Landasan Teori 1. Teori Balance of Threat

6 menjadi anggota NATO. Keputusan untuk melakukan operasi militer di Ossetia selatan dimulai ketika ada serangan retaliasi Georgia. Sebaliknya, Georgia mengklaim bahwa Rusia terlebih dulu melakukan serangan pertama. Artinya, bahwa konfigurasi sejarah membuat hubungan kedua aktor ini semakin meruncing. NATO sebagai bagian dari “peradaban barat” masih ditolak oleh Rusia. Penelitian yang peneliti bahas dengan judul Respon Rusia terhadap rencana penempatan rudal pertahanan AS di Ceko dan Polandia berbeda dengan penelitian awal di atas tetapi memiliki kesamaan dengan penelitian tentang Reaksi Rusia atas gerakan separatisme Ossetia Selatan di Georgia, namun dalam penelitian ini peneliti lebih fokus kepada kajian keamanan strategis, yang menekankan bagaimana Rusia memberikan persepsi terhadap hal-hal yang dianggap mengancam keamanan nasionalnya serta dengan cara apa Rusia merespon hal tersebut. Dalam penelitian ini, peneliti membahas respon Rusia terhadap rencana penempatan rudal pertahanan AS di Ceko dan Polandia yang kemudian mendorong Rusia untuk menyesuiakan diri dengan berbagai perubahan perilakunya. Perubahan perilaku ini akan digunakan untuk memahami pola interaksi antara Rusia dengan AS. 1.3.2. Landasan Teori 1.3.2.1. Teori Balance of Threat Pengembangan konsep yang paling menarik dari paradigma realis adalah munculnya perbedaan pemikiran antara kelompok “defensif” dan “ofensif”. Isu 7 keamanan tetap menjadi isu utama kedua kelompok tersebut, dimana keamanan dalam hubungan internasional merupakan salah satu aspek kepentingan nasional suatu negara. Konsep keamanan dalam hubungan internasional kontemporer masih terus menjadi definisi yang diperdebatkan. Menurut Walter Lippmann, ” A nation is secure to the extent to which it is not in danger of having sacrifice core values, if it wishes to avoid war and it is able, if challenged to maintain them by victory in such a war” 13 Dari definisi diatas, secara tradisional setiap negara akan berusaha mengeliminasi segala kemungkinan ancaman yang berasal baik secara internal maupun eksternal, terutama yang mengancam komponen nilai-nilai inti negara tersebut. Ancaman yang dapat menjadi sesuatu yang fatal bagi keberlangusungan seluruh komponen negara datang dari ancaman secara militer. Sehingga, sebuah negara didorong oleh rasa tidak aman kemudian membangun suatu kekuatan militer yang ditujukan sebagai perlindungan dari ancaman militer tersebut. Sehingga, Liddell Hart mengartikan studi keamanan strategis sebagai “ the art of distributing and applying military means to fulfill the ends of policy” 14 . Dalam hal ini, tujuan dari kebijakan suatu negara adalah mengeliminasi semua kemungkinan ancaman terhadap kepentingan nasional dan tercapainya keamanan nasional dengan penggunaan kekuatan militer strategis. 13 Walter Lippman, dalam Banyu Perwita, Anak Agung dan Mochamad Yani, Yanyan, 2005 ,“Pengantar Ilmu Hubungan Internasional”, PT.Remaja Rosda Karya, Bandung. hal 121. 14 John Baylis, et al., Strategy in the Contemporary World: An Introduction to Strategic Studies, New York: Oxford University Press, 2002, hal. 4. 8 Berbicara mengenai definisi dari keamanan, tidak akan terlepas dari persepsi atau sumber ancaman yang dimiliki oleh suatu negara. Menurut Arnold Wolfers, “ Security is any objective sense, measures the absence of threats to acquire values, in a subjective sense, the absence of fear that such values will be attacked.” 15 Dari pernyataan diatas, sebelum suatu negara melakukan tindakan balasan atau respon, sangatlah penting bagi suatu negara untuk terlebih dahulu menganalisis sumber-sumber dari ancaman tersebut. Stephen M. Walt, dalam teorinya Balance of Threat menyebutkan empat persepsi atau sumber-sumber ancaman terhadap suatu negara antara lain 16 : Aggregate Power dimana bahwa semakin besar sumber kemampuan total suatu negara dalam hal ini kemampuan militer, maka semakin besar pula potensi ancaman yang bisa mereka tunjukkan kepada negara lainnya. Geographic Proximity dimana kekuatan yang dekat dengan wilayah suatu negara menunjukkan ancaman yang lebih besar dari pada kekuatan yang jauh. Offensive Power dimana negara dengan kemampuan serangan yang besar lebih memungkinkan untuk menunjukkan ancaman yang lebih besar pula dari pada negara-negara yang menekankan kemampuan pertahanan. Aggresive Intentions dimana beberapa negara yang dirasakan berperilaku agresif mungkin bisa memancing negara lain untuk menyeimbangkan diri dengan mereka. 