Berdasarkan tabel diatas bahwa dari 30 orang lansia terdapat lansia yang depresi dari kriteria jenis kelamin yaitu laki-laki tidak depresi 25 3 orang,
ringan 66,7 8 orang, sedang 8,3 1 orang dan berat 0 0 orang sedangkan perempuan yang tidak mengalami depresi 22,2 4 orang, ringan 33,3 6
orang, sedang 38,9 7 orang dan berat 5,6 1 orang. Kriteria umur dari lansia yang mengalami depresi yaitu usia 60-74 tahun yang
tidak depresi 21,1 4 orang, ringan 52,6 10 orang, sedang 26,3 5 orang dan berat 0 0 orang. Usia 75-90 tahun tidak depresi 37,5 3 orang, ringan
37,5 3 orang, sedang 25 2 orang dan berat 0 0 orang. Usia 90 tahun tidak depresi 0 0 orang, ringan 33,3 1 orang, sedang 33,3 1 orang dan
berat 33,3 1 orang.
5.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil observasi ketika melakukan penelitian di posko pengungsian, peneliti mengamati situasi dan kegiatan para lansia secara umum
disana. Lansia yang masih produktif akan bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Namun, lansia yang sudah tidak mampu lagi melakukan aktivitas
hanya dapat berdiam diri di posko dan mengharapkan bantuan dari pemerintah saja untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Mayoritas lansia masih dapat
memenuhi kebutuhan dasar mereka seperti memasak nasi, mandi, dan mencuci. Namun, perbandingan kamar mandi dan air yang tersedia di posko tidak sesuai
dengan jumlah pengungsi. Sehingga lansia dapat memenuhi kebutuhan dasarnya khususnya personal hygiene ketika pengungsi yang masih produktif sudah pergi
Universitas Sumatera Utara
bekerja. Secara umum lingkungan posko pengungsian kurang tertata rapi, ventilasinya juga kurang memadai dan sebagian ruangan kapasitas pengungsinya
terlalu banyak untuk satu ruangan. Hal ini dapat menyebabkan ketidaknyamanan lansia untuk tetap tinggal di posko pengungsian.
Hasil penelitian menunjukkan distribusi perbandingan antara laki-laki dan perempuan di posko pengungsian menunjukkan bahwa jumlah lansia perempuan
lebih banyak dari laki-laki, namun perbedaannya tidak terlalu besar. Data perbandingan laki-laki dan perempuan dari hasil Susenas tahun 2013 menyatakan
di Indonesia terdapat 9,38 juta lansia laki-laki sedangkan lansia perempuan berjumlah 10,67 juta orang pada tahun 2013 BPS, 2014. Hal ini menunjukkan
bahwa lansia perempuan secara umum di tingkat nasional memiliki usia harapan hidup lebih besar dari laki-laki. Hal ini juga sama dengan keadaan di Posko
Pengungsian UKA Kabupaten Karo. Dilihat dari karakteristik umur, terdapat klasifikasi batasan umur menurut
WHO yaitu elderly 60-74 tahun, old 75-90 tahun dan very old lebih dari 90 tahun. Lansia di posko pengungsian paling banyak berada di dalam klasifikasi
elderly. Namun lansia yang berumur antara 75-90 tahun hampir mencapai setengah dari elderly. Bahkan ada lansia di posko pengungsian yang sudah
mencapai tahap very old yaitu lebih dari 90 tahun. Ini berarti secara umum usia harapan hidup lansia cukup tinggi. Semakin tua, keadaan fisik dan fungsional
lansia akan menurun. Hal ini akan menambah resiko depresi ketika terpapar oleh penyebab dan faktor resiko depresi lainnya. Teori perkembangan Erikson
menjelaskan bahwa lansia pada tahap usia ini akan mengalami integrity versus
Universitas Sumatera Utara
despair. Lansia cenderung melakukan cerminan diri terhadap masa lalu. Mereka yang tidak berhasil pada fase ini, akan merasa bahwa hidupnya percuma dan
mengalami banyak penyesalan. Individu akan merasa kepahitan hidup dan putus asa. Mereka yang berhasil melewati tahap ini, berarti ia dapat mencerminkan
keberhasilan dan kegagalan yang pernah dialami. Individu ini akan mencapai kebijaksanaan, meskipun saat menghadapi kematian.
