Analisis Novel Yuki Guni.

(1)

ANALISIS NOVEL DAERAH SALJU

YUKI GUNI NO SHOUSETSU NO BUNSEKI

KERTAS KARYA

Dikerjakan

O L E H

NOSTALLEY SRY HELEN NIM: 082203025

PROGRAM STUDI BAHASA JEPANG DIII FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ANALISIS NOVEL DAERAH SALJU

YUKI GUNI NO SHOUSETSU NO BUNSEKI

KERTAS KARYA

Kertas Karya ini diajukan kepada Panitia Ujian Program Pendidikan Non- Gelar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan, untuk melengkapi salah satu syarat ujian Diploma III dalam bidang Studi Bahasa Jepang.

Dikerjakan

OLEH:

NOSTALLEY SRY HELEN NIM: 082203025

Pembimbing, pembaca,

Zulnaidi, SS, M. Hum Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum

Nip.196708072004011001 Nip. 19600919 1988 03 1 001

PROGRAM STUDI BAHASA JEPANG DIII FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

PENGESAHAN

Diterima Oleh

Panitia Ujian Program Pendidikan Non- Gelar Sastra Budaya Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan,

Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Diploma III dalam Bidang Studi Bahasa Jepang.

Pada :

Tanggal :

Hari :

Program Diploma Sastra Budaya Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara

Dekan,

Dr. Syahron Lubis, M.A. NIP. 195110131976031001

Panitia Ujian:

No. Nama Tanda Tangan

1. Zulnaidi, SS, M. Hum ( )

2. Zulnaidi, SS, M. Hum ( )


(4)

Disetujui Oleh:

Program Diploma Sastra dan Budaya Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara Medan

Program Studi DIII Bahasa Jepang Ketua,

Zulnaidi, SS, M. Hum Nip. 196708072004011001

Medan, Juni 2011


(5)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan Puji dan Syukur kehadirat Tuhan Yesus Kristus yang telah melimpahkan berkat dan kasih karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan kertas karya yang berjudul Analisis Novel Yuki Guni.

Sesuai dengan judul kertas karya ini, didalamnya di bahas hal-hal yang berkaitan dengan isi novel tersebut. Pada bab I di kemukakan tentang alas an pemilihan judul, tujuan penulisan, pembatasan masalah, dan metode penulisan. Pada bab II disajikan bahasan mengenai ringkasan ceritanya, sedangkan pada bab III secara rinci di bahas mengenai analisa cerita. Kesimpulan dan saran di uraikan pada bab IV.

Ada pepatah “Tak ada gading yang tak retak”. Mungkin saja pun didalam kertas karya ini ada kekurangannya. Untuk itu saran-saran dan masukan yang bersifat membangun dari para pembaca untuk perbaikan kertas karya ini akan penulis terima dengan senang hati. Untuk itu penulis menghaturkan Terima Kasih.

Selama penulisan kertas karya ini, tidak sedikit bantuan dan dorongan yang penulis peroleh dari berbagai puhak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang turut membantu penulis dalam menyelesaikan kertas karya ini, terutama kepada :

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Zulnaidi, SS, M.Hum. selaku Ketua Program Studi Diploma III Bahasa Jepang, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Zulnaidi, SS, M.Hum. selaku Dosen Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing dan memberikan petunjuk


(6)

4. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum. selaku Dosen pembaca yang telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk memberikan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan kertas karya ini.

5. Bapak Zulnaidi, SS, M.Hum. selaku Dosen Wali penulis serta seluruh staf pengajar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara atas bimbingan dan ilmu yang di berikan kepada penulis selama duduk di bangku perkuliahan.

6. Teristimewa untuk kedua orang tua saya : Ayahanda Efendi Siregar dan Ibunda yang tersayang Rosla Br. Sitepu, STh. atas cinta sejati dan doa yang tiada putus serta kedua Adik ku Prayuda Tarma Siregar dan Senndy J Putra Siregar, Fighting Bro0..!!

7. Semua teman seperjuangan yang selalu berbagi suka duka selama di perkuliahan, terutama buat Hanna, Agnes dan Imelda Ganbare..!! and miss u all. GOD BLESS NONSTOP

Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan atas semua bantuan yang telah diberikankepada penulis. Akhirya penulis mengharapkan semoga kertas karya ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juni 2011 Penulis,

Nostalley Sry Helen NIM : 082203025  

     


(7)

     

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

1.1 Alasan Pemilihan Judul ... 1

1.2 Batasan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penulisan ... 3

1.4 Metode Penulisan ... 4

BAB II : RINGKASAN CERITA ... 5

BAB III : ANALISIS CERITA ... 15

3.1 Tema... 15

3.2 Alur ... 16

3.3 Tokoh ... 17

3.4 Setting ... 18

BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN ... 19

4.1 Kesimpulan ... 19

4.2 Saran... 20 DAFTAR PUSTAKA


(8)

ABSTRAK

Sebuah karya sastra yang baik tentu mengandung nilai-nilai yang dapat di ambil manfaatnya bagi para pembaca. Salah satu contoh karya Sastra ialah Novel. Sebuah karya sastra, termasuk Novel merupakan karya fiksi tulis yang di ceritakan secara panjang lebar. Sebagian besar Novel mengungkapkan berbagai karakter dan menceritakan kisah yang kompleks dengan menampilkan sejumlah tokoh dalam berbagai situasi yang berbeda.

Penulis memilih Novel yang berjudul Yuki Guni sebagai judul kertas karya karena Penulis tertarik untuk memperkenalkan salah satu karya terbaik Kawabata Yasunari Pemenang hadiah Novel untuk kesustraan tahun 1968. Novel yg berjudul Yuki Guni ini merupakan Roman psikologi Cinta yang tak berkesudahan tapi memantulkan gerak-gerik kejiwaaan yang amat peka.

