Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi di atas, maka masalah yang akan diteliti dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana bentuk kalimat kesantunan imperatif permintaan dalam teks pidato bahasa Indonesia siswa SMP Islam Harapan Ibu kelas IX semester genap? 2. Bagaimana bentuk kalimat kesantunan imperatif ajakan dalam teks pidato bahasa Indonesia siswa SMP Islam Harapan Ibu kelas IX semester genap? 3. Bagaimana bentuk kalimat kesantunan imperatif suruhan dalam teks pidato bahasa Indonesia siswa SMP Islam Harapan Ibu kelas IX semester genap?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada rumusan masalah penelitian, penulis mengambil tujuan sebagai berikut: 1. Untuk mengidentifikasi penggunaan bahasa yang menunjukan kesantunan imperatif permintaan dalam teks pidato siswa SMP Islam Harapan Ibu Kelas IX Semester genap. 2. Untuk mengetahui bagaimana bentuk kalimat yang menjadikan nilai komunikasi kesantunan imperatif ajakan dalam pidato bahasa Indonesia siswa SMP Islam Harapan Ibu kelas IX Semester genap. 3. Untuk mengidentifikasi penggunaan bahasa yang menunjukan kesantunan imperatif suruhan dalam teks pidato siswa SMP Islam Harapan Ibu Kelas IX Semester genap.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini ditinjau dari dua manfaat yaitu 1 teoretis; 2 praktis. Berikut uraian masing-masing manfaat itu: 1. Manfaat teoretis sebagai berikut: a. Melakukan deskripsi penggunaan bahasa yang menunjukan kesantunan imperatif dalam teks pidato siswa SMP Islam Harapan Ibu. b. Melakukan inventarisasi karya teks pidato siswa SMP Islam Harapan Ibu yang menggunakan Bahasa Indonesia yang menunjukan kesantunan imperatif. 2. Manfaat praktis sebagai berikut: a. Sebagai masukan bagi pihak sekolah dalam menyusun perencanaan pengajaran bahasa Indonesia. b. Hasil penelitian ini berguna untuk memahami tingkat pemahaman siswa terhadap bahasa Indonesia. 7

BAB II KAJIAN TEORETIS

A. Kesantunan Berbahasa Penelitian tentang “Kesantunan positif komunikasi dokter pasien dalam program konsultasi seks”, Agung Pramujiono 2007, Universitas PGRI Adi Buana UNIPA, Surabaya, mengemukakan tentang komunikasi dokter dengan pasien adalah model yang menempatkan informasi sebagai milik bersama. Dokter dapat membuka saluran komunikasi dengan pasien dengan cara mendengarkan secara aktif serta dengan dokter apabila pasien mempunyai motivasi untuk sembuh serta mempunyai rasa percaya kepada dokter. Secara garis besar, harapan pasien terhadap dokter adalah sebagai berikut: 1 mampu mengobati pasien dengan cara mutakhir, teliti, dan trampil; 2 mampu mendengarkan, menghormati pendapat pasien, berlaku santun dan patuh pertimbangan, berkomunikasi dengan baik, memberikan nasihat tanpa menggurui; 3 mampu menyimpan rahasia, bersifat jujur dan punya integritas, dan tetap memberikan asuhan walaupun ilmu kedokteran tidak berhasil lagi; 4 mampu mempertahankan hubungan luwes sehingga pasien mendapat penjelasan lengkap dan dilibatkan dalam keputusan tentang asuhan. 1 Berdasarkan analisis data ditemukan beberapa strategi kesantunan positif yang digunakan dalam percakapan dokter dan pasien dalam program konsultasi seks. Strategi tersebut adalah sebagai berikut: 1 memberikan perhatian dan empati; 2 menggunakan gurauan; 3 menunjukan keoptimisan; 4 meminta alasan atau memberikan pertanyaan; 5 meminta persetujuan dengan pengulangan ujaran. 2 Penggunaan strategi seks merupakan suatu upaya untuk mengurangi jarak antara dokter dengan pasien sehingga terjalin kedekatan hubungan, tercipta suasana yang santai, dan tidak menegangkan selama percakapan berlangsung. Dengan adanya suasana yang nyaman diharapkan pasien dapat menjadi lebih 1 Agung Pramujiono, “Kesantunan Positif Komunikasi Dokter dan Pasien dalam Program Konsultasi Seks ”, Jurnal Linguistik Indonesia, 2007, h. 152. 2 Ibid., h. 156. terbuka dalam menyampaikan problemik seksual yang dihadapi. Penelitian tentang kesantunan berbahasa juga diteliti oleh Asim Gunarwan 1994, menyatakan bahwa kesantunan berkisar atas nosi muka yang dibagi dua, yaitu muka negatif dan muka positif. Muka negatif mengacu pada citra diri setiap orang yang rasional yang berkeinginan agar ia dihargai dengan jalan membiarkannya bebas dari kehausan mengerjakan sesuatu. Muka positif sebaliknya, mengacu pada citra diri setiap orang yang rasional yang berkeinginan agar apa yang dilakukannya, apa yang dimilikinya, atau apa yang merupakan nilai-nilai yang ia yakini sebagai akibat dari apa yang dilakukan dan dimilikinya itu diakui orang lain sebagai suatu hal yang baik, yang menyenangkan, yang patut dihargai, dan seterusnya. 3 Selanjutnya Yule 1996 mengatakan bahwa muka negatif merupakan kebutuhan akan kebebasan, sedangkan muka positif merupakan kebutuhan akan keterhubungan atau keterterimaan. Istilah positif dan negatif di sini tidak berkaitan dengan baik dan buruk. 4 Berkaitan dengan kesantunan, Holmes 1992 sebagaimana dikutip oleh Agung Pramujiono 2007 menyatakan bahwa kesantunan merupakan hal yang sangat kompleks dalam berbahasa. Hal ini sulit dipelajari karena tidak hanya melibatkan pemahaman aspek kebahasaan saja, tetapi perlu juga memahami nilai- nilai sosial dan kultur dari suatu masyarakat tutur. 5 Pendapat serupa dikemukakan oleh Chaer dan Leonie Agustina 1995 yang menyatakan bahwa etika berbahasa erat kaitannya dengan pemilihan kode bahasa, norma-norma sosial, dan sistem budaya yang berlaku dalam suatu masyarakat. Etika berbahasa antara lain akan “mengatur”: 1 apa yang harus kita katakan pada waktu dan keadaan tertentu kepada seorang partisipan tertentu berkenaan dengan status sosial dan budaya dalam masyarakat itu; 2 ragam bahasa apa yang paling wajar kita gunakan dalam situasi sosiolinguistik dan budaya tetentu; 3 kapan dan bagaimana kita menggunakan giliran berbicara kita, dan menyela pembicaraan orang lain; 4 3 Ibid., hlm 152. 4 Brown, Gilian dan Goerge Yule, Analisis Wacana, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Umum, 1996, h. 62. 5 Agung Pramujiono, loc. cit.