Hasil penelitian menunjukkan angka terbanyak menderita depresi adalah pada umur elderly age 60-74 tahun yaitu 63,3 19 orang. Hal ini sama dengan
penelitian Siahaan 2013, dimana yang lansia yang mengalami depresi paling banyak terjadi pada tingkat elderly age yaitu 67,48 83 orang. Hal tersebut
sesuai dengan pendapat bahwa semakin bertambah usia seseorang, semakin siap pula dalam menerima cobaan, hal ini didukung oleh teori aktivitas yang
menyatakan bahwa hubungan antara sistem sosial dengan individu bertahan stabil pada saat individu bergerak dari usia pertengahan menuju usia tua Cox dalam
Tamher dan Noorkasiani, 2009. Pada segi agama, sebagian besar lansia beragama Kristen Protestan
56,7. Selain Kristen Protestan ada juga yang menganut agama Islam 40 dan sebagian kecil menganut agama Katolik 3,3. Hal ini menunjukkan bahwa
orang Indonesia memiliki agama yang beragam dan tetap berbaur dalam suatu komunitas. Dari data tersebut juga diketahui bahwa semua lansia yang menjadi
responden penelitian masing-masing memiliki agama yang di anutnya. Pihak posko menyediakan satu ruangan khusus untuk agama Kristen Protestan untuk
melakukan ibadah bersama. Namun, hal ini sudah sangat jarang dilakukan
Universitas Sumatera Utara
dikarenakan pihak posko tidak memfasilitasi kegiatan keagaamaan tersebut. Pengajian rutin untuk Islam juga tidak ada. Sehingga lansia tidak dapat mengisi
waktunya dengan beribadah yang seharusnya dapat menambah kematangan spiritual lansia dan dapat mencegah depresi.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui rata-rata tingkat pendidikan lansia adalah lulusan SD sebesar 66,7 20 orang. Pendidikan bisa
mempengaruhi seseorang dalam menerima informasi, kemampuan mendengar, gaya hidup, perilaku, dan kemampuan menyelesaikan masalah. Lansia yang
tinggal di posko mayoritas berpendidikan rendah oleh karena itu kemampuan lansia mendengar, menerima dan memahami informasi, gaya hidup kebiasaan,
serta cara menyelesaikan masalah terkait kesehatan juga rendah. Masalah kesehatan kerap terjadi pada masa lansia. Lansia yang tidak tahu dan paham
terhadap perubahan tersebut akan kesulitan beradaptasi dan hal ini bisa menjadi stresor yang memicu depresi pada lansia. Hal ini sama dengan penelitian yang
dilakukan oleh Rochdiat 2012 dilihat dari faktor pendidikan diketahui sebagian besar responden bependidikan SD sebesar 66,7. Hal ini sesuai dengan teori
Tamher dan Noorkasiani 2009 bahwa tingkat pendidikan juga merupakan hal terpenting dalam menghadapi masalah. Semakin tinggi pendidikan seseorang,
semakin banyak pengalaman hidup yang dilaluinya, sehingga akan lebih siap dalam menghadapi masalah yang terjadi. Hal ini juga sesuai dengan teori yang
dikemukakan oleh Hawari 2011 yang menyatakan seseorang yang tidak memiliki pendidikan memiliki wawasan yang kurang, sehingga dalam proses
mengatasi sebuah permasalahan, dapat menyebabkan stress dan depresi.
Universitas Sumatera Utara
Depresi juga dapat disebabkan karena ketidakberdayaan status sosial ekonomi yang rendah. Responden penelitain ini sebagian besar pernah bekerja
sebagai petani sebanyak 90 27 orang, hal ini karena dipengaruhi oleh letak geografis Karo yang dekat dengan pegunungan dengan tanah subur sangat cocok
ditanami sayur-sayuran dan buah-buahan. Namun, setelah tinggal di posko pengungsian sebagian lansia yang masih produktif harus mencari pekerjaan
supaya dapat memenuhi kebutuhannya, karena bantuan dari pemerintah tidak cukup. Kondisi ekonomi yang rendah menyebabkan timbulnya rasa
ketidakberdayaan karena hilangnya kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Hal ini menjadi salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya depresi.