Novel yang berjudul Yuki Guni ini melukiskan hubungan antara seorang laki-laki Tokyo dengan seorang wanita yang di kunjunginya di Daerah Salju, ialah bagian utara Pulau Honshu yang terletak di tepi Laut Jepang yang dalam musim dingin tertutup salju karena berlainan dengan Pantai Laut Pasifik yang hangat, Pantai itu selalu di terjang angin dingin dari daratan Asia. Dari sini lah di mulai kisah cinta antara Shimamura, Yoko dan Kamako.

Shimamura adalah seorang pria Tokyo yang sangat gemar mendaki gunung dan menulis tentang tarian barat yang belum pernah dilihat dengan mata kepalanya sendiri.

Dia bebas pergi dan melakukan hal-hal yang di sukainya. Shimamura tidak memiliki pekerjaan yang mengikat, karena ia hidup hanya dari mengandalkan warisan orang tuanya. Ketika ia pergi untuk kedua kalinya pada bulan Desember ke Daerah Salju yang terletak di bagian Utara Pulau Honshu di kereta api ia melihat seorang gadis yang cantik dan baru diketahuinya bernama Yoko. Ia sangat mengagumi Yoko. Ia melihat Yoko bersama seorang


(9)

pria yang sedang sakit yang selama diperjalanan selalu dirawatnya dengan penuh perhatian dan kelembutan sehingga terlihat seperti seorang isteri yang sedang merawat suaminya.

Ketika Shimamura sampai di penginapan, dia ingin bertemu dengan Komako dan bermaksud ingin dijamu oleh wanita penghibur (geisha), tetapi pada waktu itu ada perjamuan yang ramai, sehingga semua geisha sibuk. Maka dari itu yang datang memenuhi panggilannya ialah Yoko, seorang gadis yang sebenarnya bukan geisha. Shimamura sudah berkeluarga, sehingga hubungannya dengan wanita lain tidaklah mungkin akan mengikat menjadi ikatan resmi. Demikian juga hubungannya dengan Komako.

Bersama Komako, Yoko tinggal di rumah seorang guru tari yang lumpuh yang mempunyai seorang anak laki-laki bernama Yukio yang sakit dan hampir meninggal. Hubungan Komako dengan Yukio tidak jelas. Menurut tukang pijit, mereka bertunangan, tetapi Komako sendiri membantah hal itu. Namun demikian jelas bahwa Komako kemudian bekerja menjadi geisha agar memperoleh uang untuk membiayai pengobatan Yukio di Tokyo. Hubungan Yukio dengan Yoko, juga tidak jelas. Mungkin Yoko mencintainya dan dari kenyataan bahwa setelah Yukio meninggal setiap hari Yoko menjiarahi makamnya, sementara Komako sama sekali tidak pernah melakukannya.

Dari rangkaian cerita di atas, tentu saja harapan penulis adalah pembacanya mampu menangkap tujuan dan amanat pengarang serta dapat membuka pikiran tentang realita kehidupan yang bukan hanya berisi tentang kemewahan dan kesenangan saja, namun kehidupan dengan masalah percintaan seorang wanita penghibur ( geisha ).

   


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Alasan Pemilihan Judul

Sebuah karya sastra yang baik tentu mengandung nilai-nilai yang dapat di ambil manfaatnya bagi para pemabaca. Nilai-nilai tersebut antara lain ialah nilai moral, nilai agama, nilai sosial, nilai budaya, nilai etika dan banyak lagi nilai lainnya, seperti nilai politik, pendidikan, dan patriotik. Novel merupakan salah satu contoh karya sastra yang dapat di apresiasi bahasanya yang indah, dengan cara meresensinya terlebih dahulu. Sebuah karya sastra, termsuk novel, di buat oleh pengarangnya dengan tujuan tertentu. Tujuan tersebut biasanya di wujudkan dan di sampaikan dalam bentuk pesan atau amanat cerita. Pesan pengarang dalam sebuah cerita tersebut melalui berbagai peristiwa atau kejadian yang di ramu sedemikian rupa sehingga menjadi sebuah rangkaian cerita. Rangkaian peristiwa atau kejadian dalam sebuah cerita di sebut alur cerita. Tentu saja, harapan penulis adalah pembacanya mampu menangkap tujuan dan amanat pengarang serta menerapkan atau merefleksikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Kata Novel mulai dikenal pada zaman renaisans ( abad ke 14 hingga ke-17 ). Saat itu tahun 1353, penulis Italia Giovanni Boccaccio, menggunakan istilah Novella untuk karya prosa pendeknya. Ketika ceritanya di terjemahkan. Istilah Novel masuk kedalam Bahasa Inggris. Sekarang, kata Novella di gunakan dalam Bahasa Inggris untuk menyebut Novel pendek. Kata Novel dalam Bahasa Indonesia di serap dari Bahasa Inggris. Di Prancis kata Roman lebih banyak digunakan di bandingkan dengan Novel. Jadi, istilah Novel dan Roman memiliki pengertian yang sama. Sebenarnya pembedaan pengertian Novel dan Roman terkesan membingungkan dan kurang memiliki dasar yang kuat. Novel merupakan karya fiksi


(11)

tulis yang di ceritakan secara panjang lebar. Sebagian besar, Novel mengungkapkan berbagai karakter dan menceritakan kisah yang kompleks dengan menampilkan sejumlah tokoh dalam berbagai situasi yang berbeda. Panjang suatu novel berkisar antara puluhan hingga ratusan halaman. Untuk menciptakan dunia fiksi dalam novel yang mendekati kenyataan, novelis ( penulis novel ) menggunakan 5 unsur, yaitu Plot, Karakter, Konflik, Latar, dan Tema.

Penulis memilih Novel yang berjudul Yuki Guni sebagai judul kertas karya karena Penulis tertarik untuk memperkenalkan salah satu karya terbaik Kawabata Yasunari Pemenang hadiah Novel untuk kesustraan tahun 1968,lahir di Osaka tahun 1899. Yuki Guni yang di terjemahkan dari Bahasa Jepang oleh Matsuoka Kunio dan Ajib Rosidi ini merupakan Roman psikologi Cinta yang tak berkesudahan tapi memantulkan gerak-gerik kejiwaaan yang amat peka serta penulis juga ingin menyampaikan kisah percintaan para tokoh dalam Novel ini. Daerah salju merupakan bagian utara pulau Honshu yang terletak di tepi laut Jepang yang dalam musim dingin tertutup salju karena berlainan dengan Pantai Laut Pasifik yang hangat, Pantai ini selalu di terjang angin dingin dari daratan asia.

