BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap hari masyarakat diperhadapkan dengan begitu banyak iklan-iklan, dan sugesti promo-promo produk. Semua hal diatas berujung pada satu hal yaitu
membujuk para konsumen untuk membeli suatu produk, dan inilah yang menjadi tugas para pelaku pasar dalam mengambil langkah ataupun strategi dalam
menguasai pasar. Bahkan, para pelaku bisnis maupun pengusaha banyak mengeluarkan biaya yang tidak sedikit dalam mensukseskan tujuan ini, disamping
persaingan antar mereka Rusich, 2008. Menjamurnya bisnis oleh para pengusaha seperti waralaba franchise,
pusat perbelanjaan shopping center, supermarket, toserba toko serba ada yang ada saat ini menjadi komoditas masyarakat terutama bagi remaja Sumartono,
2002. Kehadirannya, yang dianggap eksklusif seakan menjadi simbol peradaban manusia dan mampu menyulap wajah dunia menuju suatu kondisi yang
konsumeristik dan sekaligus melahirkan trend atau gaya hidup baru. Kondisi ini pada gilirannya menimbulkan apa yang disebut dengan budaya konsumer ataupun
lebih dikenal sebagi konsumtif Sumartono, 2002. Budaya konsumtif tersebut membentuk seseorang untuk melakukan perilaku konsumtif. Menurut Yasraf A.
Piliang dalam Sumartono, 2002 budaya konsumtif ini tidak hanya memunculkan sifat fungsional dalam pemenuhan kebutuhan manusia, namun juga bersifat
materi sekaligus simbolik seperti halnya mengkonsumsi produk-produk yang lebih mengarah ke pembentukan identitas para pengguna ataupun pemakai produk
tersebut. Sejalan dengan itu, Sembiring dalam Budaya Konsumerisme, 2008
Hotpascaman S. : Hubungan Antara Perilaku Konsumtif Dengan Konformitas Pada Remaja, 2010.
memperjelas bahwa orang yang konsumtif dapat dikatakan tidak lagi mempertimbangkan fungsi atau kegunaan ketika membeli barang melainkan
mempertimbangkan prestise yang melekat pada barang tersebut. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Albarry 1994 bahwa arti kata konsumtif consumtive
adalah boros atau perilaku yang boros, yang mengonsumsi barang atau jasa secara berlebihan. Dalam artian luas konsumtif adalah perilaku berkonsumsi yang boros
dan berlebihan, yang lebih mendahulukan keinginan daripada kebutuhan, serta tidak ada skala prioritas atau juga dapat diartikan sebagai gaya hidup yang
bermewah-mewah. Perilaku konsumtif menurut Lubis dalam Sumartono, 2002 merupakan
suatu perilaku yang tidak didasarkan pada pertimbangan yang rasional, melainkan karena adanya keinginan yang mencapai taraf yang tidak rasional lagi. Sedangkan
menurut Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia YLKI dalam Lina Rosyid , 1997 memberikan batasan perilaku konsumtif sebagai kecenderungan manusia
untuk menggunakan konsumsi tanpa batas, dan lebih mementingkan faktor keinginan daripada faktor kebutuhan.
Menurut Anggasari dalam Sumartono, 2002 perilaku konsumtif adalah tindakan membeli barang-barang yang kurang atau tidak diperhitungkan sehingga
sifatnya menjadi berlebihan. Dalam Konsumerisme, 2008 perilaku konsumtif terjadi ketika seseorang tidak mendasari pembelian dengan kebutuhan namun juga
semata-mata demi kesenangan, sehingga menyebabkan seseorang menjadi boros Menurut Sumartono 2002, munculnya perilaku konsumtif disebabkan oleh
faktor internal dan faktor eksternal. Adapun faktor internal yang berpengaruh pada perilaku konsumtif individu adalah motivasi, harga diri, observasi, proses belajar,
Hotpascaman S. : Hubungan Antara Perilaku Konsumtif Dengan Konformitas Pada Remaja, 2010.