Faktor psikologis dan sosial ekonomi dipengaruhi berbagai peristiwa kehidupan antara lain lansia perempuan lebih sering kehilangan pasangan hidup
pada masa tuanya, kehilangan sumber penghasilan dan mengalami perubahan lingkungan hidup setelah menjadi janda. Hal inilah yang dapat mengakibatkan
lansia kehilangan dukungan secara psikologis, sosial dan ekonomi dan merasa kesepian. Menurut Nolen-Hoeksema, Morrow dan Frederickson 1991 dalam buku
Kaplan Sadock 2010 bahwa perbedaan dalam gaya koping juga dapat membantu menjelaskan mengenai besarnya kerentanan wanita untuk terkena
depresi. Terlepas dari apakah faktor yang memicu depresi itu biologi, psikologis, atau sosial: respon koping seseorang menambah atau mengurangi keparahan dan
durasi dari episode depresi. Pria lebih cenderung untuk mengalihkan pikiran saat depresi dengan merenungkan, duduk diam dan berpikir.
Universitas Sumatera Utara
Terdapat berbagai keluhan yang dimiliki oleh lansia. Depresi pada lansia sangat dipengaruhi oleh penurunan status kesehatan. Ada berbagai keluhan
kesehatan yang dimiliki oleh lansia. Pada tabel distribusi terlihat bahwa banyak lansia yang memiliki riwayat kesehatan 0-2 penyakit. Hal ini terjadi akibat
kemunduran-kemunduran fisik yang dialami oleh setiap orang yang memasuki usia lansia. Penyakit yang bersifat kronik dan bersifat nyeri sangat berpotensi
menjadi stressor. Begitu juga dengan ketidakmampuan fisik yang menimbulkan ketergantungan pada orang lain dan menjadi tidak berdaya. Hal ini lebih
memperbesar risiko depresi pada lansia. Stanley dan Beare 2006, mengatakan bahwa dalam teori penurunan imunitas juga berperan penting terhadap terjadinya
berbagai penyakit dalam tubuh lansia. Dalam teori imunitas, saat seseorang bertambah usia, pertahanan terhadap organisme asing juga mengalami penurunan
sehingga mengakibatkan kelompok usia lanjut menjadi rentan terhadap berbagai penyakit seperti kanker dan infeksi. Seorang dengan berkurangnya sistem imun,
maka terjadilah peningkatan dalam respon autoimun pada lansia seperti arthritir rheumatoid dan alergi terhadap makanan dan faktor lingkungan yang lain.
Pada masa lansia, kematian pasangan hidup kerap sering terjadi. Kematian pasangan dan perceraian merupakan salah satu faktor resiko terjadinya depresi
pada lansia. Pada penelitian ini didapatkan bahwa dari 30 orang lansia yang dengan kriteria jandaduda yaitu 53,3 16 orang. Menjadi sendiri lagi setelah
kematian pasangan di usia senja akan berdampak besar pada psikologis lansia karena kehilangan dukungan baik emosional, penghargaan, informasi dan
instrumental. Bencana alam juga membuat lansia diharuskan tinggal di posko
Universitas Sumatera Utara
pengungsian yang mengharapkan bantuan dari pemerintah. Hidup di posko dengan keadaan seperti itu bisa memicu depresi pada lansia di akhir
kehidupannya. Menurut hasil penelitian Rochdiat 2012 diketahui sebagian besar responden berstatus jandaduda sebesar 66,7. Hal ini sama dengan penelitian
yang dilakukan oleh Wulandari 2011 bahwa sebanyak 50 dari 52 subyek lanjut usia dari yang diteliti berstatus dudajandabelum menikah dan 34,8 mengalami
depresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka depresi lansia di posko
pengungsian UKA yang mengalami depresi cukup mencengangkan. Perbandingan antara lansia yang tidak mengalami depresi sebesar 23,3 7 orang dan yang
depresi sebesar 76,7 23 orang. Angka ini menunjukkan bahwa angka kejadian depresi pada lansia cukup tinggi, yaitu hampir seluruh lansia mengalami depresi.