Dari sini lah di mulai kisah cinta antara Shimmamura, Yoko dan Komako. Kisah cinta ini dimulai dari seorang laki-laki yang bernama Shimamura ialah Laki-laki setengah baya yang lahir di pusat kota yaitu Tokyo, dia hidup bebas tanpa mempunyai pekerjaan yang mengikat dan dia dengan mudah dapat melakukan semua kegemarannya. Dia hidup dari warisan orang tuanya dan dia sudah berkeluarga, sehingga hubungannya dengan wanita lain tidaklah mungkin meningkat menjadi ikatan resmi. Begitu juga hubungannya dengan Komako, seorang geisha yang ditemuinya di perkampungan pemandian mata air panas di Daerah Salju.

Sebanarnya yang dia kehendaki adalah seorang wanita penghibur (geisha), tetapi pada waktu itu ada perjamuan yang ramai, sehingga semua geisha sibuk. Maka karena itu yang datang memenuhi panggilannya ialah seorang gadis bernama Yoko yang sebenarnya bukan


(12)

geisha, tetapi sering menolong menjamu tamu-tamu kalau geisha-geisha sibuk semua. Dia tinggal di rumah seorang guru tari yang lumpuh yang mempunyai seorang anak laki-laki yang sakit dan hampir meninggal.

1.2. Batasan Masalah

Pada kertas karya ini pembahasan hanya di fokuskan secara instrinsik saja,yaitu terbatas pada penokohan ,alur cerita dan setting. Penulis tidak membahas mengenai gaya bahasa yang ada pada novel ini.

1.3. Tujuan Penulisan

Tujuan Penulis mengangkat novel Yuki Guni sebagai judul kertas karya adalah:

1. Untuk memperkenalkan salah satu karya terbaik Kawabata Yasunari yaitu Yuki Guni Pemenang hadiah novel untuk kesustraan tahun 1968,lahir di Osaka tahun 1899. Daerah Salju yang di terjemahkan dari Bahasa Jepang oleh Matsuoka Kunio dan Ajib Rosidi ini merupakan Roman psikologi Cinta yang tak berkesudahan tapi memantulkan gerak-gerik kejiwaaan yang amat peka.

2. Untuk menambah wawasan penulis dalam menganalisis sebuah novel. 3. Untuk mengetahui kemampuan penulis tentang Bahasa Jepang.

4. Penulis berharap dapat menjadi sumber inspirasi yang positif bagi pembaca maupun penulis sendiri dalam hal yang menyangkut cerita.

5. Untuk menyampaikan pesan Kehidupan yang terdapat dalam Novel yang berjudul Yuki Guni ini.


(13)

1.4. Metode Penulisan

Dalam penulisan kertas karya ini, penulis menggunakan metode kepustakaan (library research), yaitu suatu metode untuk mengumpulkan data dan informasi dengan cara membaca buku referensi yang berhubungan dengan pembahasan dan masalah yang akan dibahas. Selanjutnya data-data tersebut di kumpulkan , dan kemudian dan di uraikan pada setiap bab.


(14)

                                                 


(15)

BAB II

RINGKASAN CERITA

Shimamura adalah seorang pria Tokyo yang sudah berkeluarga yang sangat gemar melakukan hal-hal yang disukainya yakni mendaki gunung dan menulis tentang tarian barat yang belum pernah dilihat dengan mata kepalanya sendiri. Dia bebas melakukan hal-hal yang disukainya dan pergi ke berbagai tempat terutama daerah pegunungan karena ia tidak memiliki pekerjaan yang mengikat, hal tersebut semata-mata karena ia hidup hanya dari mengandalkan warisan orang tuanya. Ketika ia pergi untuk kedua kalinya pada bulan Desember ke Daerah Salju yang terletak di bagian Utara Pulau Honshu di tepi Laut Jepang yang selalu tertutup salju pada musim dingin karena pantai itu selalu diterjang angin dingin dari daratan Asia, di kereta api ia melihat seorang gadis yang cantik dan senantiasa memancarkan kesegaran dari wajahnya yang diketahuinya bernama yoko saat gadis itu berbicara dengan kepala stasiun mengenai adik yoko yang baru dipindahkan ke stasiun tersebut. Ia selalu memperhatikan gadis tersebut dari kaca jendela yang memantulkan bayangan orang yang duduk di seberang tempat duduknya.

Ia sangat mengagumi gadis tersebut meskipun ia tidak mengetahui apakah gadis tersebut sudah menikah atau belum. Ia melihat gadis itu bersama seorang pria yang sedang sakit yang selama diperjalanan selalu dirawatnya dengan penuh perhatian dan kelembutan sehingga terlihat seperti seorang isteri yang sedang merawat suaminya.

Ketika tiba di stasiun yang dituju oleh Shimamura, ternyata yoko dan pria itu juga turun di stasiun yang sama. Ketika melihat kepala pelayan rumah penginapan yang menjemputnya mengenakan pakaian musim dingin yang lengkap untuk menahan salju seperti pemadam kebakaran dan seorang wanita yang berada diruang tunggu stasiun mengenakan mantel biru


(16)

dan mengenakan tudung mantelnya. Shimamura merasa kaget karena ia baru pertama kali datang ke tempat itu pada musim dingin. Kepala pelayan tersebut berceriata kepada Shimamura tentang betapa dinginnya daerah tersebut pada musim dingin, terutama sebelum hari cerah setelah turunnya salju. Dan pada saat itu suhu udara sudah berada di bawah titik beku.

Pemandangan di sepanjang jalan menuju penginapan yang terlihat oleh Shimamura hanyalah rumah penduduk yang ditutupi oleh salju setebal tiga puluh sentimeter. Kemudian Shimamura bertanya mengenai seorang gadis di rumah guru tari yang pernah ditemui Shimamura kepada kepala pelayan dan kepala pelayan tersebut berkata kepada Shimamura bahwa gadis yang mengenakan mantel berwarna biru tersebut adalah orang yang dimaksud oleh Shimamura yang datang ke stasiun untuk menjemput anak laki-laki guru tari tersebut. kemudian Shimamura meminta kepala pelayan untuk memanggilkan gadis tersebut. Gadis tersebut adalah orang yang ditemui Shimamura pada saat musim semi kemarin. Pada saat itu Shimamura baru turun ke kampung setelah selama seminggu berada di gunung. Shimamura meminta untuk dipanggilkan Geisha kepada pelayan penginapan. Tetapi karena pada saat itu tengah diselenggarakan pesta merayakan selesainya pembangunan jalan yang begitu meriah sehingga gedung sandiwara yang juga digunakan sebagai gudang kepompong ulat sutera dipakai sebagai tempat perjamuan. Meskipun ada sekitar dua belas atau tiga belas orang Geisha ternyata masih kurang untuk perjamuan tersebut, sehingga tidak ada seorang Geisha pun yang dapat memenuhi panggilan Shimamura. Tetapi ada kemungkinan gadis yang tinggal bersama guru tari akan datang setelah mempertunjukkan dua-tiga tarian meskipun sebenarnya ia juga ikut diminta untuk membantu acara perjamuan tersebut. tetapi gadis tersebut tidak dapat disebut sebagai seorang Geisha.

Satu jam kemudian wanita tersebut datang bersama pelayan wanita. Tetapi wanita tersebut tidak mau ditinggal berdua saja dengan Shimamura. Ketika Shimamura melihat


(17)

wanita itu, wanita itu memiliki kesan yang sangat bersih sehingga menimbulkan perasaan yang ganjil dalam diri Shimamura. Caranya memakai kimono sangat mirip dengan Geisha, tetapi memang tidak menyeret ujung kimononya. Wanita itu bercerita bahwa dirinya dilahirkan di daerah salju tersebut dan ketika bekerja sebagai pelayan di Tokyo untuk melayani tamu-tamu minum sake ia menjadi piaraan seorang guru tari dan mendapatkan kesempatan untuk menjadi guru tarian Jepang dikemudian hari. Tetapi kira-kira satu setengah tahun kemudian tuan yang memeliharanya tersebut meninggal. Gadis tersebut mengatakan bahwa usianya sembilan belas tahun. Tetapi dimata Shimamura gadis tersebut terlihat berusia dua puluh satu atau dua puluh dua tahun. Setelah itu mereka berbicara tentang Kabuki, dan ternyata wanita tersebut lebih mengetahui seluk beluk Kabuki daripada Shimamura sehingga Shimamura merasakan persahabatan dengan wanita tersebut.

Keesokan harinya wanita itu datang kekamar Shimamura. Begitu ia duduk, Shimamura meminta kepada wanita tersebut untuk memperkenalkan seorang Geisha kepadanya. Tetapi wanita tersebut menolak dengan mengatakan bahwa tidak ada Geisha seperti yang diinginkan oleh Shimamura. Shimamura tidak ingin merusak hubungan mereka dengan merayu wanita itu. Shimamura hanya ingin wanita itu menjadi teman bicaranya. Apalagi Shimamura sedang mencari tempat untuk liburan musim panas bersama keluarganya dan bermaksud untuk membawanya ke sumber air panas yang ada di daerah tersebut.

Karena Shimamura tidak memiliki pekerjaan yang mengikat, sehingga ia memiliki kecenderungan untuk menyesuaikan diri dengan warna daerah setempat dan mungkin hal tersebut yang menyebabkan ia memiliki naluri yang peka terhadap sifat penduduk daerah yang dikunjunginya. Ketika bertanya di penginapan itu, Shimamura baru tahu bahwa kampung itu merupakan kampung yang terkaya yang ada di daerah salju tersebut. Shimamura bertanya kepada wanita itu kira-kira berapa orang Geisha yang ada di tempat itu dan siapa yang bagus. Shimamura bangkit dan menekan tombol untuk memanggil pelayan dan


(18)

menyuruhnya memanggil Geisha. Tak lama kemudian datanglah seorang Geisha yang berusia tujuh belas atau delapan belas tahun. Shimamura kecewa dengan Geisha tersebut karena Geisha tersebut tidak seperti yang diharapkannya. Tetapi Shimamura berusaha menghadapinya dengan mencoba untuk tidak memperlihatkan kekecewaannya. Kemudian wanita itu pergi dari kamar Shimamura. Shimamura berpikir keras bagaimana caranya ia mengembalikan Geisha tersebut. kemudian ia teringat ada wesel telegram, maka ia keluar bersama Geisha itu dengan alasan mesti ke kantor pos sebelum tutup. Kemudian Shimamura tertawa terbahak-bahak mengingat tingkahnya tersebut. dan kemudian ia menemui wanita itu di dalam hutan pohon Sugi. Mereka berbincang tentang Geisha tersebut. Shimamura mengira kalau Geisha di kampung tersebut cantik-cantik seperti wanita itu tetapi ternyata tidak. Shimamura sejak awal menyadari bahwa dirinya menginginkan wanita itu dan memperhatikan wajah wanita tersebut sedemikian rupa. Dimata Shimamura wanita itu terlihat semakin cantik.

Kira-kira pukul sepuluh pada malam itu wanita itu mabuk dan memanggil nama Shimamura dengan suara yang keras. Ia berkata bahwa ia bertemu dengan pria yang telah dikenalnya dilapangan ski pada musim dingin ini dan mereka melakukan perjamuan bersama Geisha, sehingga ia terpaksa minum terlalu banyak. Wanita tersebut berusaha untuk menyadarkan diri dan meminta Shimamura untuk tidur. Dan akhirnya wanita tersebut berhasil mengembalikan kesadarannya dan sebelum fajar ia telah keluar dari penginapan tersebut menuju genkan. Dan pada hari itu pulalah Shimamura pulang ke Tokyo. Demikianlah pertemuan pertama Shimamura dengan wanita tersebut.

