Wujud Formal dan Wujud Pragmatik Imperatif

sekalian, kamu sekalian dan kalian-kalian; 2 mempertahankan bentuk verba yang dipakai dalam kalimat deklaratif itu seperti apa adanya; dan 3 menambah partikel-lah pada bagian tertentu untuk memperhalus maksud imperatif aktif tersebut. Dalam membentuk tuturan imperatif aktif tidak transitif tetap berlaku, perbedaannya adalah bahwa untuk membentuk imperatif aktif transitif, verbanya harus dibuat tanpa berawalan me-N. Contoh yang bernomor 34 a dan b pada tuturan-tuturan berikut dapat dicermati dan dipertimbangkan. 34 a. Yang bisa kita lakukan untuk mengurangi dampak pemanasan global adalah menghentikan listrik jika tidak digunakan, menghemat kertas dan plastik, mengurangi menggunakan kendaraan, tanam pohon disekitar dan juga merawatnya. Mungkin kita sudah menanam pohon tapi apakah kita juga merawatnya? Percuma saja menanan pohon kalau tidak dirawat juga akan mati. Sumber data No.6: Mas Taufiq Dirga P, 2013 Informasi Indeksal : Pidato Mas Taufiq Dirga P meminta kepada kitsa, agar mengetahui dampak dari pemanasan global. Karena pemanasan global tanda-tanda bumi akan hancur. b. Yang bisa kita lakukan untuk mengurangi dampak pemanasan global adalah hentikan listrik jika tidak digunakan, hemat kertas dan plastik, mengurangi menggunakan kendaraan, tanam pohon disekitar dan juga merawatnya. Mungkin kita sudah menanam pohon tapi apakah kita juga merawatnya? Percuma saja menanan pohon kalau tidak dirawat juga akan mati. Sumber data No.6: Mas Taufiq Dirga P, 2013 Informasi Indeksal : Pidato Mas Taufiq Dirga P meminta kepada kitsa, agar mengetahui dampak dari pemanasan global. Karena pemanasan global tanda-tanda bumi akan hancur. Perlu dicatat bahwa apabila verba kalimat deklaratif yang akan dibentuk menjadi imperatif aktif transitif itu memiliki dua unsur awalan, misalnya memper- dan member-, hanya unsur me-N sajalah yang perlu ditinggalkan. Perlu dicatat pula bahwa pada akhiran yang melekat pada verba dipertahankan dan tidak perlu dihilangkan di dalam pembentukan tuturan imperatif aktif transitif. Pada kalimat imperatif 34a dan 34b ditinjau secara pragmatik menunjukan kaidah kesantunan formalitas formality, hal ini sesuai dengan pernyataan Lakoff, 1973. Kesantunan formalitas yaitu kesantunan bertutur yang tidak memaksa orang lain untuk melakukan sesuatu, tetapi mampu menyarankan kepada orang lain untuk menentukan pilihan yang terbaik untuk dilakukan, contoh kalimat 34b kalimat imperatif aktif transitif ini dipilih oleh pembicara untuk dapat menimbulkan efek “senang” pada lawan bicara untuk bersedia melakukan tindakan yang dapat mengurangi pemanasan global. Dengan demikian, harapan pembicara dapat tercapai sesuai dengan apa yang harapkannya, tanpa menyinggung perasaan orang lain karena pembicara menggunakan nosi kesantunan berbahasa. b. Imperatif Pasif Dalam komunikasi keseharian, maksud tuturan imperatif lazimnya dinyatakan dalam tuturan yang berdiatesis pasif. Digunakan bentuk tuturan yang demikian dalam menyatakan maksud imperatif karena pada pemakaian imperatif pasif itu, kadar suruhan yang dikandung di dalamnya cenderung menjadi rendah. Selain itu, bentuk imperatif pasif juga dapat mengandung konotasi makna bahwa orang ketigalah yang diminta melakukan sesuatu, bukanlah orang kedua. Kadar permintaan dan kadar suruhan yang terdapat di dalam imperatif itu tidak terlalu tinggi karena maksud tuturan itu tidak secara langsung tertuju kepada orang yang bersangkutan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa di dalam pemakaian tuturan imperatif pasif itu terdapat maksud penyelamatan muka yang melibatkan muka si penutur maupun muka diri si mitra tutur. Untuk memperjelas hal ini dapat dicermati dan dipertimbangkan dalam tuturan berikut. 