BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Haji merupakan peristiwa keagamaan yang sangat istimewa dan mendapatkan sorotan umat manusia sejagad. Dibandingkan dengan peristiwa
“Perjalanan Keagamaan “ Pilgrimage yang terjadi di lingkungan agama- agama lain, Haji merupakan yang terbesar, baik dari segi ukuran maupun asal-
usul. Sebuah sumber menyebutkan bahwa ibadah Haji biasanya diikuti lebih dari satu juta Muslim yang berasal dari berbagai negara di dunia. Sekitar 50
persen Jama’ah Haji berasal dari wilayah Arab, 35 persen berasal dari wilayah Asia, 10 persen berasal dari wilayah sub-Sahara Afrika, dan 5 persen berasal
negara-negara Eropa dan Barat pada umumnya.
1
Kaum Muslim dari seluruh belahan dunia itu bergabung dengan Jamaah Haji asal Arab Saudi yang
jumlahnya lebih dari satu juta muslimin. Kaum Muslim yang menunaikan ibadah Haji yang jumlahnya tiga juta lebih itu merupakan sebuah asembly
umat manusia dari berbagai etnis, budaya, dan bangsa yang bersatu dalam satu tempat dan waktu untuk memenuhi panggilan dan mengagungkan asma
Allah.
2
1
Robert Bianchi, “Hajj”, dalam John L. Esposito ed., The Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic Word New York: Oxford University Press, 1995, Volume 2, h. 88-92.
2
Muhammad M. Basyuni, “Reformasi Manajemen Haji: Formula Pelayanan Prima dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji”, Pidato Penerimaan Gelar Doctor Honoris Causa dalam
Bidang Manajemen Dakwah, Sabtu 22 November 2008, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008, h. 37-38.
1
Adapun dalil yang mewajibkan untuk menjalankan ibadah Haji bagi yang mampu tercantum dalam Surat Ali Imran3: 97 berikut :
…
⌧ …
Artinya : …. Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah SWT, yaitu bagi bagi orang yang sanggup mengadakan
perjalanan kebaitullah…. Q. S. Ali Imran : 97
Penyelenggaraan Haji itu sangat kompleks, tidak hanya berkaitan dengan karakteristik jamaah yang beragam, tetapi juga berkaitan dengan
hubungan bilateral Indonesia-Arab Saudi, persiapan pemberangkatan, transportasi pesawat terbang, transportasi darat di Indonesia dan Arab Saudi,
akomodasi, penunjukan petugas, pelayanan kesehatan dan administrasi lainnya. Tantangan utamanya adalah bagaimana mengorganisasikan
penyelenggaraan Haji sehingga masyarakat Indonesia yang menunaikan ibadah Haji mendapatkan pelayanan sebaik-baiknya.
3
Menurut Muhammad M. Basyuni, dalam bukunya Reformasi Manajemen Haji, mengatakan bahwa Haji juga memiliki dimensi politik yang
kuat political force, dapat dijadikan sebagai amunisi berbagai kalangan untuk melancarkan kritik kepada pemerintah, tidak hanya bagi Departemen
Agama, tetapi juga bagi pemerintah secara luas.
3
Muhammab M. Basyuni, “Reformasi Manajemen Haji: Formula Pelayanan Prima dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji”, Pidato Penerimaan Gelar Doctor Honoris Causa dalam
Bidang Manajemen Dakwah, Sabtu 22 November 2008, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008, h.19.
Makna Haji yang paling mendapat perhatian adalah makna sebagai bisnis. Seperti diketahui, sebagai konsekuensi dari meningkatnya jumlah
jama’ah Haji, maka komponen-komponen yang diperlukan untuk penyelenggaraan ibadah Haji juga semakin meningkat. Penting dicatat bahwa
pengadaan komponen-komponen itu memiliki nilai ekonomi yang cukup besar sehingga dapat berubah menjadi ladang bisnis menggiurkan, tidak hanya bagi
masyarakat Indonesia, tetapi juga bagi masyarakat Arab Saudi.
