Jati Kelayakan Usaha Berdasarkan Analisis Finansial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jati

Menurut Sumarna 2002, klasifikasi tanaman jati digolongkan sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae Sub Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Verbenales Famili : Verbenaceae Genus : Tectona Species : Tectona grandis Linn.f Sejak abad ke-9 tanaman jati yang merupakan tanaman tropika dan sub tropika dikenal sebagai pohon yang memiliki kualitas kayu tinggi dan bernilai jual tinggi. Jati digolongkan sebagai kayu mewah dan memiliki kelas awet tinggi yang tahan terhadap gangguan rayap seperti jamur dan mampu bertahan sampai 500 tahun Suryana 2001. Jati Plus Perhutani JPP adalah jati unggul produk Perum Perhutani yang diperoleh melalui program pemulian pohon. Jati Plus Perhutani dikembangkan melalui dua cara yaitu pembiakan vegetatif kultur jaringan, stek pucuk dan lain- lain dan generatif benih KBK dan KBS Perhutani 2010a. Jati Plus Perhutani tumbuh baik pada lahan yang memiliki ketinggian sampai dengan 600 meter dpl, curah hujan 1500-2500 mm per tahun, tipe iklim C- D, pH netral sampai basa 7-8, tanah berdrainase baik dan ketebalan tanah minimal 50 cm Perhutani 2010b.

2.2 Kelayakan Usaha Berdasarkan Analisis Finansial

Menurut Kadariah et al. 1999, analisis finansial adalah analisis dimana suatu proyek dilihat dari sudut badan-badan atau orang-orang yang menanam modalnya dalam proyek atau yang berkepentingan langsung dalam proyek. Dalam analisis finansial yang diperhatikan, yaitu: hasil untuk modal saham equality capital yang ditanam dalam proyek, hasil yang harus diterima oleh para petani, pengusaha, perusahaan swasta, suatu badan pemerintah, atau siapa saja yang berkepentingan dalam pembangunan proyek. Hasil finansial sering juga disebut “private returns”. Menurut Husnan dan Suwarsono 2000, ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam aspek keuangan, yaitu: 1 aktiva tetap, 2 modal kerja dan 3 sumber dana untuk modal kerja dan investasi aktiva tetap. Aktiva tetap dibagi ke dalam dua bagian yaitu: aktiva tetap berwujud dan aktiva tetap tidak berwujud. Aktiva tetap berwujud terdiri dari tanah dan pembangunan lokasi, bangunan dan perlengkapan, pabrik dan mesin serta aktiva lainnya. Sedangkan aktiva tetap tidak berwujud terdiri dari biaya pendahuluan dan biaya sebelum operasi. Istilah modal kerja bisa diartikan sebagai modal kerja bruto atau modal kerja netto. Modal kerja bruto menunjukkan semua investasi yang diperlukan untuk aktiva lancar yang terdiri dari kas, surat-surat berharga kalau ada, piutang, persediaan dan lainnya. Modal kerja neto merupakan selisih antara aktiva lancar dan utang jangka pendek. Aktiva lancar adalah aktiva yang hanya memerlukan waktu pendek untuk berubah menjadi kas, yaitu: kurang dari satu tahun atau satu siklus produksi Husnan dan Suwarsono 2000. Sumber dana yang dibutuhkan untuk membiayai aktiva tetap dan modal kerja dapat berasal dari milik sendiri, saham, obligasi, kredit bank, leasing dan project finance. Pihak perusahaan harus mencari kombinasi sumber dana yang mempunyai biaya terendah dan tidak menimbulkan kesulitan likuiditas bagi proyek atau perusahaan yang mensponsori proyek tersebut selama jangka waktu pengembalian dan penggunaan dana Husnan dan Suwarsono 2000. Cara menilai suatu proyek yang paling banyak diterima untuk penilaian proyek jangka panjang adalah dengan menggunakan Discounted Cash Flow Analysis DCF atau analisis aliran kas yang didiskonto Darusman 1981. Tujuan menganalisis aspek keuangan dari suatu studi kelayakan proyek bisnis adalah untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan, dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan, seperti ketersediaan dana, biaya modal, kemampuan proyek untuk membayar kembali dana tersebut dalam waktu yang telah ditentukan dan menilai apakah proyek akan dapat berkembang terus Umar 2002. Dalam analisis finansial terdapat kriteria kelayakan investasi. Menurut Gittinger 1986 menyebutkan bahwa dana yang diinvestasikan itu layak atau tidak akan diukur melalui kriteria investasi itu Net Present Value NPV, Benefit Cost Ratio BCR, dan Internal Rate of Return IRR. NPV merupakan selisih antara present value dari benefit dan present value dari biaya Kadariah et al. 1999. Kriteria yang digunakan dalam menilai suatu proyek adalah bila NPV positif berarti menguntungkan dan NPV negatif menunjukkan kerugian Soekartawi 1996. Dengan kata lain, NPV 0 maka proyek tersebut dapat diterima. Jika NPV = 0 maka proyek tersebut mengembalikan persis sebesar social opportunity cost of capital. Jika NPV 0, proyek ditolak artinya ada penggunaan lain yang lebih menguntungkan untuk sumber-sumber yang diperlukan proyek Kadariah et al. 1999. IRR adalah tingkat bunga yang menghasilkan NPV sama dengan nol. Besarnya tingkat bunga yang menjadikan NPV = 0 itulah yang disebut IRR dari suatu proyek. Kriteria untuk menetapkan kelayakan suatu proyek ialah bila IRR lebih besar dari tingkat bunga yang berlaku IRR i Soekartawi 1996. Jika nilai IRR dari suatu proyek sama dengan nilai i yang berlaku sebagai social discount rate, maka NPV dari proyek itu adalah sebesar 0 artinya proyek dapat dilaksanakan. jika IRR social discount rate, berarti NPV 0 maka proyek sebaiknya tidak dilaksanakan Kadariah et al. 1999 BCR adalah rasio manfaat terhadap biaya. Rasio ini diperoleh bila nilai sekarang arus manfaat dibagi dengan nilai sekarang arus biaya. Suatu proyek dapat dikatakan bermanfaat apabila nilai manfaat B lebih besar dari biaya C yang dikeluarkan. Kriteria yang dipakai untuk menyatakan suatu usaha tani memberikan manfaat kalau memiliki nilai BCR 1 Soekartawi 2002. Menurut Kadariah et al. 1999, jika nilai BCR 1 berarti NPV 0 suatu proyek layak untuk dijalankan. Sedangkan jika BCR ≤ 1 maka suatu proyek tidak layak untuk dijalankan.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN