanah, Pembebasan Tanah dan Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum di Indonesia (Edisi Revisi), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Arrasyd, Chainur, (2000), Pengantar Hukum Indinesia, USU Press, Medan.

Badrulzaman, Mariam, Darus, (2001), Kompilasi Hukum Perikatan, dalam rangka memperingati masa purna bakti 70 tahun, Citra adytia, Bandung.

---, (19940, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Banung.

Dalimunthe, Chadidjah, (1994), Suatu Tinjauan Tentang Pemberian Hak Guna Usaha Dalam Rangka Penanaman Modal Asing, Fakultas Hukum USU Press, Medan.

---, (2000), Pelaksanaan Landreform Di Indonesia Dan Permasalahannya, Fakultas Hukum USU Press, Medan.

Ediwarman, (2003), Perlilndungan Hukum Bagi Kasus-kasus Pertanahan,

Pustaka Bangsa Press, Medan.

Fakih, Mansour, (1995), Tanah Rakyat dan Demokrasi, LSM-LPSM, Yoyakarta. Kalo, Syafuddin, (2004), Pengadaan Tanah Bagi Kepentingan Umum, Pustaka

Bangsa Press, Jakarta.

---, (2005), Kapita Selekta Hukum Pertanahan, USU press, Medan. Lubis, M, Solly, (1989), Serba Serbi Politik dan Hukum, Mandar Maju, Bandung. Parlindungan,A.P, (1998), Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria,

Mandar Maju, Bandung.

---,(1993), Pencabutan dan Pembebasan hak Atas Tanah, Suatu Studi Perbandingan, Mandar Maju, Bandung.


(2)

Purba, Hasim, Dkk. Sengketa Pertanahan Dan Alternatif Pemecahan ( Studi Kasus di Sumatera Utara). CV. Cahaya Ilmu. Medan.

Rajagukguk, Erman, Hukum dan Masyarakat, Bina Aksara, Jakarta.

Salindeho, John. Masalah Tanah Dalam Pembangunan. Sinar Grafika. Jakarta. Siregar, Tampil Anshari, (2005), Mempertahankan Hak-hak Atas Tanah,

FH-USU, Medan.

---,(2005), Undang-Undang Pokok Agraria Dalam Bagan, Pustaka Bangsa Press, Medan.

---,(2005), Pendalaman Lanjutan Undang-Undang Pokok Agraria, Pustaka Bangsa Press, Medan.

Soekanto, Sarjono, (1986), PengantarPenelitian hukum, UI Press, Jakarta. Suandra, I Wayan, (1991), Hukum Pertanahan Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta. Subekti, R., (2001), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, PT Pradnya

Paramita, Jakarta.

Sudargo, Ellyda. Komentar Atas Peraturan-Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Pokok Agraria(1996). PT Citra Aditya Bakti. Bandung.

Sumardjono, Maria, (2001), Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan Implementasi, Kompas, Jakarta.

Sunarko, (2009), Budi Daya dan Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Dengan Sistem Kemitraan, PT Agromedia Pustaka, Jakarta.

Sunarso, Siswanto, Hukum dan Penyelesaian Sengketa, Rineka Cipta, Jakarta. Supriadi, Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta..

Wiranoto, Sajudi, (1992), Himpunan Peraturan Pembebasan Tanah, BP Drarma Bakti.

Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum & PeraturanYang Terkait, Biro Hukum Dan Hubungan Masayarakat Badan Pertanahan Nasional.

Undang-Undang No. 5 Tahun 1960, tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.

Kepres No. 55 Tahun 1993, tentang Pengadaan Tanah bagi pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum


(3)

Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005, tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentngan Umum.

Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2006, tentang Perubahan Atas Perpres No. 36 tahun 2005


(4)

BAB IV

UPAYA-UPAYA YANG DILAKUKAN OLEH PT. KUTAI BALIAN NAULI DALAM MELAKUKAN PERLUASAN LAHAN

Baik dalam lembaga pembebasan tanah maupun pengadaan tanah, tanah yang dibutuhkan pihak pemerintah untuk kepentingan umum hanya dapat diambil dan dipergunakan oleh pihak yang memerlukan jika sipemilik tanah setuju. Persetujuan tersebut melalui musyawarah yang mencapai kesepakatan. Substansi ketentuan ini bersifat keperdataan yang meliputi ketentua Pasal 1320 jo. Pasal 1338 KUHPerdata. Yang berarti bahwa harus memenuhi syarat-syarat sahnya persetujuan yang dilaksanakan para pihak dan dilandaskan dengan itikad baik.29

Istilah pengadaan tanah jika dianalisis mengandung arti lebih baik, karena dapat menghindari adanya paksaan, intimidasi dalam proses pengambilan tanah milik masyarakat. Pengambilan tanah dilakukan dengan memperhatikan peranan Di sini juga PT Kutai Balian Nauli berupaya mendapatkan tanah dengan cara itikad baik dengan masyarakat. Dalam hal ini upaya-upaya yang dilakukan PT. Kutai Balian Nauli untuk mendapatkan tanah dengan itikad baik dalam rangka perluasan lahan yaitu:

1. Pendekatan secara musyawarah dengan kelompok tani untuk membeli lahan tanah yang sudah ada yang telah dikuasai oleh kelompok tani

29

Pasal 1320 KUHPerdata menyebutkan supaya terjadi suatu persetujuan yang sah perlu dipenuhi 4 syarat; 1.kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya, 2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan, 3. suatu pokok persoalan tertentu, 4. suatu sebab yang tidak terlarang. Dan pada Pasal 1338 KUHPerdata (1) Ditegaskan semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang-undang-undang bagi mereka yang membuatnya, (2) persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang


(5)

tanah dalam kehidupan masyarakat dan prinsip penghormatan terhadap hak-hak yang sah atas tanah. Musyawarah yang dilakukan itu harus merupakan wadah untuk menjelaskan kepada kelompok tani tentang mengapa dan untuk apa tanah itu diambil. Dalam forum musyawarah salah satu hal yang dibicarakan dan yang terpenting adalah masalah ganti kerugian. Pembayaran ganti kerugian itu adalah bagian dari wujud konkrid pengakuan pengambilan tanah itu. Ganti kerugian itu sangat baik jika berupa pembangunan fasilitas umum yang dapat dimamfaatkan dan dinikmati seluruh masyarakat setempat. Dengan musyawarah PT Kutai Balian Nauli dituntun untuk tetap saling menghargai pendapat atau pandangan satu sama lain dengan kelompok tani. Melalui musyawarah maka akan tercermin keinginan untuk menselaraskan antara angan-angan dan kenyataan. Disini PT Kutai Balian Nauli memerlukan kerjasama dengan kelompok tani

2. Mengajukan izin lokasi perluasan lahan kepada pemerintah daerah melalui Badan Pertanahan Nasional

Untuk memperoleh izin lokasi perluasan lahan PT Kutai Balian Nauli wajib mengajukan permohonan yaitu untuk tanah yang luasnya tidak lebih dari 15 Ha ( lima belas hektar) diajukan kepada Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dengan tembusan kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dan Menteri Dalam Negeri Cq Direktur Jenderal Agraria ( Kepala Badan Pertanahan Nasional). Permohonan izin lokasi untuk tanah yang luasnya tidak lebih dari 200 Ha ( dua ratus hektar) diajukan kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dengan tembusan kepada Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dan Menteri


(6)

Dalam Negeri Cq Direktur Jenderal Agraria (Kepala Badan Pertanahan Nasional). Sedang untuk tanah yang luasnya lebih dari 200 Ha (dua ratus hektar) permohonan izin lokasi dan luas tanah diajukan kepada Gubenur Kepala Daerah Tingkat I. Dalam hal ini, permohonan tersebut Gubernur Kepala Daerah wajib mengajukan permohonan kepada Menteri Dalam Negeri dilengkapi dengan pertimbangan dari Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II.

Permohonan izin lokasi perluasan tanah sebagaimana dimaksud diatas harus dilengkapi dengan :

a. Akte pendirian perusahaan yang telah mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman atau dari Pejabat yang Berwenang bagi Badan Hukum lainnya. b. Nomor Pokok Wajib Pajak

c. Gambar kasar/sketsa tanah yang dibuat oleh pemohon.

d. Keterangan tentang letak, luas dan jenis tanah (kebun/sawah) yang dimohon. e. Pernyataan bermaterai cukup tentang kesediaan memberikan ganti rugi atau

menyediakan tempat penampungan bagi pemilik tanah yang terkena rencana proyek pembangunan atau megikutsertakan pemilik tanah dalam bentuk penataan kembali penggunaan, penguasaan dan pemilikan tanah.

f. Uraian rencana proyek yang akan dibangun disertai dengan analisa dampak lingkungan.

Survei awal ke lokasi lahan yang akan dibangun perkebunan kelapa sawit oleh PT Kutai Balian Nauli sangat penting. Hal ini untuk memastikan ketersediaan lahan dan potensinya data survey yang harus didapat diantaranya luas dan lokasi lahan yang tersedia untuk dibangun perkebunan kelapa sawit harus


(7)

dapat diketahui pula kalayakan lahan secara ekonomis dan agronomis. Informasi penting yang lain yang harus diperoleh adalah status lahan tersebut masuk kawasan budidaya kehutanan (KBK) atau kawasan budidaya non kehutanan (KBNK), juga status kepemilikannya. Status lahan dapat diketahui dengan mengeceknya ke Badan Pertanahan Nasional dan Dinas Kehutanan.

Berkenaan dengan permohonan penetapan izin lokasi dan perluasan tanah yang luasnya 200 Ha (dua ratus hektar) atau lebih, Gubernur Kepala Daerah Tingkat I wajib meminta pertimbangan dari Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II. Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tingkat II setelah berkonsultasi dengan Ins Ansi teknis yang terkait wajib memberikan pertimbangan kepada Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II.

Penyelesaian permohonan penetapan izin lokasi perluasan lahan yang luasnya 200 Ha (dua ratus hektar) atau lebih diproses secara terkoordinasi oleh Sekretaris Wilayah Daerah Tingkat I bidang Pemerintahan bersama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tingkat I dan Direktorat Agraria Propinsi (Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional). Keputusan pemberian izin lokasi perluasan lahan disiapkan oleh Kepala Direktorat Agraria Propinsi (Kepala Wilayah Badan Pertanahan Nasional) dan diselesaikan dalam waktu 3 (tiga) bulan dan selambat-lambatnya 5 (lima) bulan terhitung sejak permohonan diterimanya secara lengkap


(8)

3. Memberikan besarnya ganti rugi kepada masyarakat adat melalui musyawarah

Musyawarah menurut Pasal 1 ayat (5) Keppres No. 55 Tahun 1993 adalah suatu kegiatan saling mendengar dengan sikap saling menerima pendapat dan keinginan yang didasarkan atas kesukarelaan antara pihak pemegang hak atas tanah dan pihak yang memerlukan tanah, untuk memperoleh kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian.

Musyawarah merupakan sarana yang paling menentukan berhasil tidaknya dengan baik pengambilan tanah dalam rangka pelaksaan pengadaan tanah. Tidak akan terelakkan perbedan pendapat antara kedua belah pihak terutama kesediaan si pemilik unutuk melepaskan tanahnya, apalagi tentang besar dan ganti rugi.

PT Kutai Balian Nauli dalam hal ini mengadakan musyawarah dengan masyarakat adat setempat agar masyarakat adat setempat melepaskan tanah mereka dengan ganti rugi yang layak.. Tidak boleh ada anggapan bahwa pengambilan tanah mereka yang digunakan untuk kepentingan umum yang lebih luas itu harus ”menghadap” kepada orang-orang masyarakat hukum adat yang pengetahuan dan tingkat kehidupannya yang masih rendah. Disini bukan persoalan ” orang pandai harus menghadap kepada orang yang rendah pendidikannya, bukan persoalan pejabat menghadap bawahannya bukan persoalan orang atasan meminta kepada bawahannya”. Jadi musyawarah dilakukan untuk menjelaskan kepada masyarakat hukum adat setempat tentang mengapa dan untuk apa tanah hak ulayat itu diambil. Melalui forum musyawarah itu diupayakan secara maksimal agar masyarakat hukum adat yang bersangkutan memberi


(9)

persetujuan dan rela tanah ulayat itu diambil. Hal inilah sebagai wujud konkrit dari ketentuan UUPA (Pasal 3) bahwa tanah ulayat itu diakui keberadaanya (eksistensinya) jika kenyataan masih ada. Dan ” kenyataanya masih ada ” itu harus dimaknai bahwa lembaga hak ulayat itu masih hidup, diakui dan dipatuhi oleh masyarakt hukum adat itu dan hak ulayat yang tidak ada tidak boleh dihidupkan kembali. Namun, hak ulayat itu harus tunduk kepada kepentingan nasional dan negara, persatuan bangsa, dan tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Persoalan mengenai ganti rugi adalah menyangkut masalah hak-hak dari si pemilik tanah yang tanahnya dibebaskan, sehingga dapatlah dikatakan bahwa unsur mutlak harus ada dalam pelaksanaan pengadaan tanah harus mengadakan musyawarah dengan para pemilik/pemegang hak atas tanah dan atau benda/tanaman yang ada di atasnya berdasarkan harga umum setempat.