Pada bulan Desember ini adalah kunjungan kedua Shimamura ke kampung tersebut dan juga untuk menemui wanita itu. Pada kunjungan kali ini wanita tersebut telah menjadi seorang Geisha. Tepat seratus sembilan puluh sembilan hari sejak pertemuan pertama mereka seperti yang dituliskan didalam catatan hariannya. Wanita itu tidak hanya menuliskan


(19)

kejadian-kejadian yang dialaminya, tetapi juga menuliskan tentang roman-roman yang dibacanya, siapa pengarangnya dan apa judulnya, tokoh-tokoh dalam roman tersebut serta hubungan antara tokoh-tokohnya. Cerita wanita itu mengenai roman ternyata tidak memiliki sangkut paut dengan istilah kesusastraan yang dipakai sehari-hari. Ternyata ia sama sekali tidak memiliki persahabatan dengan penduduk kampunng tersebut selain untuk bertukar-tukaran majalah wanita saja dengan penduduk kampung. Wanita itu bercerita dengan riangnya tentang sandiwara atau film yang belum dilihatnya kepada Shimamura.

Keesokan paginya, terdengarlah suara ketam dari tempat pembuatan alat ski yang kira-kira tujuh-delapan rumah jauhnya. Disana ada lima-enam Geisha yang sedang berbicara sambil berdiri. Shimamura berpikir mungkin disana ada Komako yang baru pagi ini dia tahu namanya dari perempuan pelayan rumah penginapan. Ternyata benar perkiraan Shimamura bahwa Komako ada disana. Shimamura berharap agar Komako bersikap acuh tak acuh terhadap dirinya, tetapi wajah Komako sudah memerah sampai lehernya. Shimamura berusaha berjalan membelakangi Komako, tetapi Komako menggerakkan wajahnya sedikit demi sedikit mengikuti jalan Shimamura. Shimamura juga merasa pipinya sudah mulai terasa terbakar, dan ia cepat-cepat melewati tempat itu tapi segera Komako datang mengejarnya.

Ketika sampai didepan rumahnya, Komako meminta Shimamura untuk singgah. Shimamura bertanya tentang Yoko dan anak guru tari yang sakit tersebut, tetapi Komako tidak menjawabnya. Ketika menyalakan api, Komako hanya bercerita bahwa pria tersebut menderita TBC Usus dan kembali kekampung halaman untuk menghabiskan sisa hidupnya. Komako juga bercerita bahwa pria itu tidak lahir di kampung ini. Tetapi kampung ini adalah kampung ibunya. Komako terus bercerita tentang pria tersebut tetapi tidak pernah bercerita siapa wanita yang bersamanya.

Setalah keluar dari rumah Komako, Shimamura berjalan-jalan melihat pemandangan dan bertemu dengan wanita tukang pijit. Wanita itu bercerita tentang Komako kepada


(20)

Shimamura. Dan dari cerita wanita itulah akhirnya Shimamura mengetahui bahwa Komako menjadi Geisha karena membiayai pria yang sakit tersebut dan menurut cerita wanita itu Komako dan pria tersebut bertunangan. Shimamura sempat berpikir bahwa apabila Komako dan pria itu bertunangan maka Yoko dapat menjadi kekasihnya yang baru, tetapi ia berpikir juga kenapa Komako sampai menjadi Geisha hanya untuk membiayai pria yang tidak lama lagi akan meninggal bukankah hal itu adalah hal yang sia-sia.

Pada hari itu Shimamura akan pulang ke Tokyo dengan kereta api pukul tiga sore dan kali ini Komako ikut mengantarnya sampai stasiun. Ketika Shimamura dan Komako duduk di ruang tunggu, Yoko datang dan meminta Komako untuk cepat pulang. Tetapi Komako menolaknya. Yoko meminta bantuan kepada Shimamura untuk membujuk Komako pulang dan sampai Shimamura masuk kedalam kereta api Komako tetap tidak ingin pulang.

Pada musim gugur ini adalah ketiga kalinya Shimamura datang ke kampung itu. Ketika ia sampai ke penginapan bertepatan dengan acara pelepasan seorang Geisha dan pada hari itu Komako datang terlambat. Komako bercerita kalau gurunya telah meninggal dan sekarang ia tinggal dirumah Geisha dan orang-orang di rumah itu sangat menghargainya. Komako juga bercerita bahwa ikatan kerjanya di tempat itu adalah empat tahun dan ia meminta Shimamura untuk mengunjunginya setahun sakali.

Keesokan paginya ketika anak perempuan pemilik rumah mengantarkan pakaian ganti untuk Komako, Shimamura teringat pada Yoko dan menanyakan keadaannya pada Komako. Komako bercerita bahwa sejak kematian pria sakit yang bernama Yukio itu, Yoko selalu berziarah ke makamnya.

Malam itu Komako tidak datang kekamar Shimamura tetapi ketika bangun keesokan paginya Komako sudah ada di kamar Shimamura. Pagi itu Shimamura mengajak Komako berziarah ke makam Yukio dan ketika mereka kesana mereka bertemu dengan Yoko.


(21)

Keesokan harinya, pelayan-pelayan rumah penginapan sedang menghiasi pintu masuk dengan dedaunan seperti kadomatsu, hal tersebut dilakukan untuk menyambut tamu-tamu yang datang menikmati keindahan musim bertukarnya warna daun.

Ketika Shimamura melihat kearah tempat penerimaan tamu, ia melihat Yoko. Shimamura menanyakan tentang Yoko kepada pelayan tersebut, dan ternyata Yoko bekerja di penginapan tersebut karena mereka kekurangan tenaga, tetapi Yoko hanya bekerja di dapur saja.

Selain menyukai tarian, Shimamura juga menyukai Chijimi yaitu kain tenun hasil kerajinan tangan wanita dipedalaman selama turun salju. Chijimi yang berkualitas baik hanya dapat ditenun oleh wanita muda yang berusia antara lima belas sampai enam belas tahun dan berusia dua puluh empat sampai dua puluh lima tahun dan mereka sudah mulai menenun sejak kecil. Diantara Chijimi-chijimi yang dipakai oleh Shimamura, mungkin ada juga yang ditenun oleh gadis-gadis pada akhir zaman Edo sampai awal zaman Meiji. Biasanya Chijimi putih dikelantang setelah di tenun, tetapi Chijimi yang berwarna dikelantang ketika masih berupa benang yang digulung pada sebuah Kase. Chijimi putih dikelantang langsung dan dibentangkan diatas salju. Karena pengelantangan itu dilakukan pada bulan Januari dan Februari menurut kalender lama, terkadang sawah dan ladang yang ditutupi oleh salju dipergunakan untuk itu.

Tempat yang banyak menghasilkan Chijimi terletak di tempat yang datar di hilir sungai di lembah yang semakin melebar dan tempat itu terlihat dari kamar Shimamura.

Ketika Shimamura mendengar Yoko bernyanyi di dalam bak air, terpikir olehnya seandainya saja gadis itu lahir di tahun silam, mungkin ia akan menyanyi sambil menenun Chijimi. Benang Rami yang lebih halus dari wol sukar diolah kalau tidak dalam cuaca lembab dari salju alami.

Shimamura tergerak hatinya untuk pergi ke tempat penghasil Chijimi. Tetapi ia tidak tahu harus ke kota mana ia pergi. Karena ia tidak ingin melihat kota-kota besar yang berkembang


(22)

menjadi penghasil tekstil, maka ia turun disebuah stasiun yang sepi. Setelah berjalan beberapa lama akhirnya ia tiba juga di rumah-rumah yang dulunya adalah penginapan. karena rumah-rumah tersebut tersambung-sambung maka salju dari atap rumah terpaksa jatuh ke jalanan. Meskipun di daerah salju yang sama, namun di kampung sumber air panas tempat tinggal Komako, rumah-rumah tidak berderetan dan sambung menyambung. Maka baru kali itulah ia melihat gan-gi yaitu rumah-rumah yang beratap menjulur ke bawah dengan deretan tiang yang menunjang ujung-ujung atap tersebut. Shimamura melihat bahwa kehidupan para gadis penenun Chijimi tidaklah seterang dan sesegar Chijimi buatannya.

Shimamura kembali ke tempat sumber air panas dengan taksi. Ketika taksi tiba di tepi hutan sugi chinju terlihat olehnya sebuah rumah dengan lampu menyala. Dan didekat pintu masuknya terlihat ada tiga-empat Geisha sedang berbincang-bincang. Begitu ia berpikir apakah Komako juga ada disitu, hanya Komako sajalah yang terlihat olehnya. Taksi berjalan melambat hingga sampai di depan Komako. Tiba-tiba Komako memejamkan mata dan langsung melompat kedalam mobil. Mobil itu terus perlahan naik ke jalan mendaki tanpa henti. Komako bergelantung menginjak tangga mobil dan berpegang pada pegangan pintu. Komako meloncat dan seperti melekat pada mobil, akan tetapi Shimamura merasakan kehangatan yang berangsur-angsur meskipun perbuatan Komako itu sangatlah berbahaya.

           


(23)

                                                   


(24)

BAB III

ANALISIS CERITA

3.1. Tema

Tema Novel ini adalah tentang Daerah Salju ( Yuki Guni ) hasil karya Kawabata Yasunari.Yang melukiskan hubungan antara seorang laki-laki Tokyo dengan seorang wanita yang di kunjunginya di Daerah Salju,ialah bagian utara Pulau Honshu yang terletak di tepi Laut Jepang yang dalam musim dingin tertutup salju karena berlainan denga Pantai Laut Pasifik yang hangat, Pantai itu selalu di terjang angin dingin dari daratan Asia.

Laki-laki setengah baya yang bernama Shimamura itu hidup dari warisan orang tuanya, sehingga tidak mempunyai sesuatu pekerjaan yang mengikat dan dengan demikian dapat dengan bebas melakukan kegemaran-kegemarannya, ialah mendaki gunung dan menulis tentang tarian Barat yang belum pernah dilihatnya dengan mata kepala sendiri. Dia sudah berkeluarga, sehingga hubungannya dengan wanita lain tidaklah mungkin akan mengikat menjadi ikatan resmi. Demikian juga hubungannya dengan Komako, Seorang wanita yang di temuinya di sebuah perkampungan pemandian mata air panas sehabis dia selama seminggu berkelana di pegunungan.

Sebanarnya yang dia kehendaki adalah seorang wanita penghibur (geisha), tetapi pada waktu itu ada perjamuan yang ramai, sehingga semua geisha sibuk. Maka karena itu yang datang memenuhi panggilannya ialah seorang gadis yang sebenarnya bukan geisha, tetapi sering menolong menjamu tamu-tamu kalau geisha-geisha sibuk semua.

Dia tinggal di rumah seorang guru tari yang lumpuh yang mempunyai seorang anak laki-laki yang sakit dan hampir meninggal. Hubungan Komako dengan laki-laki-laki-laki anak guru tari itu


(25)

tidak jelas. Menurut tukang pijit, mereka bertunangan,tetapi Komako sendiri membantah hal itu.

Namun demikian jelas bahwa Komako kemudian bekerja menjadi geisha agar memperoleh uang untuk membiayai pengobatan laki-laki itu di Tokyo. Juga hubungan Yukio ( Laki-laki anak guru tari itu ) dengan Yoko, gadis yang merawatnya dalam kereta api, tidak jelas. Mungkin Yoko mencintainya,seperti Nampak dari caranya merawat yang seperti seorang istri terhadap suaminya dan dari kenyataan bahwa setelah Yukio meninggal setiap hari Yoko menjiarahi makamnya, sementara Komako sama sekali tidak pernah melakukannya.