4
Dalam konteks masyarakat muslim Indonesia, gelar Haji secara sosiologis juga merupakan status sosial. Para penyandangnya tidak hanya
dipandang memiliki kemampuan ekonomi, tidak jarang bahkan dipandang sebagai alim,yaitu seseorang yang memiliki kemampuan dalam bidang ilmu
keagamaan. Oleh karena itu, sebagaimana disebutkan dalam sebuah penelitian, gelar Haji seringkali muncul sebagai modal agama religious capital yang
memiliki kekuatan dan legitimasi dalam arena pertarungan dilingkungan komunitas, baik di wilayah pedesaan maupun perkotaan, dan dijadikan
sebagai alat strategis dalam upaya memperoleh pengakuan sosial.
5
Perkembangan teknologi informasi juga telah mengikis makna Haji sebagai media komunikasi dan informasi antara Muslim Indonesia dan
saudaranya dari dari belahan dunia lain. Muslim sekarang ini lebih banyak memperoleh informasi tentang saudara Muslim lain melalui media-media
4
Muhammad M. Basyuni, Reformasi Manajemen Haji Jakarta: FDK Press, 2008, h. 6.
5
M. Amin Akkas, Haji dan Reproduksi Sosial, Strategi Untuk Memperoleh Pengakuan Sosial Pada Masyarakat Kota Pinggiran Jakarta : Media Cita, 2005.
komunikasi modern. Televisi, surat kabar dan internet telah menggantikan makna Haji sebagai media perjumpaan dan komunikasi..
6
Pemondokan Haji merupakan salah satu aspek penting dalam penyelenggaraan Ibadah Haji. Pemondokan atau akomodasi Haji dibagi
kedalam dua bagian. Pertama, penyediaan tempat penginapan atau pengasramaan sebagai penampungan sementara pada waktu Jamaah Haji
berada di tempat embarkasi dan di debarkasi. Kedua, pemondokan selama di Arab Saudi.
Akomodasi bagi Jamaah Haji merupakan kebutuhan dasar setelah konsumsi dan sandang yang banyak memakan biaya dalam komponen BPIH-
menempati urutan kedua setelah biaya angkutan udara. Sebelum pemberangkatan ke Arab Saudi, Jamaah Haji diasramakan dimasing-masing
asrama haji embarkasi maksimal selama 24 jam sebelum penerbangan ke Arab Saudi. Fungsi Asrama Haji selain sebagai tempat pemulihan kesehatan
recovery dan peristirahatan setelah melakukan perjalanan yang cukup panjang dan melelahkan dari daerah asal masing-masing jamaah, juga sebagai
tempat penyelesaian proses penerbangan untuk perjalanan keluar negeri check-in. kegiatan selama di asrama Haji meliputi penyelesaian dokumen
perjalanan paspor Haji oleh pihak imigrasi, pemeriksaan barang bawaan oleh bea dan cukai, pemberian bekal hidup living cost, pemeriksaan kesehatan
akhir dan pemantapan manasik. Keperluan akomodasi dan konsumsi selama
6
Muhammad M. Basyuni, Reformasi Manajemen Haji Jakarta: FDK Press, 2008 ,h. 6.
berada di Asrama Haji embarkasi ditanggung oleh pemerintah karena termasuk dalam komponen BPIH.
Pembangunan Asrama Haji di setiap Provinsi didasarkan kepada tuntutan kebutuhan pemondokan untuk kesiapan operasional pemberangkatan
dan pemulangan Jamaah Haji dalam rangkaian operasional pelayanan perjalanan Haji dari Tanah Air sebelum berangkat ke Arab Saudi dan
sebaliknya. Oleh karena itu Asrama Haji mempunyai peranan dan fungsi yang penting bagi upaya peningkatan pelayanan Haji, yaitu sebagai sarana bagi
kesiapan pemberangkatan calon jamaah, tempat prosesing CIQ costum, immigration dan quarantine, mempersiapkan kondisi serta pemulihanm fisik
dan mental calon jamaah dalam rangka menghadapi perjalanan ibadah yang sangat melelahkan serta sebagai tempat reservation untuk dapat kembali ke
tempat asal masing-masing sesudah selesai menunaikan Ibadah Haji. Pembangunan Asrama itu sendiri dilaksanakan secara bertahap sesuai
dengan kemampuan dana yang tersedia. Sedangkan dana untuk pembangunannya berasal dari DIP atau APBN Kementerian Agama, bantuan
Pemda melalui APBD dan dana peningkatan fasilitas pelayanan Haji Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji melalui kegiatan crash program.