Berdasarkan hasil pengamatan tempat penelitian, sebagian besar lansia tidak memiliki banyak aktivitas, tidak mampu melakukan pekerjaan, kehilangan
pekerjaan, sudah tidak memiliki pasangan hidup, kehilangan peran sosial dan hal itu merupakan faktor pemicu terjadinya depresi pada lansia. Dari hasil penelitian
bahwa 14 responden 46,7 termasuk kategori depresi ringan. Hasil ini dipengaruhi oleh mekanisme koping pada usia lanjut yaitu faktor-faktor usia, jenis
kelamin, jenis pekerjaan, tingkat pendidikan dan dukungan keluarga sesuai dengan teori Tamher dan Noorkasiani 2009. Penelitian yang dilakukan
Werdiningsih 2010 menemukan bahwa 40 lansia korban erupsi Merapi di Kabupaten Sleman mengalami depresi. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada
lansia umumnya saja sudah rentan mengalami depresi, terlebih lagi pada lansia
Universitas Sumatera Utara
korban letusan gunung merapi, maka tingkat depresi mereka akan lebih tinggi lagi.
Persebaran lansia jika dilihat dari distribusi frekuensi ternyata lansia perempuan lebih banyak menderita depresi daripada lansia laki-laki yaitu jika
dilihat dari tingkatannya lansia perempuan yang mengalami depresi berat 5,6 1 orang. Hal ini dikarenakan perbedaan gender juga dapat merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi psikologis lansia, sehingga akan berdampak pada bentuk adaptasi yang digunakan. Hal ini sesuai dengan penelitian Siahaan 2013
bahwa angka kejadian depresi pada lansia lebih tinggi pada perempuan yaitu 8,42 8 orang sedangkan laki-laki 10,76 3 orang. Hal ini berlawanan
dengan penelitian Saragih 2010 yang menyatakan bahwa lansia dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak mengalami depresi yaitu 33,3 daripada lansia
berjenis kelamin perempuan 20,7. Darmojo 1999 menyatakan hasil penelitian mereka yang memaparkan bahwa ternyata keadaan psikososial lansia di Indonesia
secara umum masih lebih baik dibandingkan lansia di negara maju, antara lain tanda-tanda depresi pria 4,3 dan wanita 4,2 dapat diasumsikan bahwa wanita
lebih mampu menghadapi masalah daripada kaum lelaki yang cenderung lebih emosional Tamher Noorkasiani, 2009.
Hasil penelitian mayoritas responden lebih banyak memilih pernyataan yang ke sebelas yaitu lansia merasa bersyukur karena masih diberi kesempatan
untuk hidup sekarang 96,7, hal ini menunjukkan spiritualitas lansia di posko pengungsian UKA baik dan pernyataan ke sembilan yaitu lansia lebih suka
mengerjakan hal-hal baru daripada tinggal dirumah 93,3, hal ini disebabkan
Universitas Sumatera Utara
oleh kondisi pengungsian yang kurang baik buat kesehatan karena ventilasi kurang memadai, terlalu banyak barang memenuhi posko dan jumlah pengungsi
yang banyak dalam satu ruangan. Namun, pada pernyataan ke empat lansia merasa bosan 90 hal ini dikarenakan lansia sudah tidak dapat melakukan
aktivitas yang biasa dilakukannya sebelum terjadinya bencana. Lansia pada umumnya bekerja sebagai petani, namun setelah terjadi bencana mereka tidak
memiliki lahan pertanian lagi sehingga membuat lansia merasa bosan.
Universitas Sumatera Utara
43
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian di Posko Pengungsian UKA di Kabupaten Karo lansia yang mengalami depresi ringan sebanyak 14 orang 46,7, depresi
sedang 8 orang 26,7, depresi berat 1 orang 3,3 dan yang tidak depresi 7 orang 23,3. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa lansia di Posko
Pengungsian UKA mengalami depresi masih pada kategori tingkat depresi ringan 46,7, karena lansia merasa bersyukur karena masih diberi kesempatan untuk
hidup sekarang.
6.2 Saran 6.2.1 Pendidikan Keperawatan
Hasil dari penelitian ini harapkan dapat menjadi masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang keperawatan gerontik khususnya
tentang depresi pada lansia.
6.2.2 Penelitian Keperawatan
Untuk penelitian selanjutnya diharapkan untuk melakukan penelitian
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi depresi pada lansia. 6.2.3 Tenaga Kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi tenaga kesehatan khususnya perawat komunitas dan perawat jiwa untuk turun ke
pengungsian untuk mencegah dan mengatasi masalah depresi pada pengungsi khususnya lansia.
Universitas Sumatera Utara