kadang- kadang bertepatan. Tetapi seseorang tidak boleh tertipu oleh ketepatan ini, karena premis kedua ilmu itu berbeda. Karena itu, syari’ah tidak boleh
disamakan dengan ilmu-ilmu kealaman. Syariah didasarkan pada premis-premis yang diambil dari al-Qur’an, sunnah dan Ijma’ ulama’.
33
Argumen Ibn Hazm ini kemudian dipakai oleh Ibn Madhâ’ untuk menyerang qiyâs dalam nahw.
34
Yang menarik adalah bahwa keduanya sama-sama beraliran literalis. Pada umumnya
aliran literalis tidaklah terlalu menekankan persoalan yang berkaiatan dengan penggunaan logika.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa persoalan qiyâs, khususnya tentang asal usul konsep qiyâs masih menjadi persoalan yang diperselisihkan oleh
para ahli. Dengan demikian masih layak untuk dijadikan objek penelitian. Alasan utamanya adalah untuk mendapatkan keyakinan mengenai gagasan tentang
konsep qiyâs dan asal usulnya.
B. Identifikasi dan Rumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah di atas dapat di identifikasi beberapa masalah. Dari kesamaan yang begitu banyak antara qiyâs ushûlî dengan qiyâs nahwî adalah
layak untuk menjadi pertanyaan, pertama, bahwa Apakah salah satu dari kedua jenis qiyâs tersebut dipengaruhi oleh lainnya atau keduanya saling mempengaruhi
dan seperti apa sifat keterpengaruhan itu. Kedua, dari mana orang Arab mendapatkan gagasan tentang qiyâs, Apakah qiyâs lahir sebagai desakan
kebutuhan sosial masyarakat Arab, dengan kata lain merupakan produk pemikiran Arab, atau diambil dari budaya lain. Dan terakhir, mengenai keabsahan qiyâs
sebagai metode penalaran hukum. 2.
Pembatasan Masalah Dari identifikasi masalah di atas, maka masalah yang akan diteliti dalam
tesis ini dibatasi hanya pada masalah yang kedua yaitu mengenai asal-usul atau
33
Abû Muhammad ‘Ali ibn Hazm, Al-Taqrîb…h. 144, 163, 170 dan 202.
34
Lihat Abû al-Abbâs Ahmad ibn Abdirrahmân ibn Madha’, Al-Radd ‘ala Al-Nuhât, Kairo: Dâr al-Fikr Al-‘Arabi, 1949. Seluruh buku tersebut diarahkan untuk mengkritik ilmu
nahw , khususnya konsep ‘âmil dan qiyâs.
sumber qiyâs. Mengenai masalah pertama, yaitu keterpengaruhan atau tepatnya saling mempengaruhi antara qiyâs ushûli dan qiyâs nahwî, sejumlah studi telah
dilakukan oleh para peneliti. Kajian perbandingan yang cukup bagus tentang topik ini dapat dilihat pada karya Mahmûd Ahmad Nakhlah, yang membandingkan
struktur dalil dalam ushûl al-fiqh dengan struktur dalil dalam ushûl al-nahw. Dengan cara yang hampir sama, Ibn Anbari juga melakukan perbandingan antara
struktur dalil ushûl al-fiqh dengan dalil ushûl al-nahw. Karya ‘Abid al-Jâbiri, membandingkan dua jenis qiyâs tersebut dan pada akhirnya menyimpulkan bahwa
kedua qiyas tersebut berasal dari epistemologi yang sama yaitu epistemologi bayâni
.
35
Dengan demikian penulis tidak lagi perlu membahas topik tersebut. Sedangkan untuk masalah yang ketiga, yaitu tentang keabsahan qiyâs, pada
prinsip qiyâs dapat dipakai sebagai salah satu metoda penetapan hukum.dengan demikian topik tersebut tidak cukup menarik untuk dibahas.
3. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dijadikan objek penelitian ini memastikan geneologis qiyas. Apakah memang murni berasal dari produk
pemikiran atau kebudayaan Arab, atau berasal dari kebudayaan non Arab.
C. Tujuan Penelitian