Nilai ambang batas m=2

dari koefisien nilai tukar. Nilai antilog koefisien nilai tukar dengan nilai ambang batas m=1,5 sebesar 1,0019. Artinya, apabila variabel nilai tukar mengalami penurunan sebesar 1 persen akan meningkatkan potensi terjadinya krisis sebesar 1.0019 kali dari pada kemungkinan tidak terjadinya krisis, dengan asumsi variabel lain dianggap tetap. Pada nilai ambang batas m = 1.5 variabel suku bunga yang telah diestimasi menghasilkan koefisien -0,200669 Tabel 4.10. Artinya, dalam kondisi variabel lainnya konstan , apabila suku bunga mengalami penurunan sebesar 1 persen, secara rata-rata nilai estimasi logit kemungkinan terjadinya krisis mengalami peningkatan sebesar 0,200669. Namun interpretasi ini akan lebih berarti, apabila diestimasi secara ekonomi dalam bentuk peluang, yaitu diperoleh dengan cara menghitung nilai antilog dari koefisien nilai tukar. Nilai antilog koefisien suku bunga dengan nilai ambang batas m=1,5 sebesar 1,2222. Artinya, apabila variabel suku bunga mengalami penurunan sebesar 1 persen maka akan meningkatkan potensi terjadinya krisis sebesar 1. kali dari pada kemungkinan tidak terjadinya krisis, dengan asumsi variabel lain dianggap tetap. Pada nilai ambang batas m = 1.5 variabel cadangan devisa yang telah diestimasi menghasilkan koefisien 0.0000212 Tabel 4.10. Artinya, dalam kondisi variabel lainnya konstan , apabila cadangan devisa mengalami peningkatan sebesar 1 persen, secara rata-rata nilai estimasi logit kemungkinan terjadinya krisis mengalami penurunan sebesar 0.0000212. Namun interpretasi ini akan lebih berarti, apabila diestimasi secara ekonomi dalam bentuk peluang, yaitu diperoleh dengan cara menghitung nilai antilog dari koefisien cadangan devisa. Nilai antilog koefisien cadangan devisa dengan nilai ambang batas m=1,5 sebesar 1. Artinya, apabila variabel cadangan devisa mengalami peningkatan sebesar 1 persen maka akan menurunkan potensi terjadinya krisis sebesar 1. kali dari pada kemungkinan tidak terjadinya krisis, dengan asumsi variabel lain dianggap tetap.

3. Nilai ambang batas m=2

Pada variabel inflasi ketika diestimasi pada saat menggunakan nilai ambang batas m = 2. Koefisien yang dihasilkan oleh inflasi sebesar 3.02338 Tabel.11. Angka ini mempunyai arti yang sama dengan sebelumnya, dimana ketika terjadi peningkatan inflasi sebesar 1 persen maka secara rata-rata nilai estimasi logit probabilitas terjadinya krisis nilai tukar mengalami peningkatan sebesar 3.02338, dengan asumsi variabel lain dianggap tetap. Hal yang sama juga dilakukan pada inflasi dengan nilai ambang batas m = 2, diperlukan estimasi secara ekonomi dalam bentuk peluang dengan menghitung nilai antilog dari koefisien variabel inflasi. Nilai antilog yang dihasilkan dari variabel inflasi sebesar 20,507. Hal ini menjelaskan bahwa apabila terjadi peningkatan pada inflasi sebesar 1 persen, maka akan meningkatkan potensi terjadinya krisis sebesar 20,507 kali dari pada kemungkinan tidak terjadinya krisis, dengan asumsi variabel lain dianggap konstan. Yustinus 2013 menemukan adanya potensi terjadinya krisis nilai tukar sebesar 4,52 kali apabila terjadi peningkatan 1 persen inflasi. Pada variabel nilai tukar ketika diestimasi dengan pada saat menggunakan nilai ambang batas m = 2. Koefisien yang dihasilkan oleh nilai tukar sebesar -0.004305 Tabel.11. Angka ini mempunyai arti yang sama dengan sebelumnya, dimana ketika terjadi penurunan nilai tukar sebesar 1 persen maka secara rata-rata nilai estimasi logit probabilitas terjadinya krisis nilai tukar mengalami peningkatan sebsar 0.004305, dengan asumsi variabel lain dianggap tetap. Hal yang sama juga dilakukan pada nilai tukar dengan nilai ambang batas m = 2, diperlukan estimasi secara ekonomi dalam bentuk peluang dengan menghitung nilai antilog dari koefisien variabel nilai tukar. Nilai antilog yang dihasilkan dari variabel nilai ttukar sebesar 1,0043. Hal ini menjelaskan bahwa apabila terjadi penurunan pada nilai tukar sebesar 1 persen, maka akan meningkatkan potensi terjadinya krisis sebesar 1,0043 kali dari pada kemungkinan tidak terjadinya krisis, dengan asumsi variabel lain dianggap konstan. Shanty Oktavilia 2005 menemukan adanya potensi terjadinya krisis sebesar 1.292 kali, ketika terjadi perubahan nilai tukar sebesar 1 persen. Pada variabel suku bunga ketika diestimasi pada saat menggunakan nilai ambang batas m = 2. Koefisien yang dihasilkan oleh suku buga sebesar -1,882054 Tabel.11. Angka ini mempunyai arti yang sama dengan sebelumnya, dimana ketika terjadi peningkatan cadangan devisa sebesar 1 persen maka secara rata-rata nilai estimasi logit probabilitas terjadinya krisis nilai tukar mengalami penurunan sebsar 1,882054, dengan asumsi variabel lain dianggap tetap. Hal yang sama juga dilakukan pada suku bunga dengan nilai ambang batas m = 2, diperlukan estimasi secara ekonomi dalam bentuk peluang dengan menghitung nilai antilog dari koefisien variabel suku bunga. Nilai antilog yang dihasilkan dari variabel suku bunga sebesar 6,567. Hal ini menjelaskan bahwa apabila terjadi penurunan pada suku bunga sebesar 1 persen, maka akan meningkatkan potensi terjadinya krisis sebesar 6,567 kali dari pada kemungkinan tidak terjadinya krisis, dengan asumsi variabel lain dianggap konstan. Hal yang sama terjadi pada variabel cadangan devisa ketika diestimasi dengan pada saat menggunakan nilai ambang batas m = 2. Koefisien yang dihasilkan oleh cadangan devisa sebesar 0,000253 Tabel.11. Angka ini mempunyai arti yang sama dengan sebelumnya, dimana ketika terjadi peningkatan cadangan devisa sebesar 1 persen maka secara rata-rata nilai estimasi logit probabilitas terjadinya krisis nilai tukar mengalami penurunan sebsar 0,000253, dengan asumsi variabel lain dianggap tetap. Hal yang sama juga dilakukan pada cadangan devisa dengan nilai ambang batas m = 2, diperlukan estimasi secara ekonomi dalam bentuk peluang dengan menghitung nilai antilog dari koefisien variabel cadangan devisa. Nilai antilog yang dihasilkan dari variabel cadangan devisa sebesar 1,0003. Hal ini menjelaskan bahwa apabila terjadi peningkatan pada cadangan devisa sebesar 1 persen, maka akan menurunkan potensi terjadinya krisis sebesar 1,0003 kali dari pada kemungkinan tidak terjadinya krisis, dengan asumsi variabel lain dianggap konstan. Siti Romida 2013 menemukan adanya potensi terjadinya krisis sebesar 3,6 kali, ketika terjadi perubahan cadangan devisa sebesar 1 persen.

4.4.3 Hasil Uji Statistik 1. Uji Likelihood Ratio