Asrama Haji terdiri dari dua kelas, yaitu Asrama Haji Embarkasi dan Asrama Haji Provinsi atau Transit. Asrama Haji Embarkasi adalah tempat
pemondokan sekaligus pelayanan operasional pemberangkatan dan pemulangan Haji, sejak dari kegiatan penerimaan sampai pemberangkatan ke
pelabuhan embarkasi dan sebaliknya penerimaan waktu kedatangan dan
kesiapan kembali ke tempat asal jamaah. Kebijakan pengasramaan di Embarkasi ini disamping dimaksudkan untuk proses reservation termasuk
kelengkapan dokumen perjalanan dan pemberian living cost, juga untuk pemulihan kebugaran jamaah dan pemberian bimbingan praktis manasik.
Dewasa ini Asrama Haji Embarkasi terdapat di sembilan tempat, yaitu: Banda Aceh, Medan, Batam, Jakarta-Pondok Gede, Jakarta-Bekasi, Solo, Surabaya,
Makassar, Balikpapan dan menyusul Banjarmasin.
7
Namun seiring berjalannya waktu, menurut data dari Departemen Agama RI, Direktorat Pelayanan Haji, Ditjen Penyelenggaraan Haji dan
Umrah, dalam buku Profil Asrama Haji Embarkasi dan Tansit, maka pada tahun 2009 Asrama Haji Embarkasi bertambah menjadi 14 Asrama, yaitu di
Padang, Palembang, Mataram Gorontalo
8
. Disamping Asrama Haji Embarkasi tersedia pula Asrama Provinsi atau
Transit, yaitu tempat pemondokan sementara calon Jamaah Haji untuk kesiapan pemberangkatan ke Asrama Haji Embarkasi sesuai kloter atau jadwal
penerbangan. Dalam rangka pengelolaan Asrama Haji, Departemen Agama
membentuk Badan Pengelola Asrama Haji di lingkungan Departemen Agama yang disingkat BPAH Embarkasi dan BPAH Transit. BPAH dibentuk
dalam rangka mengamankan, memelihara dan menjaga asset pemerintah, sehingga dapat berdayaguna secara efektif terutama untuk kepentingan misi
7
Muhammad M. Basyuni, Reformasi Manajemen Haji Jakarta: FDK Press, 2008, h. 107.
8
Departemen Agama RI, Direktorat Pelayanan Haji, Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Profil Asrama Haji Embarkasi dan Tansit Jakarta: Ditjen Haji dan Umrah, 2009, h. 6.
pelayanan Haji dan mengatur pemanfaatan diluar musim Haji secara swakelola dan swadana. Pembentukan BPAH dan manajemen pengelolaan
Asrama Haji diatur Direktur Jendral Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji. Diluar musim Haji, Asrama Haji dapat dimanfaatkan oleh masyarakat
terutama umat Islam, Lembaga Sosial, Instansi Pemerintah seperti untuk keperluan kegiatan pesta pernikahan, seminar, konggres, pelatihan atau
penataran, penampungan atlit dan kegiatan lainnya, termasuk untuk keperluan penelitian dari perguruan tinggi secara proporsional.
9
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengelolaan Asrama Haji dan menuangkannya dalam
bentuk skripsi yang berjudul “Analisis PEST Politik, Ekonomi, Sosial dan Teknologi Pada Pengelolaan Asrama Haji Embarkasi Jakarta-Bekasi”
.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah