dengan kayu-kayu yang biasa digunakan untuk perabot rumah tangga sehingga berpeluang untuk dimanfaatkan secara luas Fauzi et al., 2002.
Batang kelapa sawit 1.
Zat pati batang kelapa sawit
Batang kelapa sawit memiliki kandungan pati yang cukup tinggi. Batang kelapa sawit terdiri atas jaringan ikatan pembuluh vascular bundles dan jaringan
parenkim. Zat pati pada batang kelapa sawit dapat menghambat proses perekatan pada pembuatan papan komposit. Untuk mengurangi zat pati dapat dilakukan
proses perendaman terhadap serbuk ataupun partikel batang kelapa sawit sebelum digunakan untuk pembuatan papan komposit sebelum partikel tersebut diproses
lebih lanjut. Perlakuan perendaman dingin dan perendaman panas terhadap partikel menyebabkan penurunan kadar zat ekstraktif partikelnya, sehingga
kontaminan yang ada pada dinding sel dapat dihilangkan. Hal ini dapat memperbaiki pembasahannya, daya alir dan penetrasi perekat pada partikel,
sehingga mutu perekatan papan partikel yang dihasilkan lebih baik Afandy, 2007.
2. Kadar air batang kelapa sawit
Kadar air KA batang kelapa sawit bervariasi antara 100 sampai 500, dimana KA tertinggi berkisar antara 345 sampai 500. Kadar air pada batang
kelapa sawit cenderung turun dari atas batang ke bawah dan dari empulur ke tepi. Perbedaan tersebut disebabkan pada posisi jaringan parenkim yang berfungsi
menyimpan atau menahan lebih banyak air daripada jaringan pembuluh. Jaringan parenkim lebih banyak terdapat pada bagian puncak batang dan bagian luar batang
ke bagian dalam pusat batang Bakar, 2003.
Universitas Sumatera Utara
3. Kerapatan dan berat jenis batang kelapa sawit
Kerapatan batang kelapa sawit sangatlah bervariasi pada setiap bagiannya. Semakin tinggi dan dalam bagian batang maka semakin menurun kerapatannya.
Dimana kerapatan batang kelapa sawit berkisar antara 200 sampai 600 kgm
3
dengan rata-rata 370 kgm
3
. Hal tersebut juga mempengaruhi nilai dari berat jenis batang kelapa sawit dimana semakin tinggi dan dalam bagian batang maka
semakin rendah nilai berat jenisnya. Nilai berat jenis BJ tepi batang berkisar antara 0,11 sampai 0,15 Bakar, 2003.
4. Sifat-sifat dasar batang kelapa sawit
Selain dari kadar air, kerapatan, dan berat jenis, batang kelapa sawit juga memiliki beberapa sifat dasar lainnya. Diantaranya adalah sifat kembang susut,
kekakuan, kelenturan dan lainnya. Besarnya nilai dari sifat-sifat dasar tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Sifat-sifat dasar batang kelapa sawit
Sifat-sifat penting Bagian dalam batang
Tepi Tengah Pusat Berat jenis
0,35 0,28
0,20 Kadar air,
156 257
365 Kekuatan lentur, kgcm
2
29996 11421
6980 Keteguhan lentur, kgcm
2
295 129
67 Susut volume
26 39
48 Kelas awet
V V
V Kelas kuat
III-V V
V Sumber: Bakar 2003
Batang kelapa sawit tersusun atas beberapa karakterisitik kimia yaitu selulosa, lignin, pentosan, abu, dan silika Balfas 2003 dalam Lubis 2008. Batang
kelapa sawit yang tersusun atas selulosa ataupun hemiselulosa menyebabkan batang kelapa sawit bersifat higroskopis, karena menurut Stamm 1964 dalam
Jasni et al. 2004 hemiselulosa bersifat higroskopis mudah menyerap air.
Universitas Sumatera Utara
Polimer
Polimer merupakan molekul besar yang terbentuk dari unit-unit berulang sederhana. Nama ini diturunkan dari bahasa Yunani poly, yang berarti banyak,
dan mer, yang berarti bagian. Makromolekul merupakan istilah yang sinonim dengan polimer. Polimer sintesis dari molekul-molekul sederhana yang disebut
monomer bagian tunggal Sopyan, 2001. Polimer juga dapat diartikan sebagai molekul raksasa makromolekul
yang terbentuk dari perulangan satuan-satuan monomernya. Istilah makromolekul lebih menggarisbawahi struktur-struktur yang kompleks. Berkembang dari
pangkal polimer alam, kini telah dikembangkan pula berbagai sistem polimer sintetik yang rumit dan kebanyakan berasal dari bahan baku turunan minyak
bumi. Beberapa sistem polimer yang paling penting secara industri adalah karet, plastik, serat, pelapis coating, sampai perekat adhesive Hartomo et al., 1992.
Polimer merupakan obyek kajian yang amat rumit. Oleh karena itu, dibuat pengelompokan-pengelompokan polimer. Menurut Hartomo et al. 1992, polimer
dapat dikelompokkan berdasarkan: 1.