24 Tentu saja diharapkan agar pemerintah lebih berperan aktif dalam mencegah pemanasan global menjadi berakibat buruk bagi bumi yang tentu saja efeknya akan kemabali ke kita. Sumber data No. 3: Elsiandari Rahayu, 2013 Informasi Indeksal: Pembicara dalam pidatonya pendengar, hususnya pemerintah untuk menjaga lingkungan mulai dari hal terkecil, agar alam ini terhindar dari pemanasan global. Pada kalimat imperatif pasif secara pragmatik menunjukan kesantunan dalam studi bahasa yang bermakna bagaimana bahasa mengekspresikan jarak sosial antara para penuturya dan hubungan peran mereka yang berbeda-beda. Selain itu bagaimana muka berperan, yakni upaya untuk mewujudkan, mempertahankan, dan penyelamatan muka. Menurut Richards 1985 diartikan sebagai kesan atau impresi terhadap seseorang atau yang ditunjukan oleh seseorang kepada partisipan lain. Kalimat imperatif pasif dalam komunikasi dalam hal ini adalah pidato, kadar suruhan yang terkandung di dalamnya cenderung menjadi rendah, karena orang ketiga yang diminta untuk melakukan sesuatu. Dapat dilihat contoh tuturan 24 orang ketiga yang diminta untuk melakukan sesuatu yaitu pemerintah, dalam hal ini pemerintah diharapkan agar berperan lebih aktif dalam menjaga lingkungan serta alam agar terhindar dari pemanasan global. Dengan demikian harapan pembicara dapat tercapai sesuai dengan yang di harapkan tanpa menyinggung perasaan orang lain, karena pembicara menggunakan kesantunan dalam berbahasa. 2 Mari kita cegah mulai dari diri kita sendiri dan dari sekarang, untuk tidak membuat keadaan bumi semakin lebih buruk. Sumber data No. 2: Dinny Nadia P, 2013 Informasi Indeksal: Kalimat imperatif ajakan dalam teks pidato ini, pembicara mengajak kepada pendengar untuk menjaga bumi agar terhindar dari pemanasan global. 31 Disini saya ingin menyampaikan tentang pentingnya menjaga bumi dan memelihara bumi. Karena bumi adalah tempat berlangsungnya kehidupan para umat manusia. Jika bumi ini tidak dijaga dan dipelihara dengan benar. Maka, yang akan terjadi ialah bumi bisa mengalami kerusakan dimana-mana. Untuk mencegah kerusakan pada bumi ini. Maka, langkah yang pertama adalah dengan mencoba bersahabat dengan alam. Sumber data No. 10: M. Irfan Ardiansyah, 2013 Informasi Indeksal : Pidato yang sampaikan M. Irfan kepada pendengar agar menjaga bumi, mulai dari sendiri dan dari hal terkecil misalnya menghemat listrik, pemakaian kendaran bermotor seperlunya dan lain sebagainya. Tuturan 2 akan menjadi semakin halus dan semakin tidak langsung apabila tuturan itu tidak diungkapkan dengan intonasi suruh. Selain itu, untuk mengurangi kadar kelangsungan tuturan, seperti yang terdapat 2 dapat ditambahkan unsur-unsur lingual lain sehingga tuturan menjadi semakin panjang. Semakin panjang sebuah tuturan akan menjadi semakin tidak langsunglah maksud sebuah tuturan itu. dapat dipertimbangkan tuturan 31. Demikian sebaliknya semakin pendek sebuah tuturan akan menjadi semakin langsunglah maksud tuturan itu. untuk pemperjelas hal ini dapat dilihat tuturan 5. Semakin langsung maksud sebuah tuturan, menjadi semakin rendahlah kadar kesantunannya. 