4. Membeli lahan petani plasma

Berdasarkan peraturan dan perundangan yang berlaku, untuk mewadahi perekonomian petani plasma yang tergabung dalam kelompok tani dan gabungan kelompok tani di dalam kemitraan usaha dengan perusahaan inti, perlu dibentuk koperasi petani peserta plasma. Peraturan dan perundangan yang menjadi pedoman adalah Undang-Undang RI Nomor 25 Tahun 1992 tentang Koperasi, SKB Mentan-Menkop tahun 1998 tentang KKPA, Undang-Undang RI Nomor 18 tahun 2004 tentang perkebunan, dan peraturan Menteri Pertanian Nomor 33 tahun 2006 tentang Program Revitalisasi Perkebunan. Dengan demikian, koperasi


(10)

plasma adalah sebuah koperasi yang kegiatan atau anggota dan domisilinya berkaitan langsung dengan kebun plasma.

PT Kutai Balian Nauli memanfaatkan koperasi plasma dengan melaksanakn kemitraan yang efektif dan meyukseskan pembangunan kebun plasma, baik pada masa konstruksi, masa produksi hingga pelunasan, maupun masa pasca kredit lunas (minimal satu siklus tanaman kelapa sawit). Pelaksanaan kegiatan pengelolaan kemitraan antara PT Kutai Balian Nauli dengan koperasi plasma dituangkan dalam perjanjian kerjasama yang diketahui oleh Pemda Kalimantan Timur. Perjanjian kerjasama antara PT KBN dan koperasi plasma ini harus jelas dan terbuka dan harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Lokasi pembangunan perkebunan kelapa sawit milik PT. KBN meliputi areal seluas 6.000 hektar, terletak di Desa Tepian Langsat, Kecamatan Bengalon, Kabupaten Kutai Timur, Propinsi Kalimantan Timur. Lokasi perkebunan milik PT. KBN berdampingan dengan lahan petani plasma yang mempunyai anggota para 1.080 Kepala Keluarga (KK) petani yang masing-masing mempunyai lahan perkebunan kelapa sawit seluas 2 hektar. Dengan demikian dari plasma / koperasi ada tambahan perkebunan kelapa sawit seluas 2160 hektar yang berada dalam satu hamparan, sehingga memudahkan pengembangan, pengelolaan dan pembinaan serta pengawasan areal. Dalam hal ini PT Kutai Balian Nauli dapat memperluas lahan dengan membeli dari petani plasma apabila mereka ingin menjual tanah mereka sebagai wujud kerjasama dengan koperasi Plasma.


(11)

BAB IV

PENUTUP

Berdasarkan uraian-uraian diatas dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka yang menjadi kesimpulan dan saran bagi penutup dari tulisan ini adalah sebagai berikut:

A. Kesimpulan

1. Dalam hal ini PT Kutai Balian Nauli dalam proses melakukan perluasan lahan membutuhkan banyak prosedur untuk mendapatkan lahan dalam rangka pemberian status hak guna usahanya yaitu PT Kutai Balian Nauli meminta dukungan masyarakat untuk mendapatkan tanah melalui persetujuan yang telah ditandatanganni oleh Bupati, Camat, dan Kepala Desa. Setelah mendapat persetujuan masyarakat PT Kutai Balian Nauli langsung mengajukan izin lokasi, mengajukan izin usaha perkebunan, mengajukan izin AMDAL, mengajukan izin pembukaan lahan dan pemakaian alat berat, menetapkan KADASTERAL (batas lahan). Setelah mendapat semua izin dari Bapati Kutai Timur barulah PT Kutai balian Nauli memperoleh Sertifikat Hak Guna Usaha.

2. PT Kutai Balian Nauli untuk mendapatkan tanah guna perluasan lahan hak guna usaha mendapat beberapa hambatan diantaranya adalah okupasi liar yang dilakukan oleh masyarakat sekitar yang ingin menduduki lahan PT Kutai Balian Nauli tanpa alas hak yang dilakukan secara liar, sulitnya mendapatkan izin perluasan lahan yang sangat lama disertai banyaknya pungutan yang dilakukan


(12)

oleh oknum yang terkait di Pemerintahan, tumpang tindih hak atas tanah dengan perusahaan lainnya, keadaan sosial ekonomi penduduk sekitar yang membutuhkan tenaga kerja karena kesenjangan sosial, masyarakat hukum adat yang mengakui lahan PT Kutai Balian Nauli sebagai tanah ulayat mereka.

3. PT Kutai Balian Nauli dalam rangka perluasan lahan juga melakukan upaya-upaya untuk memperluas lahan yaitu melakukan pendekatan secara musyawarah kepada Pemerintah Daerah melalui Badan Pertanahan Nasional, memeberikan besarnya ganti rugi kepada masyarakat adat melalui musyawarah, membeli lahan dari petani plasma yang ada di sekitar PT Kutai Balian Nauli.

Dalam hal ini PT Kutai Balian dalam sektor perkebunan membantu pemerintah menigkatkan pendapatan masyarakat agar tidak terjadi pengangguran dan menambah devisa negara.

B. Saran

Masalah pengadaan tanah pada perkembangannya sampai saat ini adalah merupakan masalah yang selalu terjadi, dan sampai saat ini terus diupayakan upaya terbaik untuk memecahkan permasalahan tersebut agar masyarakat sebagai pemilik/penguasa hak atas tanah dan pihak-pihak yang membutuhkan tanah tidak menjadi pihak yang dirugikan dalam proses pembangunan. Oleh karena itu dalam tulisan ini dapat diberikan beberapa saran :

a. Pembangunan akan selalu membutuhkan tanah sebagi tempat mendirikan fasilitas-fasilitas yang mendukung keperluan hidup bernegara. Pemerintah


(13)

telah membuat peraturan perundangan untuk mengatur tatacara mendapatkan tanah untuk keperluan pembangunan untuk kepentingan umum untuk melindungi pemilik/penguasa hak atas tanah. Namun demikian Pemerintah dalam hal ini khususnya kepala daerah harus lebih serius lagi untuk melindungi hak-hak atas tanah yang dimiliki/dikuasai oleh masyarakat. Dan juga pejabat lainnya yang bekewajiban dalam pengadaan tanah harus memililki kesadaran hukum yang tinggi mengenai fungsi tanah bagi masyarakat dalam kelangsungan hidupnya dalam pengadan tanah, agar melakukan pengadaan tanah dengan benar sesuai dengan peraturan yang berlaku.

b. Untuk mengantisipasi pengadaan tanah yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku perlu dilakukan penegakan hukum bagi para pelaku pengadan tanah yang memenipulasi kepentingan umum dan tidak menghormati hak-hak atas tanah masyarakat perlu dilakukan penegakan hukum secara konsekuen dengan memberi sanksi yang dimuat dalam peraturan pengadaan tanah tersebut.

c. Pada umumnya kesulitan untuk mendapatkan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum terletak pada masyarkat tidak ingin melepaskan haknya atas dasar jaminan tinggkat ekonomi yang lebih baik yang akan diperolehnya setelah ia melepaskan haknya. Dengan kata lain ganti rugi adalah permasalahan utama dalam pengadaan tanah. Hal ini akan dapat teratasi jika penyuluhan dan sikap pelayanan yang tepat oleh berbagi pihak terutama Panitia Pengadaan Tanah dilaksanakan dengan baik. Oleh karena itu


(14)

harus ditumbuhkan penerapan asas perlindungan hukum dan asas legalitas didalam pelaksanaan kegiatan pengadaan tanah tersebut. Dan sudah selayaknya pemerintah menentukan suatu peraturan perundang-undangan tantang ganti rugi tanah.


(15)

BAB II

PROSEDUR PENGADAAN TANAH OLEH PT. KUTAI BALIAN NAULI DALAM RANGKA PEMBERIAN STATUS HAK GUNA USAHANYA

A. Gambaran Umum PT Kutai Balian Nauli.

PT. Kutai Balian Nauli adalah Perusahaan Swasta Nasional yang didirikan oleh Tigor Simanjuntak dan Arnold T. Sihombing pada tanggal 26 Juli 2002 berdasarkan Akta Notaris Winarti Wilami Nomor 60 yang berkedudukan di Kantor Pusat PT. Kutai Balian Nauli Jl. Ahmad Yani No.05 RT.23 Bontang Baru Kecamatan Bontang Utara, Kota Bontang. Akta tersebut telah memperoleh pengesahan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia sesuai dengan Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Nomor : C-16637 HT.01.01.TH.2002, tanggal 2 September 2002. Tanah untuk lokasi pembangunan perkebunan kelapa sawit PT. Kutai Balian Nauli terletak di Desa Tepian Langsat Kecamatan Bengalon yang berada di Kawasan Budidaya Non Kehutanan (KBNK). PT. Kutai Balian Nauli ingin memamfaatkan lahan tersebut untuk perkebunan kelapa sawit. Lokasi tersebut sesuai dengan areal pengembangan pertanian dari Rencana Struktur Tata Ruang Propinsi Kalimantan Timur (Perda No.12 Tahun 1996). Disamping itu lokasi proyek tersebut sesuai juga dengan Peta Rencana Dasar Pengembangan Wilayah Perkebunan (1985). Lokasi pembangunan perkebunan kelapa sawit milik PT. KBN meliput i areal seluas 8.053 hektar, terletak di Desa Tepian Langsat, Kecamatan Bengalon, Kabupaten Kutai Timur, Propinsi Kalimantan Timur.


(16)

Luas awal PT Kutai Balian Nauili berdasarkan SK Bupati Kutai Timur No: 349/02.188.45/HK/IX/2006 adalah ± 4.600 Ha yang terletak di Desa Tepian Langsat, Kecamatan Bengalon, Kabupaten Kutai Timur dan setelah itu PT Kutai Balian Nauli melakukan perluasan lahan dengan menambah areal lahan berdasarkan SK Bupati Kutim No: 456/02.188.45/HK/VII/2007 adalah ± 3.453 menjadi ± 8.053 Ha yang terletak di Desa Tepian Langsat, Kecamatan Bengalon, Kabupaten Kutai Timur.

B. Kondisi Umum Fisik Lingkungan di Lokasi dan Lingkungan 1. Gambaran Wilayah

1). Lokasi

Lokasi proyek pembangunan perkebunan kelapa sawit terletak di km 102 s/d 109 Sangatta- Muara Wahau Desa Tapian Langsat Kecamatan Bengalon, Kabupaten Kutai Timur Propinsi Kalimantan Timur.

Hamparan lokasi proyek diperkirakan terletak pada ….º…’…”BT sampai…º…’…”BT dan 00˚40’37” LU sampai 112˚20’04”LS.

Jarak lokasi proyek dari desa Tepian Langsat ± 102 km ke Ibu Kota Kabupaten Kutai Timur (Sangatta) serta ± 232 km dari Ibukota Propinsi Kalimantan Timur (Samarinda).

2). Riwayat Tanah

Tanah untuk lokasi pembangunan perkebunan kelapa sawit PT Kutai Balian Nauli di desa Tepian Langsat Kecamatan Bengalon berada di kawasan Budidaya Non Kehutanan (KBNK) . PT Kutai Balian Nauli ingin memamfaatkan


(17)

lahan tersebut untuk perkebunan kelapa sawit tersebut sesuai dengan areal pengembangan pertanian dari Rencana Struktur Tata Ruang Propinsi Kalimantan Timur (Perda No. 12 Tahun 1996). Disamping itu lokasi proyek sesuai dengan Peta Dasar Pengembangan Wilayah Perkebunan (1985).

