pengetahuan dan pemahaman subjek terhadap agamanya dan makna usaha mereka dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban agama.
16
Pandangan behaviorisme mengisyaratkan bahwa prilaku agama erat kaitannya dengan stimulus lingkungan seseorang. Jika stimulus keagamaan
dapat menimbulkan respon terhadap diri seseorang, maka akan muncul dorongan untuk berprilaku agama. Sebaliknya, jika stimulus tidak ada maka
tertutup kemungkinan seseorang untuk berprilaku agama. Jadi, perilaku agama menurut pandangan behaviorisme bersifat kondisional tergantung dari
kondisi yang diciptakan lingkungan.
17
Namun keberagamaan tersebut memerlukan bimbingan agar dapat tumbuh dan berkembang.
18
2. Unsur Keagamaan
Secara khusus, Robert H. Thouless mengemukakan beberapa faktor yang dapat menimbulkan religiusitas, yaitu:
19
a. Pengaruh pendidikan dan berbagai tekanan sosial faktor sosial. b. Berbagai pengalaman yang membantu sikap keberagamaan terutama
pengalaman emosional keagamaan keagamaan faktor alamiah, konflik moral faktor moral dan pengamalan emosional keagamaan faktor
efektif.
16
Fuad Anshori dan Rachmy Diana Mucharam, Mengembangkan Kreativitas dalam Perspektif Psikologi Islami
, Yogyakarta: Menara Kudus, 2002, h. 68.
17
Jalaludin, Psikologi Agama, Jakarta: Rajawali Press, edisi revisi, 2005, h. 48.
18
Ibid., h. 69.
19
Robert H. Thouless, Pengantar Psikologi Agama Jakarta: Rajawali Press, 1995, cet-2, h. 22.
c. Faktor-faktor yang seluruhnya atau sebagian timbul dari kebutuhan yang tidak terpenuhi terutama kebutuhan terhadap keamanan, cinta kasih, harga
diri dan ancaman kematian.
3. Fungsi Keagamaan
Dister mengemukakan empat fungsi emosional-efektif, sosio-moral, intelektual-kognitif dan psikologis dari keagamaan, yaitu:
20
a. Untuk mengatasi frustasi Orang yang mengalami frustasi akan berusaha mengatasinya dengan jalan
membelokkan arah kebutuhannya atau keinginannya dari hal yang bersifat keduniawian kepada Tuhan.
b. Untuk menjaga kesusilaan serta tata tertib masyarakat Manusia wajib untuk hidup berdasarkan moral, bukan hanya karena
kehendak Tuhan, tetapi juga demi diri dan suara hati manusia itu sendiri. c. Untuk memuaskan intelektual yang ingin tahu
Intelektual yang ingin tahu bisa mendapatkan tiga sumber kepuasan yang dapat ditemukan dalam agama, yaitu:
1 Menyajikan pengetahuan rahasia yang menyelamatkan manusia dari kejasmanian yang dianggap menghambat dan menghantarkan manusia
kepada keabadian. 2 Menyajikan suatu moral, apa yang harus dilakukan manusia dalam
hidup agar tercapai tujuan kehidupan manusia.
20
Nico Syukur Dister, Op. Cit., h. 71.
3 Memuaskan keinginan manusia yang mendalam agar hidup manusia bermakna.
d. Untuk mengatasi ketakutan Setiap orang meyakini bahwa Tuhan akan selalu dekat dengan hamba-Nya
sehingga kecemasan yang tak beralasan tersebut dapat lenyap.
4. Dimensi Keagamaan