5 Mari kita cegah semaksimal mungkin efek dari pemanasan global. Sumber data No. 3: Elsiandari Rahayu, 2013 Informasi Indeksal: Pembicara mengajak kepada pendengar, agar menjaga bumi dari pemanasan global karena pemasanan global akan merugikan manusia yang ada di bumi. Pada kalimat imperatif secara pragmatik menunjukan kesantunan, yaitu adanya etika berbahasa erat kaitannya dengan pemilihan kode bahasa. Pada konteks ini pembicara memilih sistem budaya yang berlaku dalam suatu masyarakat. Dapat cermati tuturan 5 dan 31. 5 Mari kita cegah semaksimal mungkin efek dari pemanasan global. Sumber data No. 3: Elsiandari Rahayu, 2013 Informasi Indeksal: Pembicara mengajak kepada pendengar, agar menjaga bumi dari pemanasan global karena pemasanan global akan merugikan manusia yang ada di bumi. 31 Disini saya ingin menyampaikan tentang pentingnya menjaga bumi dan memelihara bumi. Karena bumi adalah tempat berlangsungnya kehidupan para umat manusia. Jika bumi ini tidak dijaga dan dipelihara dengan benar. Maka, yang akan terjadi ialah bumi bisa mengalami kerusakan dimana-mana. Untuk mencegah kerusakan pada bumi ini. Maka, langkah yang pertama adalah dengan mencoba bersahabat dengan alam. Sumber data No. 10: M. Irfan Ardiansyah, 2013 Informasi Indeksal : Pidato yang sampaikan M. Irfan kepada pendengar agar menjaga bumi, mulai dari sendiri dan dari hal terkecil misalnya menghemat listrik, pemakaian kendaran bermotor seperlunya dan lain sebagainya. Tuturan 5 dan 31 memiliki makna dan tujuan yang sama, yaitu menjaga dan memelihara bumi agar tidak terjadi pemanasan global, yang membedakan adalah panjang pendek tuturan tersebut. Ditinjau dari norma-norma sosial yang berlaku di masyarakat Indonesia orang yang berbicara langsung terhadap apa yang diinginkannya, dapat dikatakan kadar kesantunannya rendah. Selain itu secara sosial dapat membangkitkan efek yang menunjukan rasa tidak senang terhadap lawan dalam hal ini pendengar pidato. Demikian sebaliknya norma yang berlaku di masyarakat Indonesia orang bercara secara tidak langsung, maka orang tersebut dikatakan santun. 2. Wujud Pragmatik Imperatif Berbeda dengan wujud formal imperatif sebagaimana telah disampaikan di bagian awal bahwa wujud struktural imperatif adalah realisasi maksud imperatif, sedangkan wujud pragmatik imperatif dalam bahasa Indonesia tidak selalu berupa konstuksi imperatif. Dengan perkataan lain, wujud pragmatik imperatif dalam bahasa Indonesia tersebut dapat berupa tuturan yang bermacam-macam, dapat berupa konstruksi imperatif dan dapat pula berupa konstruksi nonimperatif. Adapun yang dimaksud dengan wujud pragmatik adalah realisasi maksud imperatif dalam bahasa Indonesia apabila dikaitkan dengan konteks situasi tutur yang melatarbelakanginya. 7 Makna pragmatik imperatif tuturan yang demikian itu sangat ditentukan oleh konteksnya. Dari penelitian yang dilakukan mengenai teks pidato yang dibuat siswa SMP Islam Harapan Ibu kelas IX semester genap, peneliti hanya menggunakan tiga macam makna pragmatik imperatif di dalam bahasa Indonesia sesuai dengan pembatasan masalah. Tiga macam makna pragmatik imperatif itu ditemukan baik di dalam tuturan imperatif langsung maupun di dalam tuturan imperatif tidak langsung. Pada bagian berikut, masing-masing wujud makna pragmatik imperatif akan diuraikan secara terperinci. 7 7 Kunjana Rahardi, op. cit,. h. 93. a. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Suruhan Secara struktural, imperatif yang bermakna suruhan dapat ditandai oleh pemakaian penanda kesantunan coba. Selain itu tuturan yang menggunakan penanda kesantunan dapat diparafrasa sehingga lebih santun. 8 Untuk mengetahui apakah tuturan yang diparafrasa tersebut merupakan imperatif dengan makna suruhan. Pada kegiatan bertutur yang sesungguhnya, makna pragmatik imperatif suruhan itu tidak selalu diungkapkan dengan konstruksi imperatif. Makna pragmatik imperatif suruhan dapat diungkapkan dengan bentuk tuturan deklaratif dan tuturan interogatif. Diketahui bahwa bentuk tuturan deklaratif adalah kalimat yang isinya menyampaikan pernyataan yang ditujukan kepada orang lain. Sedangkan interogatif adalah kalimat yang mengharapkan adanya jawaban secara verbal. Seperti dapat dilihat pada contoh-contoh tuturan sebagai berikut: 16 Solusi yang mudah dilakukan dan aman adalah: 1. Menggunakan kendaraan bermotor seperlunya saja 2. Mengurangi pembakaran sampah dan pembakaran yang lain 3. Reboisasi 4. Mengurangi penggunaan farmum. Sumber data No. 15: Zhafran, 2013 Informasi Indeksal : Dalam pidato yang disampaikan Zhafran, menyuruh kepada pendengar agar waspada terhadap terjadinya pemanasan global yang akan merugikan kita semua. 17 Agar lingkungan bersih kita juga harus membudiyakan membuang sampah tidak sembarangan dan mulai sekarang menanamkan kepada diri kita bahwa kebersihan sebagian dari iman. Sumber data No. 17: Fadlila Meivira Jelita, 2013 Informasi Indeksal : Kalimat ajakan dalam pidato yang disampaikan oleh fadlila Meivira, mengajak kepada kita agar menjaga lingkungan. 8 Ibid., hlm. 96. Tuturan yang mengandung makna pragmatik ditunjukan dengan penanda kesantunan coba. Bertutur yang sesungguhnya yang mengandung makna pragmatik imperatif suruhan tidak selalu diungkapkan dengan kontruksi imperatif. Sebetulnya dapat diungkapkan dengan bentuk tuturan deklaratif dan bentuk tuturan interogatif. Di dalam tuturan 16 dan 17 mengandung makna suruhan dengan bentuk tuturan deklaratif yaitu pembicara dalam pidatonya menyeruh kepada kita sebagai pendengar agar menjaga lingkungan dan melestarikan alam agar terhindar dari pemanasan global. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa di dalam sebuah kesantunan setiap orang bertutur dalam konteks ini adalah pidato berkeinginan agar apa yang dilakukan, apa yang dimilikinya atau apa yang merupakan nilai-nilai yang ia yakini sebagai akibat dari apa yang dilakukan atau dimilikinya itu diakui orang lain sesuatu hal yang baik, yang menyenangkan dan patut dihargai Brown dan Levinson 1996. b. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Ajakan Imperatif dengan makna ajakan, biasanya ditandai dengan pemakaian penanda kesantunan mari atau ayo. Kedua macam penanda kesantunan itu masing-masing-masing memiliki makna ajakan. Pemakaian penanda kesantunan itu di dalam tuturan dapat dilihat pada contoh tuturan sebagai berikut: 4 Mari kita cegah semaksimal mungkin efek dari pemanasan global. Sumber data No. 2: Dinny Nadia P, 2013 Informasi Indeksal: Dalam pidato yang disampaikan Dinny mengajak kepada pendengar agar menjaga bumi dari pemanasan global. 11 Saya mencoba mengambil kesimpulan bahwa perlu adanya kesadaran kita bersama untuk saling menjaga, merawat dan menghijaukan bumi menanam pohon, melestarikan hutan air, membersihkan sampah dan kotoran dari kali, udara mengurangi bahan bakar, dan segala isinya agar tetap lestari khususnya membersihkan lingkungan disekitar tempat tinggal masing-masing, sehingga kita dapat hidup dengan nyaman sehat, sejahtera. Sumber data No. 10: M Irfan Ardiansyah, 2013 Informasi Indeksal : Pidato yang disampaikan M Irfan, mengajak kepada pendengar untuk saling mengingatkan mengenai efek dari pemanasan global, selian itu untuk sama-sama menjaga dan merawat bumi ini dengan baik agar terhindar dari pemanasan