kepribadian dan konsep diri sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh pada perilaku konsumtif individu adalah kebudayaan, kelas sosial, kelompok-kelompok
social dan referensi serta keluarga. Menurut Loc dalam Sumartono, 2002, pada faktor eksternal pembentuk perilaku konsumtif ini terkhususnya pada pengaruh
yang dihasilkan oleh kelompok referensi, seseorang akan melakukan perilaku konsumtif dengan mengacu pada apa yang ditentukan oleh kelompok
referensinya. Kelompok referensi ini sangat kuat dalam mempengaruhi individu, hal ini terkait dengan akan adanya pengakuan dari kelompok tersebut terhadap
individu yang ada di dalamnya. Hal ini sesuai dengan Schiffmann dan Kanuk 2004, dalam buku consumer
behavior memperjelas bahwa kelompok referensi memiliki pengaruh kuat,
dikarenakan kelompok referensi ini merupakan tempat bagi individu untuk melakukan perbandingan, memberikan nilai , informasi dan menyediakan suatu
bimbingan ataupun petunjuk untuk melakukan konsumsi. Kelompok referensi sangat erat kaitannya dengan kelompok sosial, dalam
hal ini yang termasuk ke dalam kelompok referensi adalah kelompok pertemanan sebaya oleh remaja atau peergroup Dacey Kenny, 1997. Sebagaimana yang
telah disebutkan sebelumnya bahwa remaja menjadi komoditas yang paling utama dalam budaya konsumtif. Hal ini sejalan dengan Jatman 1987 pengaruh
konsumtivisme yang sangat dominan terjadi pada remaja, sehingga remaja menjadi sasaran berbagai produk perusahaan. Hal yang sama diungkapkan oleh
Segut 2008 kelompok usia yang sangat konsumtif adalah kelompok remaja. Dikarenakan pola konsumsi terbentuk pada masa ini. Segut 2008 juga
Hotpascaman S. : Hubungan Antara Perilaku Konsumtif Dengan Konformitas Pada Remaja, 2010.
mengatakan bahwa perilaku konsumtif pada remaja, juga didorong adanya perubahan trend ataupun mode yang secara cepat diikuti remaja.
Masa remaja merupakan masa yang penting dalam pencapaian identitas diri dimana seorang remaja cenderung untuk terlibat dalam pertemanan sebaya
peer group sebagai kelompok sosial atau kelompok referen mereka. Pencapaian identitas ini melibatkan kecenderungan berkurangnya pengaruh ataupun kontrol
dari orangtua dan komitmen untuk lebih mandiri Dacey dan Kenny, 1997. Menurut Craig 1996 kelompok sebaya sangat berperan penting pada
remaja, karena remaja mencari dukungan untuk menghadapi perubahan fisik dan emosional yang mereka alami. Rubin dalam Dacey dan Kenny, 1997
menambahkan pertemanan ataupun persahabatan yang dilakukan seorang remaja bersama dengan individu sebayanya membuat remaja memiliki perasan dihargai,
memiliki kemampuan sosial seperti empati dan memahami sudut pandang orang lain.
Brown, Clasen dan Eicher dalam Dacey dan Kenny, 1997 melakukan sebuah studi dalam membuktikan adanya pengaruh peer group pada remaja itu
sendiri. Kepada 1000 orang remaja ditanyakan tentang bagaimana kemauan mereka untuk melakukan sesuatu yang diminta oleh teman mereka serta seberapa
banyak mereka merasa tertekan dari kelompok sebaya mereka untuk berperilaku. Secara umum para remaja tersebut dilaporkan merasa tertekan dan tekanan
tersebut berasal dari teman sebaya. Tekanan dari kelompok sebaya ini disebut dengan peer pressure Dacey dan Kenny, 1997. Remaja yang berada di bawah
peer pressure cenderung untuk conform, untuk menilai, meyakini atau bertindak
sesuai dengan penilaian, keyakinan atau tindakan kelompok teman sebayanya
Hotpascaman S. : Hubungan Antara Perilaku Konsumtif Dengan Konformitas Pada Remaja, 2010.