Atas dasar pertimbangan tersebut pemanfaatan sumber daya alam dan usaha pelestariannya maka areal tersebut lebih layak bila diperuntukkan bagi pengembangan tanaman perkebunan yang funsi hidrologinya sama dengan tanaman hutan.

3). Pencadangan Areal dan Proses Keagrariaan

Pada prinsipnya PT Kutai Balian Nauli akan mematuhi seluruh ketentuan yang berlaku baik dalam proses izin lokasi maupun prosedur keagrariaan yang harus dipenuhi. Adapun perizinan yang diproses oleh PT Kutai Balian Nauli dalam rangka pembangunan perkebunan kelapa sawit tersebut adalah izin lokasi perkebunan dari Bupati Kutai Timur.

4). Iklim dan Keadaan Tanah a. Topografi

Seluruh areal menunjukkan topografi datar dan sebagian bergelombang dengan kemiringan lereng yang berkisar antara 0 sampai 15%. Ketinggian tempat antara 0 sampai 75 dpl.

b. Curah Hujan

Data curah hujan tahunan berdasarkan data curah hujan Kalimantan Timur menunjukkan bahwa lokasi proyek memiliki curah hujan berkisar 2500 sampai 3000 mm/tahun dan tidak terdapat bulan kering. Jumlah hari hujan rata-rata 13,4


(18)

hari/bulan. Dari data curah hujan tersebut, menurut Koppen daerah proyek diklasifikasikan sebagai tipe A menurut Schmitd dan Ferguson karena merata sepanjang tahun dengan periode kering sangat pendek. Kelembaban udara rata-rata 80% menunjukkan tingkat kelembaban yang cukup tinggi. Suhu udara maksimum 36º celcius serta suhu udara minimum 21º celcius. Lama penyiraman berkisar antara 6-8 jam/hari. Kelapa sawit tumbuh dengan baik pada wilayah yang cukup curah hujannya, berkisar 2000-3000 mm/tahun dengan penyebaran yang merata sepanjang tahun. Temperatur yang dikehendaki 24º celcius sampai 30º celcius. Lama penyinaran tidak kurang dari 5 jam/hari dan bulan tertentu 7 jam/hari. Kelembaban udara antara 50-100 %.

c. Keadaan Tanah 1. Jenis Tanah

Seluruh areal didominasi jenis tanah podsolik merah kuning dengan bahan induk alluvial.

2. Kemampuan Tanah

Tingkat kesuburan tanah pada lokasi proyek cukup baik tetapi dari batuan induk yang relatif porous meyebabkan terjadinya proses pencucian. Seluruh areal PT Kutai Balian Nauli memiliki kedalaman efektif diperkirakan 60-90 cm atau lebih, tekstur halus, tergenang periodik, dan kemungkinan terjadi erosi.


(19)

Tabel 2.1 Kemampuan Tanah

NO KLASIFIKASI LUAS

Lereng Satuan Kemampuan Tanah Hektar Persen

1 II A3bT 1.856,3 64,45

2 III A3bE1 493,2 17,13

3 IV A3bE2 270,4 9,39

4 V B3bE2 247,1 8,58

5 VI C3bE3 10,2 0,35

6 Sungai (Badan air) 2,8 0,10

JUMLAH 2.880 100,00

Keterangan: Dihitung secara planimetris pada Peta Kemampuan Tanah 1:40.000.

Tabel 2.2 Notasi Kemampuan Tanah (Secara Berurutan)

LERENG KEDALAMAN TEKSTUR DRAINASE EROSI

I = < 2 % II = 2-8 % III = 8-15 % IV = 15-25% V = 25-40% VI = >40%

A = > 90 cm B = 60-90 cm C = 30-60 cm D = <30 cm

1 = Sangat Halus 2 = Halus 3 = Sedang 4 = Agak kasar 5 = Kasar

a = Porocus b = Tidak tergenang c = Tergenang

periodic di musim hujan d = Tergenang

waktu pasang

T = Tiada Erosi E = Ada Erosi 1 = Ringan 2 = sedang 3 = Berat

Sumber Data: Konfirmasi PT Kutai Balian Nauli

Tabel 2.3 Jenis Tanah

NO JENIS TANAH LUAS

Hektar Persen

1 Podsolik merah kuning 2.880 100,00

JUMLAH 2.880 100,00


(20)

Tabel 2.4 Potensi Bahaya Alam

NO JENIS BAHAYA ALAM POTENSI

1 2 3 Bahaya Longsor Bahaya Banjir Bahaya Erosi

Ada, terutama untuk areal berlereng lebih dari 25 % Ada di daerah pinggir sungai

Ada, untuk areal relative miring lebih dari 8 % Sumber data: Konfirmasi PT Kutai Balian Nauli

3. Kesesuain Lahan

Areal PT Kutai Balian Nauli termasuk dalam “ Legend for Land System/Land Suitability Map”, ternyata bahwa tanaman kelapa sawit merupakan salah satu jenis tanaman yang disarankan untuk dibudidayakan pada lahan tersebut.

d. Kondisi Areal Tanah yang Dimohon

Tabel 2.5 Kondisi Areal Tanah yang Dimohon

NO JENIS PENGGUNAAN TANAH

LUAS

Hektar Persen

1 2 3 4 5 6 7 Emplasemen Jalan Land Clearing Sawit Bibitan Sawit Hutan Belukar Sungai 0,5 4,9 99,0 229,3 6,8 2.536, 7 2,8 0,02 0,17 3,44 7,96 0,24 88,07 0,10

JUMLAH 2.880 100,00


(21)

C. Kondisi Umum Penduduk dan Kepadatannya di Sekitar Lokasi

Tabel 2.6 Jumlah penduduk dan KK di desa sekitar, Kecamatan dan Kabupaten 2006

NO KELOMPOK PENDUDUK KELURAHAN TEPIAN LANGSAT KECAMATAN BENGALON KABUPATEN KUTAI TIMUR

1 Laki-Laki 237 8.750 91.372

2 Perempuan 115 7.383 75.927

Jumlah Penduduk Jumlah KK 352 112 16. 133 3.698 167.299 40.313

Sumber data: Badan Pusat Statistik Propinsi Kalimantan Timur

Tabel 2.7 Kepadatan penduduk di desa sekitar, kecamatan dan kabupaten tahun 2006

No

WILAYAH ADMINISTRASI

PENDUDUK (jiwa)

LUAS (km²) KEPADATAN(jiwa/km²) Wilayah* KBNK** Geografis Agraris 1 Ds Tepian langsat 352 2.080 640 0,17 0,55 2 Kec. Bengalon 3.698 3.444 1.296 1,07 2,85 3 Kab. Kutai Timur 167.299 3.429.260 957.780 0.05 0.18

Keterangan: * Data planimetris: sebagian Batas Desa yang tidak jelas diperkirakan di peta ** KBNK = Kawasan Budidaya Non-Kehutanan menurut Rencana Tata Ruang

D. Kondisi Umum Pengembangan Wilayah di Sekitar Lokasi

1. Program Sejuta Hektar Sawit di Kalimantan Timur

a. Program sejuta hektar sawit di Kalimantan Timur telah ditetapkan dalam RenStra Daerah Prop. Kaltim tahun 2003-2008 dengan luas rencana ialah 1.300.000 Ha Renstra tersebut telah ditetapkan sebagai Perda Prop. Kaltim No. 06 Tahun 2004.

b. Sampai dengan saat ini di Prop. Kaltim HGU yang telah dikeluarkan untuk perkebunan sawit ± 393.834 Ha, sedangkan luas perkebunan sawit yang telah dibuka ± 236. 714 Ha.

c. Apabila permohonan HGU PT Kutai Balian Nauli dikabulkan maka HGU di Kaltim mencapai ± 396.714 Ha.


(22)

2. Keberadaan Sarana dan Fasilitas Umum di Sekitar Lokasi Kini a. Transportasi :

a. Jalan Arteri terdekat (JLK Poros Utara) : ± 0 km b. Pelabuhan Laut Terdekat di Sangatta : ± 44 km c. Bandara terdekat di Tanjung Bara (KPC) : ± 43 km d. Terminal Bus terdekat di Bengalon : ± 37 km b. Fasilitas/ Utilitas:

a. Jaringan listrik terdekat di Bengalon : ± 37 km b. Jaringan telepon terdekat di Sangatta : ± 40 km c. Jaringan PAM terdekat di Sangatta : ± 40 km d. Klinik terdekat di lokasi PT Bengalon : ± 37 km e. Pos Polisi yang terdekat Bengalon : ± 37 km f. Bank yang terdekat di Bengalon (BRI) : ± 37 km c. Pusat Pemerintahan:

a. Ibukota Kabupaten terdekat (Sangatta) : ± 40 km b. Ibukota Kecamatan terdekat di Bengalon : ± 37 km c. Pusat Desa yang terdekat Tepian Indah : ± 1 km d. Tempat Penting Lain:

a. Komplek Hankam terdekat (Sangatta) : ± 37 km


(23)

3. Investasi Pemerintah yang Sudah ada pada Areal Dimohon a. Sarana Pengairan:

a. Jaringan Irigasi : Ada

b. Sarana Jalan:

a. Jalan Aspal : Ada

b. Jalan Diperkeras : Ada

c. Jalan Tanah : Ada

c. Sarana Telekomunikasi:

a. Jaringan SSP & TK : Ada

d. Sarana Kelistrikan:

a. Jaringan Tegangan Tinggi : Ada

b. Jaringan Distribusi : Ada

c. Pembangkit Genset : Ada

e. Sarana air minum:

a. Jaringan PAM : Ada

f. Lain-lain:

a. Jaringan Pipa Migas : Ada

4. Legalitas Lokasi Kegiatan untuk Kelengkapan Persyaratan

a. SK Izin lokasi No. 61/02.188.45/HK/III/2003 tanggal 21 Maret 2003 tentang pemberian izin lokasi kepada PT Kutai Balian Nauli untuk perkebunan kelapa sawit (inti) seluas ± 3.000 Ha di Kecamatan Bengalon Kabupaten Kutai Timur.


(24)

b. Peta bidang tanah Nomor 600/06/BPN-44/2005 atas nama PT Kutai Balian Nauli tertanggal 05 Oktober 2005 dengan luas 2.880 Ha.

E. Maksud dan Tujuan PT Kutai Balian Nauli

PT Kutai Balian Nauli akan menjalankan beberapa bidang usaha sesuai dengan maksud perusahaan, antara lain:

a. Menjalankan usaha dalam bidang perdagangan umum termasuk impor, ekspor dan local dari segala macam barang dagangan baik atas perhitungan sendiri maupun atasa perhitungan pihak lain secara komisi serta menjadi grosir, leveransir, supplier, dealer, distributor dan keagenan/perwakilan dari perusahaan-perusahaan dalam maupun luar negeri dari segala macam barang dagangan.

b. Menjalankan usaha dalam bidang kontraktor, developer, perencana, pelaksanaan, pemborong pembangunan jembatan-jembatan, jalan-jalan, irigasi, telekomunikasi, mekanikal, elektrikal, dan instalasi listrik.

c. Menjalankan usaha di bidang pengangkutan darat pada umumnya baik untuk pengangkutan penumpang maupun barang.

d. Menjalankan usaha dalam bidang pertambangan, pertanian, peternakan, dan kehutanan, serta perindustrian.

e. Menjalankan uasaha dalam bidang jasa dan konsultasi pada umumnya kecuali jasa hukum.


(25)

Sedangkan tujuan dari PT Kutai Balian Nauli antara lain:

a. Membantu pencapaian sasaran ekpor ysng telah ditargetkan oleh pemerintah dari sub sector perkebunan melalui peningkatan produksi dan perbaikan mutu hasil.

b. Memperluas kesempatan kerja dan pedapatan petani, sesuai dengan kebijakan trilogy delapan jalur pemerintah.

c. Melakukan alih teknologi, manajemen dan pengetahuan agronomi kepada usaha Perkebunan Rakyat yang ada di sekitar proyek.

d. Pendayagunaan sumber daya alam secara efektif dan produktif.

e. Dampak positif pembangunan proyek adalah berkembangnya daerah sekitar dalam segi social, ekonomi, kultursl dan budaya.

Pada pembangunan jangka panjang tahap kedua (PJTP II), sektor pertanian diharapkan masih akan memainkan peran penting dalam pertumbuhan perekonomian nasional. Dampak arus globalisasi ekonomi yang semakin meluas akan terus menuntut kita untuk mempertangguh sektor pertanian dari berbagai aspek. Oleh karena itu dalam berbagai kesempatan pemerintah senantiasa menyampaikan harapan agar peran sektor swasta/pengusaha nasional hendaknya lebih ditiingkatkan dalam pembangunan.

Kutai Timur, melalui program Gerdabangagri bertujuan untuk mewujudkan sebagai Pusat Agribisnis dan Agroindustri tahun 2010 yang memiliki daya saing serta mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat secara berkesinambungan.


(26)

Salah satu program yang terpacu pertumbuhannya adalah pengembangan tanaman Kelapa Sawit karena tanaman ini diproyeksikan oleh Pemerintah Kabupaten Kutai Timur seluas 500.000 Ha dari rencana 1 juta Ha Kelapa Sawit di Kalimantan Timur.

Sehubungan dengan penyusunan Rencana Kerja ini PT. Kutai Balian Nauli menjawab himbauan Pemerintah Kabupaten Kutai Timur dengan program Gerdabangagri merencanakan pembangunan Perkebunan kelapa sawit melalui pembangunan Perkebunan tidak saja produksi dan devisa negara dapat ditingkatkan, tetapi juga beberapa masalah dimensi pembangunan dapat terjawab, antara lain:pemerataan pembangunan wilayah Kutai Timur, perluasan kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan petani yang ikut serta dalam proyek melalui usaha transfer teknologi.

Dasar pertimbangan PT. Kutai Balian Nauli memilih komoditas kelapa sawit untuk diusahakan antara lain:

1. Kelapa sawit merupakan komoditas Perkebunan yang mempunyai arti penting bagi perekonomian nasional. Komoditas ini selain mata dagangan eksport juga merupakan bahan baku industri dan komsumsi dalam negeri. 2. Prospek pemasaran komoditas ini untuk jangka panjang adalah cukup

baik, karena kebutuhan akan minyak nabati untuk tahun-tahun mendatang diperkirakan akan terus meningkat secara proporsional dengan perkembangan jumlah penduduk.

Kontribusi minyak sawit terhadap komsumsi minyak dunia juga meningkat mulai 13,6 % pada tahun 1990 menjadi 18,4 % tahun 1999 hal ini menunjukkan bahwa


(27)

penerimaan masyarakat dunia terhadap minyak sawit semakin baik dengan ditemukannya nurtrisi minyak sawit. Khusus dalam negeri kebutuhan minyak nabati diperkirakan naik 4,5 % pertahun sedangkan prospek pasaran dunia untuk jangka panjang cukup baik. Prospek pasaran dunia didasarkan atas hasil analisis Bank Dunia (IBRD) yang menujukkan bahwa permintaan “ Fat and Oil “ akan terus meningkat sejalan dengan meningkatnya income terutama pada lapisan masyarakat berpenghasilan rendah dinegara-negara berkembang pasaran minyak sawit yang menurun akibat propaganda American Soybean Association tentang kandungan asam lemak bebas (satured Fad) dalam minyak sawit, tidak merupakan masalah lagi karena berbagai hasil penelitian pemurnian dapat menjawab tantangan propaganda tersebut.

Lokasi proyek yang direncanakan untuk pembanguanan Perkebunan kelapa sawit terletak di Km 102 s/d 109 Sangatta-Muara Wahau Desa Tepian langsat Kecamatan Bengalon, Kabupaten Kutai Timur Propinsi Kalimantan Timur. Lokasi perkebunan milik PT. KBN berdampingan dengan lahan petani plasma yang mempunyai anggota para 1.080 Kepala Keluarga (KK) petani yang masing-masing mempunyai lahan perkebunan kelapa sawit seluas 2 hektar. Dengan demikian dari plasma / koperasi ada tambahan perkebunan kelapa sawit seluas 2160 hektar yang berada dalam satu hamparan, sehingga memudahkan pengembangan, pengelolaan dan pembinaan serta pengawasan areal. Tanah untuk lokasi pembagunan perkebunan kelapa sawit PT Kutai Balian Nauli di Desa Tepian Langsat Kecamatan Bengalon berada di Kawasan Budidya Non Kehutanan (KBNK). PT Kutai Balian Nauli ingin memfaatkan lahan tersebut


(28)

sesuai dengan areal pengembangan pertanian dari Rencana Stuktur Tata Ruang Propinsi Kalimantan Timur (Perda No.12 Tahun 1996)

Adapun misi PT. KBN ini dinyatakan sebagai berikut :

1. Ikut membangun ekonomi dan kesejahteraan masyarakat dilingkungan kebun KBN dan ekonomi masyarakat umumnya.

2. Ikut membangun agribisnis di Kutai Timur dan Kalimantan Timur umumnya.

3. Mendukung dan menumbuh kembangkan peran koperasi sebagai pengembang masyarakat perkebunan di pedesaan dan penyelenggara beberapa kegiatan usaha alternatif.

Jadi pendirian PT. Kutai Balian Nauli di sektor perkebunan adalah sebagai pendukung pertumbuhan perekonomian Nasional dan membantu pemerintah mengurangi pengangguran dalam hal pekerjaan sehingga kesejahteraan masyarakat sekitar berkesinambungan.

F. Prosedur Pengadaan Tanah oleh PT Kutai Balian Nauli

Prosedur pengadaan tanah oleh PT. Kutai Balian Nauli dalam rangka pemberian status Hak Guna Usahanya yaitu:

1. Tata Cara Memperoleh Izin Lokasi

SK Bupati No: 61/02.188.45/HK/III/2005 tentang izin lokasi untuk keperluan perkebunan kepada PT. Kutai Balian Nauli dengan luas ± 3000 Ha tanggal 21 Maret 2003. Izin lokasi diatur dalam peraturan Kepala Daerah Kabupaten/Kota


(29)

dengan Peraturan Daerah masing-masing yang esensinya kurang lebih sebagai berikut:

1. Perusahaan-perusahaan yang memerlukan tanah untuk keperluan penyelenggaraan usahanya harus mengajukan permohonan arahan lokasi kepada Bupati/Walikota dengan tembusan kepada Kepala Kantor Pertanahan, Kepala Dinas Perkebunan, dan Kepala Dinas Kehutanan Dati II dengan melampirkan rekaman akte pendirian perusahaan yang telah disahkan oleh Menteri Kehakiman dan HAM.

2. Dalam memperoleh arahan lokasi tersebut, Kepala Kantor Pertanahan mengadakan koordinasi dengan instansi terkait dan mencadangkan areal nonhutan disebut sebagai kawasan pengembangan produksi-KPP, di provinsi lain disebut area pengembangan lain-APL.

3. Bupati/Walikota menerbitkan surat keputusan arahan lokasi yang berlaku 6-12 bulan (tergantung kabupatennya).

4. Berdasarkan surat keputusan arahan lokasi, perusahaan dapat melakukan kegiatan survey lahan. Jika lahan yang diarahkan sesuai untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit maka perusahaan dapat mengajukan permohonan izin prinsip.

5. Izin prinsip akan dikeluarkan oleh Bupati/Walikota untuk jangka waktu selama 1 tahun. Selama periode tersebut, pengusaha harus melakukan penguasaan atas tanah dan mengajukan permohonan izin lokasi.


(30)

6. Permohonan izin lokasi diajukan kepada Bupati/Walikota dengan lampiran status penguasaan tanah yang telah dilakukan. Izin lokasi biasanya berlaku untuk 2 tahun.

7. Setelah mendapat izin lokasi, perusahan harus melakukan AMDAL sebagai syarat untuk mendapatkan izin usaha perkebunan (IUP). Setelah IUP diterbitkan, perusahaan harus mengajukan izin pembukaan lahan dan dapat segera beroperasi sejalan dengan pengajuan permohonan HGU kepada BPN.

8. Izin lokasi yang telah berakhir dapat diperpanjang permohonan perpanjangan izin lokasi tersebut harus diajukan selambat-lambatnya 10 hari kerja sebelum jangka waktu izin lokasi berakhir disertai dengan alasanperpanjangannya. Permohonan perpanjangan izin lokasi hanya boleh diajukan bila syarat perolehan tanah sudah mencapai lebih dari 50% areal yang dicadangkan. Perpanjangan izin lokasi hanya diperbolehkan satu kali untuk periode 12 bulan.

9. Bupati/walikota menerbitkan keputusan perpanjangan izin lokasi selambat-lambatnya 10 hari kerja setelah diterimanya berkas permohonan perpanjangan izin lokasi.

2. Tata Cara Memperoleh Izin Usaha Perkebunan

SK Bupati Kutim No: 500/470/CK-X/2006 tentang persetujuan izin usaha perkebunan kepada PT. Kutai Balian Nauli tanggal 17 Oktober 2006. Persetujuan Izin Usaha Perkebunan (IUP) ini diberikan selama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal diterbitkannya dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:


(31)

1. Melaksanakan pembangunan perkebunan kelapa sawit dengan pola kemitraan;

2. Memberikan kesempatan usaha pada koperasi karyawan

perkebunan/pekerja atau masyarakat sekitar untuk melaksanakan kegiatan pekerjaan yang ada dalam pengelolaan kebun;

3. Membantu dalam menumbuhkan dan memberdayakan koperasi

karyawan/pekerja ;

4. Memperhatikan kelestarian lingkungan dalam mengelola kebun;

5. Membangun pabrik setelah luas tanaman mencapai 50 % dari kapasitas pabrik;

6. Menyampaikan laporan semester tentang pengembangan perkebunan kepada Bupati Kutai Timur, dengan tembusan kepada Jendral Bina Produksi Perkebunan, Departemen Pertanian, Kepala Dinas Perkebunan Propinsi Kalimantan Timur dan Kepala Dinas Perkebunan Kabupaten Kutai Timur;

7. Melaksanakan proses Hak Guna Usaha;

8. Izin Usaha Perkebunan ini dapat dicabut, karena perusahaan tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana diatur dalam Keputusan Bupati Nomor 261 tahun 2002 ataupun peraturan perundang-undangan lebih tinggi yang berlaku.


(32)

3. Tata Cara Memperoleh Izin AMDAL(Analisis Mengenai Dampak Lingkungan)

- SK Bupati Kutim No: 349/02.188.45/HK/IX/2006 ± 4.600 Ha yang terletak di Desa Tepian Langsat, Kecamatan Bengalon, Kabupaten Kutai Timur.

- SK Bupati Kutim No: 456/02.188.45/HK/VII/2007 ± 3.453 Ha yang terletak di Desa Tepian Langsat, Kecamatan Bengalon, Kabupaten Kutai Timur.

Pemanfaatan sumber daya alam sebagai salah satu faktor produksi pertanian merupakan suatu keharusan untuk mewujudkan skala ekonomi. Sebagai unit usaha yang bersifat komersial, perusahaan akan selalu memcari kombinasi penggunan faktor produksi yang bersifat “paling murah” dan berusaha menghindari pengeluaran biaya yang tidak berpengaruh langsung terhadap proses produksinya.

Biaya pengelolaan limbah sebagai usaha pengelolaan lingkungan “tidak boleh” dikorbankan karena jika situasi dibiarkan berlangsung secara terus-menerus akan menyebabkan degradasi sumber daya alam yang merupakan tulang punggung usaha pertanian itu sendiri. Pada akhirnya, hal ini akan menyebabkan industri tersebut menjadi tidak produktif.

Dari sasaran-sasaran pengelolaan lingkungan hidup terlihat bahwa kelestarian fungsi lingkungan hidup merupakan saasaran utama yang dapat diukur. Menurut Bab V UU No. 23 th. 1997 tentang Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup, dinyatkan bahwa kelestarian fungsi lingkungan hidup dapat diukur dengan dua parameter utama, yaitu baku mutu lingkungan hidup dan kriteria dan kriteria baku mutu lingkungan hidup. Dua parameter ini menjadi ukuran/indicator apakah


(33)

rencana usaha dan/atau kegiatan dapat menimbulkan dampak besar dan penting bagi lingkungan hidup. PP 27 Tahun 1999 Pasal 3 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) menyebutkan bahwa usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hal-hal berikut:

• Pengubahan bentuk lahan dan bentang alam

• Eksploitasi sumber daya alam, baik yang terbaharui maupun yang tidak terbaharui.

• Proses dan kajian yang secara potensial dapat menimbulkan pemborosan, pencemaran, dan kerusakan lingkungan, serta kemerosotan sumber daya alam dalam pemanfaatannya.

• Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan buatan, serta lingkungan sumber daya.

• Proses dan kegiatan yang hasilnya akan mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi sumber daya alam dan/atau perlindungan cagar budaya.

• Introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, jenis hewan, dan jasad renik.

• Pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan nonhayati.

• Penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi lingkungan hidup.

• Kegiatan yang mempunyai risiko tinggi dan dapat mempengaruhi pertahanan negara.


(34)

Prinsip dasar pengelolaan lingkungan hidup lingkup pertanian pada dasarnya mengacu pada 4 hal, sebagai berikut:

• Penerapan konsep intertemporal choice dalam perencanaan, pemanfaatan, dan pengerahan sumber daya alam untuk menjamin keberlanjutan pembangunan.

• Penerapan konsep internalized external cost dalam penanganan dampak negative terhadap lingkungan dari suatu kegiatan usaha agribisnis. Dengan konsep internalized external cost, pelaku pembangunan yang melakukan kegiatan harus membayar biaya pengelolaan lingkungan di sekitar usahanya tersebut.

• Pengembangan sumber daya manusia pelaku agribisnis agar mampu melaksanakan pembangunan pertanian berwawasan lingkungan.

• Pengembangan dan pemanfaatan teknologi akrab lingkungan.

4. Tata Cara Memperoleh Izin Pembukaan Lahan serta Pendaratan Alat Berat

SK Bupati Kaltim No: 547/522.4/BUP-KUTIM/IV/2003 tentang persetujuan izin usaha pembukaan lahan kepada PT Kutai Balian Nauli tanggal 24 April 2003. Izin pembukaan lahan (land clearing) dengan syarat-syarat dan ketentuan sebagai berikut:

1. Pemerintah Kabupaten Kutai Timur dapat memberikan izin pembukaan lahan (land clearing) seluas ± 1.000 Ha pada areal/lokasi yang telah diizinkan untuk pengembangan Kelapa Sawit sebagaimana terlampir.


(35)

2. Pembukaan lahan sebagaimana butir 1. harus mengacu pada Keputusan Bupati Kutai Timur No. 541/525.1/BUP-KUTIM/IV/2003 tanggal 10 April 2003 tentang ketentuan pembukaan lahan perkebunan.

3. Membuat AMDAL sesuai peraturan yang berlaku.

4. Dalam pembukaan lahan dilarang melakukan dengan cara pembakaran. 5. Dilarang melakukan aktivitas pembukaan lahan atau aktivitas lainnya di

luar izin yang telah disetujui.

6. Apabila kegiatan pembukaan lahan tersebut tidak sesuai dengan yang dizinkan sebagaimana butir 1 s/d 5 diatas maka dapat dikenakan sanksi sesuai ketentuan dan peraturan yang berlaku.

5. Penetapan Batas Lahan

Penetapan batas lahan ini dimaksudkan untuk mengetahui batas lahan yang dipunyai PT Kutai Balian Nauli agar tidak ada yang mengambil lahan secara liar karena sudah ditetapkan batas lahan. Dalam hal ini penetapan batas wilayah tidak dapat dipungkiri bahwa pada umumnya terutama diwilayah perkebunan akan berbatasan dengan perusahaan lain. Setelah adanya penetapan batas lahan ini barulah dikelurkan sertifikat Hak Guna Usaha


(36)

BAB III

HAMBATAN-HAMBATAN UNTUK MENDAPATKAN TANAH GUNA PERLUASAN LAHAN HAK GUNA USAHA PADA PT. KUTAI BALIAN

NAULI

Indonesia sebagai negara hukum wajib melindungi pemilik/pemegang hak atas tanah sebagai subjek hukum dan sebagai salah satu unsur negara yang berdaulat sebagaimana yang digariskan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea kedua yang menyatakan “……Indonesa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur…..”27

Untuk melindungi kepentingan seseorang termasuk hak dan kehendak apabila seseorang memiliki tanah, Satjipto Rahardjo menyatakan : hak tidak hanya mengandung unsur perlindungan dan kepentingan, melainkan juga kehendak. Apbila seseorang memiliki sebidang tanah, maka hukum memberikan hak kepadanya dalam arti bahwa kepentingan atas tanah tersebut mendapatkan perlindungan namun perlindungan itu tidak hanya ditujukan terhadap kepentingannya saja tetapi juga terhadap kehendaknya mengenai tanah.28

1. Okupasi liar yang dilakukan masyarakat sekitar

Dalam hal untuk mendapatkan tanah guna perluasan lahan hak guna usaha PT Kutai Balian Nauli mendapat beberapa hambatan sebagai berikut:

Permasalahan dengan masyarakat yang menduduki lahan PT Kutai Balian Nauli juga mempunyai persoalan tersendiri. Masyarakat yang menduduki lahan tampa

27


(37)

alas hak perlu pendataan yang selektif. Maraknya masyarakat yang menduduki lahan tampa alas hak ini ditengarai bermula pada saat adanya pernyataan/statement dari pemerintah saat krisis moneter melanda negara ini, dimana rakyat mengalami kesusahan ekonomi dan lapangan kerja. Lingkungan perkebunan kini sudah berubah. Awalnya perusahaan perkebunan sangat dihormati dan disegani masyarakat, tetapi sekarang sudah menjadi bagian dari masyarakat. Perusahaan juga harus menyadari adanya perubahan sifat sosial dari masyarakat yang kini cenderung individual, berselera global, mudah stres dan emosional. Hal ini menyebabkan potensi konflik antara pihak perkebunan dengan masyarakat sekitar meningkat. Akibat dari konflik sosial ini jelas sangat merugikan bagi perkebunan. Proses produksi menjadi tidak efektif akibat produktifitas karyawan menurun dan biaya produksi meningkat. Bagi masyarakat pun, konflik ini tidak ada untungnya. Pasalnya hubungan dengan perkebunan menjadi tidak harmonis. Selain itu, tidak jarang juga banyak pihak yang memanfaatkan kondisi ini dan membuat suasana semakin tidak menyenangkan.

2. Birokrasi dikantor pemerintahan

Dalam hal ini hambatan yang dihadapi PT Kutai Balian Nauli dalam melakukan perluasan lahan adalah sulitnya PT Kutai Balian Nauli dalam mendapatkan permohonan izin dalam melakukan perluasan lahan yang membutuhkan waktu yang sangat lama dan mengeluarkan banyak biaya dikarenakan banyaknya biaya administrasi yang dipungut oleh oknum-oknum di pemerintahan. Setiap bagian yang berkaitan yang ada dalam pemerintahan untuk mendapatkan izin lokasi


(38)

meminta biaya administrasi. Sehingga PT Kutai Balian Nauli merasa terganggu atas biaya-biaya tersebut dan proses yang sangat lama tersebut.

3. Adanya tumpang tindih dengan perusahaan lain

Mengingat luasnya lahan PT Kutai Balian Nauli, maka penguasaan pisik lahan tersebut juga banyak yang dilakukan oleh perusahaan swasta maupun badan hukum lainnya. Dari temuan dilapangan diperoleh fakta bahwa perusahaan swasta yang menguasai lahan sehingga terjadi tumpang tindih diantaranya PT Sinar Mas. ”tumpang-tindih hak kepemilikan tanah” di areal yang telah dikeluarkan izin lokasinya, perusahaan harus melakukan proses pembebasan tanah tersebut. Proses perolehan tanah diserahkan sepenuhnya kepada pihak perusahaan melalui negosiasi langsung dengan pemegang hak atas tanah. Bentuk dan besarnya nilai ganti kerugian ditetapkan atas dasar kesepakatan antara pihak-pihak yang besangkutan, bisa berupa hal berikut:

1. Uang pembayaran

2. Pemukiman kembali (relokasi/konsolidasi) 3. Kesempatan kerja

4. Penyertaan saham/modal

5. Gabungan dari beberapa bentuk kompensasi di atas

Dalam pelaksanaan perolehan tanah, pengawasan dan pengendalaian dilakukan oleh tim yang diketuai oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya sesuai dengan surat edaran Kepala BPN nomor 580.2-5568-D.III tanggal 6 Desember 1990. Tugas Tim ini antara lain sebagai berikut:


(39)

1. Memberikan penyuluhan kepada kedua belah pihak dalam bidang pertanahan

2. Membantu kelancaran pembebasan tanah 3. Membantu menciptakan suasana musyawarah 4. Mencegah ikut campurnya pihak ketiga

5. Menyaksikan pembayaran atau pemberian ganti rugi kepada para pemilik yang berhak.

4. Keadaan Sosial Ekonomi Penduduk Sekitar

a. Penduduk

Data penduduk Tepian Langsat yang meliputi jumlah, kepadatan, laju pertumbuhan, dan mata pencaharian penduduk di sekitar area lokasi perekebunan sangat penting diketahui. Pasalnya penduduk berpotensi sangat besar untuk operasional PT Kutai Balian Nauli yang membutuhkan banyak tenaga kerja. Jika penduduk memadai, tenaga kerja mudah didapatkan dan lebih efektif. Ketika periode tanaman belum menghasilkan (TBM) kelapa sawit, memerlukan tenaga kerja 0,2 – 0,3 HK (hari kerja/hectare). Saat periode tanaman menghasilkan (TM) mencapai 0,5-0,6 HK. Hal ini akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan taraf hidup akan memberikan persepsi nilai positif terhadap kegiatan perkebunan dan pabrik kelapa sawit. Namun, penduduk di sekitar kebun juga menimbulkan konflik social. Karena itu pihak PT Kutai Balian Nauli memikirkan pola kemitraan dengan penduduk sekitar Tepian Langsat yang efektif dan membangun kebun plasma untuk masyarakat. Konflik social dapat berawal dari


(40)

tekanan penduduk, yakni kebutuhan lahan dalam satu wilayah. Tekanan penduduk cenderung makin tinggi saat pembukaan lahan. Tetapi, tidak akan menjadi masalah jika kehadiran perusahaan PT Kutai Balian Nauli dapat menyerap tenaga kerja dengan pola kemitraan.

b. Sosial Ekonomi

Kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar lahan perkebunan perlu diketahui. Pengambilan data primer social ekonomi dapat dilakukan dengan wawancara langsung dengan responden dan informan. Responden diambil dari penduduk desa sekitar Tepian Langsat yang memiliki usia produktif dengan profesi yang proporsional mewakili masyarakat. Contohnya petani, pedagang, dan Pegawai Negeri Sipil. Jumlah responden disesuaikan dengan banyaknya orang yang berprofesi tersebut. Sementara itu informan merupakan tokoh masyarakat yang dipilih dan berpengetahuan luas mengenai perkembangan social ekonomi dan budaya setempat. Selain data primer yang diperoleh langsung dari masyarakat, PT Kutai Balian Nauli juga menggunakan data sekunder yang diperoleh dari kantor Bappeda dan Kantor Badan Pusat Statistik Kabupaten Kutai Timur. Kondisi social ekonomi penduduk sekita perkebunan diharapkan tidak memiliki kesenjangan social yang besar. Kondisi kesenjangan yang besar akan meningkatkan keresahan masyarakat dan konflik social. Hal ini merupakan indikasi rusaknya lingkungan perkebunan yang dikhawatirkan menjadi salah satu penyebab terhentinya pengembangan dan pembangunan perkebunan. Karena itu, masyarakat disekitar lokasi perkebunan harus diberdayakan dan sekaligus ditingkatkan


(41)

kesejahteraannya. Pola kemitraan yang telah ada, perlu dikaji ulang agar lebih efektif, menguntungkan perusahaan dan masyarakat sekitar perkebunan.

5. Adanya Masyarakat Hukum Adat Yang Mengakui Lahan PT Kutai Balian Nauli Sebagai Tanah Ulayat Mereka

Masyarakat hukum adat menggarap tanah-tanah PT Kutai Balian Nauli dan bahkan tanah-tanah masih HGU aktif dan diusahakan lahan perkebunan mereka anggap sebagai lahan milik mereka dan merupakan tanah adat mereka. Tuntutan hak ulayat sebenarnya telah lama diperjuangkan masyarakat hukum adat khususnya yang ada di daerah Kalimantan Timur.


(42)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seluruh wilayah Indonesia adalah merupakan suatu kesatuan tanah air Indonesia yang merupakan milik bangsa Indonesia yang telah dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Oleh sebab itu bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya mempunyai hubungan yang abadi dengan bangsa Indonesia. Bumi, air dan ruang angkasa atau dalam arti sempit disebut dengan tanah, harus benar-benar dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat Indonesia. Bahwa hubungan bangsa Indonesia dengan bumi, air dan ruang angkasa adalah bersifat abadi yang berarti tidak dapat dialihkan kepada bangsa lain dalam bentuk apapun juga. 1

Atas dasar prinsip inilah UUPA dalam pasal 9, menyebutkan bahwa hanya warga negara Indonesia atau WNI yang boleh mempunyai sepenuhnya bumi, air dan ruang angkasa. Sebagaimana diketahui, bahwa dalam pasal 16 UUPA disebut macam-macam hak atas tanah yang dapat diberikan kepada seseorang atau beberapa orang bersama–sama ataupun kepada badan hukum, hak-hak mana satu sama lain tidak sama kuatnya. Untuk hak yang paling kuat hanya dapat diberikan kepada WNI dan hak yang paling ringan diberi kelonggaran kepada WNA. Sebagai contoh: hak milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan sebagai hak

1

Chadidjah Dalimunthe, Suatu Tinjauan Tentang Pemberian Hak Guna Usaha Dalam Rangka Penanaman Modal Asing, Medan, 1994, halaman .10


(43)

yang pemakaiannya lebih luas dan lebih lama (seperti halnya hak milik, hak yang turun temurun), jangka waktunya telah dibatasi dan untuk hak guna usaha dan hak guna bangunan sampai dengan 25 atau 35 tahun dan dapat diagunkan Gejala pertambahan kebutuhan akan tanah yang terus meningkat yang berdampingan dengan kuantitas luas tanah yang tidak bertambah akan menimbulkan problema-problema sosial di masyarakat, seperti yang menyangkut penguasaan dan pemilikan tanah, pemanfaatan atau penggunaan tanah, pemeliharaan atau pelestarian tanah dan hubungan-hubungan hukum terhadap tanah akan menjadi fenomena yang penting untuk di telusuri, karena hak tersebut mau tidak mau akan berbaur dengan dinamika kehidupan masyarakat.

Oleh karena itu semakin cepat roda pembangunan berputar maka semakin luaslah tanah yang dibutuhkan. Dimana wilayah yang padat penduduknya, secara logis disitupulalah kegiatan pembangunan yang lebih luas dilaksanakan. Dengan demikian pengambilan tanah-tanah yang sudah dimiliki/dikuasai oleh masyarakat untuk kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum harus diatur dengan suatu peraturan agar tidak menimbulkan korban.

Dalam suasana pembangunan di negara kita khususnya Kota Sengatta sekarang kebutuhan akan tanah semakin meningkat. Termasuk pengadaan berbagai proyek perluasan lahan Hak Guna Usaha yang semuanya memerlukan tanah sebagai sarana utamanya. PT Kutai Balian Nauli dalam hal ini menambah areal luas lahan Hak Guna Usaha yang telah mencapai ± 3453 Ha. Sejauh ini pengadaan tanah oleh PT Kutai Balian Nauli telah mencapai total ± 8053 Ha. Dalam hal ini tujuan PT Kutai Balian Nauli melakukan perluasan lahan adalah


(44)

membantu pencapaian sasaran eksport yang telah ditargetkan oleh pemerintah dari sub sector Perkebunan melalui peningkatan produksi dan perbaikan mutu hasil,dan mensejahterahkan rakyat didaerah sekitar perkebunan PT Kutai Balian Nauli sesuai cita-cita nasional serta mengurangi banyaknya pengangguran.

Dalam rangka pembangunan baik untuk kepentingan umum ataupun bukan, yang bersesuaian dengan rencana umum tata ruang (RUTR), pembangunan nasional/daerah akan membutuhkan tanah. Jika tanah yang dibutuhkan itu tersedia cukup dan merupakan tanah negara bebas tidak akan menimbulkan masalah. Dalam pengertian, tanahnya bukan tanah adat yang belum didaftar untuk memperoleh suatu hak berdasarkan sistem UUPA dan belum dikuasai ataupun dipergunakan oleh seseorang atau badan hukum.2

Sikap masyarakat yang cenderung menolak kegiatan pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum juga menghalangi terlaksananya peraturan pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Sikap penolakan tersebut didasari oleh ketidak pahaman masyarakat tentang tujuan dan manfaat kegiatan pengadaan tanah untuk kepentingan umum serta keraguan

Dalam penerapannya dilapangan untuk mendapatkan tanah guna

pembangunan untuk pembangunan kepentingan umum sering kali hal-hal yang telah ditentukan dalam Keppres No. 55 Tahun 1993 ini tidak dijalankan sebagaimana mestinya, sehingga menimbulkan permasalahan-permasalahan dalam pengadaan tanah.

2

Tampil Anshari Siregar, Mempertahankan Hak Atas Tanah, Multi Grafik, Medan, 2005, halaman .76


(45)

terhadap iktikad baik pemerintah apakah akan melindungi hak-hak mereka dan jaminan tingkat sosial yang telah dicapainya.3

Peraturan perundang-undangan dibidang pertanahan terutama yang menyangkut ganti rugi tanah baik untuk kepentingan umum maupun kepentingan swasta, kurang akomoditif melindungi pemilik tanah dan yang membutuhkan tanah (atau yang berkepentingan dengan tanah), karena belum sebagaimana disebutkan dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan peraturan hukum yang ada lebih banyak memperkuat posisi pemerintah dalam melakukan pengadaan tanah tanah.4

3

Tampil Anshari Siregar, Pendalaman Lanjutan Undang-Undang Pokok Agraria, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2005, halaman 25.

4

Ediwarman, Perlindungan Hukum Bagi Korban Kasus-kasus Pertanahan, Pustaka Pihak-pihak yang dirugikan dalam kasus-kasus pertanahan khususnya dalam ganti rugi tanah yang berkaitan dengan pengadaan dan pembebasan tanah baik untuk kepentingan umum maupun kepentingan swasta adalah suatu persoalan yang menarik dan unik untuk dikaji, karena sering menimbulkan masalah, sementara kebutuhan akan tanah cukup tinggi sesuai dengan peningkatan pembangunan nasional.

Peraturan yang berhubungan dengan ganti rugi tanah saat ini mengacu kepada Keputusan Presiden (Kepres) No. 55 Tahun 1993 dan yang telah dirubah dengan Peraturan Presiden (Perpres) No. 36 Tahun 2005 dan diperbaharui dengan Peraturan Presiden No. 65 tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum.


(46)

Ditinjau dari aspek hukum keberadaan Keppres No.55 Tahun 1993 adalah untuk memberikan suatu landasan bagi pemerintah dalam mengatasi berbagai kesulitan bidang pertanahan ketika pemerintah melaksanakan berbagai proyek tertentu, baik untuk kepentingan umum maupun kepentingan swasta.

Tanah-tanah yang berada dan dikuasai atau dimiliki oleh orang-perorangan atau masyarakat, belum tentu pemiliknya bersedia menyerahkan kepada pemerintah atau swasta untuk pembangunan suatu proyek tertentu, baik untuk kepentingan umum maupun kepentingan swasta.

Kepemilikan tanah timbul dari kepribadian manusia. Hubungan manusia dengan tanah bersifat abadi, karena manusia sebagai makhluk sosial sekaligus sebagai pemilik tanah tidak bisa berbuat semena-mena mempergunakan hak atas tanah tanpa memperhatikan kepentingan orang lain yang melekat pada haknya yang berfungsi sosial. Sebagaiman yang telah diatur dalam Pasal 6 UUPA No.5 Tahun 1960 yang menyatakan semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial, yang antara lain berarti bahwa kepentingan bersamalah yang harus didahulukan, kepentingan perseorangan harus tunduk pada kepentingan umum.

Dalam pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan :

“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Pasal 33 UUD 1945 ini jelas mengandung amanat konsitusional yang sangat mendasar yaitu bahwa penataan dan pengggunaan tanah harus dapat mendatangkan yang sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat.

Sejalan dengan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 tersebut diatas kemudian dikaitkan dengan ketentuan pasal 1 ayat (2) maupun pasal 2 UUPA No.5 Tahun


(47)

1960 menyebutkan :bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara. Sedangkan dalam Pasal 2 ayat (2) hak menguasai negara yang dimaksud tersebut dalam tingkat tertinggi memberikan wewenang untuk:

a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaannya.

b. Menentukan dan mengatur hak-hak yang dapat dipunyai atas (bagian dari) bumi, air dan ruang angkasa itu

c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang angkasa.5

Dalam banyak hal pengadaan tanah untuk pembangunan kepentingan umum selalu menimbulkan “ekses” yang mempunyai dampak cukup besar terhadap stabilitas masyarakat. Berbagai ketegangan dalam masyarakat timbul karena adanya ketidaksepakatan antara para pemilik/pemegang hak atas tanah yang tanahnya akan diambil untuk keperluan proyek-proyek pembangunan dengan pihak penguasa yang bertugas untuk melakukan/meminta dilakukannya pembebasan tanah dimadsud, baik yang menyagkut status hak, besar dan bentuk ganti kerugian ataupun pelaksanaan teknis lainnya.

Pola sengketa berkisar antara rakyat dan pemerintah atau rakyat dengan swasta (yang didukung oleh orang-orang pemerintah) mengenai besarnya ganti rugi. Antara rakyat dengan pihak perkebunan serta kehutanan mengenai tanah

5


(48)

garapan, antara rakyat dengan rakyat itu sendiri mengenai masalah kepemilikan, penggarapan, warisan dan sewa-menyewa. Bahwa sengketa tersebut diantaranya karena manipulasai pejabat atau perantara-perantara dan kecilnya ganti rugai atas tanah yang diambil.6

a. Belum adanya penetapan ahli waris (pemilik asli/nama yang tercantum pada surat keterangan tanah, yang telah meniggal dunia).

Disamping itu juga, penguasaan tanah oleh rakyat yang dilakukan tanpa alas hak yang sah dan dokumen kepemilikan tanah tidak lengkap. Dalam pososi yang demikian, pihak yang membutuhkan tanah dihadapkan pada keadaan yang dilematis. Keadaan ini dapat melemahkan posisi yang membutuhkan tanah dan berpotensi menimbulkan masalah, yaitu rakyat tidak memiliki bukti yang lengkap dan cukup atas tanah yang dimilikinya. Hal ini terutama terjadi pada tanah-tanah yang belum bersertifikat, kekurangan itu antara lain :

b. Tidak ada surat kuasa untuk melepaskan hak.7

Keadaan itu bukan tidak diketahui oleh orang yang memerlukan tanah, akan tetapi dengan berbagai alasan untuk melaksanakan proyek yang telah direncanakan tetap dilakukan pembebasan dengan ganti rugi. Sehingga sulit bagi yang membutuhkan tanah untuk menentukan kepada siapa ganti rugi yang akan diberikan. Oleh sebab itu banyak dijumpai pembayaran ganti rugi yang dilakukan pada orang yang sebenarnya tidak berhak, yang akhirnya menimbulkan sengketa.

6

Erman Rajagukguk, Hukum Dan Masyarakat, Bina Aksara, Jakarta, halaman. 25 7

Syafuruddin Kalo, Pengadaan Tanah Bagi Kepentingan Umum, Pustaka Bangsa Press, Jakarta, 2004, halaman 3.


(49)

Peraturan hukum mengenai pencabutan, pembebasan atau pelepasan hak-hak atas tanah untuk keperluan pemerintah maupun swasta dalam praktek, pelaksanaan peraturan tersebut belum bejalan sesuai dengan isi dan jiwa dari ketentuan-ketentuannya. Sehingga pada satu pihak timbul kesan seakan-akan hak dan kepentingan pemilik/pemegang hak atas tanah, tidak mendapat perlindungan hukum. Sedangkan dari pemerintah atau pihak yang memerlukan tanah juga mengalami kesulitan-kesulitan dalam memperoleh tanah untuk pembangunan proyeknya. Secara faktual pelaksanaan pencabutan, pembebasan dan pelepasan hak-hak atas tanah untuk keperntingan umum bernuansa konflik, baik dari sudut peraturan dan paradigma hukum yang berbeda antara masyarakat dengan penguasa/pemerintah serta penerapan hukum dari para hakim sangat bernuansa paham positivis yang mengabaikan kaedah-kaedah sosial dan kebiasaan serta nilai moral yang hidup dalam masyarakat.8

Jika dilihat dari tujuan yang tercantum pada penjelasan UUPA pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, bahwa hukum agraria bertujuan disamping untuk mewujudkan kesatuan dan kesederhanaan hukum, juga dapat memberikan kemakmuran yang sebesar-besarnya bagi seluruh rakyat Indonesia.9

Dalam hal ini, proyek yang dikerjakan PT Kutai Balian Nauli dalam rangka perluasan lahan diharapkan akan meningkatkan taraf hidup masayarakat yang berada di sekitar PT Kutai Bali Nauli yang merupakan sumber penghasilan, memperluas kesempatan kerja dan pendapatan petani, sesuai dengan pemerataan

8

Ibid, halaman. 5 9

Chadidjah Dalimunthe, Pelaksanaan Landreform Di Indonesia Dan Permasalahannya,


(50)

pembangunan, dan memberikan pengetahuan agronomi kepada usaha perkebunan rakyat yang ada disekitar proyek.