global. Secara pragmatik imperatif makna ajakan tuturan 4 menunjukan kesantunan dengan penanda mari. Tetapi ditinjau dari norma sosial yang berlaku dalam masyarakat Indonesia, tuturan tersebut mengandung kadar kesantunan sangat rendah. Karena tuturan 4 secara langsung diungkapkan tanpa adanya unsur lingual, semakin pendek sebuah tuturan akan menjadi semakin langsunglah maksud tuturan itu. Semakin langsung maksud sebuah tuturan, menjadi semakin rendah kadar kesantunannya. Secara pragmatik maksud imperatif ajakan, tidak selalu diwujudkan dengan penanda kesantunan imperatif. Berkenaan dengan makna pragmatik imperatif ajakan termaksud tuturan 11. Etika berbahasa antara lain “mengatur” dalam artian apa yang harus kita katakan pada waktu dan keadaan tertentu kepada seorang partisipan tertentu berkenaan dengan status sosial dan budaya dalam masyarakat. Budaya masyarakat Indonesia dalam bertutur secara tidak langsung, ketaklangsungan tuturan tersebut mengandung kesantunan. c. Tuturan yang mengandung Makna Pragmatik Imperatif Permintaan Tuturan imperatif yang mengandung makna permintaan lazimnya terdapat ungkapan penanda kesantunan tolong atau frasa lain yang bermakna minta. Makna imperatif permintaan yang lebih halus diwujudkan dengan penanda kesantunan mohon. Dari hasil analisis di dalam teks pidato yang buat siswa SMP Islam Harapan Ibu kelas IX semester genap, tidak terdapat penanda kesantunan tolong dan mohon. Peneliti hanya mendapatkan frasa yang bermakna minta. Dapat dilihat pada contoh berikut: 26 Yang bisa kita lakukan untuk mengurangi dampak global warming adalah mematikan listrik jika tidak digunakan, menghemat kertas dan plastik, mengurangi kendaraan bermotor, menanam pohon di sekitar dan juga merawatnya, mungkin kita sudah menanam pohon tapi jika tidak dirawat akan mati juga. Sumber data No. 13: Charina, 2013 Informasi Indeksal : Pendengar diminta untuk menghemat kertas dan plastik, menggunakan kendaraan bermotor seperlunya, dan menanam pohon sebanyak-banyaknya dan selalu merawatnya. 27 Disini saya ingin menyampaikan tentang pentingnya menjaga bumi dan memelihara bumi. Karena bumi adalah tempat berlangsungnya kehidupan para umat manusia. Jika bumi ini tidak dijaga dan dipelihara dengan benar. Maka, yang akan terjadi ialah bumi bisa mengalami kerusakan dimana-mana. Untuk mencegah kerusakan pada bumi ini. Maka, langkah yang pertama adalah dengan mencoba bersahabat dengan alam. Sumber data No. 10: M. Irfan Ardiansyah, 2013 Informasi Indeksal : Pidato yang sampaikan M. Irfan kepada pendengar agar menjaga bumi, mulai dari sendiri dan dari hal terkecil misalnya menghemat listrik, pemakaian kendaran bermotor seperlunya dan lain sebagainya. Ada tiga kaidah yang perlu kita patuhi agar ujaran terdengar santun oleh pendengar atau lawan bicara kita yaitu: 1 jangan memaksa atau jangan angkuh, dalam hal ini pembicara mengajak kepada pendengar untuk menjaga lingkungan agar terhindar dari pemanasan global tanpa ada paksaan; 2 buatlah sedemikian rupa sehingga lawan bicara Anda dapat menentukan pilihan, yang menjadi lawan bicara disini adalah pemdengar dalam hal ini pendengar dapat menentukan pilihan yang terbaik yang dilakukun pendengar agar terhindar dari pemanasan global; 3 bertindaklah seolah-olah Anda dan lawan bicara Anda sama atau dengan kata lain buatlah ia senang Lakoff 1973. Dengan demikian pidato yang disampaikan oleh pembicara mengenai pemanasan global meminta kepada pendengar untuk menjaga lingkungan dan melestarikan alam agar terhindar dari pemanasan global.