Santrock, 1998. Menurut Shaw dalam Ginna, 2006 untuk dapat diterima dan bergabung menjadi anggota kelompok sebaya, seorang remaja harus bisa
menjalankan peran dan tingkah laku sesuai dengan harapan dan tuntutan kelompok sebaya. Keinginan untuk diterima dan diakui oleh kelompok teman
sebaya membuat sebagian remaja merasa tidak berdaya untuk menghadapi tekanan yang datang dari teman-temannya, yang ternyata cukup kuat untuk
mendorong remaja melakukan hal yang negatif Dacey Kenny, 1997. Sebagai contoh Suyanto 2001 menjelaskan bahwa perilaku-perilaku yang menjurus pada
perilaku sosial menyimpang dikalangan remaja seperti mengkonsumsi minuman keras dan narkoba dapat diakibatkan adanya pengaruh dan hasil belajar remaja
dari pergaulan yang sangat akrab dengan kelompok yang menerimanya. Adanya sikap patuh tetapi lebih kepada mengalah ini biasanya dikenal
dengan istilah konformitas, yaitu perubahan perilaku seseorang dengan mengikuti tekanan-tekanan dari kelompok Asch dalam Sarwono, 1993. Pengertian yang
mirip dijelaskan oleh Myers 2003: Myers 2005 mengartikan konformitas sebagai :
”A change in behavior or belief to accord with others”. Konformitas adalah perubahan perilaku ataupun keyakinan agar sama
dengan dengan orang lain.
Myers 2005 menambahkan bahwa konformitas pada kelompok mampu membuat individu berperilaku sesuai dengan keinginan kelompok dan membuat
individu melakukan sesuatu yang berada di luar keinginan individu tersebut.. Hal senada diungkapkan oleh Santrock 1998 bahwa konformitas muncul
ketika remaja mengadopsi sikap atau perilaku remaja lain dikarenakan adanya
Hotpascaman S. : Hubungan Antara Perilaku Konsumtif Dengan Konformitas Pada Remaja, 2010.
tekanan yang nyata ataupun yang dibayangkannya. Tekanan itu timbul karena remaja merasakan perbedaan yang ada antara dirinya dengan teman-temannya
yang menyebabkan ketidaknyamanan dalam dirinya bahkan meskipun teman- temannya tidak menunjukkan perilaku tertentu untuk menekannya.
Menurut Myers 2005 terdapat dua dasar pembentuk konformitas yaitu pengaruh normatif dan pengaruh informasional. Menurut Myers 2005 bahwa
pengaruh normatif pada konformitas memiliki arti penyesuaian diri dengan keinginan atau harapan orang lain untuk mendapatkan penerimaan dari anggota
kelompoknya. Hal ini sejalan dengaan surya 1999 yang mengatakan bahwa pengaruh normatif mendorong terjadinya penyesuaian sebagai akibat pemenuhan
pengharapan kelompok untuk mendapat persetujuan atau penerimaan, agar disukai dan agar terhindar dari penolakan. Sedangkan pengaruh informasional menurut
Myers 2005 yaitu tekanan yang terbentuk oleh adanya keinginan dari individu untuk memiliki pemikiran yang sama dan beranggapan bahwa informasi dari
kelompok lebih kaya daripada informasi milik pribadi, sehingga individu cenderung untuk konform dalam menyamakan pendapat atau sugesti. Pernyataan
ini juga didukung oleh surya 1999 yang mengatakan bahwa pengaruh informasional mendorong individu untuk melakukan penyesuaian sebagai akibat
dari penerimaan pendapat kelompok, yang menjadi bukti dalam mendapatkan pandangan akurat sehingga mengurangi ketidakpastian.
