biak, selain itu faktor angin juga dapat mempengaruhi perubahan penyebaran burung tersebut Susanti, 2007.
Salah satu penyebab kemelimpahan burung pada suatu lokasi adalah ketersedian bahan makanan. Bahkan beberapa kelompok burung dapat hidup
lestari hingga saat ini disebabkan telah berhasil menciptakan relung yang khusus bagi dirinya sendiri untuk mengurangi kompetisi atas kebutuhan sumber daya dan
sebagai bentuk adaptasi terhadap kondisi lingkungan. Egretta garzetta, E. sacra, dan Ardea cinerea merupakan burung air yang biasa mencari mangsa di daerah
pesisir pantai atau muara sungai yang berlumpur Elfidasari Junardi, 2006. Signifikasi adaptif dari waktu homeothermy tergantung pada kondisi
alamiah. Setiap induk membangun lingkungan sarang yang efektif agar seimbang selama masa pertumbuhan anakan burung yang bermanfaat untuk mengerami
anakan, sehingga membebaskan kedua induk pada tahap awal untuk menyediakan makanan, atau mengurangi risiko induk yang diserang oleh predator. Tentu saja,
keuntungan apapun harus dipertimbangkan dalam hal peningkatan reproduksi dalam jangka panjang yang cukup menghabiskan waktu, tenaga, atau risiko yang
terlibat dalam membuat modifikasi lingkungan sarang. Seleksi termogulator terhadap kebiasaan anakan harus dipertimbangkan dengan cara yang sama Dunn,
1975.
2.4 Faktor Keberhasilan Dalam Perkembangbiakan
Setiap organisme memiliki kemampuan untuk hidup, dan berkembang biak pada habitat yang sesuai dengannya. Salah satu cara untuk mempertahankan hidupnya
adalah dengan mempertahankan perilaku keseharian pada saat musim berbiak. Faktor yang sangat menentukan perilaku ini di antaranya habitat tempat
tinggalnya meliputi keamanan dan ketersediaan sumber daya hayati yang dapat mendukung kelestariannya terutama pada saat berbiak, dimana organisme
membutuhkan keamanan dan ketersediaan lebih baik dibandingkan pada saat tidak memasuki musim berbiak Jumilawaty, 2006.
Musim berbiak diduga dimulainya bertepatan dengan kelimpahanjumlah pakan ikan dan krustacea di daerah mencari makan yang terjadi pada musim
penghujan Elfidasari, 2008. Menurut Murtidjo 1988, secara umum ada tiga
periode perkembangan setelah menetas pada unggasyaitu periode starter periode baru menetas, periode gower periode pertumbuhan, dan periode layer periode
dewasa. Ketiga periode tersebut padasetiap jenis unggas berlangsung pada umur berbeda.
Menurut Perrins Birkhead 1983, salah satu faktor yang mendorong burung untuk melakukan perkembangbiakan adalah ketersediaan pakan. Pakan
yang berlimpah akan menjamin pemeliharaan anakan berlangsung dengan baik. Jika persediaan makanan cukup berlimpah induk dapat memelihara seluruh
anakan sama baiknya. Faktor lain yang menjadi penyebab kegagalan perkembangbiakan adalah
telur yang busuk. Penyebab busuknya telur diduga berkaitan dengan buruknya cuaca pada saat musim berbiak. Hujan yang berlangsung terus menerus
menyebabkan suhu lingkungan menjadi rendah dan tubuh induk selalu basah sehingga mengganggu proses inkubasi. Cuaca yang buruk juga dapat
mengakibatkan induk sulit kembali setelah mencari makan, akibatnya proses pengeraman tidak dapat berlangsung dengan normal Imanuddin Mardiastuti,
2002. Jumlah anakan yang sukses diproduksi oleh kuntul dan sarang kuntul
tergantung pada jumlah anakan yang menetas di sarang dan tingkat pengurangan induk berikutnya yaitu, kematian anakan burung selama periode mengerami-
membesarkan. Kedua parameter anakan menetas persarang dan kelangsungan hidup anakan, menggambarkan jumlah habitat mencari makan yang sesuai
danatau pasokan atau adanya pemangsa, di lahan basah di sekitarnya, terutama yang diperlukan untuk penyediaan makanan bagi anakan burung Kelly dan Nur
2011. Jumlah telur yang diletakkan dalam sebuah sarang oleh induk burung
biasanya berkaitan erat dengan jumlah anak yang dapat dibesarkannya sesuai dengan kondisi lingkungan terutama suplai makanan. Kenyataannya suplai
makanan kadang-kadang sangat bervariasi dan sulit untuk memprediksi ketersediaan makanan pada saat membesarkan anak-anaknya nanti. Untuk
memecahkan masalah keterbatasan makanan ini Pecuk memiliki strategi dengan cara menetaskan telurnya tidak secara bersamaan Jumilawaty, 2004.
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan September 2014 - Januari 2015 di Kawasan Tambak Desa Tanjung Rejo Sumatera Utara.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1.
Peta lokasi penelitian: yaitu peta kawasan Pantai Percut Sei Tuan. 2.
Timbangan pegas: yaitu alat pengukur berat, yang digunakan untuk mengukur berat telur dan berat badan sarang.
3. Caliper Jangka sorong, digunakan untuk mengukur diameter panjang dan
lebar telur, panjang paruh, kaki dan sayap dengan ketelitian sampai 0,05 mm.
4. Meteran, digunakan untuk mengukur panjang tubuh burung kuntul.
5. Tali kain berwarna yang digunakan untuk menandai pohon sarang.
6. Spidol tahan air, digunakan untuk menulis nomor sarang dan nomor telur.
7. Kantung kain, sebagai alat bantu dalam mengukut berat telur dan anakan.
8. Teropong Binokuler, untuk mengidentifikasi jenis burung dan sarang.
9. Kamera, yang digunakan untuk mendokumentasikan hasil pengamatan.
10. Alat tulis.
3.3 Metoda 3.3.1. Studi Pendahuluan
Studi Pendahuluan dilakukan untuk menjajaki dan mengenal keadaan lapangan, bertujuan untuk menyusun rencana kerja penelitian dan menentukan
lokasi-lokasi pengamatan sarang Egretta alba dan Egretta garzetta. Membedakan kedua spesies melalui studi literatur.