d. Memberikan kesadaran logika taat asas terhadap hukum alam logical self consistency
Sebelum  terlahirnya  teori  atau  pandangan  heliosentris,  bangsa  Yunani memahami atau menganut pemahaman model tata surya geosentris. Beberapa ahli
yang  mendukung  pemahaman  ini:  Socrates,  Plato,  Aristoteles,  Tales, Anaximander,  dan  Pytagoras.  Mereka  mempercayai  bahwa  matahari  dan  benda
langit  lainnya  yang  berotasi  mengelilingi  bumi.  Bumi  dijadikan  sebagai  pusat peredaran  benda  langit  lainnya.  Pemahaman  ini  telah  dianut  ratusan  tahun.
Terlahirnya model atau pandangan baru mengenai model tata surya heliosentris diawali dengan ditemukannya teleskop oleh Galileo Galilie yang digunakan untuk
mengamati pergerakan benda langit. Keganjilan teori geosentris dapat terpatahkan setelah  data  pengamatan  melalui  teleskop  diperoleh  sehingga  memunculkan
adanya  teori  heliosentris.  Dari  data  pengamatan  teleskop  tersebut  Copernicus mengemukakan pandangan baru bahwa mataharilah yang menjadi pusat peredaran
benda langit lainnya. Copernicus mempertahankan teorinya tersebut sampai harus meregang nyawa karena menentang teori yang dipahami kaum gereja yang sedang
berkuasa pada saat tersebut.
e. Melatih kemampuan inferensi logika
Inferensi  Logika  sangat  berperan  dalam  melahirkan  hukum-hukum  dalam sains  atau  memprediksikan  suatu  gejala  yang  belum  terjadisebagai  prediksi.
Banyak fakta yang tak dapat diamati langsung dapat ditemukan melalui inferensia logika. Hal ini merupakan konsekuensi logis hasil pemikiran dalam sains. Sebagai
contoh  :  hukum  Titius-Bode  memprediksikan  bahwa  diantara  planet  Mars  dan jupiter  harus  ada  benda  langit  lainnya,  yang  waktu  itu  belum  dapat  ditemukan
melalui  teropong.  Setelah  ditemukannya  teropong  yang  lebih  baik  lagi  ternyata dapat  ditemukan  planet  yang  hilang  sebagaimana  diramalkannya.  Ditemukan
sederetan benda langit yang jumlahnya banyak sekali tepat berada di deret antara planet Mars dan Jupiter. Dengan demikian benarlah inferensi yang dilakukan oleh
Titius˗Bode tersebut dan orang meyakini bahwa hal itu benar. Cara  untuk  menentukan  jarak  antara  planet  dan  matahari  adalah  dengan
menggunakan hukum Titus-Bode 1766. Bunyi hukum Titus Bode :
Jarak antara planet dan matahari memenuhi deret ukur: 0, 3, 6, 12, 24, 48, dan seterusnya suku pertama dikecualikan dengan perbandingan dua, dan kemudian
tiap-tiap suku ditambah dengan 4 dan dibagi 10 dalam satuan SA. Persamaan Titus-Bode:
D = 0,4 + 0,3 x 2
n
SA D = jarak planet dari matahari SA
n = - ∞
untuk merkurius 0 = Venus
f. Memberikan kesadaran akan hukum sebab akibat causality
Sebuah  aturan  dapat  dinyatakan  sebagai  hukum  sebab˗akibat  apabila  ada reproducibility dari akibat sebagai fungsi dari penyebabnya, yang dapat dilakukan
kapan saja dan oleh siapa saja. Sebagian besar aturan fisika  yang disebut hukum bersifat  sebab  akibat.  Contoh  nya  adalah  :  hukum˗hukum  yang  saling  berlelasi
pada materi sistem dua benda langit  yang selanjutnya akan melahirkan hukum II dan II Keppler.
Relasi antar hukum˗hukum fisika pada kajian sistem dua benda langit
Hubungan  antar  hukum  dalam  fisika  dari  berbagai  faktor  dan  gejala  yang diamati selalu membentuk hubungan yang dikenal sebagai hukum sebab akibat.
g. Memahami pemodelan matematik