PT Kutai Balian Nauli dalam melakukan perluasana lahan mengalami banyak kendala termasuk sulitnya mengajukan izin perluasan lahan Hak Guna Usaha yang membutuhkan waktu yang sangat lama sedangkan masalah tanah banyak penggarap yang mengambil areal lahan secara liar tampa alas hak. Disamping itu masalah yang sering timbul dalam pengadaan tanah ialah pihak-pihak ketiga yang memamfaatkan kesempatan untuk dijual kembali kepada calon tanah dan dipihak lain aparat pemerintahan diharapkan mampu menertibkan oknum-oknum yang dengan sengaja mencari peluang untuk mendapatkan keuntunagan pribadi.

Atas uraian diatas maka mendorong penulis untuk membahas dan meneliti tentang pengadaan tanah yang ada di Indonesia khususnya di Desa Tepian Langsat Kecamatan Bengalon, Kabupaten Kutai Timur Kota Sengatta, dengan membuat skripsi sebagai tugas akhir untuk memenuhi syarat mencapai gelar sarjana, yang diberi judul “ PENGADAAN TANAH DALAM RANGKA PERLUASAN LAHAN HAK GUNA USAHA PADA PT KUTAI BALIAN NAULI KALIMANTAN TIMUR”, sehingga kita dapat mengetahui dengan jelas tujuan dari pengadaan tanah dalam rangka perluasan lahan Hak Guna Usaha di Desa Tepian Langsat Kecamatan Bengalon, Kabupaten Kutai Timur Kota Sengatta.


(51)

B. Perumusan Masalah

Untuk memberikan arahan pembahasan yang jelas dalam penulisan ini, maka penulis mengemukakan beberapa hal yang menjadi permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana prosedur perluasan lahan oleh PT Kutai Balian Nauli dalam rangka pemberian status Hak Guna Usahanya?

2. Kendala-kendala apa saja yang didapat oleh PT Kutai Balian Nauli dalam rangka perluasan lahan Hak Guna Usaha?

3. Upaya-upaya yang harus dilakukan oleh PT Kutai Balian Nauli untuk mengatasi kendala-kendala?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan penulis membahas masalah pengadaan tanah dalam rangka perluasaan lahan hak guna usaha pada PT Kutai Balian Nauli Kalimantan Timur adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana prosedur perluasan lahan oleh PT Kutai Balian Nauli dalam rangka pemberian status Hak Guna Usahanya?

2. Untuk mengetahui kendala-kendala apa saja yang didapat oleh PT Kutai Balian Nauli dalam rangka perluasan lahan Hak Guna Usaha?

3. Untuk mengetahui upaya-upaya yang harus dilakukan oleh PT Kutai Balian Nauli untuk mengatasi kendala-kendala?


(52)

Setiap manusia selalu mengharap adanya suatu mamfaat dalam melakukan suatu pekerjaan. Demikian juga dengan penulisan skripsi ini, diharapkan dapat memberi mamfaat antara lain:

1. Manfaat secara Praktis

Agar pemerintah baik pusat maupun daerah sebagai lembaga yang mempunyai wewenang dalam penyelenggaraan pengadaan tanah melakukan pengadaan tanah sesuai dengan peraturan pengadaan tanah yang berlaku dengan memperhatikan hak-hak pemilik/pemegang hak atas tanah dan dapat mempertahankan apa yang menjadi hak-haknya dan yang menjadi kewajibannya dalam pengadaan tanah, sehingga tidak ada pihak-pihak yang dirugikan dalam pengadaan tanah.

2. Manfaat secara Teoritis

Dengan adanya penulisan ini dapat memperluas wawasan atau pengetahuan khususnya mengenai pengadaan tanah dalam rangka perluasan lahan hak guna usaha dan memperkaya serta menambah wawasan ilimiah baik yang berkaitan dengan tulisan ini maupun hal-hal lainnya.

D. Keaslian Penulisan

Pembahasan tentang pengadaan tanah sebagai objek dalam penulisan skripsi sebenarnya bukanlah merupakan hal yang baru lagi. Akan tetapi beberapa skripsi yang ada, pada umumnya hanya membahas tentang pengadaan tanah. Sedangkan pada skripsi ini yang menjadi bahasan adalah pengadaan tanah dalam rangka perluasan lahan hak guna usaha.


(53)

E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Tanah

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan pengertian mengenai tanah, yaitu permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali.Pengertian tanah yang berkembang di tengah masyarakat tidak persis sama sebagaimana yang ditetapkan dalam undang-undang. Tanah menurut Undang-Undang Pokok Agraria adalah permukaan bumi. Bumi itu sendiri terdiri dari tiga (3) unsur yaitu permukaan bumi, tubuh bumi dan yang berada dibawah air. Dari ketiga unsur bumi tersebut yang dimaksudkan dengan “tanah” hanyalah permukaan bumi saja.10

Dari batasan ini dapat dipahamkan bahwa jika seorang mempunyai hak atas tanah berarti yang bersangkutan hanyalah berhak atas permukaan bumi saja. Jika atas tanah tersebut yang bersangkutan mempunyai hak milik, bukan berarti benda-benda yang terdapat dibawahnya seperti barang-barang tambang otomatis menjadi miliknya.

Pasal 4 ayat (1) Undang –Undang Pokok Agararia menyatakan :

“Atas dasar hak mengasai dari negara … ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat diberikan dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan hukum”.

11

Sampai saat ini belum ada penegasan seberapa dalam dari permukaan bumi itu kebawah yang dapat disebut tanah, hanya disebutkan bahwa dalam

10

Tampil Anshari Siregar, Mempertahankan Hak Atas Tanah, FH USU Medan, 2005, halaman. 5


(54)

mempergunakan tanah miliknya bukan hanya semata-mata dapat mempergunakan permukaan tanahnya saja, sebagai mana dinyatakan pada Pasal 4 ayat (2) UUPA

Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pokok Agraria menyatakan :

“Hak–hak atas tanah … memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada diatasnya sekedar dipergunakan unutuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan pengggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut undang-undang ini dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi”. Menurut Boedi Harsono, dalam hukum tanah negara-negara dipergunakan apa yang disebut asas accessie atau asas “perlekatan”. Makna asas perlekatan, yakni bahwa bangunan-bangunan dan benda-benda / tanaman yang terdapat diatasnya merupakan satu kesatuan dengan tanah, serta merupakan bagian dari tanah yang bersangkutan.12

“Tanah merupakan bagian dari kehidupan masyarakat bahkan kehormatan. Karena itulah tanah bukan saja dilihat dalam hubungan ekonomis sebagai salah satu factor produksi, tetapi lebih dari itu tanah mempunyai hubungan emosional dengan masyarakat. Tanah merupakan sesuatu yang sangat berharga dan bernilai dalam kehidupan masyarakat.”

Sedangkan A.A. Oka Mahendra dalam makalahnya yang disampaikan pada symposium Bidang Pertanahan yang diselenggarakan oleh DPR Golkar di Jakarta pada tanggal 11-14 September 1990 menyatakan bahwa :

13

Oleh karena itu harus dibedakan antara hak atas tanah dan hak menggunakan tanah tersebut. Hak atas tanah berarti hak atas permukaan bumi saja, sementara hak menggunakannya dapat meliputi tubuh bumi, air dan ruang

12

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jilid 1 Hukum Tanah, Djambatan, Jakarta, 1994, halaman.17

13

A.A. Oka Mahendra, Mewujudkan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan Sosial Dalam Kebijaksanaan Pembangunan Pertanahan, disampaikan pada Simposium Bidang


(55)

angkasa asalkan sesuai dengan syarat-syarat yang ditentukan pada pasal 4 ayat (2) UUPA diatas.14

Hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara untuk jangka paling lama 25 atau 35 tahun guna pengusahaan pertanian, perikanan dan peternakan (pasal 28 dan 29 UUPA). Dari ketentuan pasal 28 dan 29 UUPA lebih jelas dilihat bahwa HGU berbeda dengan hak milik. Jika hak milik bersifat terkuat dan terpenuh, turun temurun dapat beralih dan dialihkan tentunya dengan tetap memeprhatikan fungsi sosial maka HGU mempuyai hak yang lebih terbatas. Jangka waktu dan jenis pemakaiannya (right to use) dibatasi, yaitu dipergunakan untuk usaha pertanian, perikanan dan peternakan dalam jangka waktu 25 atau 35 tahun dengan perpanjangan 25 tahun lagi, demikian juga peralihannya (right of disposal). Dalam pasal 28 dikatakan bahwa HGU dapat dialihkan, dalam SK 59/DDA/1970 dikatakan, bahwa setiap peralihan HGU harus dengan izin, sedangkan hak milik hanya dalam hal-hal tertentu izin diperlukan. Juga pada pasal 28 ayat 2 dikatakan, bahwa HGU luasnya paling sedikit 5 hekta dan lebih dari 25 hektar, jika memakai investasi modal yang layak dan teknik perusahaan yang baik. Jika diperhatikan isi pasal ini, maka seolah-olah ada pertentangan antara pasal 7 dan 17 UUPA yang melarang penguasaan tanah yang melampaui batas yang dalam undang-undang nomor 56

2. Tinjauan Umum Terhadap Hak Guna Usaha

14

Tampil Anshari Siregar, Mempertahankan Hak Atas Tanah, Multi Grafik, Medan, 2005, halaman .7


(56)

tahun 1960 hanya dibenarkan paling luas 20 hektar. Namun sebagaimana tersebut diatas bahwa sesuai dengan pertimbangan dimana untuk usaha pertanian, terutama sub perkebunan membutuhkan tanah yang luas, maka pengecualian atas ketentuan ini berlaku untuk HGU. Oleh karenanya juga untuk HGU hanya dapat diberikan atas tanah negara denga suatu surat kepeutusan. Hak guna usaha tidak dapat diberikan berdasar suatu perjanjian atas tanah hak milik. Undang-undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah merupakan kerangka acuan peraturan bagi pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia. Otonomi daerah merupakan kecewaan daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (Pasal 1).

Salah satu bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh daerah kabupaten dan kota yaitu bidang pertanahan (Pasal 11). Dengan demikian, pengadaan/pengambilalihan tanah menjadi tanggungjawab dari pemerintah kabupaten dan kota

Dalam rangka implementasi Undang-undang Otonomi Daerah ini, telah ada peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom. Adapun kewenangan pemerintah dibidang pertanahan sebagaimana tertera dalam pasal 2 Ayat (3) butir (14) sebagai berikut:

a. Penetapan persyaratan pemberian hak atas tanah. b. Penetapan persyaratan landreform.


(57)

d. Penetapan pedoman biaya pelayanan pertanahan.

e. Penetapan kerangka dasar kadastral (batas tanah) nasional dan pelaksanaan kerangka dasar kadastral orde I dan orde II

Pasal 2 ayat (2) UUPA menegaskan :

“Hak menguasi dari negara memberi wewenang untuk :

1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut ; 2. Menentukan dan mengatur hubungan hubungan hukum antara

orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa ;

3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yan mengenai bumi, air dan ruang angkasa”.

Pengertian hak disini terlihat secara implisit dalam dua anak kalimat :

1. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa ;

2. menentukan dan mengatur hak-hak yang dapat dipunyai atas bumu, air dan ruang angkasa itu.15

Hak Guna Usaha (HGU) merupakan hak atas tanah yang bersifat primer yang memiliki spesifikasi. Spesifikasi Hak Guna Usaha tidak bersifat terkuat dan terpenuh dalam artian bahwa Hak Guna Usaha ini terbatas daya berlakunya walaupun dapat beralih dan dialihkan pada pihak lain. Dalam penjelasan UUPA telah diakui dengan sendirinya bahwa Hak Guna Usaha ini sebagai hak-hak baru dalam memenuhi kebutuhan masyarakat modern dan hanya diberikan terhadap tanah-tanah yang dikuasai langsung oleh Negara. Jadi, tidak dapat terjadi atas suatu perjanjian antara pemilik suatu hak milik dengan orang lain.