2. Kesantunan Linguistik dan Kesantunan Pragmatik Imperatif

Terdapat dua hal pokok yang dibicarakan di dalam pembahasan selanjutnya. Kedua hal pokok itu mencakup wujud-wujud kesantunan berkaitan dengan pemakaian tuturan imperatif dalam bahasa Indonesia. Wujud kesantunan pertama menyangkut ciri linguistik, sedangkan wujud kesantunan kedua menyangkut ciri nonlinguistik. Tuturan imperatif yang selanjutnya mewujudkan kesantunan pragmatik. Pada bagian-bagian berikut, masing-masing wujud kesantunan tersebut akan diuraikan secara terperinci. 1. Kesantunan Linguistik Tuturan Imperatif Kesantunan linguistik tuturan imperatif bahasa Indonesia mencakup hal-hal sebagai berikut: 1 panjang- pendek tuturan; 2 urutan tuturan; 3 pemakaian ungkapan penanda kesantunan. 9 Ketiga hal tersebut dipandang sebagai faktor penentu kesantunan linguistik tuturan imperatif dalam bahasa Indonesia. Akan dibahas secara terperinci. a. Panjang-Pendek Tuturan sebagai Penentu Kesantunan Lunguistik Tuturan Di dalam masyarakat Indonesia dan kebudayaannya, bahasa dan unsur panjang-pendek tuturan yang digunakan dalam menyampaikan maksud kesantunan penutur itu dapat diidentifikasi dengan sangat jelas. Terdapat semacam ketentuan tidak tertulis bahwa pada saat menyampaikan maksud tertentu di dalam kegiatan bertutur, orang tidak diperbolehkan secara langsung 9 Ibid., hlm. 118. mengungkapkan maksud tuturnya. Orang yang terlalu langsung dalam menyampaikan maksud tuturnya akan dianggap sebagai orang yang tidak santun dalam bertutur. Secara umum, dapat dikatakan bahwa semakin panjang tuturan yang digunakan, akan semakin santunlah tuturan itu. Sebaliknya, semakin pendek sebuah tuturan, akan cenderung semakin tidak santunlah tuturan itu. Dikatakan demikian, karena panjang-pendeknya tuturan berhubungan sangat erat dengan masalah kelangsungan dan tidaklangsungan dalam bertutur. Selanjutnya disampaikan bahwa, kelangsungan dan tidaklangsungan tuturan itu berkaitan dengan masalah kesantunan. Semakin langsung sebuah tuturan, lazimnya unsur basa-basi yang digunakan di dalam bertutur menjadi semakin tidak jelas. Pada masyarakat Indonesia, bahasa dan unsur basa basi sangat penting kemunculannya pada saat kegiatan bertutur berlangsung. Semakin banyak digunakan unsur basa-basi, tuturan yang digunakan akan cenderung menjadi semakin panjang. Sebaliknya, semakin tidak banyak menggunakan unsur basa- basi tuturan yang digunakan akan cenderung menjadi semakin pendek. Tuturan yang demikian dapat dipastikan memiliki ciri kelangsungan sangat tinggi. Karena memiliki kadar kelangsungan sangat tinggi, kadar kesantunan yang didukung di dalam tuturan itu akan menjadi sangat rendah. Oleh katena itu, orang yang tidak menggunakan unsur basa-basi di dalam bertutur dikatakan sebagai orang yang tidak tahu sopan santun. Sebaliknya, orang yang banyak menggunakan unsur basa-basi pada saat bertutur dikatakan sebagai orang santun. Berkenaan dalam hal ini contoh tuturan berikut. 1 Mari kita cegah mulai dari diri kita sendiri dan dari sekarang, untuk tidak membuat keadaan bumi semakin lebih buruk. Sumber data No. 2: Dinny Nadia P, 2013 Informasi Indeksal: Kalimat imperatif ajakan dalam pidato ini pembicara menyatakan mulai sekarang jaga bumi agar terhindar dari global warming. 5 Mari kita cegah mulai dari diri kita sendiri dan dari sekarang, untuk tidak membuat keadaan bumi menjadi lebih buruk dengan cara: 1 hemat pemakaian listrik. Gunakan listrik seperlunya, jangan buang- buang energi listrik walaupun kita mempunyai uang untuk membayar tagihan listrik; 2 hemat pemakaian air; 3 tanam pohon-pohon atau tanaman di sekitar kita; serta 4 kurangi juga pemakaian kendaraan bermotor. Sumber data No. 3: Elsiandari Rahayu, 2013 Informasi Indeksal: Kalimat imperatif ajakan ini dimaksudkan oleh pembicara dalam pidatonya bahwa setiap orang harus mencegah semaksimal mungkin dari beberapa aspek yang menimbulkan pemanasan global. Tuturan-tuturan di atas masing-masing memiliki jumlah kata dan ukuran panjang-pendek yang tidak sama, yakni secara berurutan. Tuturan 21 dapat dikatakan secara linguistik kadar kesantunannya sangat rendah, sedangkan tuturan 5 berkadar kesantunan sangat tinggi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin panjang sebuah tuturan menjadi semakin santulah tuturan itu. Sebaliknya, semakin pendek sebuah tuturan akan menjadi semakin tidak santunlah tuturan itu. Dari uraian yang disampaikan, dapat dikatakan bahwa penanda kesantunan dalam pemakaian tuturan imperatif bahasa Indonesia, dapat diidentifikasi dari panjang-pendeknya wujud tuturan imperatif itu. Apabila seorang penutur dapat memperpanjang tuturannya dalam bertutur, tentu saja dengan makna dasar yang tidak berubah dari makna sebelumnya. Penutur itu akan dikatakan sebagai orang santun. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan Chaer dan Lionie Agustina 1995 yang menyatakan bahwa etika berbahasa erat kaitannya dengan memilihan kode bahasa, norma-norma sosial, dan sistem budaya yang berlaku dalam suatu masyarakat. b. Urutan Tutur sebagai Penentu Kesantunan Linguistik Tuturan Pada kegiatan bertutur yang sesungguhnya, orang selalu mempertimbangkan apakah tuturan yang digunakan itu tergolong sebagai tuturan santun ataukah tuturan tidak santun. Dapat terjadi, bahwa tuturan yang digunakan itu kurang santun dan dapat menjadi jauh lebih santun ketika tuturan itu ditata kembali urutannya. Untuk mengutarakan maksud-maksud tertentu, orang biasanya mengubah urutan tuturnya agar menjadi semakin tegas, keras, dan suatu ketika bahkan semakin kasar. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, urutan tutur sebuah tuturan berpengaruh besar terhadap tinggi-rendahnya peringkat kesantunan tuturan yang digunakan pada saat bertutur. Dalam wacana panjang, urutan tutur sebuah tuturan relatif lebih mudah diidentifikasi dibandingkan dengan urutan tutur pada tuturan pendek. Sebagai ilustrasi, dapat disampaikan bahwa dalam masyarakat tutur jawa, orang akan mengetuk pintu dan mengatakan kulonuwun atau permisi terlebih dahulu pada saat bertemu, baru kemudian orang itu masuk rumah dan duduk di kursi setelah dipersilakan oleh tuan rumah. Urutan yang demikian sangat menentukan penilaian seseorang terhadap perilaku kesantunan orang tersebut. Dalam tuturan pendek, urutan tutur itu dapat pula diidentifikasi keberadaannya walaupun memang tidak semudah pada wacana panjang. Berkenaan dengan urutan tutur sebagai penentu kesantunan linguistik tuturan imperatif seperti contoh sebagai berikut. 11 Saya mencoba mengambil kesimpulan bahwa perlu adanya kesadaran kita bersama untuk saling menjaga, merawat dan menghijaukan bumi menanam pohon, melestarikan hutan air, membersihkan sampah dan kotoran dari kali, udara mengurangi bahan bakar, dan segala isinya agar tetap lestari khususnya membersihkan lingkungan disekitar tempat tinggal masing-masing, sehingga kita dapat hidup dengan nyaman sehat, sejahtera. Sumber data No. 10: M Irfan Ardiansyah, 2013 Informasi Indeksal : Pidato yang disampaikan M Irfan, mengajak kepada pendengar untuk saling mengingatkan mengenai efek dari pemanasan global, selian itu untuk sama-sama menjaga dan merawat bumi ini dengan baik agar terhindar dari pemanasan global. 25 Manusia yang menyebabkan global warming maka manusia juga yang harus menghentikan global warming dimulai dari hal kecil dan mulai saat ini. Sumber data No. 12: Raras Cinnya W, 2013 Informasi Indeksal: Pembicara mengatakan dalam pidatonya, bahwa kita sebagai manusia yang hidup di bumi harus menjaga lingkungan agar terhidar dari global warming. Manusia harus sadar terjadinya pemanasan global adalah ulah manusia itu sendiri. Tuturan 11 dan 25 mengandung maksud yang sama. Namun demikian, kedua tuturan itu berada dalam hal peringkat kesantunannya. Tuturan 11 lebih santun dibandingkan dengan tuturan 25 karena untuk menyatakan maksud imperatifnya, tuturan itu diawali terlebih dahulu dengan informasi lain yang melatar-belakangi imperatif yang dinyatakan selanjutnya. Kemunculan tuturan yang tersembunyi dapat merendahkan kadar imperatif tuturan itu secara keseluruhan. Urutan tutur yang demikian berkaitan erat dengan masalah kelangsungan dan ketidaklangsungan tuturan. Tuturan yang langsung itu berkadar kesantunan rendah, sedangkan tuturan yang tidak langsung berkadar kesantunan tinggi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tuturan imperatif yang diawali dengan informasi nonimperatif di depannya memiliki kadar kesantunan lebih tinggi dibandingkan dengan tuturan imperatif yang tanpa diawali informasi nonimperatif di depannya. Kesantunan yang berkisar atas nosi muka yang dibagi dua, yaitu muka