15 Arnold Wolfers, dalam Banyu Perwita, op cit 16 Walt, Stephen M. 1987. Origins of Alliances, Ithaca: Cornell University Press, diakses dari http:books.google.co.idbooks?id=EuwgRogAHwCdq=the+origin+of+alliancess+by+steph en+waltprintsec=frontcoversource=bnhl=idei=n6p7StbvE6aK6AOk09Vasa=Xoi= book_resultct=resultresnum=4v=onepageq=f=false, tanggal 25 Mei 2009. 9 Ancaman terhadap keamanan nasional suatu negara dapat dimaknakan baik secara objektif yakni menilai dari ancaman yang aktual, maupun secara subjektif yakni mengacu terhadap tingkat persepsi yang dimiliki suatu negara terhadap suatu hal. 17 Maka dari itu, pendefinisian suatu ancaman secara subjektif tergantung dari persepsi suatu negara yang dihadapkan kepada suatu fenomena tertentu. Persepsi inilah yang kemudian dijadikan acuan untuk mengidentifikasi suatu bentuk ancaman dan respon yang tepat untuk menanggulangi ancaman tersebut. Salah satu diantaranya adalah peningkatan kekuatan militer yang digunakan sebagai respon terhadap suatu ancaman. 18 Adapun sumber ancaman yang dipersepsikan dari perkembangan kapabilitas suatu negara, salah satunya berasal dari eskalasi pertahanan suatu negara. Menurut Wheller dan Booth, dilema terhadap keamanan terjadi apabila persiapan militer suatu negara menciptakan ketidakpastian dalam pemikiran negara lain mengenai tujuan dari persiapan militer negara tersebut, apakah persiapan tersebut dalam rangka mempertahankan dirinya semata atau sebagai tindakan ofensif yang dapat mengubah status quo berdasarkan kepentingan negara tersebut. 19 Maka dari itu negara yang membangun kekuatan sebagai upaya Self- Defense, tidak selalu dipersepsikan oleh negara lain sebagai tujuan damai. 17 Anak Agung Banyu Perwita, Redefinisi Konsep Keamanan : Pandangan Realisme dan Neo- Realisme dalam Hubungan Internasional Kontemporer dalam Yulius P. Hermawan “Transformasi dalam Studi Hubungan Internasional : Aktor Isu dan Metodologi”, Yogyakarta; Graha Ilmu, 2007 hal.29 18 Ibid, hal 30. 19 Wheller and Booth, dalam Daniel.S.Papp, 2002, Contemporary International Relations : Framework for Understanding, sixth edition. New York: Addison Wesley Longman, Inc, hal. 228. 10 Perbedaan persepsi tersebut dapat mendorong negara lain untuk menempuh jalan yang sama¸ yakni turut mengembangkan kapabilitas defensifnya dengan cara yang sama. Berdasarkan Source of Threat Stephen M.Walt, maka dapat dibuat pola sebagai berikut : Gambar 1.1. Operasionalisasi Source of Threat Stephen M. Walt Ancaman militer dan upaya penangkalan melalui penggunaan kapabilitas militer masih menjadi prioritas dalam kerangka pemikiran kajian keamanan kontemporer. Source of Threat diatas juga menunjukkan bahwa kapabilitas militer merupakan suatu variabel yang vital yang berfungsi untuk melindungi keamanan negara. Bahkan menurut Kegley, pelaksanaan politik luar negeri suatu negara seringkali didasarkan pada kapabilitasnya untuk menghalau ancaman secara militer. 20 Hal ini didukung pernyataan Barry Buzan, bahwa karena sifatnya yang langsung dan destruktif, serangan militer terhadap suatu negara dapat diartikan sebagai suatu serangan terhadap segala aspek kenegaraan beserta institusinya, seperti aspek ekonomi¸ aspek politik, aspek sosial, dan aspek lainnya yang 20 Ibid, hal. 229 Source of Threat Aggregate Power Geographic Proximity Offensive Power Aggresive Intentions Indikator Penempatan Rudal AS di Ceko Polandia 11 menjadi titik vital bagi kelangsungan negara tersebut. 21 Buzan juga menambahkan bahwa kapabilitas militer merupakan hal yang familiar dengan Power dan security struggle, sehingga sektor militer memiliki dinamika yang independen tanpa terpengaruh oleh adanya gejolak politik yang ada. Kapabilitas militer pun menurutnya merupakan suatu hal yang defensif yang utamanya dijadikan respon untuk mempertahankan keamanan nasional oleh suatu negara. 22 1.3.3. Konsep 1.3.3.1. Konsep Structural Detterence