3.2. Alur

Novel ini menggunakan alur maju dan alur mundur bahkan boleh dikatakan tidak mempunyai alur yang berkembang, melainkan terdiri dari episode-episode. Hal itu barangkali dapat di mengerti dari riwayat penulisnya yang juga unik..

Cerita di mulai dari alur maju ketika Shimamura pergi menemui kamako di daerah salju untuk kedua kalinya. Alur mundurnya adalah ketika shimamura mengingat saat pertama kali ia bertemu dengan Kamakao di acara perjamuaan minum teh yang di selenggarakan untuk merayakan selesainya pembangunan jalan.Alur cerita kembali maju saat Shimamura menemui Kamako pada bulan Desember dan saat itu Kamako telah menjadi seorang Geisha.

3.3 Tokoh

1. Shimamura adalah seorang pria yang sudah berkeluarga yang berasal dari Tokyo yang memiliki kehidupan yang bebas karena tidak terikat oleh pekerjaan apapun. Shimamura tidak ingin terikat hubungan oleh siapapun karena dia telah menikah dan memiliki keluarga di Tokyo. Dia dapat di katakana sebagai pria yang egois dan tidak


(26)

setia kepada keluarganya karena ia selalu pergi sesuka hatinya dan meninggalkan keluarganya dan sering menemui Kamako yang ternyata adalah seorang geisha. Shimamura juga termasuk orang yang cerdas karena dia menjadi pengkritik tarian-tarian Jepang dan juga meneliti tarian-tarian-tarian-tarian Barat. Dan dia adalah seorang penggemar chijimi yang merupakan kain tenunan tradisional miusim salju.

2. Komako adalah seorang wanita yang pintar dan ceria karena banyak mengetahui tentang kabuki dan tarian-tarian Jepang. Komako juga merupakan seorang wanita yang baik hati kerena rela mengorbankan dirinya menjadi Geisha hanya untuk membiayai pengobatan Yukio.

3. Yoko adalah seorang gadis yang bersifat keibuan dan lembut,hal tersebut dilihat dari caranya merawat Yukio di dalam kereta api.

4. Yukio adalah seorang pria anak guru tari yang memelihara Komako yang menderita sakit TBC usus. Dalam cerita ini karakter Yukio tidak begitu jelas karena Yukio hanya dapat terus bergantung kepada Yoko di sebabkan oleh penyakit yang dideritanya tersebut.

5. Kepala Kereta Api adalh seorang yang ramah. Hal tersebut dapat di lihat dari bagaimana ia berbicara kepada Yoko di stasiun kereta api dengan udara yang dangat dingin hanya untuk permintaan Yoko untuk terus membimbingnya.

6. Kepala pelayan penginapan dalam cerita ini merupakan orang yang ramah dan bertanggung kawab terhadap pekerjaannya. Hal ini terlihat dari sewaktu ia menjemput Shimamura meskipun dalam cuaca yang sangat dingin dan bagaimana ia selalu berlaku sopan kepada Shimamura dengan menjelaskan mengenai daerah salju tersebut dan menanggapi semua pertanyaan serta permintaan Shimamura.


(27)

7. Para Geisha yang ada di daerah salju tersebut merupakan orang-orang yang ramah karena para geisha tersebut tidak saling membenci antar sesame mereka terutama kepada Komako yang awalnya bukan seorang geisha.

3.4 Setting

1. Daerah salju yang terletak di bagian utara pulau Honshu yang terletak di tepi Laut Jepang.

2. Stasiun Kereta Api dimana Shimamura pertama kali melihat Yoko. 3. Stasiun Kereta Api daerah salju.

4. Hutan pohon Sugi Chinzu. 5. Gudang kepompong ulat sutera  

                         


(28)

(29)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Melalalui pembahasan kertas karya ini, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Novel merupakan salah satu contoh karya sastra yang dapat di apresiasi bahasanya yang indah, dengan cara meresensinya terlebih dahulu.

2. Sebuah karya sastra yang baik tentu mengandung nilai-nilai yang dapat di ambil manfaatnya bagi para pemabaca.

3. Novel yang berjudul Yuki Guni ialah salah satu karya terbaik Kawabata Yasunari Pemenang hadiah Novel untuk kesustraan tahun 1968.

4. Kisah di Novel Yuki Guni ini merupakan gambaran kehidupan masyarakat pada umumnya yang terjadi di Jepang.

5. Kehidupan para tokohnya dilalui dengan pengorbanan, konflik, teka-teki dan cinta kasih.

6. Latar tempat kejadian sebagian besar berada di daerah salju Pulau Honshu, dengan begitu pembaca tidak monoton dan lebih tertarik untuk membacanya.

4.2. Saran

Sebuah karya sastra yang baik tentu mengandung nilai-nilai yang dapat di ambil manfaatnya bagi para pemabaca. Diharapkan kepada pembaca, dengan membaca Novel yang berjudul Yuki Guni ini mudah-mudahan akan ada manfaatnya sebagai pengenalan dengan Sastra Dunia umumnya, Sastra Jepang khususnya, sehingga dapat memperkaya dan memperluas kaki langit bacaan Bahasa Indonesia serta dapat membuka pikiran tentang


(30)

realita kehidupan yang bukan hanya berisi tentang kemewahan dan kesenangan saja, namun kehidupan dengan masalah percintaan seorang wanita penghibur ( geisha ).


(31)

DAFTAR PUSTAKA

KAWABATA , Yasunari

Daerah salju / Kawabata Yasunari ; diterjemahkan oleh Matsuoka Kunio dan Ajip Rosidi, - Cet. 1, - Jakarta – Dunia Pustaka Jaya, 1987.

Miyoshi Masao, Accomplicies of Silence: The Modern Japanese Novel, University of California Press, Berkeley &Los Angeles, 1974.

Petersen, Gwenn Boardman, The Moon in the Water: Understanding Tanizaki, Kawabata and Mishima, The University Press of Hawaii, Honolulu, 1979.

Tsuruta Kinaya & Thomas E. Swann (ed), Approaches to the Modern Japanese Novel, Sophia University, Tokyo, 1976

Ueda Makoto, Modern Japanese Writers and the Nature of Literature, Stanford University Press, Stanford, California, 1976.