(58)

Pelaksanaan lebih lanjut mengenai Hak Guna Usaha ini telah ada sejak dikeluarkannya PP Nomor 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai Atas Tanah. Untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai HGU ini, akan diuraikan sebagai berikut:

1. Pemberian dan Subjek Hak Guna Usaha

Pemberian hak atas tanah berkaitan dengan subjek dan objek serta proses yang tejadi dalam pemberian hak tersebut, termasuk pula pemberian HGU. Menyangkut subjek HGU diatur dalam pasal 2 PP Nomor 40 tahun 1996 dinyatakan bahwa yang boleh mendapat HGU adalah a) warga Negara Indonesia; b) badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Berkaitan dengan ketentuan dalam pasal 2 PP Nomor 40 tahun 1996 diatas, Sudargo Gautama 16

Berkaitan dengan subjek pemegang HGU diatas maka bagaimana kalau subjek pemegang HGU tersebut beralih menjadi warga negara lain atau status badan hukum tersebut telah berubah, yang tadinya nasional Indonesia menjadi berstatus asing atau kepemilikan sebuah PT telah beralih ke tangan pihak asing menurut Sudargo Gautama

mengatakan : di Indonesia dipentingkan sistem inkorporasi dan disamping itu juga prinsip Legal Seat dan Real Seat (tempat kedudukan menurut hukum atau menurut keadaan sebenarnya).

17

16

Sudargo Gautama dan Ellyda T. Soetiarto, Komentar atas Peraturan-Peraturan Undang-Undang Pokok Agraria (1996) tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai, Hak Tanggungan, Rumah Tinggal untuk Orang Asing dan Rumah Susun, Citra Aditya, Bandung, 1997, halaman. 3.

17

Ibid, hal.4.


(59)

yaitu teori tentang siapa yang memegang managing control, pengawasan atas manajemen dan kontrol atas PT yang bersangkutan.

Dengan demikian, lebih jauh Sudargo Gautama mengatakan bahwa : Jika jatuh semua dalam tangan asing, maka dipandang Perseroan Terbatas bersangkutan ini sebagai sudah berstatus asing. Dengan demikian, maka harus dilepaskan HGU yang telah dimilikinya semula sesuai ketentuan pasal 3 PP Nomor 40 tahun 1996. jika tidak dilakukan pelepasan ini dalam waktu satu tahun setelah perubahan status dari pemegangnya, maka karena HGU bersangkutan menjadi hapus dan tanah menjadi tanah Negara (ayat 2 dari pasal 3).

2. Terjadinya hak guna usaha

Hak guna usaha (HGU) adalah hak yang baru dikenal setelah lahirnya UUPA. Dan penjelasan pasal 16 UUPA, tentang macam-macam hak atas tanah disebutkan bahwa haj guna usaha demikian juga hak guna bangunan diadakan guna memenuhi keperluan masyarakat modern dewasa ini. Hak guna usaha bukanlah hak erfpacht seperti dikenal dalam KUHP perdata. Jika diperhatikan jangka waktu dan penggunannya pemberian ini mirip dengan hak erfpacht untuk perusahaan kebun besar yang dengan ketentuan lama (Agrarische Wet 1870) diberikan kepada perusahaan swasta untuk jangka waktu 75 tahun.

a. Surat Keputusan Pemberian Hak

Pasal 31 UUPA menyebutkan bahwa hak guna usaha terjadi berdasarkan penetapan pemerintah. Hak guna usaha tidak dapat terjadi berdasarkan perjanjian, karena hak guna usaha hanya dapat diberikan diatas tanah negara, hak guna usaha dapat diberikan berdasarkan permohonan yang berkepentingan setelah memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan untuk itu.


(1)

4. Ibu Zaidar, SH, M. Hum selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, saran dan masukan-masukan yang sangat bermanfaat bagi Penulis dalam penyelesaian skripsi ini .

5. Bapak Prof. Dr. M. Yamin, SH.MS.CN, Ibu Mariati Zendrato, SH.M.Hum, dan Bapak Affan Mukti, SH.M.Hum selaku dosen agraria yang telah memberikan ilmu kepada saya.

6. Bapak Zulkifli Sembiring, SH selaku Dosen Wali yang telah membimbing Penulis dalam penyelesaian kuliah.

7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik penulis selama menuntut ilmu di Fakultas Hukum, serta segenap staf administrasi yang telah banyak membantu dalam pengurusan dokumen dan administrasi selama perkuliahan.

8. Bapak Ir.Tigor Simanjuntak, Dirut PT Kutai Balian Nauli Tepian Langsat Kutai Timur Kalimantan Timur.

9. Bapak Masruchan, Manager PT Kutai Balian Nauli Tepian Langsat Kutai Timur Kalimantan Timur.

10.Bapak Dominichus dan Bang Jimmy Aritonang, Staf PT Kutai Balian Nauli Tepian Langsat Kutai Timur Kalimantan Timur.

11.Seluruh Karyawan Staf PT Kutai Balian Nauli Tepian Langsat Kutai Timur Kalimantan Timur.

12.Kedua orangtua tercinta Ayahanda L. Siregar dan Ibunda H. Rajagukguk yang telah banyak memberi perhatian, dorongan semangat, kasih sayang dan doa


(2)

yang sangat berarti bagi Penulis, serta Adikku yang tersayang Forestry C. Siregar atas doa dalam memberi semangat untuk penyelesaian skripsi ini. 13.Terimaksih juga buat Yusny Della Pasaribu yang selalu mendampingi dan

membantu dalam segala hal dalam hidupku.

14.Terimakasih buat Eva Artha, Eriko, Berhan, Taufan, Yosep, Ivo,Witra, Debora, Dewi, Posma, Gondrong, Daniel, Doglas, Bang Beni’02, Bang Jaya’02, Bang Olo’02, Bang Topel’02, Bang Doni’03, Bang Sahala’03, dan semua teman-teman di Universitas Sumatera Utara Jurusan Ilmu Hukum yang telah menjadi teman dalam menjalani senang-susah dan gila-gilan selama 4 tahun yang sangat berkesan.

15.Kepada semua pihak yang telah banyak membantu dan mendukung penulis selama ini yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.

Akhir kata, penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena masih banyak kelemahan dan kekurangan. Maka dengan hati yang tulus penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun, agar dimasa yang akan datang dapat lebih baik lagi. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.


(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……...……… i

DAFTAR ISI……….. iii

ABSTRAKSI……….. v

BAB I PENDAHULUAN……….. 1

A. Latar Belakang………. 1

B. Perumusan Masalah………. 10

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan……… 10

D. Keaslian Penulisan……….. 11

E. Tinjauan Kepustakaan………. 12

1. Pengertian Tanah……… 12

2. Tinjauan Umum Terhadap Hak Guna Usaha……….. 14

3. Pengertian Pengadaan Tanah………. 29

4. Peraturan-Peraturan Pemerintah dalam Pembangunan Perkebunan………..……… 35

F. Metode Penulisan……… ……… 40

G. Sistematika Penulisan……… ………. 41

BAB II PROSEDUR PENGADAAN TANAH OLEH PT KUTAI BALIAN NAULI DALAM RANGKA PEMBERIAN STATUS HAK GUNA USAHA……… 44


(4)

B. Kondisi Umum Fisik Lingkungan di Lokasi dan

Lingkungan……….. 45 C. Kondisi Umum Penduduk dan Kepadatannya

di Sekitar Lokasi……… 50 D Kondisi Umum Pengembangan Wilayah di Sekitar

Lokasi……… 50 E Maksud dan Tujuan PT Kutai Balian Nauli……….. 53 F Prosedur Pengadaan Tanah oleh PT Kutai Balian Nauli... 57 1. Tata Cara Memperoleh Izin Lokasi……… 57 2. Tata Cara Memperoleh Izin UsahaPerkebunan………. 59 3. Tata Cara Memperoleh Izin AMDAL (Analisis Mengenai

Dampak Lingkungan)………. 61 4. Tata Cara Memperoleh Izin Pembukaan Lahan Serta

Pendaratan Alat Berat………. 63 5. Penetapan Batas Lahan………. 64 BAB III HAMBATAN-HAMBATAN UNTUK MENDAPATKAN TANAH GUNA PERLUASAN LAHAN HAK GUNA USAHA PT KUTAI BALIAN NAULI………... 65

A. Okupasi Liar yang Dilakukan Masyarakat Sekitar……….. 65 B. Birokarasi Dikantor Pemerintah………. 66 C. Adanya Tumpang Tindih dengan Perusahaan Lain………. 67 D. Keadaan Sosial Ekonomi Penduduk Sekitar……… 68


(5)

Kutai Balian Nauli sebagai Tanah Ulayat Mereka………… 70 BAB IV UPAYA-UPAYA YANG DILAKUKAN OLEH PT KUTAI BALIAN

NAULI DALAM MELAKUKAN PERLUASAN LAHAN…. 71 A.Pendekatan Secara Musyawarah dengan Kelompok Tani untuk Membeli Lahan Tanah yang sudah ada yang telah Dikuasai oleh Kelompok Tani……….. 71 B. Mengajukan Izin Lokasi Perluasan Lahan Kepada Pemerintah Daerah Melalui Badan Pertanahan Nasional……… 72 C. Memberikan Besarnya Ganti Rugi kepada Masyarakat Adat

Melalui Musyawarah………... 75 D. Membeli Lahan Petani Plasma……….. 76

BAB V PENUTUP………. 78

A. Kesimpulan……….. 78 B. Saran……….. 79

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(6)

ABSTRAKSI

Pada dasarnya setiap orang ataupun badan hukum membutuhkan tanah. Karena tidak ada aktivitas orang atupun badan hukum apalagi yang disebut kegiatan pembangunan yang tidak membutuhkan tanah. Pembagunan untuk kepentingan umum tidak bisa ditawar ataupun ditunda, terlebih lagi dalam dasar negara pancasila dinyatakan bahwa kepentingan umum harus dipandang porsinya lebih besar dan didahulukan dari kepentingan individu. Demikian juga pihak swasta yang melakukan upaya pembangunan dan peningkatan usahanya, baik yang bernuansa untuk kepentingan umum maupun tidak juga membutuhkan tanah. Jika tanah yang dibutuhkan untuk pembangunan kepentingan umum yang bersesuaian dengan rencana umum tata ruang (RUTR) cukup dan merupakan tanah negara bebas tidak akan menimbulkan masalah, oleh karena itu semakin cepat roda pembangunan berputar semakin luaslah tanah yang dibutuhkan. Dalam hal ini PT Kutai Balian Nauli melakukan perluasan lahan Hak Guna Usaha untuk meningkatkan produksi dan mutu hasil dan membantu pemerintah mengurangi kemiskinan melalui lapangan pekerjaan yang telah tersedia di PT Kutai Balian Nauli. Dimana wilayah yang padat penduduknya, secara logis disitupulalah kegiatan pembangunan yang lebih luas dilaksanakan. Dengan demikian pengambilan tanah-tanah yang dimiliki/dikuasai masyarakat tidak terelakkan. Permasalahan inilah yang akan penulis bahas dalam skripsi ini.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan (Library Research) yang berkaitan dengan pengadaan tanah serta perluasan lahan Hak Guna Usaha dan penelitian lapangan (Field Research) pada PT Kutai Balian Nauli. Data yang digunakan adalah data skunder yang berupa dokumen-dokumen resmi, buku-buku karya ilmiah pendapat sarjana, artikel-artikel, dan sebagainya. Kemudian data diolah secara kualitatif.

Oleh karena itu untuk menghindari terjadinya korban dalam pengambilan tanah-tanah yang dimiliki/dikuasai masyarakat pemerintah berkewajiban untuk mengatur pengadaan tanah bagi keperluan pembangunan kepentingan umum sebagaiman ditetapkan dalan Keppres No.55 Tahun 1993 yang telah dirubah dengan Perpres No. 36 Tahun 2006 dan diperbaharui dengan Perpres No. 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah Bagi Keperluan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.