Menurut Carmen 2008, kedua pengaruh diatas memiliki peranan dalam diri seseorang di saat melakukan proses konsumsi. Carmen2008 melanjutkan
bahwa pengaruh normatif memiliki peranan pada proses konsumsi terjadi disaat individu mengikuti peraturan kelompok, sedangkan pengaruh informasional
Hotpascaman S. : Hubungan Antara Perilaku Konsumtif Dengan Konformitas Pada Remaja, 2010.
memiliki peranan pada proses konsumsi terjadi, apabila individu mendengarkan pendapat dari kelompok dalam hal mengkonsumsi suatu produk, individu
menjadikan kelompok sebagai acuan dalam merekomendasikan produk yang akan dikonsumsi.
Menurut William 1985 konformitas merupakan salah satu faktor kelompok sosial yang mempengaruhi seseorang dalam melakukan perilaku
konsumsi. Pernyataan ini, diperkuat oleh Roberston, Zielinski dan Ward 1987 bahwa konformitas dapat memberikan pengaruh pada pengambilan keputusan
dalam melakukan perilaku konsumsen. Sebagaimana yang telah disebutkan diatas bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi perilaku konsumtif adalah faktor eksternal, yaitu kelompok- kelompok referensi. Dalam hal ini, bahwa remaja yang memiliki hubungan sosial
dengan peer group-nya, merupakan bentuk kelompok referensi Dacey dan Kenny, 1997.
Hubungan konformitas dengan perilaku kosumtif juga terjadi pada remaja dengan cara mengikuti penampilan kelompok ataupun karena ingin diterima oleh
kelompok, misalnya warna baju yang sama, ataupun perlengkapan sekolah yang sama.
Seperti yang diakui oleh Mega 17: “Aku sering bareng belanja ama teman aku. sering juga sih... beli-beli
gitu karena teman aku juga beli .....habis .. aku juga di paksain tuk beli, yah
mau ga mau beli juga, terkadang berpikir juga kenapa dibeli kalo emang ga butuh, ngeborosin duit aja.... yah tapi itu kan demi menjaga hubungan aku
ama teman aku, aq juga pengen di terima sebagai teman baik donk ,bukannya apa-apa sih aku juga pernah paksain teman aku tuk beli.” Komunikasi
Personal, Mega 2008
Hal yang sama ditemukan pada Angel, seorang pelajar SMA disebuah perguruan swasta.
Hotpascaman S. : Hubungan Antara Perilaku Konsumtif Dengan Konformitas Pada Remaja, 2010.
“Aku biasanya beli barang sama teman-teman. Kayak tas ini Kak, kami beli Billabong. Aku warna biru, Cindy pink, Tresia warna ungu.” Komunikasi
Personal, Angel, 2008
Dari wawancara tersebut dapat dilihat adanya unsur perilaku membeli yang tidak sesuai kebutuhan dilakukan semata-mata demi hubungan konformitas
yang telah dibentuk oleh remaja dengan peer group-nya dan juga terdapat unsur kesenangan, sehingga menyebabkan seseorang menjadi boros yang dikenal
dengan istilah perilaku konsumtif. Hal ini sejalan dengan pendapat Spangenberg, Sprott, Grohmann, and Smith dalam Rusich, 2008, yang mengatakan bahwa
disaat seseorang menyatakan ataupun telah melakukan pembelian produk, dikarenakan adanya tekanan atau paksaan dari kelompok , maka disaat itu juga
dapat dikatakan bahwa konfotmitas memberikan peran penting pada pemakaian ataupun konsumsi produk. Berdasarkan uraian dan fenomena-fenomena yang
telah diatas , penelitian ini ingin membuktikan hubungan antara konformitas dan perilaku konsumtif pada remaja.
B. Perumusan Masalah