Yamanouchi Hisaaki, The Search for Authenticity in Modern Japanese Literature, Cambridge University Press, Cambridge, 1978.

Ensiklopedia Indonesia. 1998. Jakarta: Ichitiar Baru Van Hove Iskandar, N.St. 1981. Hulubalang Raja. Jakarta: Balai Pustaka

Semi, M. Atar. (tanpa tahun). Anatoni Sastra. Padang : Angkasa Rasa.

           


(1)

setia kepada keluarganya karena ia selalu pergi sesuka hatinya dan meninggalkan keluarganya dan sering menemui Kamako yang ternyata adalah seorang geisha. Shimamura juga termasuk orang yang cerdas karena dia menjadi pengkritik tarian-tarian Jepang dan juga meneliti tarian-tarian-tarian-tarian Barat. Dan dia adalah seorang penggemar chijimi yang merupakan kain tenunan tradisional miusim salju.

2. Komako adalah seorang wanita yang pintar dan ceria karena banyak mengetahui tentang kabuki dan tarian-tarian Jepang. Komako juga merupakan seorang wanita yang baik hati kerena rela mengorbankan dirinya menjadi Geisha hanya untuk membiayai pengobatan Yukio.

3. Yoko adalah seorang gadis yang bersifat keibuan dan lembut,hal tersebut dilihat dari caranya merawat Yukio di dalam kereta api.

4. Yukio adalah seorang pria anak guru tari yang memelihara Komako yang menderita sakit TBC usus. Dalam cerita ini karakter Yukio tidak begitu jelas karena Yukio hanya dapat terus bergantung kepada Yoko di sebabkan oleh penyakit yang dideritanya tersebut.

5. Kepala Kereta Api adalh seorang yang ramah. Hal tersebut dapat di lihat dari bagaimana ia berbicara kepada Yoko di stasiun kereta api dengan udara yang dangat dingin hanya untuk permintaan Yoko untuk terus membimbingnya.

6. Kepala pelayan penginapan dalam cerita ini merupakan orang yang ramah dan bertanggung kawab terhadap pekerjaannya. Hal ini terlihat dari sewaktu ia menjemput Shimamura meskipun dalam cuaca yang sangat dingin dan bagaimana ia selalu berlaku sopan kepada Shimamura dengan menjelaskan mengenai daerah salju tersebut dan menanggapi semua pertanyaan serta permintaan Shimamura.


(2)

7. Para Geisha yang ada di daerah salju tersebut merupakan orang-orang yang ramah karena para geisha tersebut tidak saling membenci antar sesame mereka terutama kepada Komako yang awalnya bukan seorang geisha.

3.4 Setting

1. Daerah salju yang terletak di bagian utara pulau Honshu yang terletak di tepi Laut

Jepang.

2. Stasiun Kereta Api dimana Shimamura pertama kali melihat Yoko. 3. Stasiun Kereta Api daerah salju.

4. Hutan pohon Sugi Chinzu. 5. Gudang kepompong ulat sutera

                         


(3)

(4)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Melalalui pembahasan kertas karya ini, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Novel merupakan salah satu contoh karya sastra yang dapat di apresiasi bahasanya yang indah, dengan cara meresensinya terlebih dahulu.

2. Sebuah karya sastra yang baik tentu mengandung nilai-nilai yang dapat di ambil manfaatnya bagi para pemabaca.

3. Novel yang berjudul Yuki Guni ialah salah satu karya terbaik Kawabata Yasunari Pemenang hadiah Novel untuk kesustraan tahun 1968.

4. Kisah di Novel Yuki Guni ini merupakan gambaran kehidupan masyarakat pada umumnya yang terjadi di Jepang.

5. Kehidupan para tokohnya dilalui dengan pengorbanan, konflik, teka-teki dan cinta kasih.

6. Latar tempat kejadian sebagian besar berada di daerah salju Pulau Honshu, dengan begitu pembaca tidak monoton dan lebih tertarik untuk membacanya.

4.2. Saran

Sebuah karya sastra yang baik tentu mengandung nilai-nilai yang dapat di ambil manfaatnya bagi para pemabaca. Diharapkan kepada pembaca, dengan membaca Novel yang berjudul Yuki Guni ini mudah-mudahan akan ada manfaatnya sebagai pengenalan dengan Sastra Dunia umumnya, Sastra Jepang khususnya, sehingga dapat memperkaya dan memperluas kaki langit bacaan Bahasa Indonesia serta dapat membuka pikiran tentang


(5)

realita kehidupan yang bukan hanya berisi tentang kemewahan dan kesenangan saja, namun kehidupan dengan masalah percintaan seorang wanita penghibur ( geisha ).


(6)

DAFTAR PUSTAKA

KAWABATA , Yasunari

Daerah salju / Kawabata Yasunari ; diterjemahkan oleh Matsuoka Kunio dan Ajip Rosidi, - Cet. 1, - Jakarta – Dunia Pustaka Jaya, 1987.

Miyoshi Masao, Accomplicies of Silence: The Modern Japanese Novel, University of California Press, Berkeley &Los Angeles, 1974.

Petersen, Gwenn Boardman, The Moon in the Water: Understanding Tanizaki, Kawabata and

Mishima, The University Press of Hawaii, Honolulu, 1979.

Tsuruta Kinaya & Thomas E. Swann (ed), Approaches to the Modern Japanese Novel, Sophia University, Tokyo, 1976

Ueda Makoto, Modern Japanese Writers and the Nature of Literature, Stanford University Press, Stanford, California, 1976.

Yamanouchi Hisaaki, The Search for Authenticity in Modern Japanese Literature, Cambridge University Press, Cambridge, 1978.

Ensiklopedia Indonesia. 1998. Jakarta: Ichitiar Baru Van Hove

Iskandar, N.St. 1981. Hulubalang Raja. Jakarta: Balai Pustaka

Semi, M. Atar. (tanpa tahun). Anatoni Sastra. Padang : Angkasa Rasa.