Secara struktur, terdiri atas polimer yang merupakan molekul individual, ada yang bercabang, ada yang merupakan jaringan raksasa makroskopik. Ada
yang bercabang, ada polimer linier. Gugus-gugusnya ada yang acak, ada yang terarah tertentu.
2. Secara keadaan fisik, terdiri atas yang kristal, nirtata disordered, yang nirtata
dapat gelas sifatnya getas, yang lelehan bercirikan viskositas cairan, yang elastis seperti karet.
Universitas Sumatera Utara
3. Menurut reaksinya terhadap lingkungan, yang mempengaruhi pemrosesannya
dan penggunaannya, terbagi atas thermoplastic mempunyai suhu defleksi menjadi lembek dan thermoset.
4. Pengelompokkan secara kimia sesuai dengan gugus yang dikandungnya,
terbagi atas eter, ester, hidroksil, vinil dan sebagainya. 5.
Menurut pemakaiannya polimer terbagi atas perekat, serat, karet, plastik, pelapis dan sebagainya. Banyak polimer yang dapat berfungsi lebih daripada
kelompok tersebut.
Plastik 1.
Sejarah plastik
Plastik pertama kali diperkenalkan oleh Alexander Parkes pada tahun 1862 di sebuah ekshibisi internasional di London, Inggris. Plastik temuan Parkes
disebut parkesine ini dibuat dari bahan organik dari selulosa. Parkes mengatakan bahwa temuannya ini mempunyai karakteristik mirip karet, namun dengan harga
yang lebih murah. Ia juga menemukan bahwa parkesine ini bisa dibuat transparan dan mampu dibuat dalam berbagai bentuk. Sayangnya, temuannya ini tidak bisa
dimasyarakatkan karena mahalnya bahan baku yang digunakan. Bahan sintetis pertama buatan manusia ditemukan pada tahun 1907 ketika seorang ahli kimia
dari New York bernama Leo Baekeland mengembangkan resin cair yang ia beri nama bakelite. Material baru ini tidak terbakar, tidak meleleh dan tidak mencair di
dalam larutan asam cuka. Dengan demikian, sekali bahan ini terbentuk, tidak akan bisa berubah. Bakelite ini bisa ditambahkan ke berbagai material lainnya seperti
kayu lunak Satria et al., 2009.
Universitas Sumatera Utara
Tahun 1920 ditandai dengan demam plastik. Wallace Hume Carothers, ahli kimia lulusan Universitas Harvard yang mengepalai DuPont Lab,
mengembangkan nylon yang pada waktu itu disebut Fiber 66. Fiber ini menggantikan bulu binatang untuk membuat sikat gigi dan stoking sutera. Pada
tahun 1940-an nylon, acrylic, polyethylene, dan polimer lainnya menggantikan bahan-bahan alami yang waktu itu semakin berkurang. Inovasi penting lainnya
dalam plastik yaitu penemuan polyvinyl chloride PVC atau vinyl. Ketika mencoba untuk melekatkan karet dan metal. Waldo Semon, seorang ahli kimia di
perusahaan ban B.F. Goodrich menemukan PVC. Semon juga menemukan bahwa PVC ini adalah suatu bahan yang murah, tahan lama, tahan api dan mudah
dibentuk Satria et al., 2009. Pada tahun 1933, Ralph Wiley, seorang pekerja lab di perusahaan kimia
Dow, secara tidak sengaja menemukan plastik jenis lain yaitu polyvinylidene chloride atau populer dengan sebutan saran. Saran pertama kali digunakan untuk
peralatan militer, namun belakangan diketahui bahwa bahan ini cocok digunakan sebagai pembungkus makanan. Saran dapat melekat di hampir setiap perabotan
seperti mangkok, piring, panci, dan bahkan di lapisan saran sendiri. Tidak heran jika saran digunakan untuk menyimpan makanan agar kesegaran makanan
tersebut terjaga Satria et al., 2009. Pada tahun yang sama, dua orang ahli kimia organik bernama E.W.
Fawcett dan R.O. Gibson yang bekerja di Imperial Chemical Industries Research Laboratory menemukan polyethylene. Temuan mereka ini mempunyai dampak
yang amat besar bagi dunia. Karena bahan ini ringan serta tipis, pada masa Perang Dunia II bahan ini digunakan sebagai pelapis untuk kabel bawah air dan sebagai
Universitas Sumatera Utara
isolasi untuk radar. Pada tahun 1940 penggunaan polyethylene sebagai bahan isolasi mampu mengurangi berat radar sebesar 600 pounds atau sekitar 270 kg.
Setelah perang berakhir, plastik ini menjadi semakin populer. Saat ini polyethylene digunakan untuk membuat botol minuman, jerigen, tas belanja atau
tas kresek, dan kontainer untuk menyimpan makanan Satria et al., 2009.
2. Pengklasifikasian plastik